Anda di halaman 1dari 18

ARTIKEL AUTISME

1. Autisme pada Anak, Mengapa Bisa Terjadi?

KASUS penyakit autis saat ini semakin banyak terjadi di dunia, termasuk di
Indonesia. Saat ini penyakit autis sudah dapat dideteksi sejak usia dini. Meski
demikian, pengetahuan awam mengenai autis dan bagaimana menanganinya masih
belum diketahui luas. Autisme adalah suatu gangguan yang ditandai oleh
melemahnya kemampuan bersosialisasi, bertingkah laku, dan berbicara. Autisme
sering disebut dengan Autistic Spectrum Disorder (ASD).

Untuk mengetahui apakah anak mengidap autis, maka penting untuk mengetahui
mulai dari gejala, tindakan kuratif (penyembuhan) hingga tindakan preventif
(pencegahan), serta makanan apa yang baik dan tidak baik dikonsumsi oleh penderita
autisme. Sejalan dengan bulan "Autis Awareness", Sun Hope menggelar seminar
kesehatan dengan mengambil tema "Autiskah Anakku?". Dalam seminar yang
diselenggarakan di Kantor Pusat Sun Hope Indonesia ini, menghadirkan pembicara
dr Irawan Mangunatmadja, Sp.A(K).

Dalam seminar yang baru diadakan belum lama ini, dr Irawan memberikan
pemahaman kepada para peserta seminar lebih jauh mengenai penyakit autis.
"Penyakit autis memiliki gejala-gejala yang kemudian dapat membantu diagnosis
dokter yang dapat dilihat dari perilaku para penderitanya," paparnya. Menurut dr
Irawan, anak autis memiliki gangguan komunikasi yang lemah. Artinya, tidak bisa
berbicara atau memiliki keterlambatan bicara pada usia seharusnya. Kadang
kesalahan yang terjadi diakibatkan kurang tahunya orangtua akan penyakit ini.
Sehingga menganggap biasa anak yang telat bicara.

"Bila anak Anda mengalamai ciri tersebut, maka sebaiknya cepat konsultasikan pada
dokter," sarannya.
Ciri lain yang dapat dilihat ialah anak memiliki gangguan interaksi sosial. Dengan
kondisi demikian, anak sulit untuk diajak berkomunikasi. Tak hanya itu saja,
lanjutnya, anak autis juga memiliki gangguan perilaku. "Ciri khas lainnya dari gejala
autis ialah anak sering melakukan kegiatan yang berulang. Seperti mukul-mukul
sendiri atau suka memutar diri sendiri yang dilakukan berulang kali," terangnya.

Mengenai cara penanganan penyandang autis, ahli gizi Sun Hope Indonesia, Fatimah
Syarief, AMG, StiP menuturkan untuk memberikan nutrisi tepat. "Pada beberapa
studi menunjukkan bahwa anak yang mengalami autisme ternyata juga alergi
terhadap makanan tertentu. Penderita autis umumnya mengalami masalah
pencernaan, terutama makanan yang mengandung casein (protein susu) dan gluten
(protein tepung)," jelas Fatimah.
Karena kedua jenis protein tersebut sulit dicerna, maka akan menimbulkan gangguan
fungsi otak apabila mengonsumsi kedua jenis protein ini. Sehingga perilaku
penderita autis akan menjadi lebih hiperaktif. Menurutnya, suplemen yang baik
diperlukan penderita autis yang biasanya mengalami lactose intolerance
(ketidakmampuan pencernaan untuk mencerna laktosa). Salah satu suplemen yang
baik diberikan bagi penderita autis adalah sinbiotik.

"Sinbiotik yaitu gabungan probiotik dan prebiotik. Probiotik adalah mikroorganisme


hidup yang dimakan untuk memperbaiki secara menguntungkan keseimbangan
mikroflora usus," kata dia. Anak autis, sambungnya, memerlukan vitamin C sebagai
antioksidan. Adapun sumber terbaik yang dapat diberikan pada anak dengan kasus
ini dapat berasal dari sayuran dan buah-buahan. Meski demikian, sebaiknya pilih
sayuran dan buah-buahan yang tidak mengandung pengawet.

Ditambahkan Fatimah, beberapa spesies yang biasa digunakan antara lain


mengandung Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus casei, Bifidobacterium
bifidum, Bifidobacterium infantis, Bifidobacterium longum, dan Streptococcus
lactis. Sementara itu, prebiotik adalah substansi makanan yang dapat meningkatkan
beberapa bakteri usus yang menguntungkan bagi kesehatan.

Mengapa anak-anak autisme terasa jauh dan tidak responsif?


Mengapa mereka terlihat berada di dalam dunianya sendiri?
Suatu teori adalah adanya variasi selama perkembangan otak dalam anak-anak
autistik terutama pada masalah integrasi sensorik. Otak tidak dapat mengartikan
sejumlah sensasi penglihatan, suara, sentuhan, bau dan rasa. Otak menjadi kacau dan
bingung. Otak mencoba melindungi dirinya sendiri dengan menghambat dan
mengabaikan masukan sensorik yang datang. Hal ini menyebabkan anak seolah-olah
berada jauh dan bertingkah laku tidak responsive.

Untuk menghambat lebih jauh terhadap serangan sensasi yang kacau, otak
memfokuskan pada satu sensasi atau aktifitas. Hal ini mungkin berupa
menggoyangkan tubuhnya dengan keras, bermain dengan mainan yang sama, atau
melihat video yang sama berulang-ulang. Aktivitas ini kelihatan aneh, tidak pantas
dan bersifat unik untuk masing-masing anak. Aktivitas ini diulang terus menerus,
sehingga membuat tingkah lakunya menjadi aneh.

Aktivitas yang berulang-ulang lebih sering terjadi dan lebih jelas terjadi ketika
mengalami pengalaman baru. Suara yang keras, orang asing yang belum dikenal atau
tempat-tempat yang ramai kadang-kadang dapat mencetuskan hal ini. Aktivitas yang
berulang-ulang adalah mekanisme pertahanan dan perlindungan pada anak autistik.

1. Definisi
Kata autisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu aut yang
berarti diri sendiri dan ism yang secara tidak langsung menyatakan orientasi atau arah atau
keadaan (state). Sehingga autism dapat didefinisikan sebagai kondisi seseorang yang luar
biasa, asik dengan dirinya sendiri. (Reber, 1985 dalam Trevarthedkk, 1998). Pengertian ini
menunjuk pada bagaimana anak-anak autis gagal bertindak dengan minat pada orang lain,
tetapi kehilangan beberapa penonjolan perilaku mereka.ini tidak membantu orang lain untuk
memahami seperti apa dunia mereka. Seorang ahli psikologi dari Harvard yaitu Loe Kanner
telah memperkenalkan istilah autis pada tahun 1943. Dia mendiskripsikan gangguan ini
sebagai ketidakmampuan bersosialisasi (respon negative dalam berkomunikasi), mengalami
kesulitan menggunakan bahasa, berperilaku berulang-ulang, serta bereaksi tidak biasa
terhadap rangsangan sekitar (keadaan yang tidak fleksibel dengan orang lain atau
lingkungan).
Autisme menurut istilah ilmiah kedokteran, psikiatri dan psikologi termasuk dalam
gangguan perkembangan pervasive (pervasive developmental disorders). Secara khas
gangguan yang termasuk dalam kategori ini ditandai dengan distori perkembangan fungsi
psikologis dasar majemuk yang meliputi perkembangan keterampilan social dan berbahasa,
seperti perhatian, persepsi, daya nilai terhadap realitas, dan gerakan-gerakan motorik.
Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan pervasive yang secara menyeluruh
mengganggu fungsi kognitif, emosi, dan psikomotorik anak. Oleh sebab itu bisa juga
dikatakan sebagai gangguan neurobiology yang disertai dengan beberapa masalah seperti
autoimunitas, gangguan pencernaan, dysbiosis pada usus, gangguan integrasi sensori, dan
ketidakmampuan susunan asam amino. Beberapa penyebabnya diketahui anatara lain
keracunan logam berat ketika anak dalam kandungan, seperti timbal, merkuri, cadmium,
spasma infantile, rubella kongenital, sklerosis tuberose, lipidosis serebral, dan anomaly
komosom X rapuh. Hal ini merupakan beberapa kondisi yang sering dijumpai. (Triantoro
Safaria, 2005)
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyakut komunikasi,
interaksi social dan aktivitas imajinasi. Dan anak autistic adalah anak yang mempunyai
masalah atau gangguan dalam bidang komunikasi, interaksi social, gangguan sensori, pola
bermain, berperilaku dan emosi. (Depsiknas, 2002)
Maka dapat disimpulkan, autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan
komunikasi, gerakan tubuh badan, sikap atau berperilaku, interaksi social, kelainan emosi,
gangguan sensori, intelektual dan kemauan (gangguan pervasive), sehingga ia mempunyai
dunianya sendiri.

2. Usia Timbulnya Autisme


Timbulnya autisme selalu sebelum usia 30 bulan. Meskipun demikian, sering sukar
dipastikan usia kemunculan gangguan ini untuk pertama kalinya secara retrospesifik,
Kecuali orang tua yang merawat anak itu dalam tahun-tahun pertamanya mampu memberi
keterangan tentang perkembangan berbahasa, kemampuan hubungan sosial, dan bermain

3. Tanda-Tanda Autisme
Tidak bisa menguasai atau sangat lamban dalam penguasaan bahasa sehari-hari,
Hanya bisa mengulang-ulang beberapa kata.

Mata yang tidak jernih atau tidak bersinar.

Tidak suka atau tidak bisa atau atau tidak mau melihat mata orang lain.

Hanya suka akan mainannya sendiri (kebanyakan hanya satu mainan itu saja yang dia
mainkan).

Serasa dia punya dunianya sendiri.

Tidak suka berbicara dengan orang lain.

Tidak suka atau tidak bisa menggoda orang lain.

Suka menyendiri.

4. Faktor Penyebab Terjadinya Autisme


a) Genetic
Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autisme disebabakan oleh faktor-faktor genetic.
Penyakit genetic yang sering dihubungkan dengan autisme adalah tuberous sklerosis
(1758%) dan sindrom fragileX (20 30%). Disebutk fragileX karena secara
sitogenetik penyakit ini ditandai oleh adanya kerapuhan (fragile) yang tampak seperti
patahan di ujung akhir lengan panjang kromosom X 4. Sindroma fragileX merupakan
penyakit yang diwariskan secara Xlinked (X terangkai) yaitu melalui kromosomX.
pola penurunannya tidak umum, yaitu tidak seperti penyakit dengan pewarisan X
linked lainnya karena tidak bisa digolongkan sebagai dominan atau resesi, laki-laki dan
perempuan dapat menjadi penderita maupun pembawa sifat (carrier). (Dr. Sultana MH
Faradz, Ph.D, 2003)
b) Gangguan Pada Sistem Syaraf
Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak uatis memiliki kelainan pada
hampir semua struktur otak. Tetapi kelainna yang paling konsisten adalah pada otak
kecil. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel purkinye di otak kecil pada
autisme. Otak kecil berfungsi mengontrol fungsi luhur dan kegiatan motorik, juga
sebagai sirkuit yang mengatur perhatian dan pengindraan. Jika sirkuit ini rusak atau
terganggu maka akan mengganggu fungsi bagian lain dari system saraf pusat, seperti
system limbic yang mengatur emosi dan perilaku.
c) Ketidakseimbangan Kimia
Beberapa peneliti menemukan sejumlah kecil dari gejala autistic berhubungan dengan
makanan atau kekurangan kimiawi di badan. Alergi terhadap makanan terutama, seperti
bahan-bahan yang mengandung susu, tepung gandum, daging, gula, bahan pengawet,
penyedap, bahan pewarna, dan ragi.
d) Kurangnya Perhatian dari orang tua terhadap anak
e) Kurangnya pemahaman orang tua tentang tingkah laku anaknya
f) Makanan
g) Lingkungan
Factor lain penyebab austisme pada anak adalah lingkuang. Ibu hamil yang tinggal di
lingkuan kurang baik dan penuh tekanan, tentunya beresiko pada janin yang
dikandungnya. Selain itu lingkungan yang tidak bersih juga dapat mempengaruhi
perkembangan janin dalam kandungan.

5. Gambaran Umum
Anak anak yang mengalami gangguan autisme menunjukkan kurang respon terhadap
orang lain, mengalami kendala berat dalam kemampuan komunikasi, dan memunculkan
respons yang aneh terhadap berbagai aspek lingkungan di sekitarnya, terkadang para ahli
gangguan perkembangan anak menjelaskan gangguan ini dengan nama gangguan autisme
infantil. Hubungan antara kategori ini dengan skizofrenia masih kontroversial. Beberapa ahli
menganggap bahwa autisme infantil adalah bentuk paling dini dari skizofrenia.

6. Gambaran Penyerta

Afeksi ( mood ) mungkin labil, tangisannya tidak dapat di mengerti alasannya atau tidak
dapat ditenangkan. Walaupun enggan dihibur, terkadang anak tertawa tanpa alasan jelas
sehingga membingungkan orang orang disekitarnya. Kira kira 40% anak dengan
gangguan ini mempunyai IQ di bawah 50 dan hanya 30% yang memiliki IQ 70% atau
bahkan lebih.

Mengapa Anak-anak Autisme Terasa Jauh dan Tidak Responsif?

Suatu teori adalah adanya variasi selama perkembangan otak dalam anak-anak autistik
terutama pada masalah integrasi sensorik. Otak tidak dapat mengartikan sejumlah sensasi
penglihatan, suara, sentuhan, bau dan rasa. Otak menjadi kacau dan bingung. Otak mencoba
melindungi dirinya sendiri dengan menghambat dan mengabaikan masukan sensorik yang
datang. Hal ini menyebabkan anak seolah-olah berada jauh dan bertingkah laku tidak
responsive.
7. Gejala Autisme
Gejala anak autis antara lain :
2. Interaksi Sosial
o Tidak tertarik untuk bermain bersama teman
o Lebih suka menyendiri
o Tidak ada atau sedikit kontak mata atau menghindari untuk bertatapan
o Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang di
inginkan
3. Komunikasi
o Perkembangan bahasa lambat
o Senang meniru atau membeo
o Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara
o Kadang kata yang digunakan tidak sesuai artinya
o Mengoceh tanpa arti berulang-ulang
o Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi
4. Pola Bermain
o Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya
o Senang akan benda-benda yang berputar
o Tidak bermain sesuai fungsi mainan
o Tidak kreatif, tidak imajinatif
o Dapat sangat lekat dengan benda tertentu
5. Gangguan Sensori
o Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
o Sering menggunakan indera pencium dan perasanya.
o Dapat sangat sensitive terhadap sentuhan.
o Tidak sensitive terhadap rasa sakit dan rasa akut
6. Perkembangan Terlambat
o Tidak sesuai seperti anak normal, keterampilan social, komunikasi dan
kognisi.
o Dapat mempunyai perkembangan yang normal pada awalnya, kemudian
menurun bahkan sirna
7. Gejala Muncul
o Gejala di atas dapat dimulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil.
o Pada beberapa anak sekitar umur 5-6 tahun gejala tampak agak kurang.

8. Ciri-Ciri Anak Autisme


Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama amaupun tahun kedua
dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyertai adanya keterlambatan kemampuan
berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serya berinteraksi dengan
orang lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitive atau bahkan tidak
responsive terhadap rangsangan-rangsangan dari kelima pasca inderanya (pendengaran,
sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan). Perilaku-perilaku repetitive (mengepak-
kepakan tangan atau jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga
dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang
lain) atau malah sangat pasif. Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang
dianggap normal mungkin menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-
ulang, minat yang terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu
melekat pada rasa penyandang autisme adalah respon-respon yang wajar terhadap informasi
sensori yang mereka terima, misalnya : suara-suara bising, cahaya, permukaan atau tekstur
dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan
mereka. Autisme ditandai oleh cirri-ciri utama anatas lain :
a) Tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya
b) Tidak bisa bereaksi normal dalam pergaulan sosialnya
c) Perkembangan bicara dan bahasa tidak normal
d) Reaksi/pengamatan terhadap lingkungan terbatas atau berulang-ulang.
Menurut Power (1989) karakteristik anak dengan autisme adalah adanya gangguan dalam
bidang :
a) Interaksi social
b) Komunikasi (bicara dan bahasa)
c) Perilaku-Emosi
d) Pola bermain
e) Gangguan sensorik motorik
f) Perkembangan terlambat atau tidak normal
Menurut Depdiknas (2002) mendeskripsikan anak dengan autisme berdasarakan jenis
masalah gangguan yang dialami anak dengan autisme. Karakteristik dari masing-masing
masalah/gangguan itu di deskripsikan sebagai berikut :
1. Masalah/gangguan di bidang komunikasi dengan karakteristiknya sebagai berikut :
a) Perkembangan bahasa anak autisme lambat atau sama sekali tidak ada. Anak
tampak seperti tuli dan sulit bicara.
b) Kadang-kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya
c) Mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang dengan bahasa yang tidak dapat
dimengerti orang lian.
d) Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi senang meniru atrau membeo
(echolalia)
e) Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia
inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu
2. Masalah/gangguan di bidang interaksi soial dengan karakteristik berupa :
a) Anak autistic lebih suka menyendiri
b) Anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau menghindari
tatapan muka atau mata orang lain.
c) Tidak tertarik bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya maupun
yang lebih tua.
d) Bila diajak bermain, anak autistic itu tidak mau dan menjauh.
3. Masalah /gangguan di bidang sensoris dengan karakteristiknya berupa :
a) Anak autistic tidak peka terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.
b) Anak austistik bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
c) Anak autistic senang mencium-cium atau menjilat-jilat mainan atau benda-
benda yang ada disekitarnya.
d) Tidak peka terhadap rasa sakit dan rasa takut.
4. Masalah/gangguan di bidang pola bermain dengan karakteristik berupa :
a) Anak autistic tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
b) Anak autistic tidak suka bermain dengan teman sebayanya.
c) Anak autistic tidak bermaiun sesuai dengan fungsi mainan, misalnya sepeda
dibalik lalu roda diputar.
5. Masalah/gangguan di bidang perilaku, karakteristik berupa :
a) Anak autistic dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif (hiperaktif) dan
berperilaku kekurangan (hipoaktif).
b) Anak autistic memperlihatkan stimulasi diri atau merangsang diri sendiri
seperti bergoyang-goyang mengepakan tangan seperti burung.
c) Anak autistic tidak suka kepada perubahan.
d) Anak autistic duduk bengong dengan tatapan kosong.
6. Masalah/gangguan di bidang emosi, karakteristik berupa :
a) Anak autistic sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa dan
menangis tanpa alasan.
b) Anak autistic kadang agresif dan merusak.
c) Anak autistic kadang-kadang menyakiti dirinya sendiri.
d) Anak autistic tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain
yang ada di sekitarnya.

9. Klasifikasi Autistik (Autisme)


Dalam berinteraksi social anak autistic dikolompokan atas 3 kelompok yaitu :
1. Kelompok Menyendiri
Terlihat menyendiri kontak fisik dengan lingkungan
Bertedensi kurang menggunakan kata-kata dan kadang-kadang sulit berubah
meskipun usianya bertambah lanjut. Meskipun ada perubahan, mungkin hanya
bisa mengucapkan beberapa patah kata yang sederhana saja.
Menghabiskan harinya berjam-jam untuk sendiri dan kalau berbuat sesuatu akan
melakukan berulang-ulang.
Gangguan perilaku pada kelompok anak ini termasuk bunyi-bunyi aneh, gerakan
tangan, tabiat yang mudah marah, melukai diri sendir, menyerang teman sendiri,
merusak dan menghancurkan mainannya.
2. Kelompok Anak Autisme Yang Pasif
Lebih bisa bertahan dengan kontak fisik, dan agak mampu bermain
dengankelompok teman bergaul dan sebaya, tetapi jarang sekali mencari
temansendiri.
Mempunyai perbendaharaan kata yang lebih banyak meskipun masih
agak terlambat bisa berbicara dibandingkan dengan anak sebaya.
Kadang-kadang malah lebih cepat merangkai kata meskipun kadang-kadang pula
dibumbui kata yang kurang dimengerti.
Kelompok pasif ini masih bisa diajari dan dilatih dibandingkan dengan
anak autisme yang menyendiri dan yang aktif tetapi menurut kemauannya
sendiri.
3. Kelompok Anak Autisme Yang Aktif Tetapi Menurut Kemauannya Sendiri
Kelompok ini seperti bertolak belakang dengan kelompok anak autisme
yangmenyendiri karena lebih cepat bisa bicara dan memiliki perbendaharaan
katayang paling banyak
Meskipun dapat merangkai kata dengan baik, tetapi tetap saja terselip kata-kata
yang aneh dan kurang dimengerti.
Masih bisa ikut berbagi rasa dengan teman bermainnya.
Dalam berdialog, seringmengajukan pertanyaan dengan topik yang menarik,dan
bila jawaban tidak memuaskan atau pertanyaannya dipotong, akan bereaksi
sangat marah.

10. Pengobatan Anak Autistik (Autisme)


Menurut ahli, sebagian besar anak autisme bila diagnosanya cepat di tegakkan dan
ditanggulangi dengan baik oleh penyakit jiwa, bisa tumbuh samapai dewasa dan masih
bisa berbuat dan berguna untuk sesama meskipun mungkin cara hidup kesehariannya masih
autistik (menurut keinginan dan caranya sendiri).
Jangan dikira tidak ada cara pengobatannya. Banyak yang bisa dilakukan
terhadap penderita autisme, antara lain :
1) Terutama melalui program pendidikan dan latihan di ikuti pelayanan dan
perlakuanlingkungan yang wajar.
2) Untuk mngurangi perilaku anak yang tidak wajar, pengasuh dan orang tua harus
diajari cara menghadapi anak autisme.
3) Pengobatan yang dilakukan adalah untuk membatasi memberatnya gejala dan
keluhan, sejalan dengan pertambahan usia anak.
4) Diusahakan agar anak meningkatkan perhatian dan tanggung jawab terhadap orang
sekitarnya.
5) Untuk mencapai keadaan tersebut, bimbingan dan pendidikan harus dilakukan
secara perorangan, dan tidak mungkin efektif bila di lakukan secara kelas.
6) Orang tua, saudara atau pelatih suka rela, harus ikut menyediakan waktu dan
perhatian bersama-sama tenaga penolong, sehingga anaka tidak mempunyai peluang
untuk kembali pada kebiasaannya yang kurang baik, yang sudah terbiasa dia lakukan
sebelumnya.
7) Perlunya menegakkan diagnosa autisme secara dini

11. Teknik dan Pendekatan


Dalam usaha untuk memahami masalah yang dialami oleh anak autistik dan membantu
meringankan dan mengatasi masalah anak autistik, maka perlu diterapkan teknik
dan pendekatan bimbingan dan konseling yang sesuai. Teknik-teknik bimbingan menurut
Mortensen dan Schmuller (1984) ialah mencakup teknik observasi, pengetesan, studi kasus,
wawancara, catatan kumulatif, otobiografi, pertemuan dengan orang tua, sosiometri,
widiawisata, diskusi dan bermain peran, dan rekreasi.
Pendekatan bimbingan konseling untuk anak autistik pada prinsipnya sama
dengan pendekatan bimbingan konseling untuk anak normal pada umumnya. Hanya pendeka
tan bimbingan konseling tersebut disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan anak au-
tistik, baik secara individual maupun kelompok. Beberapa diantaranya adalah
pendekatan behavior (perilaku) dan pendekatan realitas.

12. Hambatan-Hambatan Anak Autisme


Ada beberapa permasalahan yang dialami oleh anak autis yaitu: Anak autis memiliki
hambatan kualitatif dalam interaksi social. Anak autis memiliki minat yang terbatas, mereka
cenderung untuk menyenangi lingkungan yang rutin dan menolak perubahan lingkungan,
minat mereka terbatas artinya mereka apabila menyukai suatu perbuatan maka akan terus
menerus mengulang perbuatan itu. anak autistik juga menyenangi keteraturan yang
berlebihan.
Lorna Wing (1974) menuliskan dua kelompok besar yang menjadi masalah pada anak
autis yaitu:
1) Masalah dalam memahami lingkungan (Problem in understanding the world)
Respon terhadap suara yang tidak biasa (unusually responses to sounds).
Anak autis seperti orang tuli karena mereka cenderung mengabaikan suara
yang sangat keras dan tidak tergerak sekalipun ada yang menjatuhkan benda di
sampingnya. Anak autis dapat juga sangat tertarik pada beberapa suara benda
seperti suara bel, tetapi ada anak autis yang sangat tergangu oleh suara-suara
tertentu, sehingga ia akan menutup telinganya.
Sulit dalam memahami pembicaraan (Dificulties in understanding speech).
Anak autis tampak tidak menyadari bahwa pembicaraan memiliki makna, 7
tidak dapat mengikuti instruksi verbal, mendengar peringatan atau paham apabila
dirinya dimarahi (scolded). Menjelang usia lima tahun banyak autis yang
mengalami keterbatasan dalam memahami pembicaraan.
Kesulitan ketika bercakap-cakap (Difiltuties when talking). Beberpa anak
Autis tidak pernah berbicara, beberapa anak autis belajar untuk mengatakan
sedikit kata-kata, biasanya mereka mengulang kata-kata yang diucapkan orang
lain, mereka memiliki kesulitan dalam mempergunakan kata sambung, tidak dapat
menggunakan kata-kata secara fleksibel atau mengungkapkan ide.
Lemah dalam pengucapan dan kontrol suara (Poor pronunciation and voice
control).
Beberapa anak autis memiliki kesulitan dalam membedakan suara tertentu
yang mereka dengar. Mereka kebingungan dengan kata-kata yanghampir sama,
memiliki kesulitan untuk mengucapkan kata-kata yang sulit.Mereka biasanya
memiliki kesulitan dalam mengontrol kekerasan (loudness) suara.
Masalah dalam memahami benda yang dilihat (Problems in understanding things
that are seen).
Beberapa anak autis sangat sensitif terhadap cahayayang sangat terang,
seperti cahaya lampu kamera (blitz), anak autismengenali orang atau benda
dengan gambaran mereka yang umum tanpamelihat detil yang tampak.
Masalah dalam pemahaman gerak isarat (problem in understanding gesturs).
Anak autis memiliki masalah dalam menggunakan bahasa komunikasi;seperti
gerakan isarat, gerakan tubuh, ekspresi wajah.
Indra peraba, perasa dan pembau (The senses of touch, taste and smell).
Anak-anak autis menjelajahi lingkungannya melalui indera peraba, perasa dan
pembau mereka. Beberapa anak autis tidak sensitif terhadap dingin dan sakit.
Gerakan tubuh yang tidak biasa (Unusually bodily movement).
Ada gerakangerakan yang dilakukan anak autis yang tidak biasa dilakukan
oleh anakanak yang normal seperti mengepak-ngepakan tangannya, meloncat-
loncat, dan menyeringai.
Kekakuan dalam gerakan-gerakan terlatih (clumsiness in skilled movements).
Beberapa anak autis, ketika berjalan nampak anggun, mampu memanjat
danseimbang seperti kucing, namun yang lainnya lebih kaku dan berjalan
sepertimemiliki bebrapa kesulitan dalam keseimbangan dan biasanya mereka
tidakmenikmati memanjat. Mereka sangat kurang dalam koordinasi dalam
berjalan dan berlar atau sebaliknya.

2) Masalah gangguan perilaku dan emosi (Dificult behaviour and emotional problems).
Sikap menyendiri dan menarik diri (Aloofness and withdrawal).
Menentang perubahan (Resistance to change).
Ketakutan khusus (Special fears).
Prilaku yang memalukan secara sosial (Socially embarrassing behaviour).
Ketidakmampuan untuk bermain (Inability to play).

13. Terapi Penunjang Bagi Anak Autisme


Sebelum/sembari mengikuti pendidikan formal (sekolah). Anak autistik dapat dilatih
melalui terapi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak antara lain:
a) Terapi Wicara : membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga membantu
anak berbicara lebih baik
b) Terapi Okupasi : untuk melatih motorik halus anak
c) Terapi Bermain : mengajarkan anak melalui belajar sambil bermain
d) Auditory Integration Therapy : agar pendengaran anak lebih sempurna
e) Terapi Musik : menghilangkan rasa tidak percaya diri, perasaan gelisah dalam hidup
seseorang tanpa sebab tertentu
f) Terapi Perilaku : terapi ini memfokuskan penanganan pada pemberian reinforcement
positif setiap kali anak berespon benar sesuai intruksi yang diberikan. Tetapi bila
anak menjawab salah tidak ada punishment dalam terapi ini.
g) Terapi Sosial : terapi ini memfokuskan anak untuk mampu berinteraksi dengan
orang-orang disekitarnya, dan sebagai terapis kita mampu memfasilitasi terjadinya
interaksi sosial.
14. Pendekatan Pembesaran Anak Autisme
a. Discrete Tial Training (DTT) :
Training ini didasarkan pada Teori Lovaas yang mempergunakan pembelajaran
perilaku. Dalam pembelajarannya digunakan stimulus respon atau yang dikenal
dengan orperand conditioning. Dalam prakteknya guru memberikan stimulus pada
anak agar anak memberi respon. Apabila perilaku anak itu baik, guru memberikan
reinforcement (penguatan). Sebaliknya perilaku anak yang buruk dihilangkan melalui
time out/ hukuman/kata tidak.
b. Intervensi LEAP (Learning Experience and AlternativeProgramfor Preschoolers and
Parents) menggunakan stimulus respon (sama dengan DTT) tetapi anak langsung
berada dalam lingkungan sosial (dengan teman-teman). Anak auitistik belajar
berperilaku melalui pengamatan perilaku orang lain.
c. Floor Time merupakan teknik pembelajaran melalui kegiatan intervensi interaktif.
Interaksi anak dalam hubungan dan pola keluarga merupakan kondisi penting dalam
menstimulasi perkembangan dan pertumbuhan kemampuan anak dari segi
komunikasi, sosial dan perilaku anak.
d. Teach (Treatment and Education for Autistic Childrent and Related Communication
Handicaps) merupakan pembelajaran bagi anak dengan memperhatikan seluruh
aspek layanan untuk pengembangan komunikasi anak. Pelayanan diprogramkan dari
segi diagnose, terapi/treatment, konsultasi kerjasama dan layanan lain yang
dibutuhakan baik oleh anak maupun orang tua.

15. PREDICTING MASA DEPAN ANAK AUTIS

Tidak ada seorang anak pun didunia ini yang ingin terlahir dalam kondisi autis,
ketika mereka harus menjalani takdir sebagai penyandang autis, butuh perjuangan
berat agar dapat menjalani hidup sebagaimana anak normal lainnya.

Jika setiap anak menikmati masa kecil yang indah dan menyenangkan serta disayang
orang sekelilingnya, hal itu tidak berlaku bagi penyandang autis.

Mereka tumbuh berbeda dibanding anak sebayanya.Selain tidak dapat beradaptasi


dengan lingkungan sosial tak jarang menerima perlakukan yang tidak
menyenangkan.

Ini diperparah oleh pandangan lama yang menyatakan autis adalah sesuatu yang
baku dan tidak dapat disembuhkan, sehingga pupus sudah harapan untuk dapat hidup
sebagai individu yang paripurna dan mandiri sebagaimana anak lainnya.

Namun itu dulu, ternyata autis dapat disembuhkan. Penelitian terbaru menunjukan
penyandang autis dapat disembuhkan dan pada akhirnya bisa menjalani hidup normal
secara mandiri di lingkunganya.
Mungkin ada yang memandang mereka sebagai warga kelas dua yang tidak berguna
dan tidak dapat melakukan apa-apa. Tapi fakta berbicara seorang Thomas Alfa
Edison si penemu bola lampu adalah penyandang autis yang berhasil menorehkan
kegemilangan prestasi di akhir hayatnya.

Demikian juga dengan apa yang dialami mantan penyandang autis Muhammad Valdi
yang kini merupakan mahasiswa semester II Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam
Universitas Islam Negeri Jakarta.

Berkat terapi yang dilakukan secara intensif dan terpadu, serta dukungan semua
pihak, sosok yang akrab dipanggil Valdi berhasil sembuh dari autis.

Tidak hanya dapat menjalani keseharian sebagaimana anak normal, pria kelahiran 24
Mei 1994 itu juga menorehkan sejumlah prestasi.

Tercatat ia beberapa kali turut memperkuat DKI Jakarta dalam sejumlah kejuaraan
renang. Kini ia bercita-cita menjadi seorang sejarahwan.

Saat tampil sebagai pembicara pada gebyar hari autis sedunia 2014 di Padang, tak
ada yang menyangka Valdi dalam mantan penderita autis karena dapat
berkomunikasi dengan baik dan tampil sebagai pembicara memaparkan
perjuangannya melawan autisme.

Sementara, Rendy Ariesta kelahiran Jakarta, 8 Oktober 1997 juga merupakan


penderita autis yang berhasil sembuh melalui terapi Aplied Behaviro Analisis (ABA).

Kini Rendy merupakan pelajar SMA 71 Jakarta Timur dan dapat menjalani
kehidupan normal sebagaimana pelajar lainnya dengan perolehan nilai yang bagus.

Ia dapat menjalani aktivitas secara mandiri seperti naik angkutan kota ke sekolah,
bergaul dengan teman sebaya dan mengembangkan hobi menyanyi, menulis lagu dan
bermain gitar.

Pada peringatan hari autis sedunia 2014 di Padang Rendy tampil menyanyi sambil
memainkan gitar membawakan lagu yang diciptakaannya sendiri.

Menurutnya, waktu di sekolah terutama sering menjadi bahan olok-olokan teman-


teman karena menyandang autis.

"Membalas ejekan bukan dengan cemohan , buktikan saja dengan prestasi kalau
memang kita juga bisa" , kata dia yang bercita-cita menjadi dokter.

Hal serupa juga dialami oleh Hasan Al Faris Tanjung pelajar kelas IX SMP Alfikri
Depok yang juga berhasil sembuh dari autis.
Faris yang lahir pada 14 Juni 1998 itu berhasil sembuh dan sejak sekolah dasar
menempuh pendidikan di sekolah reguler Al Fikri Depok yang meraih nilai rata-rata
8,8 pada ujian nasional.

Faris berhasil sembuh setelah menjalani terapi ABA serta diet dan intervensi
biomedis sejak usia 1,5 tahun.

Saat tampil sebagai pembicara mengisahkan pengalamannya, Faris menceritakan saat


kelas 7 SMP ia sering menangis karena diolok-olok oleh temannya disekolah.

Faris pun menulis diari dan puisi tentang bagaimana kesedihannya diganggu oleh
teman-temannya disekolah.

"Untungnya guru dan bunda aku baik dan terus memotivasi kamu bisa Faris", kata
dia.

Kini Faris sudah lebih senang menjalani sekolahnya dan ia pun sering diminta tampil
sebagai moderator dan menceritakan kisahnya dalam berbagai kesempatan.

Kenali Gejala

Psikiater dan pemerhati autisme dr Kresno Mulyadi, Sp.KJ menerangkan autis


merupakan gangguan perkembangan neurobiologis berat pada anak sehingga
menimbulkan masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.

Gejala Autis dapat dikenali dengan ciri-ciri minimnya interaksi dan emosi yang
labil serta buruknya kualitas komunikasi penyandangnya pada tiga tahun pertama
kehidupannya.

Selain itu, penyandang autis memiliki keterbatasan minat serta sering melakukan
gerakan berulang disertai respon sensorik yang menyimpang.

Menurut dia, autis dapat disembuhkan melalui dua cara yaitu terapi yang intensif dan
terpadu serta melakukan diet khusus bagi penyandangnya.

"Jika ada yang berpendapat autisme sudah baku dan tidak ada lagi harapan itu
paradigma lama, berdasarkan temuan terbaru gangguan Autis dapat disembuhkan
melalui terapi dini secara intensif dan terpadu", kata dia.

Ia menerangkan terapi yang dapat dilakukan meliputi terapi prilaku diantaranya


menggunakan metode yang dikembangkan Ivar Lovaas dari UCLA yaitu konsep
Aplied behavior Analysis (ABA).

Terapi ABA dilakukan secara intensif selama 40 jam per minggu dalam dua tahun
dimana berdasar hasil penelitian terjadi peningkatan IQ yang besar pada
penyandangnya, kata dia.
Kemudian, penyandang autis harus melakukan diet tidak mengkonsumsi terigu,
coklat dan susu karena berdasarkan kajian terapi biomedik jenis makanan tersebut
memperparah kondisinya.

Ia menjelaskan pada penyandang autis terjadi peningkatan daya serap dimana


protein yang seharusnya tidak lolos pada makanan yang mengandung coklat, terigu
dan susu masuk ke peredaran darah dan terbawa ke otak.

Setelah berada di otak zat yang terkandung pada makanan tersebut dinilai oleh saraf
memiliki rumus kimia seperti morfin sehingga memperburuk kondisi penyandang
autis dan dapat diibaratkan mereka tengah mengkonsumsi morfin.

Sedangkan makanan yang mengandung terigu akan memperparah kondisi


pencernaan penyandang autis yang pada umumnya berjamur, kata dia.

Karena itu pada penyandang autis dengan melakukan diet tidak mengkonsumsi gula,
terigu dan coklat akan memperbaiki fungsi-fungsi abnormal pada otaknya sehingga
saraf pusat bekerja lebih baik dan berbagai gejala autis dapat dikurangi bahkan
dihilangkan.

Setelah itu jika diperlukan dapat dilakukan terapi lain sebagai penunjang berupa
medikamentosa, okupasi dan fisik, wicara, bermain dan terapi khusus.

Kunci dari semua itu adalah terapi dini, intensif dan terpadu sehingga dimungkinkan
penyandang autis akan sembuh, kata dia.

Ia mengatakan di Indonesia telah banyak penyandang autis yang dapat disembuhkan


dengan terapi tersebut dan berhasil menyelesaikan studinya hingga meraih gelar
sarjana.

Jangan Diolok-olok

Ketua Panitia Penyelenggara Gebyar Hari Autis Sedunia 2014 Arneliza Anwar R
Sutadi mengatakan jangan jadikan autis sebagai bahan olok-olok sehari-hari karena
dapat disembuhkan.

"Hentikan mengolok-olok autis karena mereka juga manusia sama dengan yang
lainnya ", kata dia.

Menurutnya, autis akan terlihat pada penyandangnya ketika memasuki usia tiga
tahun dan akan terus berlanjut seumur hidup jika tidak diterapi.

Namun, Autis berbeda dengan disabilitas karena autis lebih kepada gangguan
interaksi, komunikasi sementara disabilitas hanya gangguan pada salah satu fungsi
tubuh yang permanen, kata dia.
Ia menceritakan pada awalnya anak autis akan terlihat normal dan memasuki usia 18
bulan tiba-tiba terjadi penurunan kemampuan dan perkembangan yang telah dimiliki
sebelumnya.

Misalnya sebelumnya anak sudah dapat berbicara, maka tiba-tiba akan hilang, tidak
melakukan kontak mata dengan orang sekitarnya dan sibuk main sendiri, kata dia.

Saat ini masih banyak sekolah yang menolak penyandang autis kendati orang tua
sudah memohon agar anaknya dapat diterima.

Oleh sebab itu sebelum penyandang autis dimasukan ke sekolah umum orang tua
harus mempersiapkan mereka agar benar-benar siap beradaptasi dengan
lingkungannya.

Anak autis yang diterapi sejak usia kurang dari tiga tahun secara intensif dan optimal
setelah akan semakin mudah untuk dapat sembuh dan masuk sekolah reguler
dengan didampingi seorang guru khusus, kata dia.

Para orang tua yang anaknya menyandang autis tidak dapat menunggu sekolah
reguler siap menerima dan menangani anaknya, namun kita yang harus
mempersiapkan agar anak autis dapat diterima disekolah umum, kata dia.

Ia menambahkan seorang penyandang autis dinyatakan sembuh bila telah dapat


memenuhi dua syarat yaitu dapat berkomunikasi dengan baik di lingkungannya serta
dapat mengikuti pendidikan formal disekolah reguler.

Terapi yang dilakukan sejak dini dan diet biomedik merupakan upaya yang dilakukan
agar penyandang autis dapat sembuh dan hidup dengan mandiri.

Dikatakannya, berdasarkan pengalaman anak-anak penyandang autis yang diterapi


sejak dini banyak yang telah sembuh dan dapat berprestasi dibidang pendidikan
bahkan ada yang berhasil masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Penyandang Autis adalah orang-orang yang spesial dan istimewa dan para orang tua
yang anaknya penyandang Autis, adalah orang-orang mulia karena telah mendapat
kehormatan dari Tuhan, untuk dititipkan anak khusus kiriman sang Pencipta agar
dapat lulus melewati ujian.
DAFTAR PUSTAKA

Danuatmaja,B. (2003). Terapi Anak Autis di Rumah. Jakarta: Puspa Suara


Ellah Siti Chalidah (2005), Terapi permainan bagi anak yang memerlukan layanan
Hadi, Abdul. 2006. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus-Autistik. Bandung : Alfabeta
Bandung

Pendidikan Khusus, Source (Sumber) :Dikdasmen Depdiknas


Safaria, Triantoro. 2005. Autisme : Pemahaman Baru Untuk Hidup Bermakna Bagi Orang Tua.
Yogyakarta : Graha Ilmu.

Santrock, John. W. 1995. Live Span Development : Perkembangan Masa Hidup (Jilid 1).
Jakarta : Erlangga.

Yatim, Faisal. Dr. 2007. Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-Anak. Jakarta : Pustaka
Populer Obor.

http://www.academia.edu/4574225/MAKALAH_AUTISME

http://mutmainnahbasri94.blogspot.com/2013/05/makalah-autis.html

http://sekolahautismeal-ihsan.com/artikel/sekilas-tentang-autisme.html

Http://www.Dikdasmen.Com/Pendidikan anakAutisme.Html
www.Wikipedia.org/autisme

www.autis.info.org/tentangautisme

Source : http://rustinah.multiply.com

Anda mungkin juga menyukai