Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

AUTIS

DISUSUN OLEH:
WAHYUNI
C12113708

Preseptor Lahan Preseptor Institusi

(………………………………………) (……………………………………….)

PROFESI NERS
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
TAHUN 2015
LAPORAN PENDAHULUAN
AUTIS PADA ANAK

A. Definisi
Autisme merupakan gangguan perkembangan yang kompleks pada fungsi otak
yang disertai defisit intelektual dan perilaku yang bervariasi tergantung tipe dan
keparahan. Manifestasi autisme dapat terlihat selama periode anak-anak, terutama dari
usia 18 sampai 36 bulan. Autisme terjadi pada 1 sampai 2 per 500 anak, lebih sering
pada laki-laki dimana 4 kali lebih banyak daripada perempuan dan ini tidak
berhubungan dengan tingkat sosial ekonomi, ras ataupun pola pengasuhan.
Autisme adalah satu dari lima gangguan perkembangan pervasif, yaitu suatu
gangguan syaraf yang dicirikan oleh kerusakan hebat dan besar pada beberapa bidang
perkembangan. Autisme merupakan kumpulan gejala (spektrum). Perilaku khas
gangguan spektrum autisme bisa atau belum muncul pada masa bayi, tetapi umumnya
sudah tampak jelas selama masa kanak-kanak awal (2-6 tahun).

B. Jenis Kelainan Autisme


a. Childhood autisme yaitu kelainan pertumbuhan anak sejak lahir sampai usia 3
tahun.
b. Atypical autisme yaitu kelainan pertumbuhan pada anak sesudah usia 3 tahun.
c. Reff’s syndrom yang umumnya pada anak perempuan.
d. Overach disorder associated with Mental Retardation and Stereotyped Movement.
e. Childhood Disintegrative Disorders.
f. Asperges Syndrom.
g. Other persasive development Disorder.

C. Etiologi
Penyebab autisme masih belum diketahui semuanya. Karena fenomena ini
terjadi di usia yang begitu muda, banyak peneliti yang mengatakan kalau ini adalah
hasil dari kelahiran yang kurang sempurna, mungkin otaknya telah mengalami
disfungsi (Rimland, 1964 dalam Crain, 2007). Sementara itu, ada pendapat lainnya
yanng mengatakan bahwa auitisme disebabkan oleh interaksi awal dengan
lingkungan sosial pertamanya, yaitu orang tua atau pengasuhnya. Lebih khusus
lagi, di awal hidupnya anak gagal mengambangkan perasaan otonomi, yang
didefinisikan sebagai perasaan yang membuat anak bisa memiliki rasa kasih sayang
kepada lingkungannya (Crain, 2007).
Penyebab kelainan ini masih belum diketahui secara pasti dan masih dalam
tahap penelitian, tetapi dalam beberapa asumsi menyatakan bahwa penyebab dan
faktor pencetus autisme dapat berasal, dari ( Budhiman, 2002) :
1. Lingkungan yang terpapar oleh organisme atau bahan beracun seperti virus,
jamur, rubella, herpes toxoplasma dalam vaksin imunisasi MMR (Mums,
Measles, Rubella), zat aditif yaitu MSG, pewarna, ethil mercury (Thimerosal)
dalam pengawetmakanan, serta beberapa logam berat seperti Arsen (As),
Cadmium (Cd), Raksa (Hg), Timbal (Pb), alergi berat, obat-obatan, jamu
peluntur, muntah hebat, perdarahan berat.
2. Adanya gangguan pencernaan dan radang dinding usus karena alergi sehingga
terjadi ketidaksempurnaan pencernaan kasein dan gluten.
3. Kelainan otak organik, hal ini dimungkinkan karena adanya kelainan SSP yaitu
jumlah serat Purkinje Cerebellum yang diikuti oleh dampak menurunnya jumlah
serotonin sehingga jumlah rangsang informasi antar otak menurun. Pada
struktur sistem limbik otak yang mengatur emosi juga mengalami kelainan.
4. Faktor genesis atau keturunan (yang diperkirakan menjadi penyebab utama) dan
kelainan gen yang dapat menyebabkan gangguan proses sekresi logam berat dari
tubuh yang dapat berdampak pada keracunan otak. Hal ini dapat menjadi
pencetus autisme jika ada faktor pemicu lain yang ikut berperan.
Faktor pemicu lain yang berperan dalam timbulnya gejala Autisme adalah :

1. Kelainan Otak Organik


Bagian otak yang mengalami kelainan adalah :
a. Lobus Parietalis otak, yang menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya.
b.Otak kecil (cerebellum) pada lobus VI dan VII yang bertanggung jawab pada
proses sensoris, daya ingat, berpikir, belajar berbahasa dan proses atensi
(perhatian). Juga didapatkan jumlah sel purkinje di otak kecil yang sangat
sedikit, sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan dopamin, lalu
terjadi kekacauan impuls di otak.
c. Sistem Limbik yang disebut hippocampus dan amygdala, yang mengganggu
fungsi kontrol terhadap agresi dan emosi. Amygdala bertanggung jawab
terhadap berbagai rangsang sensoris, Hippocampus bertanggung jawab
terhadap fungsi belajar dan daya ingat, sehingga terjadilah kesulitan
menyimpan informasi baru.
2. Faktor Genetika
Diperkirakan adanya kelainan kromosom pada anak autisme.
3. Gangguan Kehamilan dan Kelahiran
1) Gangguan pada ibu saat kehamilan semester pertama
Faktor pemicunya adalah : infeksi (toksoplasmosis, rubella, candida),
logam berat (Pb, Al, Hg, Cd), zat aditif (MSG, pengawet, pewarna), alergi
berat, obat-obatan, jamu peluntur, hiperemesis dan perdarahan hebat.
2) Kelahiran yang lama (partus lama) dimana terjadi gangguan nutrisi dan
oksigenasi pada janin serta pemakaian forcep.
4. Lingkungan
Terjadi sesudah lahir yaitu infeksi ringan-berat pada bayi oleh karena
imunisasi MMR dan Hepatitis B (masih kontroversi), logam berat, zat
pewarna dan pengawet, protein susu sapi (kasein), protein tepung terigu
(gluten), infeksi jamur akibat pemakaian antibiotik yang berlebihan.

D. Patofisiologi
Diperkirakan bahwa genetik merupakan penyebab utama dari autisme. Tapi
selain itu juga faktor lingkungan misal terinfeksi oleh bahan beracun yang akan
merusak struktur tubuh. Selain itu bahan-bahan kimia juga dapat menyebabkan
autisme.karena kita ketahui bahwa bila bahan tersebut masuk dalam tubuh akan
merusak pencernaan dan radang dinding usus karena alergi. Bahan racun masuk
melalui pembuluh darah yang bila tidak segera diatasi bisa menuju ke otak kemudian
bereaksi dengan endhorphin yang akan mengakibatkan perubahan perilaku.
Anak dengan autisme mengalami gangguan pada otaknya yang terjadi karena
infeksi yang disebabkan oleh jamur, logam berat, zat aditif, alergi berat,obat-obatan,
kasein dan gluten. Infeksi tersebut terjadi pada saat bayi dalam kandungan maupun
setelah lahir. Kelainan yang dialami anak autisme terjadi pada otak bagian lobus
parietalis, otak kecil (cerebellum) dan pada bagian sistem limbik. Kelainan ini
menyebabkan anak mengalami gangguan dalam berpikir, mengingat dan belajar
berbahasa serta dalam proses atensi. Sehingga anak dengan autisme kurang berespon
terhadap berbagai rangsang sensoris dan terjadilah kesulitan dalam menyimpan
informasi baru.

E. Tanda dan Gejala


Umumnya penderita autis infantil memperlihatkan pertumbuhan fisik yang
wajar dan normal seperti pada tingkat kemampuan gerak (berjalan, merangkak,
berdiri), kemampuan bercakap-cakap, dan berinteraksi dengan lingkungannya. Anak
dengan autis juga dapat meniru beberapa lagu yang didengarkannya atau dapat
mengunakan panca indranya dengan normal dan luas ketika mengeksploraesi
lingkungannya. Walaupun terdapat kenormalan pada proses pertumbuhannya, pada
anak penderita autis didapati keterbatasan dalam memfungsikan organnya misalnya :
a. Sulit berbicara (Aphasia), pada pertumbuhan anak normal didapati kelancaran
bicara pada usia 12-14 bulan.
b. Sulit menggerakkan badan karena gangguan saraf motorik (Apraxia).
c. Sulit menggerakkan otot (Athaxia)
d. Tangan terus bergerak dan tak terkendali (Athetoid).
e. Mengalami kesulitan membaca (Dyslexia).
f. Mengalami kesulitan dalam mengucapkan kata atau kalimat yang sulit dan
rumit (Dyphasia).
g. Sulit menggerakkan kaki dan tangan (Dyskinesia) karena kekakuan otot kaki
dan tangan (Spastic) atau kelemasan ototkaki dan tangan (hipotonic) sehingga
tak mampu untuk mengembangkan kemampun duduk, berdiri dan berjalan
secara mandiri, pada pertumbuhan anak normal didapati kemampuan untuk
berdiri sendiri dan berjalan pada usia 6-18 bulan.
h. Terdapat kegagalan untuk memberikan respon terhadap rangsang nyeri
sehingga anak sering terlihat menyakiti diri sendiri.
i. Mungkin didapatkan adanya kelainan bentuk jari tangan dan kaki yang
nantinya juga dapat mempengaruhi perkembangan mental, kejiwaan, dan
intelektual.
Anak autis dapat menunjukkan pertumbuhan fisik normal hingga sekitar
usia 2 tahun setelah itu didapati penurunan kesehatan yang drastis, Kriteria DSM-
IV (Diagnostik dan Stastistikal Manual) autisme ,Harus ada sedikitnya 6 gejala
dari 1,2 dan 3
a. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal 2 gejala:

1) Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai, kontak mata
kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak gerik kurang tertuju.
2) Tak bisa main dengan teman sebaya.
3) Tak dapat merasakan apa yang dirasa orang lain.
4) Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.

b. Gangguan kualitatif dalam komunikasi

1) Bicara terlambat / bahkan sama sekali tak berkembang (dan tak ada usaha
untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara).

2) Bila bisa bicara tak dipakai untuk komunikasi.

3) Cara main kurang variatif, kurang imajinatif, kurang bisa meniru.

4) Menggunakan bahasa aneh dan diulang.

c. Suatu pola yang dipertahankan dan diulang dari perilaku, minat dan kegiatan

1) Pertahankan 1 minat atau lebih dengan cara yang khas dan berlebih.

2) Terpaku suatu kegiatan ritualistik/ rutinitas tidak berguna, menolak suatu


perubahan.

3) Gerakan aneh yang khas dan diulang.

4) Sering terpukau pada bagian benda.

d. Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan /gangguan dalam bidang :

1) Interaksi sosial

2) Bicara dan berbahasa

3) Cara bermain yang kurang variatif

e. Bukan disebabkan oleh Reff’s Syndrom.


F. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang
Sejauh ini tidak ditemukan tes klinis yang dapat mendiagnosa langsung autisme.
Diagnosa yang paling tepat adalah dengan cara seksama mengamati perlilaku anak
dalam berkomunikasi, bertingkah laku dan tingkat perkembangannya. Dikarenakan
banyaknya perilaku autisme juga disebabkan oleh adanya kelainan kelainan lain
(bukan autisme) sehingga tes klinis dapat pula dilakukan untuk memastikan
kemungkinan adanya penyebab lain tersebut.
Karena karakteristik dari penyandang autisme ini banyak sekali ragamnya
sehingga cara diagnosa yang paling ideal adalah dengan memeriksakan anak pada
beberapa tim dokter ahli seperti ahli neurologis, ahli psikologi anak, ahli penyakit
anak, ahli terapi bahasa, ahli pengajar dan ahli profesional lainnya dibidang autisme.
Dokter ahli / praktisi profesional yang hanya mempunyai sedikit pengetahuan /
training mengenai autisme akan mengalami kesulitan dalam men-diagnosa autisme.
Kadang kadang dokter ahli / praktisi profesional keliru melakukan diagnosa dan tidak
melibatkan orang tua sewaktu melakukan diagnosa. Kesulitan dalam pemahaman
autisme dapat menjurus pada kesalahan dalam memberikan pelayanan kepada
penyandang autisme yang secara umum sangat memerlukan perhatian yang khusus
dan rumit.
Hasil pengamatan sesaat belumlah dapat disimpulkan sebagai hasil mutlak dari
kemampuan dan perilaku seorang anak. Masukkan dari orang tua mengenai kronologi
perkembangan anak adalah hal terpenting dalam menentukan keakuratan hasil
diagnosa. Secara sekilas, penyandang autisme dapat terlihat seperti anak dengan
keterbelakangan mental, kelainan perilaku, gangguan pendengaran atau bahkan
berperilaku aneh dan nyentrik. Yang lebih menyulitkan lagi adalah semua gejala
tersebut diatas dapat timbul secara bersamaan.
G. Penatalaksaan/Pengobatan
Terapi dan stimulasi mana yang diperlukan? Kita kembali kepada
kenyataan bahwa terapi bersifat individual dan harus disesuaikan dengan umur,
fase perkembangan dan gejala yang ditemukan. Tidak ada metode yang 100%
paling baik untuk semua anak. Para terapis yang menggunakan berbagai metode
berlainan harus bekerjasama dengan baik. Bila kasus tidak mengalami kemajuan
dengan satu metode terapi, harus dilakukan terapi kombinasi atau dicari cara terapi
yang lain.
Apakah peran obat-obatan? Karena penyebab belum diketahui dengan pasti,
obat biasanya hanya ditujukan untuk menghilangkan gejala yang sangat
mengganggu. Contoh paling klasik adalah perilaku self-injurious yang sangat
berbahaya karena anak mencoba melakukan hal yang menyakiti atau merusak diri
sendiri misalnya membenturkan kepala ke tembok atau lantai, memukul kepala
dengan sangat keras, atau menggigit anggota tubuhnya. Dua puluh persen
penyandang autisme mengalami kejang atau epilepsi. Hal ini juga harus mendapat
obat yang tepat. Ini berarti bahwa terapi obat untuk penyandang autisme bersifat
sangat individual. Bila dokter menganggap bahwa anak memerlukan pengobatan
khusus, sebaiknya hal tersebut didiskusikan dengan orang tua. Orang tua harus
mendapat penjelasan mengapa perlu diberikan, bagaimana cara mengkonsumsi
obat, efek samping yang mungkin terjadi dan lain-lain. Dokter juga harus
menghargai pendapat orang tua bila mereka tidak menginginkan terapi obat-
obatan.

Dalam bidang yang masih merupakan grey area, dokter dan orang tua harus
memahami bahwa tidak semua publikasi kedokteran atau publikasi lain adalah
benar atau sahih. Dokter harus mempelajari teknik menilai Evidence-based
medicine sehingga mereka dapat menentukan apakah suatu publikasi memang
benar atau kurang benar, dan mendiskusikan hal tersebut dengan orang tua.
Selanjutnya, karena ilmu kedokteran belum dapat memberi jawaban yang pasti,
muncul berbagai terapi komplementer dan alternatif. Bila terapi komplementer dan
alternatif ini memang merupakan hasil suatu penelitian yang sahih, pasti akan di
adopsi oleh dunia kedokteran sebagai terapi standar. Dokter dan orang tua harus
waspada terhadap laporan anekdotal, testimoni, serta berbagai klaim berlebihan
mengenai kesembuhan, terutama bila teknik pengobatan tersebut memerlukan
kepatuhan, waktu, enerji, dan biaya yang berlebihan.

Akhirnya, khusus dalam bidang autisme tidak ada yang dapat mengklaim
diri sebagai pakar, tidak ada juga yang dapat mengklaim bahwa autisme milik
suatu subspesialisasi tertentu. Kerjasama antara dokter, terapis dan orang tua
sangat penting demi kemajuan anak, jangan saling merasa benar sendiri atau saling
menyalahkan.
Tetapi Menurut Beberapa Sumber Ada Terapi Yang Biasanya Digunakan
Yaitu :

1. Terapi perilaku misal dengan Tx. Okupasi, Tx. Wicara, sosialisasi dengan
menghilangkan perilaku yang tidak benar.
Terapi perilaku pada anak dengan autisme berguna untuk mengurangi
perilaku yang tidak lazim dan menggantinya dengan perilaku yang bisa
diterima oleh masyarakat.

a. Terapi Okupasi
Terapi okupasi pada anak dengan autisme bertujuan untuk
membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan ketrampilan ototnya
karena kadang anak autisme juga mempunyai perkembangan motorik yang
kurang baik.
b. Terapi Wicara
Speech Therapy merupakan suatu keharusan karena semua penyandang
autisme mempunyai keterlambatan bicara dan kesulitan berbahasa

c. Sosialisasi dengan menghilangkan perilaku yang tidak wajar


Terapi ini dimulai dari kepatuhan dan kontak mata, kemudian diberikan
pengenalan konsep atau kognitif melalui bahasa reseptif dan ekspresif.
Setelah itu barulah anak dapat diajarkan hal-hal yang bersangkutan dengan
tata krama.
2. Terapi Biomedik
Obat-obatan untuk autisme sifatnya sangat individual dan perlu berhati-
hati, sebaiknya dosis dan jenisnya diserahkan kepada dokter spesialis yang
memahami autisme.

Jenis obat, food suplement dan vitamin yang sering dipakai saat ini untuk
anak autisme adalah risperidone (Risperdal), ritalin, baloperidol, pyridoksin
(vit. B6), DMG (vit. B15), TMG, magnesium, omega-3 dan omega- 6.

3. Sosialisasi school regular


Anak dengan autisme yang telah mampu bersosialisasi dan berkomunikasi
dengan baik dapat dicoba untuk memasuki sekolah normal sesuai dengan
umurnya.
4. Sekolah Khusus.
Di dalam pendidikan khusus ini biasanya telah diramu terapi perilaku,
terapi wicara dan terapi okupasi dan bila perlu dapat ditambah dengan terapi
obat-obatan, vitamin dan nutrisi yang memadai.

Pada saat ini masih belum terdapat terapi medis maupun psikologis
yang dianggap efektif dalam proses penyembuhan autis ini. Tujuan umum
terapi pada autis ini menurut Sacharin (1995) ialah untuk membantu mengatasi
cacatnya dan mengembangkan ketrampilan sosialnya. Farmakoterapi pada
penderita auits hany a bermanfaat untuk menangani masalah penyimpangan
perilaku ( gelisah, selalu ribut, dan berusaha untuk melukai diri sendiri)yaitu
dengan Tionidazin dan Klorpromazin. Keadaan tidak bisa tidur dapat diatasi
dengan Sedatif(Kloralhidrat), konvulsi dapat diatasi dengan Antikonvulsant,
dan hiperkinesis dapat diatasi dengan diit bebas pengawet. Metode terapi non
farmakologis dapat berupa dukungan Reward-punishment yaitu pemberian
haida sebagai dorongan positif dan dorongan negatif berupa hukuman.

Sedangkan pada terapi yang diterapkan oleh Dr. Amdreas Rett


(Peduliautisme.org) didapatkan 3 buah langkah terapi yang disebut dengan
istilah Rehabilitasi :

1. Tahapan yang pertama adalah Rehabilitasi dasar, kegiatan ini ditujukan


untuk meningkatkan kemampuan anak untuk menggerakkan tangan dan
kaki, berbicara dan mengenali suara senormal mungkin.
2. Tahap kedua adalah tahap Rehabilitasi lanjutan atau tahap fungsiologis
yang nantinya diarahkan untuk memulihakan kelemahan yang tak dapat
diatasi pada tahap sebelumnya, berisikan kegiatan pelatihan fisik lanjutan,
pelatihan emosi kejiwaan, dan peningkatan intelektualitasdasar anak secara
padu dalam kelompok bermain.
3. Tahap ketiga adalah tahap Rehabilitasi antisipasi Plateu or Pseudo-
Stationery Stage, yang diarahkan pada terapis dan orang tua anak untuk
terus mengawasi anak dari tahapan makin sulit bergerrak ( Late Motor
Deterioration) walaupun pada tahap 1 dan 2 telah mengalami kemajuan.
Bentuk lain dari terapi autis yang ada pada masa sekarang ini pelatihan oleh
sekolah autis yang bekerja sama dengan organisasi internasional
penanggulangan autis yang salah satu bentuk pengajarannya adalah dengan
melatih anak dengan berbicara sambil menatap wajah lawan bicara dan car
duduk yang tenang. Informasi dalam bidang terapi autis yang sedang trend
saat ini adalah Kasein (susu, keju, yogurth, krim), dan Glutein (terigu,
tepung vanir, bulgur, gandum dan oath).
Keduanya adalah semacam protein enzim yang tak dapat dipecah oleh
metabolisme tubuh penderita autis, kerusakan mukosa kecil akan
menyebabkan bahan masuk melalui pembuluh darah. Bahan beracun dalam
sawar darah terbawa ke otak dan kemudian beraksi dengan endhorphin
sehingga muncul gangguan perilaku. Terapi seperti ini disebut terapi
biomedis yang tujuannya adalah untuk memperbaiki sistem pencernaan dan
menurunkan jumlah alergen yang masuk. Prinsip dari kelainan autis adalah
kemunculannya disebabkan karena adanya daya tahan tubuh anak yang
menurun, sehingga prinsip pengobatan ialah untuk meningkatkan kekebalan
tubuh klien.
H. Konsep Asuhan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Keterlambatan NOC : NIC :


pertumbuhan dan Setelah dilakukan asuhan  Kaji pengetahuan pengasuh, sistem
perkembangan keperawatan,anak akan pendukung, keterampilan koping untuk
berhubungan dengan mencapai pertumbuhan dan membuat rencana perawatan.
perpisahan dengan orang tugas perkembangan yang  Lakukan pengkajian kesehatan secara
terdekat (orang tua), diharapkan secara bertahap seksama (misalnya, riwayat
perubahan dalam sistem dengan kriteria hasil: temperamen, kebudayaan, lingkungan
keluarga, penyakit neonatal,  Anak akan mencapai keluarga, skrining perkembangan anak)
prematuritas. pertumbuhan yang untuk menilai tingkat perkembangan
diharapkan (misalnya anak.
DO berat badan, tinggi  Pantau interaksi dan komunikasi orang
- Keterlambatan/Kesulitan badan, lingkar kepala) tua/anak
dalam menguasai  Anak akan mencapai  Kaji keadekuatan asupan nutrisi.
keterampilan (misalnya, tahapan penting  Ajarkan pengasuh tentang tahapan
motorik, sosial, atau perkembangan fisik, penting perkembangan norma dan
ekspresif) yang umum di kognitif dan perilaku yang berhubungan dengan
kelompok usianya psikososial. perkembanganl.
- Afek datar  Memfasilitasi atau mnengajarkan orang
- Ketidakmampuan untuk tua/ pengasuh untuk memfasilitasi
melakukan perawatan diri perkembangan motorik kasar, motorik
sesuai usianya halus, bahasa, kognitif, sosial, dan
emosional yang optimal.
 Membantu orang tua memahami dan
meningkatkan tumbuh-kembang fisik,
psikologis, dan sosial anak.

Peningkatan Perkembangan Anak


 Berikan aktivitas yang meningkatkan
interaksi diantara anak-anak
 Dorong anak untuk mrngrkspresikan diri
melalui pujian atau umpan balik positif
NOC : atas usha-usahanya
Setelah dilakukan asuhan  Beri mainan atau benda-benda sesuai
2. Hambatan komunikasi keperawatan,anak akan dengan usianya
verbal berhubungan mencapai pertumbuhan dan
dengan tidak adanya orang tugas perkembangan yang
terdekat, perubahan pada diharapkan dengan kriteria NIC :
sistem saraf pusat, defek hasil:  Kaji kemampuan untuk berbicara,
anatomis, perbedaan yang  Anak akan mencapai menulis, mendengar, membaca, dan
dikaitkan dengan usia tahapan pentingdalam memahami. Sesuaikan cara
perkembangan. perkembangan di berkomunikasi dengan tingkat
DO: sektor bahasa perkembangan anak
 Tidak ada kontak mata  Amati cara anak berkomunikasi/ kaji
 Kesulitan kemampuan anak untuk melakukan
mengungkapkan pikiran komunikasi dengan orang lain dan
secara verbal keluarga.
 Kesulitan mengolah kata-  Anjurkan keluarga untuk memberi
kata atau kalimat stimulasi komunikasi secara teratur.
 Tidak dapat berbicara  Dorong pasien untuk berkomunikasii
 Ketidakmampuan atau secara perlahan dan untuk mengulangi
kesulitan dalam permintaan.Ajarkan anak cara
menggunakan ekspresi berkomunikasi alternatif (misalnya
tubuh atau wajah dengan menunjuk)
 Verbalisasi yang tidak  Berikan penguatan positif (pujian/
sesuai reinforcement)dengan sering atas upaya
 Kesulitan dalam atau pasien/anak untuk berkomunikasi.
mengungkapkan dengan  Bicara perlahan, jelas, dan tenang,
kata-kata menghadap ke arah pasien
 Tidak mampu untuk NOC :  Libatkan pasien dan keluarga dalam
berbicara Setelah dilakukan asuhan mengembangkan rencana komunikasi
keperawatan selama 3 hari  Konsultasikan dengan dokter tentang
diharapkan pasien akan kebutuhan terapi wicara. Rujuk anak
terhindar dari cedera fisik untuk mendapat terapi wicara, jika
dengan kriteria hasil: diperlukan
 Keluraga
3. Risiko trauma pasien/pengasuh dapat
mengendalikan NIC :
Faktor Risiko: perilaku yang dapat  Identifikasi kebutuhan keamanan pasien
Eksternal (lingkungan): menyebabkan cedera berdasarkan tingkat fungsi fisik,
 Lingkungan dengan fisik pada pasien/anak kognitif, dan riwayat perilaku
tingkat kecelakaan yang sebelumnya
tinggi  Identifikasi bahaya keamanan di
lingkungan (yaitu, fisik, biologi, dan
Internal: kimia)
 Kelemahan, penglihatan  Ajarkan kepada pasien dan keluarga
buruk, gangguan tentang tindakan keamanan spesifik
keseimbangan, penurunan terhadap area yang berisiko
koordinasi otot kecil atau  Berikan materi pendidikan kesehatan
besar yang berhubungan dengan strategi
 Kurang kewaspadaan pencegahan trauma
keamanan  Berikan informasi tentang bahaya
 Gangguan kognitif atau lingkungan
emosional  Modifikasi lingkungan untuk
 Riwayat trauma meminimalkan bahaya dan risiko
sebelumnya  Gunakan alat pelindung untuk
membatasi akses terhadap situasi yang
membahayakan.
I. Penyimpangan KDM
Autisme pada Anak:

 Penyebab multifaktorial:
 gangguan biokimia,
 gangguan pada otak
 lingkungan terkontaminasi zat
beracun
 Alergi makanan, gangguan
penyerapan Glutein dan kasein
 Genetik
 Vaksin MMR: mngdg zat yg
terdiri dari atilmerkuri
 Terpapar logam berat, Virus,
TORCH

Kelainan otak organik Gangguan pada sistem limbik

Hippocampus dan
Otak kecil (cerebellum pd
amygdala
lobus VI & VII)

Keterlambatan Mengganggu fungsi kontrol


Jumlah serat purkinje di dalam sektor terhadap agresi dan emosi
otak kecil sangat sedikit bahasa (Speach
delayed)
Risiko trauma
Gangguan keseimbangan Gangguan komunikasi
serotonin dan dopamin verbal/nonverbal

Terjadi kekacauan impuls


Menggunakan kata yg
di otak
tidak lazim

Gangguan pd proses
sensoris, daya ingat, Hambatan komunikasi verbal
berpikir, belajar
berbahasa,& perhatian.

Keterlambatan pertumbuhan dan


perkembangan
DAFTAR PUSTAKA

Crain, w. (2007). Teori perkambangan. Yogyakarta: Pustaka pelajar.


FKUI, S. p. (1998). Ilmu kesehatan anak. Jakarta: Infomedika.
Handojo. (2003). Autis. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
Soetjiningsih. (2012). Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC.
Ward, N. (1997). Assessment of chemical factors in relation to child hyperactivity. autisme ,
pp: 333-342.

Anda mungkin juga menyukai