PEMBAHASAN
A. DEFINISI NYERI.
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. Nyeri, sakit, dolor (Latin) atau pain
(Inggris) adalah kata-kata yang artinya bernada negatif; menimbulkan perasaan dan reaksi yang
kurang menyenangkan. Walaupun demikian,kita semua menyadari bahwa rasa sakit kerapkali
berguna,antara lain sebagai tanda bahaya; tanda bahwa ada perubahan yang kurang baik di dalam
diri manusia.
B. FISIOLOGI NYERI.
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ
tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon
hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga
nociceptor , secara anatomis reseptor nyeri (nociceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang
tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nociceptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh
yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena
letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nociceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini
biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi
dalam dua komponen yaitu reseptor A delta dan serabut C.
1. Reseptor A Delta
a. Merupakan serabut bermyelin
b. Mengirimkan pesan secara cepat
c. Menghantarkan sensasi yang tajam, jelas sumber dan lokasi nyerinya
d. Reseptor berupa ujung-ujung saraf bebas di kulit dan struktur dalam seperti,
otot tendon, dll.
e. Biasanya sering ada pada injury akut.
f. Diameternya besar.
2. Serabut C
a. Tidak bermyelin.
b. Diameternya sangat kecil.
c. Lambat dalam menghantarkan impuls.
d. Lokasinya jarang, biasanya dipermukaan dan impulsnya bersifat persisten.
e. Menghantarkan sensasi berupa sentuhan, getaran, suhu hangat, dan tekanan
Halus.
f. Reseptor terletak distruktur permukaan.
C. KLASIFIKASI NYERI.
1. Berdasarkan sumbernya
a. Cutaneus / superficial,
Yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar).
Contoh: terkena ujung pisau atau gunting.
b. Deep somatic / nyeri dalam,
Yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pemb. Darah, tendon dan syaraf, nyeri menyebar & lbh
lama daripada cutaneus. Contoh: sprain sendi.
c. Visceral (pada organ dalam),
Stimulasi reseptor nyeri dlm rongga abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena
spasme otot, iskemia, regangan jaringan.
2. Berdasarkan penyebab
a. Fisik.
Bisa terjadi karena stimulus fisik. Contoh: fraktur femur.
b. Psycogenic.
Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi, bersumber dari emosi / psikis dan
biasanya tidak disadari. Contoh: orang yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya.
3. Berdasarkan lama / durasinya.
a. Nyeri akut.
Merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, yang tidak melebihi 6
bulan dan ditandai dengan adanya peningkatan tegangan otot.
b. Nyeri kronis.
Merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung dalam waktu cukup
lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Yang termasuk dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal,
sindrom nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis.
D. STIMULUS NYERI.
Seseorang dapat menoleransi, menahan nyeri (pain tolerance), atau dapat mengenali
jumlah stimulasi nyeri sebelum merasakan nyeri (pain threshold).
Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri, diantaranya :
1. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat terjadinya kerusakan jaringan dan
iritasi secara langsung pada reseptor.
2. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat terjadinya penekanan pada
reseptor nyeri.
3. Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.
4. Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi blockade pada arteria koronaria yang menstimulasi
reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.
5. Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik.
E. TEORI NYERI.
Terdapat beberapa teori tentang terjadinya rangsangan nyeri, diantaranya :
1. Teori pemisahan (specificity theory).
Menurut teori ini, rangsangan sakit masuk ke medulla spinalis melalui kornu dorsalis yang
bersinaps di daerah posterior, kemudian naik ke tractus lissur dan menyilang di garis median ke
sisi lainnya, dan berakhir di korteks sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan.
2. Teori pola (pattern theory).
Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla spinalis dan merangsang
aktifitas sel T. Hal ini mengakibatkan suatu respons yang merangsang ke bagian yang lebih
tinggi, yaitu korteks serebri, serta kontraksi menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi
sehingga menimbulkan nyeri, persepsi dipengaruhi oleh modalitas dari reaksi sel T.
3. Teori pengendalian gerbang (gate comtrol theory).
Menurut teori ini, nyeri tergantung dari kerja saraf besar dan kecil yang keduanya berada dalam
akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat saraf besar akan meningkatkan tertutupnya pintu
mekanisme sehimgga aktivitas sel T terhambat dan menyebabkan hantaran rangsangan ikut
terhambat. Rangsangan serat besar dapat langsung merangsang korteks serebri. Hasil persepsi ini
akan dikembalikan ke dalam medulla spinalis melalui serat efferent dan reaksinya
mempengaruhi aktivitas sel T. Rangsangan pada serat kecil akan menghambat aktivitas subtansia
gelatinosa dan membuka pintu mekanisme, sehingga merangsang aktivitas sel T yang
selanjutnya akan menghantarkan rangsangan nyeri.
4. Teori transmisi dan inhibisi.
Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-impuls saraf, sehingga transmisi
impuls nyeri menjadi efektif oleh neurotransmitter yang spesifik. Kemudian, inhibisi impuls
nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls pada serabut-serabut besar yang memblok impuls pada
serabut lamban dan endogen opiate system supresif.
F. TINGKATAN NYERI.
1. Skala intensitas.
10 : Sangat dan tidak dapat dikontrol oleh klien.
9, 8, 7 : Sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien dengan aktifitas
yang bisa dilakukan.
6 : Nyeri seperti terbakar atau ditusuk-tusuk.
5 : Nyeri seperti tertekan atau bergerak.
4 : Nyeri seperti kram atau kaku.
3 : Nyeri seperti perih atau mules.
2 : Nyeri seperti melilit atau terpukul.
1 : Nyeri seperti gatal, tersetrum atau nyut-nyutan.
0 : Tidak ada nyeri.
2. Tipe nyeri
10 : tipe nyeri sangat berat.
7-9 : tipe nyeri berat.
4-6 : tipe nyeri sedang.
1-3 : tipe nyeri ringan.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN.
Pengkajian nyeri yang faktual (terkini), lengkap dan akurat akan memudahkan perawat di
dalam menetapkan data dasar, menegakkan diagnose keperawatan yang tepat, merencanakan
terapi pengobatan yang cocok, dan memudahkan perawat dalam mengevaluasi respon klien
terhadap terapi yang di berikan.
Tindakan perawat yang perlu dilakukan dalam mengkaji pasien selama nyeri akut adalah:
1. Mengkaji perasaan klien (respon psikologis yang muncul).
2. Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri.
3. Mengkaji tingkat keparahan dan kualitas nyeri.
Pengkajian selama episode nyeri akut sebaiknya tidak dilakukan saat klien dalam
keadaan waspada (perhatian penuh pada nyeri), sebaiknya perawat berusaha untuk mengurangi
kecemasan klien terlebih dahulu sebelum mencoba mengkaji kuantitas persepsi klien terhadap
nyeri. Sedangkan untuk pasien dengan nyeri kronis maka pengkajian yang lebih baik adalah
dengan memfokuskan pengkajian pada dimensi perilaku, afektif, kognitif (NIH, 1986; McGuire,
1992).
Donovan dan Girton (1984) mengidentifikasikan komponen-komponen tersebut,
diantaranya:
1. Penentuan ada tidaknya nyeri.
Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus mempercayai ketika pasien
melaporkan adanya nyeri, walaupun dalam observasi perawat tidak menemukan adanya cedera
atau luka.
a. Karakteristik nyeri (Metode P, Q, R, S, T).
1) Faktor Pencetus (P: Provocate),
Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri pada klien, dalam hal ini
perawat juga dapat melakukan observasi bagian-bagian tubuh yang mengalami cedera.
2) Kualitas (Q: Quality),
Kualitas nyeri merupakan seseuatu yang subjektif yang diungkapkan oleh klien. Misal kalimat-
kalimat: tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih, dan tertusuk.
3) Lokasi (R: Region),
Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk menunjukkan semua bagian
atau daerah yang dirasakan tidak nyaman oleh klien.
4) Keparahan (S: Severe),
Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang paling subjektif. Pada
pengkajian ini klien diminta untuk menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan,
nyeri sedang atau berat.
Skala Numerik (Numerical Rating Scale, NRS) digunakan sebagai pengganti alat
pendeskripsi kata. Dalam hal ini psien menilai nyeri dngan skala 0 sampai 10. Angka 0 diartikan
kondisi klien tidak merasakan nyeri, angka 10 mengindikasikan nyeri paling berat yang
dirasakan klien. Skala ini efektif digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah
intervensi terapeutik.
Gambar 2 Skala Analog Visual (VAS)
Skala Analog Visual (Visual Analog Scale, VAS) merupakan suatu garis lurus,
yangmewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada
setiap ujungnya. Skala analog visual merupakan pengukur keparahan nyeri yang lebih sensitif
karena pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian daripada dipaksa memilih satu
kata atau satu angka (McGuire, 1984).
Skala Deskriptif Verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan salah satu alat ukur
tingkat keparahan yang lebih bersifat objektif. Skala ini merupakan sebuah garis yang terdiri dari
beberapa kalimat pendeskripsi yang tersusun dalam jarak yang sama sepanjang garis. Kalimat
pendeskripsi ini diranking dari tidak ada nyeri sampai nyeri yang paling hebat. Perawat
menunjukkan skala tersebut pada klien dan meminta untuk menunjukkan intensitas nyeri terbaru
yang ia rasakan.
Gambar 4 Skala Nyeri Oucher
Untuk mengukur skala intensitas nyeri pada anak-anak dikembangkan alat yang
dinamakan “Oucher”, yang terdiri dari dua skala yang terpisah dengan nilai 0-100 pada sisi
sebelah kiri untuk anak-anak yang berusia lebih besar dan skala fotografik enam gambar pada
sisi sebelah kanan yang digunakan pada anak-anak yang lebih kecil.
B. DIAGNOSIS.
Keberadaan nyeri pada klien dapat mencetuskan masalah keperawatan lainnya.
Penegakkan diagnosa keperawatan yang akurat akan dapat dilaksanakan apabila data dan analisa
pengkajian yang dilakukan cermat dan akurat.
C. INTERVENSI.
Perencanaan keperawatan yang dibuat untuk klien nyeri diharapkan berorientasi untuk
memenuhi hal-hal berikut:
1. Klien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri.
2. Klien melaporkan adanya peningkatan rasa nyaman.
3. Klien mampu mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki.
4. Klien mampu menjelaskan faktor-faktor penyebab nyeri.
5. Klien mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri saat dirumah.
D. IMPLEMENTASI.
Tindakan yang dilakukan perawat untuk mengurangi rasa nyeri ada dua:
1. Tindakan Farmakologis.
Merekomendasikan petunjuk untuk pengobatan, WHO mengombinasikan penggunaan obat-
obatan analgesik dan obat-obatan adjuvan yang efektif untuk mengontrol nyeri klien.
2. Tindakan Non Invasif.
Tindakan pengontrolan nyeri non invasive digunakan untuk mendukung terapi farmakologis
yang sudah diberikan. Jenis tindakan non invasive antara lain:
a) Membangun hubungan terapeutik rawat-klien.
b) Bimbingan antisipasi.
c) Relaksasi.
d) Imajinasi terbimbing.
e) Distraksi.
f) Akupunkur.
g) Biofeedback.
h) Stimulasi kutaneus.
i) Akupresur.
j) Psikoterapi.
3. Tindakan Invasif/Pembedahan.
Merupakan komplemen dari tindakan-tindakan lainnya dalam upaya membebaskan nyeri, seperti
tindakan perilaku-kognitif, fisik maupun terapi farmakologis. Tindakan ini dilakukan apabila
dengan tindakan-tindakan non invasif tidak dapat membebaskan nyeri. Klien perlu diberikan
pengetahua tentang implikasi setelah tindakan pembedahan untuk mengontrol nyeri. Beberapa
kasus pembedahan antara lain:
a) Cordotomy.
b) Neurectomy.
c) Sympatectomy.
d) Rhizotomy.
E. EVALUASI.
Evaluasi keperawatan terhadap pasien dengan masalah nyeri dilakukan dengan menilai
kemampuan dalam respon rangsangan nyeri, diantaranya: klien melaporkan adanya penurunan
rasa nyeri, mampu mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki, mampu
menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
Kozier. Fundamental Of Nursing. Potter dan Perry.2006. Fundamental Keperawatan. Vol:2.
Jakarta: EGC.
Asmadi.2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta: Salemba Medika.