Anda di halaman 1dari 22

WHAT ARE THE FOUNDATIONS OF AUTISM SPECTRUM DISORDERS?

A Brief History of Autism Spectrum Disorders


Istilah autism diciptakan tahun 1911 ketika Eugen Bleuler, seorang psikiater
dari Swiss, menggunakan istilah tersebut untuk menggambarkan suatu kondisi
self-absorption yang disebabkan oleh keterkaitan sosial yang buruk. Pada tahun
1943, Leo Kanner menggambarkan 11 anak dengan apa yang ia sebut “early
infantile autism”.
“Early infantile autism” pertama kali diobservasi dan dinamakan oleh Leo
Kanner pada tahun 1943. Dalam laporannya, Kanner menggambarkan 11
anak (8 laki-laki dan 3 perempuan) yang memiliki gangguan. Anak-anak ini
dibawa ke Harriet Lane Home (sekarang merupakan bagian dari Johns
Hopkins School of Medicine) karena kekhawatiran orang tua dan dokter.
Anak-anak ini menunjukkan karakteristik perkembangan yang tidak biasa
seperti ketrampilan sosial yang buruk, ketulian, dan kesulitan makan. Di
antara karakteristik khusus yang dicatat Kanner dan terlihat pada anak-anak
sebelum usia 6 adalah ketidakmampuan untuk merelasikan diri mereka
dengan orang dan situasi dengan cara yang normal; memori menghafal yang
baik; echolalia (anak mengulangi kata-kata yang diucapkan padanya);
ketakutan pada suara yang gaduh; penekanan pada kesamaan; dan
keinginan untuk dibiarkan sendiri. Hasil observasi Kanner pertama kali
menunjukkan bahwa beberapa karakteristik autism tergambarkan.
Autism diakui sebagai gangguan oleh American Psychiatric Association (APA)
pada tahun 1980 dan dianggap sebagai disabilitas oleh IDEA pada tahun 1990.
Empat gangguan lain yang termasuk dalam spectrum autism mulai diidentifikasi
setelah autism diakui. Pada tahun 1944, Hans Asperger, seorang psikiater dari
Jerman, secara independen menggambarkan bentuk perilaku autistic-like yang ia
sebut sebagai “autistic psychopathy,” namun akhirnya disebut Asperger
syndrome pada awal tahun 1980.
Rett syndrome, gangguan ketiga pada spectrum autistik, awalnya dicetus
pada tahun 1966 ketika seorang dokter Austria mengobservasi dua gadis di
ruang tunggunya menunjukkan gerakan tangan yang tidak biasa. Gangguan
keempat dan kelima pada spektrum, Childhood disintegrative dan Pervasive
development disorder not otherwise specified ditambahkan pada edisi keempat
dari Diagnostic and Statistical Manual tahun 1994.
Definitions of Autism
Autistic Disorder (Autism). Autism, berarti “living in self” dalam bahasa Yunani,
adalah perilaku menarik diri dari lingkungan sosial, komunikasi, dan tingkah laku
yang terbatas atau terulang. Kriteria Autistic Disorder (Autism):
A. Harus ada sedikitnya 6 dari (1), (2), dan (3), dengan minimal dua gejala
dari (1) dan masing-masing gejala dari (2) dan (3).
1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik, minimal
dua gejala dari gejala-gejala di bawah ini:
a) Tida mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai seperti
kontak mata, ekspresi muka, postur tubuh, dan gerak-gerik untuk
meregulasi interaksi sosial
b) Tidak mampu mengembangkan hubungan dengan teman sebaya
c) Tidak mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain
2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi seperti ditunjukkan oleh
minimal satu dari gejala-gejal berikut:
a) Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tidak berkembang
(tidak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain
selain bicara)
b) Apabila bisa bicara, bicaranya tidak dipergunakan untuk
berkomunikasi
c) Sering mempergunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.
3. Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku,
minat, dan kegiatan. Sedikitnya harus ada satu dari gejala sebagai
berikut:
a) Mempertahankan satu minat atau leih dengan cara yang sangat
khas dan berkelebihan
b) Terpaku pada suatu kegiatan rutinitas yang tidak ada gunanya
c) Ada gerakan-gerakan aneh yang khas
B. Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan
dalam bidang (1) interaksi sosial, (2) bicara dan berbahasa, (3) cara
bermain yang kurang variatif.
C. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Masa
Anak-Anak
Asperger Syndrome. Asperger syndrome terkadang disebut sebagai “mild
autism”. Individu dengan gangguan ini memiliki gangguan interaksi sosial dan
membatasi perkembangan, ketertarikan yang berulang, keyakinan, dan kegiatan
yang mengurangi sosial, pekerjaan, atau fungsi dari area lain. Berbeda dengan
individu dengan autism, individu dengan Asperger syndrome tidak memiliki
gangguan pada komunikasi.

Rett Syndrome. Aspek perkembangan pada anak Rett’s Disorder mengalami


kemunduran sejak menginjak usia 6 sampai 18 bulan yang ditandai dengan
hilangnya kemauan bahasa bicara secara tiba-tiba. Termasuk karakteristik
hypotonia, hilangnya kekuatan otot; mengurangi kontak mata; pertumbuhan
kepala melambat; dan ketidaktertarikan dengan aktivitas bermain.

Childhood Disintegrative Disorder. Perkembangan yang normal hingga usia 2


sampai 10 tahun, kemudian diikuti dengan kehilangan kemampuan yang
signifikan. Terjadi kehilangan dalam ketrampilan terlatih pada beberapa bidang
perkembangan. Terjadi pula gangguan yang khas dari fungsi sosial, komunikasi,
dan perilaku.

Pervasive Development Disorder Not Otherwise Specified (PDD-NOS). Anak


dengan gangguan PDD-NOS performanya hampir sama dengan anak autisme
hanya saja kualitas gangguannya lebih ringan dan terkadang anak-anak ini
masih bisa bertatap mata. Ekspresi wajah tidak terlalu datar dan masih bisa
diajak bercanda.

Prevalence of Autism Spectrum Disorder


National Institute of Mental Health (NIMH) melaporkan bahwa perkiraan
prevalensi dari autism spectrum disorders berkisar dari 2 sampai 6 per 1,000
anak. Sebuah studi terbaru melaporkan prevalensi menjadi 1 pada 150 anak
(Centers for Disease Control). Fombonne (2002) melaporkan bahwa prevalensi
dari autism adalah 60 kali lebih besar dari CDD (childhood disintegrative
disorder).
Autisme merupakan gangguan dengan pertumbuhan paling cepat. Beberapa
alas an untuk peningkatan atau pertumbuhan ini adalah:
a. Kesadaran yang lebih besar dari autism
b. Peningkatan metode identifikasi
c. Peningkatan kesadaran bahwa autism dapat terjadi pada semua level IQ
Terdapat hubungan antara gangguan spektrum autism dengan jenis kelamin.
Sekitar empat kali lebih banyak laki-laki daripada perempuan memiliki autism,
dan ada rasio 9:1 dari pria dan wanita dengan Asperger syndrome. Rett
syndrome secara umum terjadi pada perempuan.

WHAT ARE THE CAUSES AND CHARACTERISTICS OF AUTISM SPECTRUM


DISORDERS?

Causes of Autism Spectrum Disorder


The Brain and Autism. Salah satu cara peneliti untuk mengetahui penyebab
autisme adalah dengan mempelajari otak individu dengan autisme. Penelitian ini
menemukan beberapa perbedaan di otak individu dengan autisme dan tanpa
autisme.
Dengan teknik neuroimaging, individu dengan autism memiliki ukuran otak
10% lebih besar daripada individu tanpa autism. Perkembangan otak yang
abnormal, “growth dysregulation hypothesis,” disebabkan oleh cacat genetic
pada faktor pertumbuhan otak.

Genetic Causes of Brain Abnormalities. Bukti dari dasar genetik untuk autisme
adalah bahwa keluarga yang memilki anak dengan autism miliki kemungkinan
kesempatan yang jauh lebih tinggi dari biasanya untuk memiliki anak dengan
autisme lagi.

Nongenetic Causes of Autism. Tidak ada factor lingkungan yang telah


diidentifikasi. Beberapa faktor yang telah dipertimbangkan adalah masalah saat
kehamilan dan persalinan (mis. kekurangan oksigen saat lahir), infeksi virus, dan
ketidakseimbangan metabolisme. Kejang pada bayi juga dapat memicu
perkembangan autisme.
Characteristics of Autism Spectrum Disorders
Berdasarkan DSM IV-TR, terdapat 5 karakteristik spectrum autism yang saling
berhubungan. Menurut Gillbert and Coleman (2000) terdapat triad of social
impairments, yaitu (1) sulit berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial,
(2) sulit berkomunikasi dengan orang lain, baik verbal maupun non verbal, dan
(3) kaku dan perilaku terbatas, serta kemampuan imajinatif termasuk kebutuhan
untuk aktivitas sehari-hari yang terperinci, desakan yang serupa, terbatas dalam
bermain pola atau minatnya, dan motor stereotypes seperti mengayunkan tangan
kebelakang dan kedepan. Perlu diingat bahwa spectrum autism
mempresentasikan lima kategori dan tidak seluruh individu memiliki seluruh
karakteristik tersebut. Sorang siswa dengan Asperger syndrome, contohnya,
mungkin memiliki kemampuan komunikasi yang baik, yang mana siswa dengan
autism lain tidak demikian. The National Research Council (2001) menjelaskan
bawa “Walaupun terdapat komponen yang kuat dan konsisten, terutama dalam
defisit sosial, tidak ada satu perilaku tunggal yang selalu menjadi ciri-cici dari
autism atau tidak ada sesuatu perilaku yang otomatis keluar dari anak yang
didiagnosis autism spectrum sdisorder.
Ada tiga ciri utama dari autism, yaitu ketidakmampuan dalam interaksi sosial,
ketidakmampuan dalam berkomunikasi, dan mengulang pola kebiasaan yang
sama, memiliki minat dan aktivitas.
Disorder Characteristic
Autistic Disorder Ketidakmampuan dalam interaksi sosial;
ketidakmampuan dalam berkomunikasi; kaku,
repetitive dan kebiasaan dengan pola
stereotype, minat, dan aktivitas.
Rett’s Disorder Pada mulanya perkembangan yang normal;
setelah itu kehilangan kemampuan tangan dan
partisipasi sosial; kurang dapat
mengkoordinasikan pergerakan tubuh; sulit
menerima dan mengekspresikan bahasa.
Childhood Disintegrative Awalnya perkembangan normal pada 2 tahun
Disorder pertama; kehilangan kemampuan dalam 2 area
sebelum umur 10 tahun: bahasa, kemampuan
sosial atau beradaptasi, control rasa lapar dan
buang air kecil, bermain atau kemampuan
motoric
Asperger’s Disorder Ketidakmampuan dalam interaksi sosial; kaku,
repetitive, dan memiliki pola kebiasaan yang
stereotipe, ada minat dan aktivitas;
keterlambatan dalam berbicara atau
kemampuan kognitif
Pervasive Developmental Sebagian tidak mampu berinteraksi sosial,
Disorder-not otherwise komunikasi dan atau perilaku stereotype, minat,
specified dan aktivitas.

Social Characteristic of Autism. Kesulitan berinteraksi sosial adalah salah satu


karakteristik utama yang dimiliki oleh individu dengan autisme. Dalam awal
pertumbuhan, hal ini sudah diperlihatkan saat anak menolak untuk dipeluk dan
afeksi fisik lainnya (Bragdon & Gamon, 2000). Lalu, hal tersebut membuat
individu sulit membangun hubungan dengan orang lain.
Salah satu karakteristik interaksi sosial individu dengan autisme adalah masalah
dalam atensi, yang mana menghasilkan kemampuan yang terbatas untuk
berbagi minat dan pencapaian dengan orang lain (Johnson, 2004). Sebagai
contoh, anak dan ibunya mungkin memiliki kesulitan untuk fokus dan bermain
dengan mainan di waktu yang sama. Selain itu, individu dengan autisme memiliki
sulit dalam pengenalan wajah orang lain dan mungkin tidak melakukan kontak
mata. Semua masalah interaksi sosial ini ditemukan di berbagai umur dan tingkat
IQ (Lord & Volkmar, 2002). Masalah juga terlihat pada respon sosial, seperti
kurangnya respon kepada suara orang tua ketika mereka memanggil nama
anaknya, dan ketidaksadaran akan anak lain. Contohnya, anak dengan autisme
munkin menolak anak lain di ruangan yang sedang menangis.

Communication Characteristics of Autism. Kurangnya kemampuan dalam


berkomunikasi merupakan hal yang wajar pada anak dengan autisme.
Komunikasi adalah hal yang sangat penting dalam hubungan sosial, komunikasi
dan hubungan sosial meruoajan hal yang sulit untuk dipisahkan. Contoh,
seorang anak dengan autisme yang tidak dapat berkomunikasi dengan baik
kepada teman sebayanya mungkin akan kesulitan dalam berteman dengan
mereka. Kurangnya kemampuan komunikasi dalam individu dengan autisme
dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu penyimpangan dalam perkembangan
bahasa dan kurangnya kemampuan berkomunikasi yang terkait dengan makna
kata.
Deviations in Language Development. Anak-Anak dengan autisme pada
umumpnya memperlihatkan beberapa penyimpangan dalam perkembangan
bahasa. Seringkali mereka menggunakan sedikit dari beberapa kata pada umur
2 tahun, tetapi merea berhenti berbicaa dalam 1 tahun atau lebih, dan dalam
beberapa kasus, tidak berbicara sama sekali (Gillberg & Coleman. 2000).
Karakteristik satu bahasa memperlihatkan anak dengan autisme adalah
echolalia, yaitu “pengulangan kata/parroting” atau mengulangi kata dan frase
yang dikatakan oleh mereka. Contohnya, jika seorang anak bertanya
“Bagaimana kabarmu hari ini?”, dia munkin akan menjawab dengan frase yang
sama, “Baimana kabarmu hari ini?”. Echolalia dapat dengan segera mungkin
merespon, seperti contoh, atau terlambat, dimana seirang anak mengulang kata
yang didengarnya sebelumnya atau frase sejam, sehari, atau seminggu
setelahnya (Johnson, 2004). Umumnya karakteristik seperti palilalia, ketika anak
mengulang katanya sendiri; echopraxia, mengulang gerak tubuh dan
perpindahan orang lain (Gillberg & Coleman); dan yang menggunakan kata-kata
disebut neologisms. Karakteristik bahasa lain adalah bahwa individu dengan
autisme mungkin lebih mengubah nama dirinya menjadi “saya”. Contohnya
“Brandon ingin sebuah mainan” menjadi “Saya ingin mainan”.
Deficit in Communicative Intent. Fungsi utama dari bahasa adalah untuk
berkomunikasi. Banyak individu dengan autisme memiliki ketidakmampuan
dalam berkomunikasi mengenai suatu makna atau menyampaikan suatu arti.
Bahkan jika pola bahasa normal yang utuh pun, masalah komunikasi sangat
mungkin ada. Contohnya, Rubin dan Lennon (2004) menjelaskan bahwa
meskipun individu dengan fungsi tinggi dalam mengembangkan kemampuan
bahasa yang relatif rumit, seperti keterampilan kosakata, stuktur bahasa,
kemampuan mereka menggunakan bahasa dalam berkomunikasi dalam
kehidupan nyata dapat disembunyikan. Misalnya, seorang murid dengan autisme
yang memiliki kesulitan dalam memahami makna dari percakapan teman
sebayanya mungkin dapat menggunakan kosakata yang baik, tetapi apa yang ia
bicarakan sepenuhnya tidak nyambung dengan pembicaraan teman sebayanya
tersebut. Masalah bicara, seperti intonasi atau ritme yang tidak biasa, mungkin
juga menambah kesulitan dalam kemampuan percakapan (Bragdon & Gamon,
2000). Anak degan autisme seringkali tidak menggunakan kemampuan
komunikasi non verbal, seperti gerak tubuh, yang biasa digubakan orang lain
untuk membantu menyampaikan makna dari suatu kata (Gillberg & Coleman,
2000).

Behavioral Characteristic of Autism. Karakter utama perilaku dari autisme


adalah repetitive dan perilaku stereotype, kebutuhan ekstrem yang rutin, dan
sensori abnormal dan fungsi motoric. Savant syndrome adalah sebuah kondisi
yang terjadi di sekitar 10% dari individu dengan autisme di mana kemampuan
luar biasa di bidang-bidang seperti seni, musik, dan matematika yang ditampilkan
(Traffert, 2005). Kondisi ini popular pada tahun 1988 dalam film “Rain Man”
dimana Dustin Hoffman berperan sebagai pria dengan gangguan autisme
memiliki kemampuan matematika yang luar biasa, sehingga ia diperbolehkan
untuk menghitung kemungkinan dalam bertaruh di Las Vegas.
Repetitive and Stereotipe Behavior. Individu dengan autism sering kali
terlibat dalam motor stereotype atau pengulangan pergerakan motorik. Hal ini
dapat mencakup perilaku seperti bertepuk tangan, mencuci tangan, dan
mengayunkan tangan ke depan dan ke belakang. Perilaku yang sejenis yang
ditemukan pada beberapa individu yang menderita autism adalah melukai diri
sendiri. Hal ini dapat dilakukan dalam bentuk mencubit, menggaruk, atau
memukul diri mereka sendiri. Seorang anak dengan autism dapat juga
menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengulangi kegiatan yang sama, seperti
mengayuh roda pada sepeda roda tiga.
Extreme Need for a Routine. Karakteristik perilaku lainnya dari individu yang
menderita autism, yang mana memiliki implikasi langsung terhadap sebuah
instruksi, yaitu suatu kebutuhan untuk suatu kegiatan sehari-hari, atau suatu
desakan pada “kesamaan”. Seringkali, jika suatu aktivitas rutin terganggu, maka
akan menyebabkan frustasi dan kemarahan emosional. Sebagai guru, anda
harus meyakinkan bahwa jadwal konsisten dan rutin dapat digunakan jika anda
memiliki seorang dengan autisme di kelas.
Sebagai contoh, urutan untuk mengajar seorang murid EIP memiliki tujuan yang
sama setiap hari. Banyak individu dengan autisme mengalami keslitan dalam
mengatur emosi mereka dan mungkin menangis di dalam kelas atau melakukan
ledakan-ledakan secara verbal terutama ketika mereka berada di lingkungan
asing atau sedang frustasi. Skenario berikut adalah contoh ekstrem dari
kebutuhan atas routine.
Seorang anak umur 6 tahun meminta ibunya untuk menaruh wajan di kompor
dan memanaskan mentega sebelum ia memakan sarapannya. Kegiatan ini
harus dilakukan setiap pagi, atau dia akan berteriak selama berjam2, dan
menolak untuk makan bersama. Anak laki2 lainnya hanya akan makan jika
salah satu kaki kursi dari kursi yg diduduki ayahnya, berjarak 1 inch dari salah
satu kaki meja, dan salah satu siku ibunya ada di atas meja.
Contoh lainnya yg kurang ekstrem, adalah ketika seorang murid marah (temper
tantrum) ketika tempat duduknya dipindah.
Unusual Preoccupation with Objects or Activities. Individu dengan autism
dapat mempunyai keterikatan yang kuat dengan suatu objek, seperti batu atau
mainan plastik, khususnya objek yang berputar, mengkilap, atau berbentuk bulat.
Disamping ketertarikan kepada suatu objek, ada pula ketertarikan kepada
aktivitas. Contohnya, Johnson (2004) menemukan bahwa anak dengan autism
sering bermain dengan mainan tertentu, dengan cara yg tidak biasa seperti
membalikan suatu mainan miniatur truk lalu memutar rodanya secara berulang2,
daripada "mengendarainya" seperti yg dilakukan anak2 pada umumnya. Hal ini
sering kali dikaitkan pada ketertarikan atas bagian tertentu dr objek. Contoh
lainnya dari preoccupation adalah obsesi terhadap sepak bola atau baseball dan
ketertarikan pada seluruh hal yg berkaitan dengan suatu topik, seperti titanic atau
dinosaurus.
Specific sensory and motor characteristics. Individu dengan autisme juga
memperlihatkan karakteristik yang berhubungan dengan fungsi sensoris dan
motoric
- Respon abnormal terhadap simulus sensori, termasuk respon terhadapsuara
- Mengurangi sensitivitas terhadap rasa sakit, panas, dan dingin
- Level aktivitas tidak normal (hiperaktif atau hypoactivity)
- Kebiasaan makan dan tidur yang tidak normal (Gillberg & Coleman, 2000)
Sebagai contoh, seorang penderita autis akan memperlihatkan
underresponsiveness (kurang respon) atau overresponsiveness (sangat respon)
terhadap suara-suara tertentu. Khususnya, banyak penderita autis akan sangat
merespon terhadap tekstur tertentu seperti pakaian yang terbuat dari wol. Indra
dan perilaku motorik yang tidak biasa ini memberikan tantangan khusus untuk
para guru yang harus menjadikan pengetahuan yang objektif untuk muridnya.

Cognitive Characteristics of Autism. Walaupun tidak disebutkan pada kriteria


diagnosa DSM-IV-TR, kognitif defisit dan kemampuan tertentu berasosiasi
dengan penderita autis. Hal ini mencakup IQ yang rendah, kesulitan
mengeksekusi fungsi, kekurangan teori pemikiran, dan kemampuan pada visual
Low IQ. Selama bertahun-tahun banyak profesional berpikir bahwa autisme
beriringan dengan cacat intelektual. Sekarang kita tahu bahwa ini bukanlah
masalahnya, walaupun diperkirakan penderita autis yang cacat intelektual
mencapai 70% (La Malfa Lassi, Bertelli, Salvini, & Placidi, 2004). Tentu saja,
pertanyaan apakah IQ rendah yang dihasilkan oleh diagnosa keterbelakangan
mental merepresentasikan kekurangan atau fungsi perilaku, membuat tes
kecerdasan tradisional kesulitan.
Difficulty in Executive Functioning. Ditemukan bukti pada penderita autis
yang memiliki masalah pada eksekusi fungsi, yang melibatkan perencanaan,
memindahkan perhatian, dan kemampuan memori dalam bekerja, di antara
fungsi kognitif lainnya. Kekurangan pada area ini sering ditunjukkan pada
karakteristik individu, seperti perilaku berulang-ulang, kurang fleksibel dalam pola
pikir, dan masalah dalam novel atau situasi ambigu yang rutin terjadi atau well-
learned tasks (Hughes, 2001). Contohnya, kesulitan dalam perencanaan dapat
menyebabkan kesulitan bereaksi pada situasi ambigu, dan kesulitan
memindahkan perhatian dapat menyebabkan keasyikan pada satu aktivitas.
Deficits in Theory of Mind. Mungkin anggapan penyebab banyaknya
karakteristik kognitif dibandingkan karakteristik itu sendiri, adalah kekurangan
teori pemikiran. Teori pemikiran berhubungan dengan “mentalizing” atau melihat
dunia dari perspektif orang lain. Kebanyakan anak-anak pada umur 4 tahun
dapat make first-order attractions (contoh, “aku pikir dia berpikir bahwa . . .”).
Seorang anak autis mungkin tidak akan bisa mengembangkan kemampuan ini
atau mungkin tidak bisa mengembangkannya sampai masa remaja (Bragdon &
Gamon, 2000). Pada umur 7 tahun kebanyakan anak-anak dapat make second-
order attributions (contoh, “aku pikir dia pikir bahwa dia pikir . . .”). Kebanyakan
penderita autis, kemampuan ini “totally lacking (benar-benar kurang)” (Bragdon &
Gamon, 2000). Berikut ini adalah contoh kasus teori pemikiran :
Pete dan Jackie sedang duduk di meja dapur, masing-masing dengan
sendok di depannya. Jackie meninggalkan ruangan dan meletakkan
sendoknya di bawah serbet. Saat dia keluar ruangan, Pete menukar
sendok di bawah serbet Jackie dengan garpu.
Apakah yang berada di bawah serbet Jackie dalam pikirannya saat dia
kembali ke dapur?
Anak-anak autis kebanyakan akan berkata bahwa Jackie pikir ada garpu di
bawah serbetnya karena mereka tidak akan sadar bahwa dia tidak sadar
terhadap penukaran itu saat ia keluar ruangan. Kekurangan tipe ini dapat
mengarah pada karakteristik yang terlihat pada autisme seperti kekurangan
empati atau iba, masalah pura-pura bermain, kurang interaksi sosial. Walaupun
fenomena ini sudah dipelajari lebih dari 20 tahun, masih ada yang bertanya
relevansinya (contoh, Tager-Flusberg, 2001), khususnya ketika seorang individo
menyelesaikan tugasnya. Faktanya, Downs and Smith (2004) mengatakan
bahwa beberapa anak dengan high-functioning autism dapat memiliki
kemampuan teori pemikiran lebih.
Strengths in Visual Skills. Walaupun perkembangan kemampuan kognitif
tidak merata, menjadi hal umum individu autisme memiliki kemampuan visual
yang lebih tinggi dibangingkan kemampuan verbal (Ruble & Gallagher, 2004).
Faktanya, individu autisme melakukan lebih baik dibandingkan kebanyakan
orang pada tugas seperti yang ada di Figure 11.1 dimana ditemukan bahwa
obyek sebelah kiri adalah rakitan dari figure sebelah kanan.
Beberapa individu dengan autism berbicara bahwa mereka berpikir secara visual.
Temple Grandin, professor di sebuah universitas yang memiliki autism, sering
memberikan pelajaran mengenai hidup dengan gangguan. Kata-kata dia
berhubungan dengan proses berpikirnya.

HOW ARE STUDENTS WITH AUTISM SPECTRUM DISORDERS IDENTIFIED?


Kompleksitas gangguan autism spectrum mengakibatkan perlunya evaluasi
multidisplin untuk indentifikasi yang melibatkan orangtua dan ahli profesional,
termasuk psikolog dan tenaga medis. Mengidentifikasi termasuk neurological,
cognitive, dan tes bahasa serta audiological screening.

Early Screening
Orangtua biasanya yang pertama untuk mengidentifikasi bahwa anak mereka
berperilaku berbeda, dalam cara yang mungkin konsisten dengan mendiagnosis
gangguan autism spectrum. Kadang-kadang perilaku tersebut dapat terlihat sejak
lahir; lain waktu perilaku muncul tiba-tiba pada anak yang telah berkembang
secara normal. Sama seperti gejala pertama. Beberapa gejala pertama yang
terlihat pada bayi dengan karakteristik autisme seperti hiperaktif, kurang inisiatif,
dan tidur dan masalah makan. Orang tua umumnya dapat mengidentifikasi
secara akurat masalah perkembangan pada anak-anak mereka, meskipun
mereka mungkin tidak memahami sifat atau tingkat masalahnya.
Untuk autisme, screening instuments telah dirancang untuk membantu
mengidentifikasi anak-anak sebelum usia 2 yang menjamin perhatian yang lebih
lanjut. Contohnya adalah the Symptoms of Austism Before Age 2 Checklist dan
the Checklist for Autism in Toddlers.

Diagnosis
Diagnosis gangguan autism spectrum harus memenuhi kriteria untuk
gangguan tertentu. Biasanya ditentukan oleh dokter atau psikolog. Adanya
keuntungan diagnosis, yaitu akses langsung ke layanan intervensi. Untuk
autisme, diagnosis tidak dapat dibuat sampai anak berusia 30 bulan. Sampai
saat itu, sulit untuk menilai perilaku yang terkait dengan autisme seperti
hubungan teman sebaya yang miskin dan keterampilan yang kurang atau
terbatas. Bahwa 40% dari semua anak autis menunggu setidaknya tiga tahun
setelah identifikasi awal sampai diagnosis yang jelas.
Diagnosis biasa dibuat berdasarkan informasi dari berbagai sumber. Tahap
pertama dalam diagnosis adalah umumnya pemeriksaan kesehatan yang
menyeluruh. Karena gejala autisme mirip dengan keterbatasan perkembangan,
seperti gangguan komunikasi, gangguan pendengaran atau keterbatasan
intelektual. Sumber informasi lain dapat digunakan untuk membantu membuat
diagnosis, termasuk sejarah perkembanga, laporan orangtua dan guru,
pengamat langsung dari anak, dan pengujian komunikasi formal dan fungsi
intelektual.
Sejarah perkembangan anak harus mencakup dalam bidang faktor fisik,
keluarga, bahsa atau komunikasi, perilaku sosial, dan pendidikan. Tes
kecerdasan seperti Stanford-Binet Intelligence Scale-fifth Edition dapat diberikan
oleh psikolg dan alat komunikasi seperti Preschool Language Scale 4 dapat
diberikan melalui berbicara dan bahasa. Tes yang digunakan sangat tergantung
pada usia individu. Ada juga peringkat skala yang dirancang khusus utuk
membantu mengidentifikasi individu dengan gangguan spektrum autisme
tertentu, seperti autisme dan Gilliam Austism Rating scale 2, meskipun diagnosis
tidak harus menggunakan hasil dari alat tersebut.

WHAT AND HOW DO I TEACH STUDENTS WITH AUTISM SPECRUM


DISORDER?
Instructional Content
Untuk beberapa murid dengan gangguan autisme spektrum, kurikulum
pendidikan umum dengan beberapa modifikasi akan sesuai. Untuk yang lain,
adaptasi utama, seperti pendekatan akademik yang lebih fungsional, mungkin
diperlukan. Tidak ada satu program yang akan memenuhi kebutuhan semua
murid pada spektrum autisme. Pada dasarnya karakter murid dengan gangguan
autisme spektrum, kebanyakan program yang digunakan oleh murid akan
mencakup tujuan dalam komunikasi fungsional, keahlian sosial, dan/atau
perkembangan kognitif.

The need for early intervention. Penilaian intervensi untuk anak-anak dengan
autisme pertama kalinya ditunjukan melalui hasil UCLA Young Austism Project.
Menurut penelitian Nasional Research Council, fitur yang dianggap penting untuk
program prasekolah anak-anak gangguan austisme spektrum meliputi berikut:
1. Masuk ke dalam program intervensi untuk segera dipertimbangkan.
2. Intensif instruksional pemrograman sepanjang tahun selama 5 hari
sekolah penuh.
3. Diulang, peluang mengajar direncanakan dengan jumlah yang cukup
perhatian orang dewasa di satu sesi kelompok instruksional sangan kecil.
4. Penyertaan komponen keluarga, memasukkan pelatihan orangtua.
5. Rasio guru dan murid rendah (tidak lebih dari dua anak kecil dengan
gangguan austisme spektrum per orang dewasa di dalam ruang kelas)
6. Program evaluasi yang sedang berjalan dan penilaian murid dengan hasil
yang diterjemahkan ke dalam penyesuaian pemrograman.
Laporan tersebut juga menyatakan bahwa fungsional, komunikasi spontan
harus menjadi fokus utama dari pendidikan awal.
Awal pembukaan tahun 1982 sebagai program demonstrasi yang didanai oleh
pemerintah federal, salah satu program program intervensi awal pertama di
negara untuk memaskukan anak-anak austisme dengan yang memiliki ciri khas
anak adalah learning experiences, alternative program for preschoolers and their
parents (LEAP). Kurikulum ilmiah individual berdasarkan LEAP, membahas
sosial, emosional, bahasa, perilaku adaptasi, kognitif, dan bidang parkatek yang
tepat. LEAP mencampurkan pendekatan perilaku dengan praktek sesuai dengan
tahapan perkembangan. Berfokus pada peningkatan keterampilan anak autis
dalam interaksi dan bermain dengan teman sebaya mereka. LEAP termasuk juga
program pelatihan keterampilan perilaku untuk orang tua.
Model program yang lebih baru dan menjanjikan untuk menyediakan layanan
inklusif yang efektif untuk anak-anak dengan autisme adalah project DATA
(Developmentally Appropriate Treatment for Autism) dari University of
Washington. Project DATA menggabungkan praktik terbaik dari analisis perilaku
dan pendidikan khusus anak usia dini. Anak autis diintegrasikan ke uniersitas
program anak usia dini yang komprhensif berdasarkan interaksi mereka dengan
teman sebaya, aktivitas, dan bahan-bahan yang difasilitasi oleh family-centered,
pendekatan perkembangan perilaku untuk intruksi dan kurikulum. Meskipun
program prasekolah merupakan komponen utama dari program secara
keseluruhan, perpanjangan komponen waktu untuk anak-anak autisme. Selama
waktu diperpanjang, instruksi intensif sangat individual berfokus pada
peningkatan kemampuan anak-anak untuk mengakses lingkungan prasekolah
dan memperoleh manfaat dari kurikulum dan strategi pengajaran naturalistik.
Baru-baru ini, proyek tersebut telah diperluas untuk mencakup Baby DATA, yang
memberikan layanan kepada bayi dan balita autisme dan gangguan lain.

Functional communication. Kesulitan komunikasi verbal dan tidak verbal


adalah pusat untuk mendiagnosis autisme redicto, membantu anak membangun
keterampilan fungsi komunikasi adalah kunci utama dalam kurikulum.
Komunikasi, baik secara verbal, sikap tubuh, atau gambar, adalah kunci untuk
fungsi yang independen dan harus menjadi komponen fundamental dari setiap
program pendidikan bagi murid autisme. Tingkat komponen komunikasi dicapai
oleh individu dengan autisme yang telah ditemukan menjadi redictor penting dari
hasil pendidikan. Contoh, mencoba untuk mendapatkan perhatian dari seorang
murid dalam suasana terisolasi, guru harus menggunakan pengajaran yang
sistematis selama situasi yang terjadi dalam ruang kelas, seperti meminta para
anak prasekolah untuk makanan kecil. Metode ini harus diselingi dengan dan
tertanam dalam lingkungan yang natural, seperti ruang kelas, dan menggunakan
motif yang alami, seperti makanan kecil, hal tersebut mengikuti apa yang anak
ingin coba sampaikan atau komunikasikan.

Social skills. Bahkan individu yang paling mampu dengan gangguan spektrum
autisme sering mengalami kesulitan dalam situasi sosial. Contoh, anak dengan
sindrom Asperger dapat berfungsi di atas tingkat kelas akademis tetapi mungkin
tidak tahu cara berinteraksi dengan teman sebaya mereka, terus-menerus
melakukan tidak pantas, komentar yang tampaknya tidak sensitif, seperti “baju
yang terlihat seperti menumpahkan coklat”. Atau murid berfungsi tinggi degan
autisme dapat bekerja lebih baik dalam mengatur kelompok yang terstrktur di
kelas tapi duduk sendiri dan terpisah dengan anak-anak lain di kantin.
Tanpa adanya peningkatan pelatihan interaksi sosial, murid dengan
gangguan autisme spektrum rentan untuk menolak dan mengisolasi yang dapat
menyebabkan kegagalan dalam program pendidikan. Peningkatan kterampilan
sosial dapat membuat murid bukan hanya di sekolah tetapi juga sepanjang hidup
mereka. Untuk lebih efektif, instruksi dalam bidang keterampilan sosial harus
disampaikan sepanjang hari di berbagai bidang dan menggunakan aktivitas
khusus untuk memenuhi usia yang tepat, tujuan sosial individual.
Satu keterampilan sosial yang penting dan selalu diabaikan adalah kesadaran
akan kurikulum tersembunyi (hidden curriculum). Setiap sekolah, ruang kelas dan
masyarakat mengandung hidden curriculum. Hidden curriculum termasuk banyak
peraturan yang tidak tertulis seperti bagaimana bertindak, berbicara, berpakaian,
dan banyak orang yang tau dan menerimanya, tapi yang mungkin menjadi
penyebab utama kesulitan untuk murid dengan gangguan austisme. Hidden
curriculum termasuk menyadari harapan guru, membangun kemampuan guru
yang menyenangkan, mengetahui perhatian.

Cognitive and academic skill development. Sangat penting sebagai


komunikasi dan keterampilan sosial untuk anak-anak dengan gangguan
spektrum autisme, demikian pula memperoleh keterampilan akademik. Meskipun
akademik sering merupakan kekuatan relatif dan dapat berfungsi sebagai
jembatan untuk dunia sosial bagi murid dengan sindrom Asperger, sebagian
besar murid dengan gangguan spektrum autisme akan membutuhkan dukungan
dalam pengembangan keterampilan kognitf. Instruksi untuk pengembangan
keterampilan kognitif harus dilakukan dalam konteks di mana keterampilan yang
akan digunakan, dengan generalisasi dan pemeliharaan dalam konteks alam
sama pentingnya dengan penguasaan keterampilan baru. Karakteristik kognitif
yang dapat mengakibatkan kesulitan akademik termasuk miskin pemecahan
masalah dan keterampilan organisasi, berpikir literal, kesulitan membedakan
informasi yang relevan dan tidak relevan, kepentingan yang obsesif dan sempit
dan rendah status sosial di antara teman-teman sebaya mereka.

Family involvement. Salah satu yang paling universal yang menguntungkan dan
mendukung untuk anak-anak dengan gangguan spektrum autisme dan keluarga
mereka adalah komitmen untuk dukungan yang komprehensif dan berpusat pada
keluarga. Sebuah sistem dukungan keluarga yang berpusat membahas
kebutuhan dan keinginan masing-masing keluarga, bukan hanya memberikan
layanan yang telah ditetapkan.
Dalam sistem pendukung yang berpusat pada keluarga, orang tua dilatih
dalam prinsip-prinsip perilaku atau teknik pengajaran khusus yang digunakan di
sekolah dan dapat menjadi sangat efektif, tutor. Mereka juga mungkin menjadi
penilai dalam pendekatan analisis perilaku fungsional untuk menentukan fungsi
dari perilaku dalam pengaturan dari rumah. Keterlibatan orang tua dapat terjadi
di berbagai tingkatan termasuk berkomunikasi melalui catatan rumah sehari-hari,
berpartisipasi dalam kunjuangan orang tua dan pengamatan serta melayani
sebagai volunteer di sekolah. Sebuah program yang komperhensif juag akan
memfasilitasi jaringan dengan orang tua lainnya dan memberikan kelompok
dukungan untuk kedua orang tua dan saudara kandung.
Transition planning. Tingkat harapan untuk kehidupan orang dewasa ketika
mempertimbangkan murid dengan spektrum autisme. Beberapa murid mungkin
berencana untuk melanjutkan pada pendidikan yang lebih tinggi dan akan
membutuhkan rencana transisi yang berisi keterampilan penting untuk
memfasilitasi keberhasilan di perguruan tinggi. Hal ini mencakup pemahaman
mereka untuk mempelajari kebutuhan dan jenis akomodasi yang bermanfaat,
mengembangkan keterampilan diri, dan mengkonfirmasikan hidup dan
kemandirian keterampian sehari-hari yang akan dibutuhkan untuk berfungsi di
asrama, cafetaria dan tempat di universitas.

Instructional Procedures
Tidak ada metode yang efektif secara universal untuk semua murid dengan ASD
(Simpson, 2005). Instruksi yang efektif terkait dengan:
1. Dukungan dan pelayanan untuk anak dan keluarga
2. Instruksi sistematis
3. Lingkungan yang terstruktur
4. Kurikulum spesial
5. Keterlibatan keluarga

Direct Instruction. Instruksi langsung adalah prosedur efektif untuk mengajar


murid dengan ASD. Pendekatan ini menggunakan struktur tinggi, prosedur yang
step-by-step. Instruksi secara langsung dapat digunakan untuk mengajarkan
komunikasi, social skill, dan cognitive skill.

TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related Comunication


Handicapped Children)
Teacch adalah program yang berfokus pada pengembangan kemampuan
individu, minat dan kebutuhan yang diikuti dengan fasilitas-fasilitas khusus yang
memadai dan berkelanjutan. Prioritas yang utama adalah pada kemampuan dan
karakteristik masing-masing anak. Profil anak menentukan program
awal. program TEACCH menyediakan pelayanan yang berkesinambungan untuk
individu, keluarga dan lembaga pelayanan untuk anak penyandang autistik.
Penanganan dalam program ini termasuk diagnosa, terapi, konsultasi, kerjasama
dengan masyarakat sekitar, tunjangan hidup dan tenaga kerja, dan berbagai
pelayanan lainnya untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang spesifik.

Applied Behavior Analysis. Di dalam ABA terdapat struktur untuk melihat


perilaku, apa yang menyebabkan mereka berperilaku demikian dan bagaimana
caranya untuk membentuk atau menghilangkan perilaku tersebut.

Social Stories.

Unsupported Methods.

WHAT ARE OTHER INSTRUCTIONAL CONSIDERATIONS FOR TEACHING


STUDENTS WITH AUTISM SPECTRUM DISORDERS?
Terdapat beberapa factor yang harus dipertimbangkan ketika mengajar murid
dengan autism. Faktor-faktor tersebut, yaitu (a) instructional environment
(physical arrangement and grouping), dan (b) instructional technology.

The Instructional Environment


Terstruktur dan rutin adalah kunci untuk memberikan pengaruh positif dari
instructional environment pada murid dengan gangguan autisme. Berbeda
dengan anak biasanya, anak dengan gangguan autisme menghabiskan waktu
yang lebih sedikit dalam hal fokus dan tertarik pada aktivitas sosial ketika
ditempatkan dengan situasi yang tidak terstruktur. Jika sebuah program disusun
secara terstruktur dengan baik, maka mengobservasi murid di kelas selama 10
menit seharusnya dapat membuat observer mengidentifikasi apa yang
seharusnya dilakukan oleh masing-masing murid. Sebagai guru, seharusnya
mempertimbangkan struktur dalam merencanakan physical arrangement dan
grouping strategies ketika bekerja dengan murid dengan gangguan autis.

The Physical Arrangement


Dalam merencanakan physical arrangement di kelas, guru harus
mempertimbangkan kedua karakteristik murid dengan gangguan autisme, dan
IEP dari murid-murid lain. Kelas untuk anak yang lebih kecil dan dengan
gangguan autisme, harus terfokus pada memberikan lingkungan yang alami.
Sedangkan untuk kelas anak dengan gangguan autisme yang lebih tua harus
menyediakan lingkungan yang terstruktur dan rutin sebanyak mungkin.

The Preschool Environment. Pada tingkatan prasekolah, aspek terpenting dari


instructional environment adalah lingkungan natural atau alaminya. Belajar dalam
lingkungan yang alami, tempat anak-anak dapat secara khusus menghabiskan
waktu, tampaknya merupakan pendekatan intervensi yang paling efektif.
Pendekatan seperti ini meningkatkan inisiasi untuk berkomunikasi secara
spontan dan pemerataan anak-anak muda dengan gangguan autisme.
Menyediakan intervensi pada lingkungan yang alami, memungkinkan anak-anak
untuk belajar fungsional dan keterampilan bermakna lainnya dalam pengasuhan
sehari-hari, bermain, dan interaksi sosial. Aktivitas-aktivitas tersebut dapat
dilakukan dengan caregiver menjadi perantaranya selama proses pembelajaran.

Elementary and Secondary Classrooms. Lingkungan kelas untuk sekolah


dasar dan menengah harus didesain dengan mengingat bahwa murid dengan
gangguan autisme sering berkembang dalam lingkungan yang terstruktur dan
rutin. Murid dengan gangguan jenis ini akan mengalami stres dengan
berkurangnya hal tersebut. Guru harus mempertimbangkan hal ini dan
merencanakan lingkungan kelas dan waktu dengan sebanyak struktur dan
kerutinan yang ada. Untuk di luar kelas, murid harus diarahkan untuk ikut
berpartisipasi dalam aktivitas yang terstruktur juga, atau klub tempat ia dapat
mengimbangi kemampuannya dengan kekurangan sosialnya.
Jadwal visual, grafik, dan kartu petunjuk memberikan kekuatan pada
kebanyakan anak dengan gangguan autisme, serta dapat digunakan untuk
membantu pembelajaran mereka di kelas. Beberapa perilaku bermasalah di
kelas mungkin berhubungan dengan sensitivitas terhadap kebisingan.
Penempatan anak di kelas harus mempertimbangkan hal ini dengan
menempatkan mereka jauh dari hal-hal yang berpotensi menimbulkan kebisingan
seperti mesin AC, pipa air, timer, bel, dan suara elektronik lainnya.
Mendengarkan musik dari iPod untuk menutupi kebisingan sangat membantu
dan dapat mengurangi dengkuran atau perilaku stereotypic berulang lainnya
yang digunakan oleh anak untuk menutupi kebisingan.
Cara alternatif lainnya yang dapat berguna bagi murid-murid lainnya adalah
dengan membuat home base. Sebuah home base adalah sebuah tempat dalam
sekolah untuk digunakan anak ketika (a) menghindari stress terhadap guru,
teman sebaya, dan tuntutan instruksional; (b) mencegah kegusaran, kemarahan,
dan kesedihan; dan (c) memperoleh kembali kontrol atas diri setelah marah,
gusar, dan sedih. Lokasi dari home base ini dapat merupakan kantor konselor
atau resource room.

Instructional Grouping. Group instruction menyediakan lingkungan yang unggul


untuk generalisasi dan pemeliharaan kemampuan yang pertama kalinya
diajarkan kepada murid dengan gangguan autisme. Penugasan kelompok harus
disusun secara hati-hati, agar murid dengan gangguan autisme tidak
ditempatkan dekat dengan murid yang terkenal pembully atau agresif. Akan
tetapi ditempatkan dekat dengan “peer buddy” yang dapat membantu mereka
sebagai social translator, teman setelah sekolah, teman makan siang, teman
bermain, dll.

Instructional Technology
Instructional technology paling sering digunakan oleh murid dengan gangguan
autisme sebagai alat bantu komunikasi. Komputer menawarkan cara lain bagi
murid dengan gangguan autisme yang lebih memilih komunikasi visual untuk
belajar secara visual. Untuk murid dengan gangguan autisme yang memiliki
masalah dengan komunikasi verbal, sejumlah teknologi dapat membantu mereka
untuk berkomunikasi dan untuk menambah atau mengganti cara-cara
konvensional dalam berkomunikasi. Teknologi komunikasi alternatif dan
tambahan sering digunakan oleh murid dengan gangguan autisme.

Computer Technology. Anak dengan gangguan autisme biasanya lebih mudah


memproses informasi visual daripada informasi auditori. Dengan mengingat hal
tersebut, komputer dapat menjadi alat yang sangat kuat dan menarik untuk murid
yang lebih memilih informasi visual atau untuk mereka yang memiliki kesulitan
dengan kontak interpersonal. Akan tetapi, harus diingat untuk membatasi waktu
murid-murid di depan komputer agar komputer tersebut tidak menjadi pengganti
dari hubungan bersama manusia lainnya.

Augmentative dan Alternative Communication. Untuk anak dengan gangguan


autisme yang tidak menguasai bahasa fungsional atau mempunyai kesulitan
dalam memproses bahasa lisan, teknologi augmentative and alternative
communication (AAC) dapat menjadi komponen yang sangat berguna dalam
program pendidikan. Augmentative communication adalah penggunaan
beberapa bantuan atau teknik yang melengkapi vokal atau kemampuan
komunikasi verbal, dan komunikasi alternatif yang mengacu pada teknik
komunikasi yang mengambil tempat dari kemampuan vokal atau verbal.
Bahasa isyarat dan papan gambar adalah 2 tipe dari sistem komunikasi low-
tech yang diajarkan sebagai komunikasi alternatif bagi murid yang tidak dapat
berbicara atau sebagai komunikasi tambahan bagi murid yang memiliki
keterbatasan dalam berkomunikasi secara fungsional. Sistem komunikasi
gambar yang paling banyak digunakan adalah Picture Exchange Communication
System (PECS), adalah program perilaku sistematik yang mengajarkan anak-
anak untuk menggunakan gambar untuk menyampaikan kebutuhan dan
keinginan mereka dengan mendekati partner komunikasi dan saling bertukar
sebuah symbol untuk mewakili benda yang aslinya.

WHAT ARE SOME CONSIDERATIONS FOR THE GENERAL EDUCATION


TEACHER?
Autism spectrum disorder inclusion collaboration model memiliki 5 komponen
utama yang saling berkaitan, yaitu (a) environmental and curriculum
modifications, ketersediaan personil pendukung terlatih, pengurangan ukuran
kelas, hubungan kolaboratif problem-solving,dll; (b) attitudinal and social support,
strategi untuk menciptakan lingkungan bagi murid dengan disabilitas, personil
administrative yang mendukung, sikap positif guru, dll; (c) coordinated team
commitment, berbagi tanggung jawab dengan peran yang jelas bagi setiap
personil, komunikasi yang efektif, mengambil keputusan bersama; (d) recurrent
evaluation of inclusion practices, menentukan kekuatan dan kelemahan dari
kurikulum resepsi dan pengantaran, pengaturan lingkungan, jumlah dan jenis
interaksi, dll; dan (e) home-school collaboration, pelatihan orangtua dalam proses
pendidikan. Karakteristik individu dan kebutuhan dari setiap murid individu harus
diperhatikan ketika merencanakan instructional strategies.

Anda mungkin juga menyukai