Anda di halaman 1dari 24

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFENISI
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos ( diri ) sedangkan isme ( paham/aliran ).
Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki gangguan perkembangan dalam
dunianya sendiri. Beberapa pengartian autis menurut para ahli adalah sebagai berikut:
a. Autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak, mengalami
kesendirian, kecenderungan menyendiri. (Leo kanker handojo, 2003 )
b. Autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami
kondisi menutup diri. Dimana gangguan ini mengakibatkan anak mengalami
keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku Sumber dari
Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Austistik. ( American Psychiatic
Association 2000 )
c. Autisme adalah adanya gangguan dalam bidang Interaksi sosial, komunikasi, perilaku,
emosi, dan pola bermain, gangguan sensoris dan perkembangan terlambat atau tidak
normal. Autisme mulai tampak sejak lahir atau saat masi bayi ( biasanya sebulum usia
3 tahun ). Sumber dari Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan Jiwa (PPDGJ
III)
d. Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa
balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau
komunikasi yang normal. Hal ini mengakibatkan anak tersebut terisolasi dari anak
yang lain. (Baron-Cohen, 1993).

Jadi anak autisme merupakan anak yang mengalami gangguan perkembangan yang
sangat kompleks yang dapat diketahui sejak umur sebelum 3 tahun mencakup bidang
komunikasi, interaksi sosial serta perilakunya. Anak autisme dapat ditinjau dari
beberapa segi yaitu:
a. Segi pendidikan : anak autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan
komunikasi, sosial, perilaku pada anak sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga anak
ini memerlukan penanganan/layanan pendidikan secara khusus sejak dini.
2

b. Segi medis : anak autis adalah anak yang mengalami gangguan/kelainan otak yang
menyebabkan gangguan perkembangan komunikasi, sosial, perilaku sesuai dengan
kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan penanganan/terapi secara klinis.
c. Segi psikologi : anak autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan
yang berat bisa ketahui sebelum usia 3 tahun, aspek komunikasi sosial, perilaku,
bahasa sehingga anak perlu adanya penanganan secara psikologis.
d. Segi sosial anak autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan berat
dari beberapa aspek komunikasi, bahasa, interaksi sosial, sehingga anak ini
memerlukan bimbingan ketrampilan sosial agar dapat menyesuaikan dengan
lingkungannya.

Jadi Anak Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang
bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku,
komunikasi, dan gangguan interaksi sosial, sehingga ia mempunyai dunianya sendiri.
2.2 ETIOLOGI
Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakat bahwa pada otak anak
autisme dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa sebabnya sampai timbul kelainan
tersebut memang belum dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan oleh para pakar,
kekurangan nutrisi dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan makanan. Diyakini
bahwa ganguan tersebut terjadi pada fase pempentukan organ (organogenesis) yaitu pada
usia kehamilan antara 0 4 bulan. Organ otak sendiri baru terbentuk pada usia kehamilan
setelah 15 minggu.
Dari penelitian yang dilakukan oleh para pakar dari banyak negara diketemukan beberapa
fakta yaitu 43% penyandang autisme mempunyai kelainan pada lobus parietalis otaknya,
yang menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya. Kelainan juga ditemukan pada
otak kecil (cerebellum), terutama pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil bertanggung jawab
atas proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses atensi (perhatian).
Juga didapatkan jumlah sel Purkinye di otak kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi
gangguan keseimbangan serotonin dan dopamine, akibatnya terjadi gangguan atau
kekacauan impuls di otak.
Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang disebut
hippocampus. Akibatnya terjadi gangguan fungsi control terahadap agresi dan emosi yang
3

disebabkan oleh keracunan logam berat seperti mercury yang banyak terdapat dalam
makanan yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan
logam berat yang tinggi. Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak penderita autis
terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar yang relatif tinggi.
Anak kurang dapat mengendalikan emosinya, seringkali terlalu agresif atau
sangat pasif. Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat.
Terjadilah kesulitan penyimpanan informasi baru. Perilaku yang diulang-ulang yang aneh
dan hiperaktif juga disebabkan gangguan hippocampus. Faktor genetika dapat
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel sel saraf dan sel otak, namun diperkirakan
menjadi penyebab utama dari kelainan autisme, walaupun bukti-bukti yang konkrit masih
sulit ditemukan.
Diperkirakan masih banyak faktor pemicu yang berperan dalam timbulnya gejala
autisme. Pada proses kelahiran yang lama (partus lama) dimana terjadi gangguan nutrisi
dan oksigenasi pada janin dapat memicu terjadinya austisme. Bahkan sesudah lahir (post
partum) juga dapat terjadi pengaruh dari berbagai pemicu, misalnya : infeksi ringan
sampai berat pada bayi. Pemakaian antibiotika yang berlebihan dapat menimbulkan
tumbuhnya jamur yang berlebihan dan menyebabkan terjadinya kebocoran usus (leaky get
syndrome) dan tidak sempurnanya pencernaan protein kasein dan gluten. Kedua protein
ini hanya terpecah sampai polipeptida. Polipeptida yang timbul dari kedua protein tersebut
terserap kedalam aliran darah dan menimbulkan efek morfin pada otak anak. Dan terjadi
kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan otak
tidak dapat diserap oleh tubuh, ini terjadi karena adanya jamur dalam lambungnya, atau
nutrisi tidak terpenuhi karena faktor ekonomi.

2.3 PATOFIOLOGI
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls
listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di
lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama
mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat
sinaps.
4

Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester
ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan
sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun.
Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah
dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara
genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses
belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit,
dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan
dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian
otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan
sinaps.
kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pada proses proses tersebut. Sehingga akan
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan
abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak
(brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide,
calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab
untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan
perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan
abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autisme terjadi kondisi growth without
guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan.
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain.
Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar
hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel
Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem
saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau
5

sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas,
peningkatan brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian
sel Purkinye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila
autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer
yang terjadi sejak awal masa kehamilan karena ibu mengkomsumsi makanan yang
mengandung logam berat.
Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi
gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa
kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi
selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motorik, atensi, proses mengingat,
serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat,
kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan
mengeksplorasi lingkungan.
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang
dikenal sebagai lobus frontalis. Menurut kemper dan Bauman menemukan berkurangnya
ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi
luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan
dalam proses memori).
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan
oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon tiroid,
asam lemak esensial, serta asam folat.
Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain
alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu
pada masa kehamilan.
2.4 MANIFESTASI KLINIS

1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal
6

Meliputi kemampuan berbahasa dan mengalami keterlambatan atau sama sekali
tidak dapat bicara. Menggunakan kata-kata tanpa menghubungkannya dengan arti
yang lazim digunakan. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan
hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat. Kata-katanya tidak dapat
dimengerti oleh orang lain. Tidak mengerti atau tidak menggunakan kata-kata
dalam konteks yang sesuai. Ekolalia (meniru atau membeo), meniru kata, kalimat
atau lagu tanpa tahu artinya. Bicara monoton seperti robot.
2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial
Meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka. Tidak menoleh
bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa tidak senang atau menolak
dipeluk. Bila menginginkan sesuatu, menarik tangan orang yang terdekat dan
berharap orang tersebut melakukan sesuatu untuknnya. Tidak berbagi kesenangan
dengan orang lain. Saat bermain bila didekati malah menjauh.
3. Gangguan dalam bermain
Diantaranya bermain sangat monoton dan aneh, misalnya menderetkan sabun
menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola pada mobil dan mengamati
dengan seksama dalam jangka waktu lama. Ada kedekatan dengan benda tertentu
seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia
pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya. Tidak menyukai boneka,
gelang karet, baterai atau benda lainnya. Tidak spontan, reflaks dan tidak
berimajinasi dalam bermain. Tidak dapat meniru tindakan temannya dan tidak
dapat memulai permainan yang bersifat pura-pura. Sering memperhatikan jari-
jarinya sendiri, kipas angin yang berputar atau angin yang bergerak. Perilaku yang
ritualistik sering terjadi, sulit mengubah rutinitas sehari-hari, misalnya bila bermain
harus melakukan urut-urutan tertentu, bila bepergian harus melalui rute yang sama.
4. Gangguan perilaku
Dilihat dari gejala sering dianggap sebagi anak yang senang kerapian harus
menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat hiperaktif
misalnya bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia datangi, ia akan
membuka semua pintu, berjalan kesana kemari dan berlari-lari tentu arah.
Mengulang suatu gerakan tertentu (menggerakkan tangannya seperti burung
terbang). Ia juga sering menyakiti dirinya sendiri seperti memukul kepala di
dinding. Dapat menjadi sangat hiperaktif atau sangat pasif (pendiam), duduk diam
bengong denagn tatap mata kosong. Marah tanpa alasan yang masuk akal. Amat
7

sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide, aktifitas ataupun orang. Tidak dapat
menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat agresif ke orang lain atau dirinya sendiri.
Gangguan kognitif tidur, gangguan makan dan gangguan perilaku lainnya.

5. Gangguan perasaan dan emosi
Dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah tanpa sebab
nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak
mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, bahkan bisa menjadi agresif dan
merusak. Tidak dapt berbagi perasaan (empati) dengan anak lain.
6. Gangguan dalam persepsi sensori
Meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya (penglihata), pendengaran, sentuhan,
penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat. Menggigit, menjilat
atau mencium mainan atau benda apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup
telinga. Menangis setiap kali dicuci rambutnya. Merasakan tidak nyaman bila
diberi pakaian tertentu. Tidak menyukai pelukan, bila digendong sering merosot
atau melepaskan diri dari pelukan.
7. Intelegensi
Dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara fungsional.
Kecerdasan sering diukur melalui perkembangan nonverbal, karena terdapat
gangguan bahasa. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50
dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100. Anak autis sulit
melakukan tugas yang melibatkan pemikiran simbolis atau empati. Namun ada
yang mempunyai kemampuan yang menonjol di suatu bidang, misalnya
matematika atau kemampuan memori.






8











2.5 WOC









Partus lama genetik Keracunan
logam
Pemakaian
antibiotik
berlebihan
Gangguan
nutrisi dan
oksigenisasi
>>> neurotropin
dan neuropaptida
Gg pada otak
Kerusakan pada
sel purkinye dan
hippocampus
Abnormalitas
pertumbuhan sel
saraf
Peningkatan
neurokimia secara
abnormal
Growth
without
guidance
Gg
keseimbangan
serotonin dan
dopamin
Gg pada
otak kecil
Reaksi atensi
lebih lambat
Infeksi jamur
Kebocoran usus dan
tidak sempurna
pencernaan kasein
dan gluten
Protein terpecah
sampai
polipeptida
Kasein dan gluten
terserap kedalam
aliran darah
Menimbulkan
efek morfin
pada otak
MK: Resti
infeksi
9










2.6 PENALAKSANAAN
Penatalaksanaan dibagi dua yaitu penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan
keperawatan.
a. PENATALAKSANAAN MEDIS
Umunya terapi yang diberikan ialah terhadap gejala, edukasi dan penerangan kepada
keluarga, serta penanganan perilaku dan edukasi bagi anak. Manajemen yang efektif
dapat mempengaruhi outcome. Intervensi farmakologi, yang saat ini dievaluasi,
mencakup obat fenfluramine, lithium, haloperidol dan naltrexone. Terhadap gejala yang
menyertai. Terapi anak dengan autisme membutuhkan identifikasi diri. Intervensi
edukasi yang intensif, lingkungan yang terstruktur, atensi individual, staf yang terlatih
baik, peran serta orang tua dapat meningkat prognosis.
Terapi perilaku sangat penting untuk membantu para anak autis untuk lebih bisa
menyesuaikan diri dalam masyarakat. Bukan saja guru yang harus menerapkan terapi
perilaku pada saat belajar, namun setiap anggota keluarga di rumah harus bersikap
sama dan konsisten dalam menghadapi anak autis. Terapi peilaku terdiri dari tetapi
wicara, terapi okupasi, dan menghilangkan perilaku yang asosial. Dalam terapi
farmakologi dinyatakan belum ada obat atau terapi khusus yang menyembuhkan
AUTIS
Gg
komunika
si
Keterlambat
an dlm
berbahasa
MK: Gg
komunikasi
verbal dan
non verbal
Bicara
monoto
n dan
tidak
dimenge
rti orang
lain
Gg interaksi
sosial
Menga
baikan
dan
mengh
indari
orang
lain
Acuh tak
acuh thd
lingkungan
dan orang
lain
Perilaku
yang
aneh
Gg perilaku
Gg persepsi
sensori
hiperaktif
Sangat
agresif
thd orang
lain
dirinya
sendiri
Penglihatan
n
pendengaran
Menutup
telinga bila
mendengar
suara
Sensitif
thd
cahaya
MK :
perubahan
interaksi
sosial
MK : perubahan
persepsi sensori
10

kelainan ini. Medikasi (terapi obat) berguna terhadap gejala yang menyertai, misalnya
haloperidol, risperidone dan obat anti-psikotik teradap perilaku agresif, ledakan-
ledakan perilaku, instabilitas mood (suasana hati). Obat antidepresi jenis SSRI dapat
digunakan terhadap ansietas, kecemasan, mengurangi stereotip dan perilaku
perseveratif dan mengurangi ansietas dan fluktuasi mood. Perilaku mencederai diri
sendiri dan mengamuk kadang dapat diatasi dengan obat naltrexone.

b. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk:
1. Mengurangi masalah perilaku.
2. Terapi perilaku dengan memanfaatkan keadaan yang terjadi dapat meningkatkan
kemahiran berbicara. menagement perilaku dapat mengubah perilaku destruktif dan
agresif.
3. Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan terutama bahasa.
Latihan dan pendidikan dengan menggunakan pendidikan (operant conditioning yaitu
dukungan positif (hadiah) dan dukungan negatif (hukuman).
4. Anak bisa mandiri dan bersosialisasi.
Mengembangkan ketrampilan sosial dan ketrampilan praktis.
















11







BAB III
ASKEP TEORITIS
3.1 Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku bangsa, tanggal,
jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis.
b. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa, keterlambatan atau
sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh
dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat, tidak senang atau menolak
dipeluk. Saat bermain bila didekati akan menjauh. Ada kedekatan dengan benda
tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana
saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya. sebagai anak
yang senang kerapian harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya.
Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau bend apa saja. Bila mendengar
suara keras, menutup telinga. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan
dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100.
Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan ( riwayat kesehatan dahulu)
Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
Cidera otak
Riwayat kesehatan keluarga
12

Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa
dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan. Biasanya
pada anak autis ada riwayat penyakit keturunan.
c. Status perkembangan anak.
Anak kurang merespon orang lain.
Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
Keterbatasan kognitif.
d. Pemeriksaan fisik
Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
Terdapat ekolalia.
Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
Peka terhadap bau.
e. Psikososial
Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
Perilaku menstimulasi diri
Pola tidur tidak teratur
Permainan stereotip
Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
Tantrum yang sering
Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
Kemampuan bertutur kata menurun
Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
f. Neurologis
Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus
Refleks mengisap buruk
Tidak mampu menangis ketika lapar

13

3.2 Diagnosa keperawatan
1. Gangguan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan keterlambatan
dalam berbahasa.
2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan sensitif terhadap penglihatan
3. Resiko tinggi infeksi behubungan dengan mikroorganisme ( jamur )
3.3 NCP
NO
.
Diagnosa
keperawatan
Tujuan Kriteria
hasil
Intervensi Rasional
1. Gangguan
komunikasi
verbal dan non
verbal
berhubungan
dengan
keterlambatan
dalam
berbahasa

Agar
pasien
dapat
meng-
indikasi-
kan
pemaham
-an
tentang
maslah
komunika
si
Meng-
indiksi-
kan pe-
mahama
n
tentang
masalah
komuni-
kasi
Mem-
buat
metode
komuni
kasi di
mana
kebutuh
-an
dapat di-
ekspresi
kan
Meng-
gunakan
sumber-
sumber
dengan
Mandiri :
Mintalah
pasien untuk
mengucapkan
suara
sederhana
seperti sh
atau pus







Kaji
tipe/derajat
disfungsi,
seperti pasien
tidak tampak
memahami
kata atau
mengalami
kesulitan
berbicara

Mengidentifikasi
adanya disatria
sesuai komponan
motorik dari
bicara ( seperti
lidah, gerakan
bibir, kontrol
napas ) yang
dapat mem-
pengaruhi
artikulasi dan
mungkin juga
tidak desertai
afasia motorik
Membantu
menentukan
daerah dan
derajat kerusakan
serebal yang
terjadi dan
kesuliatan pasien
dalam beberapa
atau seluruh
tahap
14

tepat









Perhatikan
kesalahan
dalam
komunikasi
dan berikan
umpan balik









Bicaralah
dengan nada
normal dan
hindari
percakapan
yang cepat,
berikan pasien
jarak waktu
untuk
merespon
komunikasi,
dengan
mengucap-kan
kata-kata dengan
benar


Pasien mungkin
kehilangan
kemampuan
untuk memantau
ucapan yang
keluar dan tidak
menyadari bahwa
komunikasi yang
diucapkan tidak
nyata




Pasien tidak perlu
merusak
pendengaran dan
meninggikan
suara dapat
menimbul-kan
marah
pasien/men-
yebabkan
kepedihan.
Memfokus-kan
respons dapat
15



















Hargai
kemampuan
pasien
sebelum
terjadi
penyakit,
hindari pem-
bicaraan yang
merendah-
kan pada
pasien
mengabitkan
frustasi dan
mungkin
menyebab-kan
pasien terpaksa
untuk bicara
otomatis,
seperti me-
mutarbalikan
kata, berbicara,
kasar/kotor





Kemampuan
pasien untuk
merasakan harga
diri, sebab
kemampuan
intelektual pasien
seringkali tetap
baik



16

2.
































Perubahan
persepsi
sensori
behubungan
dengan sensitif
terhadap
penglihatan


























Agar
pasien
dapat
peka
terhadap
penglihata
n
Memulai
atau mem-
pertahan-
kan
tingkat
kesadaran
dan fungsi
per-
septual
Mengakui
perubah-
an dalam
kemampu
an dan
adanya
Men-
trasikan
perilaku
untuk
mengkom
pensasi
terhadap
defisit
hasil
Mandiri :
Evaluasi
adanya
gangguan
penglihatan,
catat
penurunan
lapang
pandang,
perubahan
ketajaman
persepsi dan
adanya
pandangan
ganda

Dekati pasien
dari daerah
penglihatan
yang normal,
biarkan lampu
menyala,
letakkan benda
dalam
jangkauan
lapang
penglihatan
yang normal




Ciptakan

Munculnya
gangguan
penglihatan dapat
berdampak
negatif terhadap
kemampuan
pasien untuk
menerima
lingkungan dan
mempelajari
kembali
keterampilan
sensorik dan
meningkatkan
terjadinya cidera
Pemberian
pengenalan
terhadap adanya
oranag/benda
dapat membantu
masalah persepsi,
mencegah pasien
dari terkejut. Pe-
nutupan mata
mungkin dapat
menurunkan
kebingungan
karena adanya
pandangan ganda
Menurunkan atau
membatasi
jumlah stimulus
17



































































lingkungan
yang
sederhana,
pindahkan
perabot yang
membahayak
an





Bicara
dengan
tenang, per-
lahan dengan
mengguna-
kan kalimat
yang pendek,
dengan
mempertahan
kan kontak
mata
Anjurkan
pasien untuk
mengamati
kakinya bila
perlu dan
menyadari
posisi bagian
tubuh
tertentu

penglihatan yang
mungkin dapat
menimbulkan
kebingungan
terhadap
intepretasi
lingkungan;
menurunkan
terjadinya
kecelakaan
Pasien mungkin
mengalami
keterbatasan
dalam rentang
perhatiana atau
masalah
pemahaman





Penggunaan
stimulus
penglihatan dan
sentuhan mem-
bantu dalam
mengintregasi-
kan sisi yang
sakit dan
memungkinkan
pasien untuk
mengalami
18
















kelalaian sensasi
dan pola gerakan
normal

3. Resiko tinggi
infeksi
behubungan
dengan mikro-
organisme
(jamur)


Rasa
nyeri
pada
pasien
dapat
teratasi
Mem-
pert
ahankan
nomoter
dari
tanda-
tanda
infeksi
Men-
capai
penyemb
uhan
luka
pada
waktu-
nya

Mandiri :
Berikan
perawatan
anti-sesptik,
pertahankan
cuci tangan
yang baik
Observasi
daerah yang
mengalami
kerusakan






Pantau suhu
tubuh secara
teratur

Cara pertama
untuk
menghindari
infeksi


Deteksi dini
perkembangan
infeksi
memungkinkan
untuk melakukan
tindakan dengan
segera dan
pencegahan
tehadap
komplikasinya
Dapat
mengindikasikan
perkembangan
19





Berikan
perawatan
parienal

yang selanjutnya
memerlukan
tindakan dengan
segera
Menurunkan
kemungkinan
terjadinya
pertumbuhan
infeksi
mikroorganisme
















20

BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Autis suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks, yang secara klinis
ditandai oleh gejala gejala diantaranya kualitas yang kurang dalam kemampuan
interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan komunikasi
timbal balik, dan minat yang terbatas, perilaku tak wajar, disertai gerakan-gerakan
berulang tanpa tujuan (stereotipik). Selain itu tampak pula adanya respon tak wajar
terhadap pengalaman sensorik, yang terlihat sebelum usia 3 tahun. Sampai saat ini
penyebab pasti autis belum diketahui, tetapi beberapa hal yang dapat memicu adanya
perubahan genetika dan kromosom, dianggap sebagai faktor yang berhubungan
dengan kejadian autis pada anak, perkembangan otak yang tidak normal atau tidak
seperti biasanya dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada neurotransmitter, dan
akhirnya dapat menyebabkan adanya perubahan perilaku pada penderita. Dalam
kemampuan intelektual anak autis tidak mengalami keterbelakangan, tetapi pada
hubungan sosial dan respon anak terhadap dunia luar, anak sangat kurang. Anak
cenderung asik dengan dunianya sendiri. Dan cenderung suka mengamati hal hal
kecil yang bagi orang lain tidak menarik, tapi bagi anak autis menjadi sesuatu yang
menarik.
Terapi perilaku sangat dibutuhkan untuk melatih anak bisa hidup dengan normal
seperti anak pada umumnya, dan melatih anak untuk bisa bersosialisasi dengan
lingkungan sekitar.

1.2 Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca ksususnya bagi mahasiswa/i
STIKES TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU dapat memahami asuhan keperawatan
autisme pada anak dan khususnya bagi orang tua yang memiliki anak autisme.

DAFTAR PUSTAKA
http://kumpulanmaterikeperawatan.blogspot.com/2010/04/askep-autisme.html
21

Marilynn E.1999.rencana asuhan keperawatan.Edisi tiga.Jakarta:EGC
Sacharin, r.m, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2, EGC, Jakarta
Behrman, Kliegman, Arvin, 1999, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15, Alih
Bahasa Prof. DR. Dr. A. Samik Wahab, Sp. A (K), EGC, Jakarta
Anonim,Http:// www.Dikdasmen.Com/Pendidikan anak Autisme.Html
Soetjiningsih (1994). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: FK Udayana. Hidayat, Aziz
Alimul.2006. pengantar ilmu keperawatan 2. Edisi pertama. Jakarta : Salemba
Medika

22

MAKALAH asuhan keperawatan
AUTISME

Disusun oleh:
1. Maarifatun (1026010132)
2. Supriati (1026010133)
3. Eki Mei Suprayogi (1026010154)
4. Jhon Edward (1026010118 )
5. Yohanes

Dosen Pembimbing : Ns.Neni Triana,S.kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat serta karunianya-Nya
kami dapat menyalesaikan makalah ini guna memenuhi tugas dari matakuliah Keperawatan
Anak dengan judu AUTISME.
23

Dengan selasainya makalh ini, kami mmengucapkan rasa terimakasih kepada:
1. Ibu Ns.Neni Triana,S.kep, sebagai dosen pembimbing mata kuliah Dasar-Dasar
Keperawatan II
2. Teman-teman seperjuangan yang telah membantu dalam penulisan makalah ini
Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat sederhana dan jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan
makalah selanjutnya.
Akhirnya kami ucapkan terimakasih dan semoga saja makalah ini bermanfaat bagi kita
semua.




Bengkulu,........April 2012


Penulis


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii
ii
24

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 LATAR BELAKANG .......................................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ...................................................................................... 1
1.3 TUJUAN .............................................................................................................. 1
1.4 MANFAAT ........................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 3
2.1 DEFENISI ............................................................................................................ 3
2.2 ETIOLOGI ........................................................................................................... 4
2.3 PATOFISIOLOGI ................................................................................................ 6
2.4 MANIFESTASI KLINIS ..................................................................................... 8
2.5 WOC .................................................................................................................... 11
2.6 PENATALAKSANAAN ..................................................................................... 12
BAB III ASKEP TEORITIS ............................................................................................. 14
BAB IV PENUTUP ........................................................................................................... 23
4.1 KESIMPULAN ................................................................................................... 23
4.2 SARAN ............................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA



iii

Anda mungkin juga menyukai