Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA ANAK AUTIS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Psikiatri


Dosen Pengampu: Ririn Nasriati, S.Kep., Ns., M.Kep.

Oleh:
Kelompok 7
Naning Trianah 23632488
Iis Retno Dewi 23632425
Ryan Ahmad Syahada 23632469

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN (RPL/ A)


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2023
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Pengertian
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos (diri) sedangkan isme
(paham/aliran). Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki gangguan
perkembangan dalam dunianya sendiri. Beberapa pengartian autis menurut para
ahli adalah sebagai berikut:
a. Autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak,
mengalami kesendirian, kecenderungan menyendiri. (Leo kanker handojo,
2003)
b. Autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang
mengalami kondisi menutup diri. Dimana gangguan ini mengakibatkan anak
mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku
“Sumber dari Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Austistik”.
(American Psychiatic Association, 2000)
c. Autisme adalah adanya gangguan dalam bidang Interaksi sosial, komunikasi,
perilaku, emosi, dan pola bermain, gangguan sensoris dan perkembangan
terlambat atau tidak normal. Autisme mulai tampak sejak lahir atau saat masi
bayi (biasanya sebelum usia 3 tahun). “Sumber dari Pedoman Penggolongan
Diagnotik Gangguan Jiwa” (PPDGJ III)
d. Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir ataupun
saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan
sosial atau komunikasi yang normal. Hal ini mengakibatkan anak tersebut
terisolasi dari anak yang lain. (Baron-Cohen, 1993).
Jadi anak autisme merupakan satu kondisi anak yang mengalami
gangguan perkembangan yang sangat kompleks yang dapat diketahui sejak umur
sebelum 3 tahun mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial serta perilakunya.

Anak autisme dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu:


a. Segi pendidikan : anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan komunikasi, sosial, perilaku pada anak sesuai dengan kriteria
DSM-IV sehingga anak ini memerlukan penanganan/layanan pendidikan secara
khusus sejak dini.
b. Segi medis: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan/kelainan otak
yang menyebabkan gangguan perkembangan komunikasi, sosial, perilaku
sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan
penanganan/terapi secara klinis.
c. Segi psikologi: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan yang berat bisa ketahui sebelum usia 3 tahun, aspek komunikasi
sosial, perilaku, bahasa sehingga anak perlu adanya penanganan secara
psikologis.
d. Segi sosial: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan berat dari beberapa aspek komunikasi, bahasa, interaksi sosial,
sehingga anak ini memerlukan bimbingan keterampilan sosial agar dapat
menyesuaikan dengan lingkungannya.
Jadi Anak Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi
otak yang bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa,
perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi sosial, sehingga anak autisme
mempunyai dunianya sendiri.

2. ETIOLOGI
Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakat bahwa pada otak
anak autisme dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa sebabnya sampai timbul
kelainan tersebut memang belum dapat dipastikan.
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami autis adalah:
a. Mutasi gen, seperti sindrom Rett atau fragile X syndrome.
b. Faktor lingkungan, seperti komplikasi semasa kehamilan, polusi udara, atau
penggunaan obat-obatan.
c. Faktor genetik. Seseorang yang memiliki anak dengan kondisi autisme berisiko
lebih tinggi untuk mengandung kembali anak dengan autisme.
d. Bayi lahir prematur.
e. Memiliki anak di usia tua.
3. PATOFISIOLOGI
Menurut (Jamal, 2018) sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut
untuk mengalirkan impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik
(dendrit). Sel saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks)
Akson dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel
saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps. Sel saraf terbentuk saat usia
kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester ketiga, pembentukan sel saraf
berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai
anak berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan
pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan
sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal
sebagai brain growth factors dan proses belajar anak. Makin banyak sinaps terbentuk,
anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada
stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan
pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan
menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps (Jamal, 2018).
Kelainan genetik, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pada proses-proses tersebut. Sehingga akan
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf (Jamal, 2018). Pada pemeriksaan
darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal pada penderita autis
dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic
factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide)
yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur penambahan
sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain
growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak. Peningkatan neurokimia otak secara
abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan
autisme terjadi kondisi growth without guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh
dan mati secara tak beraturan (Jamal,2018).Pertumbuhan abnormal bagian otak
tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan
berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls
saraf) di otak kecil pada autisme diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan
penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak
secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel
Purkinye. Yang jelas, peningkatan rain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4
menyebabkan kematian sel Purkinye. (Jamal, 2018). Gangguan pada sel Purkinye
dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila autisme disebabkan faktor genetik,
gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa
kehamilan karena ibu mengkomsumsi makanan yang mengandung logam berat.
Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi
gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam
masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide (Jamal,
2018).Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi
selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motorik, atensi, proses mengingat,
serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih
lambat, kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan
kegagalan mengeksplorasi lingkungan (Jamal, 2018). Faktor lingkungan yang
menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan oksigen, protein, energi, serta
zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial, serta
asam folat. Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara
lain alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita
ibu pada masa kehamilan (Jamal,2018)

4. MANIFESTASI KLINIS
1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal
Meliputi kemampuan berbahasa dan mengalami keterlambatan atau sama
sekali tidak dapat bicara. Menggunakan kata-kata tanpa menghubungkannya
dengan arti yang lazim digunakan. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat. Kata-katanya tidak
dapat dimengerti oleh orang lain. Tidak mengerti atau tidak menggunakan kata-
kata dalam konteks yang sesuai. Ekolalia (meniru atau membeo), meniru kata,
kalimat atau lagu tanpa tahu artinya. Bicara monoton seperti robot.
2. Gangguan dalam bidang interaksi social
Meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka. Tidak
menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa tidak senang atau
menolak dipeluk. Bila menginginkan sesuatu, menarik tangan orang yang
terdekat dan berharap orang tersebut melakukan sesuatu untuknnya. Tidak
berbagi kesenangan dengan orang lain. Saat bermain bila didekati malah
menjauh.
3. Gangguan dalam bermain
Diantaranya bermain sangat monoton dan aneh, misalnya menderetkan sabun
menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola pada mobil dan mengamati
dengan seksama dalam jangka waktu lama. Ada kedekatan dengan benda
tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana
saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya. Tidak
menyukai boneka, gelang karet, baterai atau benda lainnya. Tidak spontan,
reflaks dan tidak berimajinasi dalam bermain. Tidak dapat meniru tindakan
temannya dan tidak dapat memulai permainan yang bersifat pura-pura. Sering
memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar atau angin yang
bergerak. Perilaku yang ritualistik sering terjadi, sulit mengubah rutinitas sehari-
hari, misalnya bila bermain harus melakukan urut-urutan tertentu, bila bepergian
harus melalui rute yang sama.
4. Gangguan perilaku
Dilihat dari gejala sering dianggap sebagi anak yang senang kerapian harus
menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat hiperaktif
misalnya bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia datangi, ia akan
membuka semua pintu, berjalan kesana kemari dan berlari-lari tentu arah.
Mengulang suatu gerakan tertentu (menggerakkan tangannya seperti burung
terbang). Ia juga sering menyakiti dirinya sendiri seperti memukul kepala di
dinding. Dapat menjadi sangat hiperaktif atau sangat pasif (pendiam), duduk
diam bengong denagn tatap mata kosong. Marah tanpa alasan yang masuk akal.
Amat sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide, aktifitas ataupun orang.
Tidak dapat menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat agresif ke orang lain atau
dirinya sendiri. Gangguan kognitif tidur, gangguan makan dan gangguan perilaku
lainnya.
5. Gangguan perasaan dan emosi
Dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah tanpa
sebab nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila
tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, bahkan bisa menjadi agresif dan
merusak. Tidak dapt berbagi perasaan (empati) dengan anak lain.
6. Gangguan dalam persepsi sensori
Meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya (penglihata), pendengaran, sentuhan,
penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat. Menggigit, menjilat
atau mencium mainan atau benda apa saja. Bila mendengar suara keras,
menutup telinga. Menangis setiap kali dicuci rambutnya. Merasakan tidak
nyaman bila diberi pakaian tertentu. Tidak menyukai pelukan, bila digendong
sering merosot atau melepaskan diri dari pelukan.
7. Intelegensi
Dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara fungsional.
Kecerdasan sering diukur melalui perkembangan nonverbal, karena terdapat
gangguan bahasa. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah
50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100. Anak autis sulit
melakukan tugas yang melibatkan pemikiran simbolis atau empati. Namun ada
yang mempunyai kemampuan yang menonjol di suatu bidang, misalnya
matematika atau kemampuan memori

5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi bukti
dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara behavioral
maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka beberapa
instrumen screening yang saat ini telah berkembang dapat digunakan untuk
mendiagnosa autisme:
a. Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme masa
kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970 yang didasarkan
pada pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15; anak dievaluasi
berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan gerakan tubuh, adaptasi
terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan komunikasi verbal
b. The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar pemeriksaan
autisme pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi anak berumur 18
bulan, dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di awal tahun 1990-an.
c. The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang terdiri
dari 40 skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk
mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial mereka
d. The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screening autisme
bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt
didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor dan
konsentrasi.

6. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dibagi dua yaitu penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan keperawatan.
1. Penatalaksanaan Medis
Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah serotonin 5-
hydroxytryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter atau penghantar sinyal di sel-sel
saraf. Sekitar 30-50 persen penyandang autis mempunyai kadar serotonin tinggi
dalam darah. Kadar norepinefrin, dopamin, dan serotonin 5-HT pada anak
normal dalam keadaan stabil dan saling berhubungan. Akan tetapi, tidak
demikian pada penyandang autis. Terapi psikofarmakologi tidak mengubah
riwayat keadaan atau perjalanan gangguan autistik, tetapi efektif mengurangi
perilaku autistik seperti hiperaktivitas, penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri
sendiri, agresivitas dan gangguan tidur.
Sejumlah observasi menyatakan, manipulasi terhadap sistem dopamin dan
serotonin dapat bermanfaat bagi pasien autis. Antipsikotik generasi baru, yaitu
antipsikotik atipikal, merupakan antagonis kuat terhadap reseptor serotonin 5-HT
dan dopamin tipe 2 (D2). Risperidone bisa digunakan sebagai antagonis reseptor
dopamin D2 dan serotonin 5-HT untuk mengurangi agresivitas, hiperaktivitas,
dan tingkah laku menyakiti diri sendiri. Olanzapine, digunakan karena mampu
menghambat secara luas pelbagai reseptor, olanzapine bisa mengurangi
hiperaktivitas, gangguan bersosialisasi, gangguan reaksi afektual (alam
perasaan), gangguan respons sensori, gangguan penggunaan bahasa, perilaku
menyakiti diri sendiri, agresi, iritabilitas emosi atau kemarahan, serta keadaan
cemas dan depresi.
Untuk meningkatkan keterampilan sosial serta kegiatan sehari-hari, penyandang
autis perlu diterapi secara nonmedikamentosa yang melibatkan pelbagai disiplin
ilmu. Menurut dr Ika Widyawati SpKJ dari Bagian Ilmu Penyakit Jiwa FKUI,
antara lain terapi edukasi untuk meningkatkan interaksi sosial dan komunikasi,
terapi perilaku untuk mengendalikan perilaku yang
mengganggu/membahayakan, terapi wicara, terapi okupasi/fisik, sensori-
integrasi yaitu pengorganisasian informasi lewat semua indera, latihan integrasi
pendengaran (AIT) untuk mengurangi hipersensitivitas terhadap suara, intervensi
keluarga, dan sebagainya.
Untuk memperbaiki gangguan saluran pencernaan yang bisa memperburuk
kondisi dan gejala autis, dilakukan terapi biomedis. Terapi itu meliputi
pengaturan diet dengan menghindari zat-zat yang menimbulkan alergi (kasein
dan gluten), pemberian suplemen vitamin dan mineral, serta pengobatan
terhadap jamur dan bakteri yang berada di dinding usus.
Dengan pelbagai terapi itu, diharapkan penyandang autis bisa menjalani hidup
sebagaimana anak-anak lain dan tumbuh menjadi orang dewasa yang mandiri
dan berprestasi

2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk:
a. Terapi wicara : membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga
membantu anak berbicara yang lebih baik.
b. Terapi okupasi : untuk melatih motorik halus anak
c. Terapi perilaku : anak autis seringkali merasa frustasi. Teman-temannya
seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan
kebutuhannya, mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan
sentuhan. Maka tak heran mereka sering mengamuk. Seorang terapis
perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negative tersebut
dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan
dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya.

7. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan Komunikasi Verbal b.d Gangguan Neuromuskuler (D. 0119)
2. Isolasi social b.d ketidakmampuan menjalin hubungan yang memuaskan
(D.0121)
3. Gangguan Interaksi Sosial b.d hambatan perkembangan (D.0118)
4. Gangguan Identitas diri b.d Gangguan Neurologis ( D.0084)
5. Risiko Harga diri rendah b.d ketidakmampuan menunjukkan perasaan (D.0101)

6.Resiko Perilaku Kekerasan b.d Kelainan Neurologis (D.0146)


ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTIS

I. Pengkajian
a) Identitas klien
Meliputi nama anak, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku
bangsa, tanggal, jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis.
b) Identitas Penanggung Jawab Anak
Meliputi nama, pekerjaan, alamat dan hubungan dengan klien
c) Keluhan utama
Gangguan autisme sehingga sulit berkomunikasi dengan orang yang ada
disekitarnya
d) Faktor predisposisi
- Riwayat gangguan psikiatri jiwa pada keluarga Pasien apakah pernah berobat ke
rumah sakit jiwa maupun ke
psikiater lainnya
- Riwayat keluarga yang terkena autism
Di keluarga pasien apakah terdapat keluarga yang memiliki keluhan
serupa dengan pasien
- Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan
Apakah sering terpapar timbale dan cedera otak, atau faktor pencetus
lainya
e) Pemeriksaan fisik
- Tanda-tanda vital pasien (Nadi, Tekanan Darah, RR, suhu badan, TB,BB)
- Keluhan fisik
- Status perkembangan anak pada autisme
 Anak kurang merespon orang lain
 Anak sulit focus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh
 Anak mengalami kesulitan dalam belajar
 Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal
 Keterbatsan kognitif
 Tidak ada kontak mata pada anak
 Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/disentuh)
 Terdapat ekokalian
 Tidak ada ekspresi non verbal
 Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain
 Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut
 Peka terhadap bau
f) Psikososial
- Genogram
- Konsep diri klien ( ada pasien klien autisme cenderung menarik diri)
- Hubungan sosial ( terkesan acuh dan tidak menanggapi sekitar)
- Spiritual (mengkaji masalah spiritual klien)
g) Pemeriksaan Penunjang
- Tes BERA, Audio gram and Typanogram apabila terdapat gangguan
pendengaran
- EEG atau braindmapping untuk memeriksa gelombang otak yang
menunjukkan gangguan kejang, diindikasikan pada kelainan tumor
dan gangguan otak
- MRI (Magnetic Resonance Imaging) dan CAT Scans (Computer
Assited Axial Tomography).
- Pemeriksaan lain adalah screening gangguan metabolik, berupa
pemeriksaan darah dan urine untuk melihat metabolisme makanan di
dalam tubuh dan pengaruhnya pada tumbuh kembang anak.
- Pemeriksaan genetik dengan melalui pemeriksaan darah untuk
melihat kelainan genetik yang dapat menyebabkan gangguan
perkembangan. Beberapa penelitian menunjukkkan bahwa
penyandang autism telah dapat ditemukan pola DNA dalam
tubuhnya.
h) Status mental
Biasanya pada anak autisme memiliki gejala klinis sering memberontak
dan menangis tanpa diketahui penyebabnya dan tidak meespon sekitar.
i) Kebutuhan persiapan pulang
Makan, BAK/BAB, berpakaian, dan pemeliharaan kesehatan di dalam
rumah
j) Mekanisme koping
Maladaptif

II. Analisa Data

Etiologi Masalah Keperawatan


Gangguan Neurologis 1. Gangguan Komunikasi Verbal (D.
↓ 0119)
Gangguan Komunikasi Verbal 2. Gangguan Identitas diri ( D.0084)

Hambatan Perkembangan 3. Gangguan Interaksi social (D.0118)



Gangguan Interaksi Sosial

Kesulitan penyesuaian diri dan 4. Isolasi Sosial (D.0121)
lingkungan 5. Resiko harga diri rendah (D.0101)

Ketidakmampuan menjalin hubungan
yang memuaskan

ketidakmampuan menunjukkan perasaan

Isolasi Sosial

Resiko menciderai diri, orang lain dan 6. Resiko Perilaku Kekerasan(D.0146)
lingkungan

Kelainan Neurologis

Resiko Perilaku kekerasan

III. Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan Komunikasi Verbal b.d Gangguan Neuromuskuler (D. 0119)
2. Gangguan Identitas diri b.d Gangguan Neurologis ( D.0084)
3. Gangguan Interaksi Sosial b.d hambatan perkembangan (D.0118)
4. Isolasi social b.d ketidakmampuan menjalin hubungan yang memuaskan
(D.0121)
5. Risiko Harga diri rendah b.d ketidakmampuan menunjukkan perasaan
(D.0101)
6. Resiko Perilaku Kekerasan b.d Kelainan Neurologis (D.0146)

IV. Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Tujuan dan Intervensi Strategi


Keperawatan Kriteria Hasil Pelaksanaan
1 Isolasi Sosial bd Setelah dilakukan Promosi Sosialisasi ( I. A. SP I
Ketidakmampuan asuhan keperawatan 13498)
1. Mengidentifikasi
menjalin hubungan selama 3 x 24 jam Definisi : Meningkatkan
yang memuaskan diharapkan kemampuan untuk penyebab isolasi sosial
(D.0121) keterlibatan social berinteraksi dengan orang
2.berdiskusi dengan klien
meningkat dengan lain
kriteria hasil Observasi tentang keuntungan
(L.13116) 1.Identifikasi kemampuan
berinteraksi dg orang lain
1. Minat interaksi untuk berinterkasi dengan
meningkat orang lain 3. Berdiskusi dengan klien
2. perilaku menarik diri 2.Identifikasi hambatan
tentang kerugian tidak
menurun melakukan interaksi
3. Tugas dengan orang lain berinteraksi dengan
perkembangan sesuai Terapeutik
orang lain
usia membaik 1.Motivasi meningkatkan
4. keterlibatan dalam suatu 4.Mengajarkan klien cara
hubungan
berkenalan dengan satu
2.Motivasi kesabaran dalam
mengembangkan suatu orang
hubungan
5.Menganjurkan klien
3.Motivasi berinteraksi diluar
lingkungan (Bermain, jalan memasukkan dalam
jalan)
kegiatan harian
Edukasi
1. Anjurkan berinteraksi B. SP II
dengan orang lain
1.Mengevaluasi jadwal
secara bertahap
2. Anjurkan ikut serta kegiatan harian klien
kegiatan social dan
2. Memberikan
kemasyarakatan
3. Larih bermain peran kesempatan kepada
untuk meningkatkan
klien mempraktekan
ketrampilan
komunikasi cara berkenalan
dengan satu orang
(perawat)
3. Menganjurkan klien
memasukan dalam
jadwal kegiatan harian
A. SP III

1.Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian klien

2. Memberikan
kesempatan kepada klien
mempraktekan cara
berkenalan dengan satu
orang (klien lain)

3.Menganjurkan klien
memasukan dalam

4. jadwal kegiatan harian


STRATEGI KOMUNIKASI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN ISOLASI SOSIAL

SP 1 pasien : Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial , berdiskusi dengan klien


tentang keuntungan berinteraksi dg orang lain, Berdiskusi dengan klien
tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain, Mengajarkan
klien cara berkenalan dengan satu orang, Menganjurkan klien
memasukkan dalam kegiatan harian

1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik :
“Selamat pagi, perkenalkan nama saya A, saya mahasiswa yang dinas di
ruangan ini “Boleh tau, nama Adek siapa? Senangnya dipanggil apa?”
“Saya dinas pagi di ruangan ini dari jam 7 pagi sampai jam 2 siang, selama di
rumah sakit ini saya yang akan merawat adek B. adek B boleh memanggil
Kakak A”
b. Evaluasi/Validasi :
“Dari tadi, saya lihat Adek B duduk sendirian dan sering di kamar, apakah
tidak ingin bermain dengan teman temannya?”
c. Kontrak (topik, waktu, tempat) :
“Bagaimana kalau kita bicara tentang kegiatan adek B ?” “Berapa lama kita
bicara ? 15 menit ya… ? mau dimana.. ? disini saja ya?”

2. Fase Kerja :
- adek B bisa bercerita kepada kakak A, kira kira kenapa kok sering dikamar ?
- Ooh begitu ya..
- Adek B pernah tidak ya bermain dengan teman temannya? Permainan apa
yang adek B sukai?kira kira adek B senang tidak bermain dengan teman
teman?
- Iya benar, jadi kalau kita bermain dengan teman teman hati kita menjadi
senang, kita banyak teman.
- Kalau adek B didalam rumah terus kira kira bosan tidak ya?
- Iya benar
- Baik sekarang kita belajar cara berkenalan ya.. yang pertama ucapkan dulu
salam, Assalamualaikum wr.wb..kemudian perkenalkan nama lengkap dan
nama panggilan..sebutkan hobi Adik B apa saja…

3. Fase Terminasi :
a. Evaluasi Respon :
Subyektif : Bagaimana perasaan Adik B setelah kita belajar cara berkenalan?
Obyektif : Coba sebutkan lagi, bagaimana cara perkenalan yang baik dan
benar?
b. Rencana Tindak Lanjut :
Bagaimana kalau latihan ini kita memasukkan dalam jadwal kegiatan sehari-
hari?
Untuk selanjutnya saya berharap adik B bisa berkenalan kalau bertemu
dengan teman Baru
c. Kontrak yang akan datang (topik, waktu, tempat) :
a) Topik
Baik adik B sekarang bincang bincangnya sudah selesai, bagaimana
kalau besok jam 8 saya kembali lagi untuk praktek cara berkenalan yang
baik dan benar
b) Tempat
Kira kira besuk kita bertemu di mana ya..bagaimana kalau diteras saja?
Adik B setuju tidak?
c) Waktu
Waktunya berapa lama ? baiklah 10 menit saja. saya ulang lagi ya..besuk
kita bertemu kembali diteras jam 8 pagi, sampai berjumpa besuk ya adik...

Anda mungkin juga menyukai