Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN AUTISME DI


POLI ANAK RSUD OTTO ISKANDAR DI NATA SOREANG KABUPATEN
BANDUNG

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Klinik Keperawatan Anak

Dosen Pembimbing : Ibu Henny Cahyaningsih M.Kes.,AIFO

Disusun Oleh :
Tania Putri Adiguna
(P17320119040)

Tingkat 2A

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BANDUNG


POLTEKKES KEMENKES BANDUNG
2021
KONSEP DASAR PENYAKIT

A. PENGERTIAN
Autis berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme yang berarti
aliran. Autisme berarti suatu paham yang tertarik hanya pada dunia sendiri. Autis
diduga akibat kerusakan saraf otak yang bisa muncul karena beberapa faktor,
diantaranya: genetic dan faktor lingkungan.
Autis adalah gangguan perkembangan yang mencakup bidang komunikasi,
interaksi, serta perilaku yang luas dan berat. Penyebabnya adalah gangguan pada
perkembangan susunan syaraf pusat yang menyebabkan terganggunya fungsi otak.
Autisme merupakan sindrom yang ditandai dengan kurangnya kemampuan
komunikasi, gangguan konsentrasi dan kemampuan sosialisasi, diikuti perilaku autistic
seperti hiperaktif, dan bermain dalam dunianya sendiri dengan tidak memperdulikan
lingkungannya.
Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada
anak, mulai tampak sebelum usia 3 tahun. Kondisi ini menyebabkan mereka tidak
mampu berkomunikasi maupun mengekspresikan keinginannya, sehingga
mengakibatkan terganggunya perilaku dan hubungan dengan orang lain.
Klasifikasi autisme berdasarkan Childhood Autism Rating Scale (CARS)
autisme dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Autis ringan
Pada kondisi ini, anak autis masih menunjukkan adanya kontak mata walaupun
tidak berlangsung lama. Anak autis ini dapat memberikan sedikit respon ketika
dipanggil namanya, menunjukkan ekspresi-ekspresi muka, dan dalam
berkomunikasi secara dua arah meskipun terjadinya hanya sesekali. Tindakan-
tindakan yang dilakukan masih bisa dikendalikan dan dikontrol dengan mudah.
Karena biasanya perilaku ini dilakukan masih sesekali saja, sehingga masih bisa
dengan mudah untuk mengendalikannya.
2. Autis sedang
Pada kondisi ini, anak autis masih menunjukkan sedikit kontak mata, namun
tidak memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan agresif atau
hiperaktif, menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang stereotipik
cenderung agak sulit untuk dikendalikan tetapi masih bisa dikendalikan.
3. Autis berat
Anak autis yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-tindakan yang
sangat tidak terkendali. Biasanya anak autis memukul-mukulkan kepalanya ke
tembok secara berulang-ulang dan terus-menerus tanpa henti. Ketika orang tua
berusaha mencegah, namun anak tidak memberikan respon dan tetap
melakukannya, bahkan dalam kondisi berada dipelukan orang tuanya, anak autis
tetap memukul-mukulkan kepalanya. Anak baru berhenti setelah merasa kelelahan
kemudian langsung tertidur. Kondisi yang lainnya yaitu, anak terus berlarian
didalam rumah sambil menabrakkan tubuhnya ke dinding tanpa henti hingga larut
malam, keringat sudah bercucuran di sekujur tubuhnya, anak terlihat sudah sangat
kelelahan dan tak berdaya. Tetapi masih terus berlari sambil menangis. Seperti ingin
berhenti, tapi tidak mampu karena semua diluar kontrolnya. Hingga akhirnya anak
terduduk dan tertidur kelelahan.
B. ETIOLOGI
Menurut National Institute of Neurological Disorders and Stroke
(NINDS), autisme disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan.
1. Faktor Genetika
Faktor genetik diperkirakan menjadi penyebab utama dari kelainan autisme,
walaupun bukti kongkrit masih sulit ditemukan. Hal tersebut diduga karena adanya
kelainan kromosom pada anak autisme, namun kelainan itu tidak selalu berada pada
kromosom yang sama. Penelitian masih terus dilakukan sampai saat ini. Jumlah
anak berjenis kelamin laki-laki yang menderita autis lebih banyak dibandingkan
perempuan, hal ini diduga karena adanya gen pada kromosom X yang terlibat
dengan autis. Perempuan memiliki dua kromosom X, sementara laki-laki hanya
memiliki satu kromosom X. Kegagalan fungsi pada gen yang terdapat di salah satu
kromosom X pada anak perempuan dapat digantikan oleh gen pada kromosom
lainnya. Sementara pada anak laki-laki tidak terdapat cadangan ketika kromosom
X mengalami keabnormalan. Sejumlah penelitian menyimpulkan bahwa gen pada
kromosom X bukanlah penyebab utama autis, namun suatu gen pada kromosom X
yang mempengaruhi interaksi sosial dapat mempunyai andil pada perilaku yang
berkaitan dengan autis.
2. Kelainan Anatomis Otak
Kelainan anatomis otak ditemukan khususnya di lobus parietalis, serta pada
sistem limbiknya. Sebanyak 43% penyandang autisme mempunyai kelainan di
lobus parietalis otaknya, yang menyebabkan anak tampak acuh terhadap
lingkungannya. Kelainan juga ditemukan pada otak kecil (serebelum), terutama
pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris, daya
ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses atensi (perhatian). Jumlah sel Purkinye
di otak kecil juga ditemukan sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan
keseimbangan serotonin dan dopamin, menyebabkan gangguan atau kekacauan lalu
lintas impuls di otak. Kelainan khas juga ditemukan di daerah sistem limbik yang
disebut hipokampus dan amigdala. Kelainan tersebut menyebabkan terjadinya
gangguan fungsi kontrol terhadap agresi dan emosi. Anak kurang dapat
mengendalikan emosinya, sering terlalu agresif atau sangat pasif. Amigdala juga
bertanggung jawab terhadap berbagai rangsang sensoris seperti pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan, rasa dan rasa takut. Hipokampus bertanggung
jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat. Gangguan hipokampus menyebabkan
kesulitan penyimpanan informasi baru, perilaku diulang-ulang yang aneh dan
hiperaktif. Konsumsi obat pada ibu menyusui Obat migrain, seperti ergotamine obat
ini mempunyai efek samping yang buruk pada bayi dan mengurangi jumlah ASI.
3. Faktor Kandungan (Pranatal)
Kondisi kandungan juga dapat menyebabkan gejala autisme. Pemicu autisme
dalam kandungan dapat disebabkan oleh virus yang menyerang pada trimester
pertama. Yaitu syndroma rubella.
4. Faktor Kelahiran
Bayi lahir dengan berat badan rendah, prematur, dan lama dalam kandungan
(lebih dari 9 bulan) beresiko mengidap autis. Selain itu bayi yang mengalami gagal
napas (hipoksa) saat lahir juga beresiko mengalami autis.
5. Peradangan Dinding Usus
Sejumlah anak penderita gangguan autis, umumnya, memiliki pencernaan
buruk dan ditemukan adanya peradangan usus. Peradangan tersebut diduga
disebabkan oleh virus. Faktor Genetika Gejala autis pada anak disebabkan oleh
factor turunan. Setidaknya telah ditemukan dua puluh gen yang terkait dengan
autisme. Akan tetapi, gejala autisme baru bisa muncul jika terjadi kombinasi banyak
gen.

6. Keracunan Logam Berat


Kandungan logam berat penyebab autis karena adanya sekresi logam berat dari
tubuh terganggu secara genetis. Beberapa logam berat,seperti arsetik (As),
antimony (Sb), Cadmium (Cd), air raksa (Hg),dan timbale (Pb), adalah racun yang
sangat kuat.
7. Faktor Makanan
Zat kimia yang terkandung dalam makanan sangat berbahaya untuk kandungan.
Salah satunya pestisida yang terpapar pada sayuran. Diketahui bahwa pestisida
mengganggu fungsi gen pada saraf pusat,menyebabkan anak autis
C. PATOFISIOLOGI
Autisme dianggap sebagai gangguan otak yang menggambarkan bahwa
gangguan ini dimulai dan berakhir di otak yang dikenal dengan whole body disorder
(bahwa otak dipengaruhi oleh biokimia yang dihasilkan dalam tubuh), beberapa faktor
yang mempengaruhi, yaitu :
1. Kekurangan Nutrisi
Karena masalah sensorik, sebagian besar anak autisme tidak menyukai rasa dan
tekstur dari makanan tertentu, sehingga seringkali terjadi kekurangan gizi. Nutrisi
khusus diperlukan untuk proses biokimia yang kompleks, dan nutrisi hanya dapat
dicerna dan diserap dari makanan dan suplemen ketika saluran pencernaan
berfungsi dengan baik. Beberapa cara untuk meningkatkan asupan nutrisi meliputi:
meningkatkan kualitas dan kemampuan mencerna makanan dengan menambah
jumlah makanan padat gizi, seperti sayuran, menyisipkan sayuran dalam makanan
yang biasa dimakan dan memberikan suplemen.
2. Pertumbuhan Jamur yang Berlebih
Jamur adalah organisme berbahaya yang dapat mempengaruhi energi,
kejernihan pikiran dan kesehatan usus. Jamur berlebih sering dipicu oleh
penggunaan antibiotik, dan sebaiknya hindari gula karena mengakibatkan
pertumbuhan jamur yang berlebih, hindari makanan yang mengandung ragi,
mengurangi atau menghindari tepung kanji, memberikan makanan yang kaya
probiotik.
3. Teori Metallothionein
Metallothionein merupakan suatu protein yang memiliki banyak fungsi,
diantaranya diperlukan untuk pengaturan kadar zinc dan tembaga di dalam darah,
detoksifikasi merkuri dan logam beracun lainnya karena kemampuannya mengikat
logam berat, membentuk sistem imun tubuh dan neuron otak, dan memproduksi
enzim-enzim yang dapat memecah gluten dan casein. Selain itu metallothionein
juga berperan di daerah hipokampus otak yang memodulasi pengaturan tingkah
laku, memori, emosi, dan sosialisasi. Pada anak autisme didapatkan kadar
metallothionein yang rendah.
4. Toxicity Logam Berat dan Gangguan Proses Detoksifikasi
Merkuri dan beberapa logam berat lainnya selama ini juga diketahui ikut
berperan dalam patogenesis autisme. Logam berat dapat menembus blood-brain
barrier, sehingga dapat menimbulkan gangguan pada perkembangan anak, fungsi
kognitif, atensi dan konsentrasi, impulsifitas serta kemampuan dalam berespon dan
berinteraksi. Logam berat dapat memasuki tubuh melalui makanan, pernafasan,
maupun diserap melalui kulit. Anak autisme tidak dapat mengeluarkan secara
efisien zat-zat beracun yang memasuki tubuh mereka. Penyebab proses
detoksifikasi natural menjadi rusak pada anak autisme masih belum terdapat
penjelasan yang jelas. Akumulasi dari logam berat ini juga secara alami akan
menyebabkan penekanan jumlah 4 antioksidan glutation dalam tubuh selain itu juga
dapat mengakibatkan gangguan neurobehaviour maupun kognitif.
5. Gangguan Proses Biokimia Sulfasi, Metilasi, Glutation dan Stress Oksidatif
Sulfasi
Sulfat termasuk salah satu mineral penting yang banyak dijumpai dalam tubuh,
sekitar 80% diproduksi secara in vivo melalui oksidasi metionin atau cystein,
keduanya mengandung sulfur asam amino yang diperoleh dari protein makanan.
Sulfasi diperlukan untuk banyak fungsi terutama untuk proses detoksifikasi,
inaktivasi katekolamin, sintesis jaringan otak, dan sulfasi protein musin yang
melapisi saluran pencernaan. Bahan kimia berbahaya yang dikenal sebagai fenol
melekat pada sulfat dan dikeluarkan dari tubuh. Ketika kadar sulfat dalam aliran
darah berkurang, senyawa fenolik dapat tertimbun dalam tubuh sehingga dapat
mengganggu fungsi neurotransmitter. Pada anak autisme dijumpai kadar sulfat
plasma yang rendah.
6. Metilasi
Metilasi adalah serangkaian reaksi biokimia yang sangat penting dalam tubuh
yang berperan untuk kesehatan secara keseluruhan. Proses ini sering terganggu
anak dengan autisme. Metilasi ini berfungsi untuk fungsi otak normal, proses
detoksifikasi, DNA protection dan mencegah proses penuanan dini.
7. Glutation
Glutathione (Lγ-glutamyl-L-cysteinyl-glisin) adalah peptida intraseluler yang
memiliki berbagai fungsi termasuk detoksifikasi xenobiotik dan metabolitnya,
menjaga keseimbangan redoks intraseluler, dan antioksidan endogen utama yang
dihasilkan untuk melawan radikal bebas. Glutation sangat berperan dalam proses
detoksifikasi sehingga defisiensi glutation dapat n menyebabkan akumulasi bahan
toksik lingkungan dan logam-logam berat. Jika hal ini terjadi pada awal
perkembangan anak akan dapat mempengaruhi ekspresi gen yang berfungsi
mengatur perkembangan saraf.
8. Stres Oksidatif
Di dalam tubuh anak autisme didapatkan kadar stres oksidatif yang tinggi.
Ditandai dengan meningkatnya nitric oxide yang dapat merusak blood brain barrier
dan menyebabkan demyelinasi, merusak reseptor kolinergik, penurunan fungsi
GABA reseptor sehingga konsentrasi glutamic acid decarboxylase (GAD) yang
berfungsi untuk mengubah excitotonin 5 glutamate menjadi GABA menurun yang
akan mengakibatkan menurunnya resistensi terjadinya apoptosis neuron dan juga
dapat merusak mucin usus sehingga menyebabkan meningkatnya permeabilitas
usus. Glutation termasuk antioksidan utama dan didapatkan sangat rendah pada
anak autisme. Defisiensi glutation ini dapat disebabkan karena pemakaian glutation
yang berlebih pada anak autisme atau akibat defisiensi asam amino yang diperlukan
sebagai prekursor glutation.
D. WOC
E. MANIFESTASI KLINIS
Sekitar 25-30% anak dengan autisme kehilangan kemampuan berbicara, meski
mereka mampu berbicara saat kecil. Sedangkan 40% anak penderita autisme tidak
berbicara sama sekali. Gejala lain terkait komunikasi dan interaksi sosial adalah:
1. Tidak merespons saat namanya dipanggil, meskipun kemampuan pendengarannya
normal.
2. Tidak pernah mengungkapkan emosi, dan tidak peka terhadap perasaan orang lain.
3. Tidak bisa memulai atau meneruskan percakapan, bahkan hanya untuk meminta
sesuatu.
4. Sering mengulang kata (echolalia), tapi tidak memahami penggunaannya secara
tepat.
5. Sering menghindari kontak mata dan kurang menunjukkan ekspresi
6. Nada bicara yang tidak biasa, misalnya datar seperti robot.
7. Lebih senang menyendiri, seperti ada di dunianya sendiri.
8. Cenderung tidak memahami pertanyaan atau petunjuk sederhana.
9. Enggan berbagi, berbicara, atau bermain dengan orang lain.
10. Menghindari dan menolak kontak fisik dengan orang lain.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Modified Checklist for Autism in Toddlers (M-CHART) adalah alat skrining tahap
kedua berdasarkan laporan orang tua untuk mengevaluasi risiko Autism Spectrum
Disorder (ASD). M-CHAT digunakan untuk mendeteksi gejala autisme saat anak
berusia 18 bulan dan 24 bulan..
G. PENATALAKSANAAN
1. Terapi perilaku dan komunikasi.
Terapi ini memberikan sejumlah pengajaran pada penderita, mencakup
kemampuan dasar sehari-hari, baik verbal maupun nonverbal, meliputi:
a. Applied behaviour analysis (ABA).
Terapi Analisis Perilaku Terapan membantu penderita berperilaku
positif pada segala situasi. Terapi ini juga membantu penderita mengembangkan
kemampuannya dalam berkomunikasi dan meninggalkan perilaku negatif.
b. Developmental, individual differences, relationship-based approach (DIR).
DIR atau biasa disebut Floortime, berfokus pada pengembangan
hubungan emosional antara anak autis dan keluarga.
c. Occupational therapy.
Terapi okupasi mendorong penderita untuk hidup mandiri, dengan
mengajarkan beberapa kemampuan dasar, seperti berpakaian, makan, mandi,
dan berinteraksi dengan orang lain.
d. Speech therapy.
Terapi wicara membantu penderita autis untuk belajar mengembangkan
kemampuan berkomunikasi.
e. Treatment and education of autistic and related communication-handicapped
children (TEACCH).
Terapi ini menggunakan petunjuk visual seperti gambar yang
menunjukkan tahapan melakukan sesuatu. TEACCH akan membantu penderita
memahami bagaimana melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya untuk berganti
pakaian.
f. The picture exchange communication system (PECS).
Terapi ini juga menggunakan petunjuk visual seperti TEACCH. Namun
PECS menggunakan simbol, untuk membantu penderita berkomunikasi dan
belajar mengajukan pertanyaan.
2. Terapi keluarga
Terapi keluarga berfokus membantu orang tua dan keluarga penderita
autisme. Melalui terapi ini, keluarga akan belajar cara berinteraksi dengan
penderita, dan mengajarkan penderita berbicara dan berperilaku normal.
3. Pendidikan pada anak dengan Autisme dapat dilakukan pada sekolah berkebutuhan
khusus yang dapat memberikan pelajaran sesuai usia tetapi juga memberikan terapi
seperti terapi wicara dan okupasi pada anak. Bila anak sudah mampu bersosialisasi
dan berkomunikasi dengan baik dapat disekolahkan pada sekolah reguler (sekolah
normal) tetapi tetap dilakukan terapi perilaku sehingga tidak terjadi regresi
(Handojo, 2003).

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan yang dapat dilakukan saat anak datang pada pelayanan
kesehatan adalah :
1. Pengkajian keluhan dan mulainya gejala.
2. Pengkajian perkembangan anak (keterampilan bahasa, keterampilan sosial,
dan interaksi).
3. Pengkajian kepribadian anak.
4. Pengkajian pola perilaku anak dan mendokumentasikan data yang didapatkan,
melakukan rujukan untuk pemeriksaan dengan alat ukur yang terstandar seperti
The CHAT (Swearingen, 2018). Bila anak telah terdiagnosis GSA, maka
pengkajian yang penting dilakukan adalah untuk menentukkan level keparahan
GSA (James et al., 2013). Hasil pengkajian yang akan didapatkan adalah anak
kurang perhatian, tidak melakukan kontak mata dan tidak tertarik pada
lingkungan yang ada (Swearingen, 2018).
5. Pengkajian lainnya adalah kualitas hubungan antara anak dan caregiver untuk
melihat kedekatan, kecemasan dan ketegangan. Kaji apakah masalah
perkembangan dan perilaku anak berisiko untuk disalah gunakan serta kaji
kemampuan dan kekuatan anak (Halter, 2019).
6. Penting bagi perawat untuk mengkaji kemampuan anak untuk makan sendiri,
menggunakan pakaian dan toilet.
7. Perawat juga perlu mengkaji riwayat keluarga yang berhubungan dengan GSA
32 atau gangguan mental lain, kemampuan koping keluarga dan ketersediaan
dukungan sosial (James et al., 2013).
B. KEMUNGKINAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
memahami, pengembangan keterampilan sosial, dan komunikasi yang buruk.
2. Hambatan interaksi sosial yang berhubungan dengan masalah perkembangan.
3. Gangguan Persepsi Sensori b.d Abnormalisasin pertumbuhan sel otak.
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
a. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
memahami, pengembangan keterampilan sosial, dan komunikasi yang buruk.
a) Tujuan : Masalah hambatan komunikasi verbal teratasi.
b) Kriteria hasil :
- Anak dapat berkomunikasi dengan jelas.
- Anak dapat mengekspresikan dirinya.
- Kemampuan membaca, serta menulis anak meningkat.
c) Intervensi :
- Kaji kemampuan komunikasi .
Rasional : Untuk perubahan dalam kognitif dan bicara merupakan
indkator dari derajat gangguan verbal .
- metode alternatif komunikasi: gunakan kertas dan pensil ..
Rasional : Untuk membantu isi pesan yang di maksud.
- Minta pasien untuk mengikuti perintah yang sama dengan kata
sederhana.
Rasional : Untuk membantu isi pesan yang di maksud.
- Beri lingkungan yang tenang.
Rasional : Memberikan rasa aman dan nyaman.
- Libatkan keluarga dalam membantu memahami informasi.
Rasional : Keluarga dapat meningkatkan rasa partisipasi.
- Programkan Speech language therapy.
Rasional : Melatih untuk bicara secara mandiri dengan benar.
b. Hambatan interaksi sosial yang berhubungan dengan masalah perkembangan.
a) Tujuan : masalah hambatan interaksi sosial dapat teratasi.
b) Kriteria hasil :
- Interaksi anak meningkat.
- Adanya kontak mata anak saat diajak berkomunikasi.
c) Intervensi :
- Memberikan benda yang dikenal.
Rasional : Memberikan rasa aman ketika mengalami stress
- Sampaikan sikap yang hangat serta mendukung untuk memenuhi
kebutuhan dasar.
Rasional : Meningkatkan serta mempertahankan hubungan saling
percaya.
- Perkenalan secara perlahan .
Rasional : Mencegah perasaan terancam oleh sesuatu yang tiba –
tiba
- Beri dukungan untuk berusaha membentuk hubungan dengan orang
lain di lingkungannya.
Rasional : Kehadiran seseorang mendukung tingkat kepercayaan
diri.
c. Gangguan Persepsi Sensori b.d Abnormalisasin pertumbuhan sel otak.
a) Tujuan : Masalah gangguan persepsi sensori dapat teratasi.
b) Kriteria hasil :
- Anak dapat bergaul dengan teman sebaya
- Fokus anak meningkat
- Anak merasa tenang
c) Intervensi :
- Kaji lingkungan terhadap kemungkinan bahaya terhadap keamanan.
Rasional : Keamanan lingkungan dapat mengurangi stimulus
gangguan persepsi.
- Identifikasi faktor yang menimbulkan gangguan.
Rasional : Untuk mengetahui factor pencetus halusinasi.
- Batasi stimulus lingkungan untuk mencapai input sensori yang
sesuai.
Rasional : Melakukan pengkajian dengan kondisi yang kondusif.
- Edukasi anak dan keluarga cara meminimalisir stimulus (mis,
mengatur pencahayaan, menurangi kebisingan, membatasi
kunjungan.)
Rasional : Manusia mempunyai kapasitas terbatas dalam
pemprosesan informasi. ketika stimulus lingkungan melebihi
kapasitas pemrosesan informasi, proses perhatian tidak akan
dilakukan secara optimal.
- Periksa status mental, status sensori, dan tingkat kenyamanan (mis
nyeri, kelelahan).
Rasional : Mengenal dan menentukan berbagai bentuk gangguan
perilaku, pikiran dan perasaan yang bermanifestasi sebagai
gangguan jiwa.
- Orientasikan pada orang, tempat, waktu, dan situasi dalam setiap
interaksi.
Rasional : Mengetahui sejauh mana kondisi neurologis dan
orientasi kognitif klien.
D. DAFTAR PUSTAKA
dr. Verury Verona Handayani. 2019. AUTISME. Halodoc
https://www.halodoc.com/kesehatan/autisme. Diakse pada tanggal 3
Juli 2021 Pukul 09.30 WIB.
Endang Warsiki & Zulfa Zahra. 2020. Aspek Biomedik Pada Autisme Fokus Pada
Diet Dan Nutrisi. Jurnal Penelitian Universitas Airlangga.
http://journal.unair.ac.id/. Diakses pada tanggal 3 Juli 2021 Pukul 09.00
WIB.
Huzaemah. 2011. Kenali Autisme Sejak Dini. Jakarta : Pustaka Obor Indonesia
Kalalo T Rockey & Yuniar Sasanti. 2019. Gangguan Spektrum Autisme. Surabaya
: Airlangga University Press.
Maisaroh F. 2018. Autisme Menurut Para Ahli. Jurnal Penelitian.
http://repository.unimus.ac.id/. Diakses pada tanggal 3 Juli 2021 Pukul
08.45 WIB.
Yusuf dkk. (2015) Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Salemba empat,
Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai