Anda di halaman 1dari 28

VESTIA EVA YUPITA 08310313

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Gangguan perkembangan pervasif adalah kelompok kondisi psikiatrik dimana keterampilan sosial yang diharapkan perkembangan bahasa, dan kejadian perilaku tidak berkembang secara sesuai atau hilang pada masa kanak-kanak awal. Gangguan perkembangan pervasif mempengaruhi berbagai bidang perkembangan, bermanifestasi pada awal kehidupan dan menyebabkan disfungsi yang persisten (Kaplan,2010). Gangguan pervasif bermacam- macam diantaranya gangguan autistik (autisme infantil), sindrom Rett, sindrom Asperger dan gangguan disintegrasi masa kanak-kanak (Kaplan, 2010 ). Menurut Kaplan (2010) prevalensi gangguan autistik berkisar antara 2 sampai 5 kasus per 10.000 anak (0,02 sampai 0,05 persen) di bawah usia 12 tahun. Pada sebagian besar kasus autisme mulai sebelum 36 bulan tetapi tidak mungkin terlihat bagi orang tua, tergantung pada kesadaran mereka dan keparahan gangguan. Gangguan autistik lebih sering terkena pada anak lakilaki dibanding anak perempuan dengan perbandingan 3:1. Beberapa survei yang dilakukan, satu survei menyatakan prevalensi 6 sampai 7 kasus gangguan rett per 100.000 anak perempuan. Dalam international

Classification of Disease revisi ke 10 (ICD 10), gangguan asperger dinamakan sindrom asperger dan ditandai oleh gangguan sosial kualitatif, tidak adanya keterlambatan bahasa dan kognitif yang bermakna dan adanya minat dan perilaku yang terbatas. Menurut data epidemiologi gangguan disintegrasi masa kanak-kanak diperkirakan sekurang-kurangnya sepersepuluh dari gangguan autistik, dan prevalensi diperkirakan kira kira 1 kasus pada 100.000 anak laki-laki (Kaplan, 2010). Kata autisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu aut yang berarti diri sendiri dan ism yang secara tidak langsung menyatakan orientasi atau arah atau keadaan (state). Sehingga autism dapat
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 1

VESTIA EVA YUPITA 08310313

didefinisikan sebagai kondisi seseorang yang luar biasa asik dengan dirinya sendiri. Pengertian ini menunjuk pada bagaimana anak-anak autis gagal bertindak dengan minat pada orang lain, tetapi kehilangan beberapa penonjolan perilaku mereka. Ini, tidak membantu orang lain untuk memahami seperti apa dunia mereka. Autis pertama kali diperkenalkan dalam suatu makalah pada tahun 1943 oleh seorang psikiatris Amerika yang bernama Leo Kanner. Ia menemukan sebelas anak yang memiliki ciri-ciri yang sama, yaitu tidak mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan individu lain dan sangat tak acuh terhadap lingkungan di luar dirinya, sehingga perilakunya tampak seperti hidup dalam dunianya sendiri. Autis merupakan suatu gangguan

perkembangan yang kompleks yang berhubungan dengan komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya tampak pada sebelum usia tiga tahun. Bahkan apabila autis infantil gejalanya sudah ada sejak bayi. Autis juga merupakan suatu konsekuensi dalam kehidupan mental dari kesulitan perkembangan otak yang kompleks yang mempengaruhi banyak fungsifungsi: persepsi (perceiving), intending, imajinasi (imagining) dan perasaan (feeling). Autis juga dapat dinyatakan sebagai suatu kegagalan dalam penalaran sistematis (systematic reasoning).

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 2

VESTIA EVA YUPITA 08310313

BAB II TUNJAUAN PUSTAKA

A. GANGGUAN PERVASIF

1. Definisi Gangguan Pervasif adalah kelompok kondisi psikiatrik dimana keterampilan sosial yang diharapkan, perkembangan bahasa dan kejadian perilaku tidak berkembang secara sesuai ( Kaplan, 2010).

2.

Klasifikasi Gangguan pervasif digolongkan dalam beberapa macam yaitu gangguan autisme masa kanak-kanak, autisme tak khas, sindrom rett, gangguan disintegrasi masa kanak lainnya, sindrom asperger

(Maslim,2001). 1) Sindrom Rett Gangguan rett dikenalkan oleh Andreas Rett (1965) untuk menjelaskan perkembangan 22 anak perempuan yang mengalami perkembangan normal selama sekurangnya enam bulan, diikuti oleh pemburukan perkembangan yang menakutkan (Center, 2011). Sindrom Rett adalah kelainan degeneratif yang kebanyakan mengenai perempuan dan biasanya timbul pada usia sampai 1 tahun. Beberapa karakteristik perilaku yang ditunjukan meliputi kehilangan daya bicara, meremas-remas tangan secara repetitif, mengayunayunkan badan, dan menarik diri (social withdrawal). Mereka yang mengalami kelainan ini mungkin juga menderita retardasi mental yang berat (Kasran, 2003). Perbedaan sindrom rett dengan autisme adalah (Center, 2011): a) Pada gangguan autis penyimpangan perkembangan secara umum terjadi sejak awal.

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 3

VESTIA EVA YUPITA 08310313

b) Pada gangguan Rett,

gerakan tangan

yang spesifik

dan

karakteristik selalu ditemukan, sementara pada autis tidak. c) Koordinasi yang buruk, ataxia dan apraxia banyak ditemukan pada gangguan Rett. d) Gangguan verbal biasanya hilang sama sekali. e) Pada gangguan Rett kejang ditemukan sejak awal, sementara pada gangguan autis biasanya sering terjadi pada masa remaja. f) Adanya disorganisasi pernafasan.

2) Sindrom Asperger Sindrom Asperger pertama kali dijelaskan oleh seorang pediatri (ahli kesehatan anak) dari Wina, Hans Asperger. Dalam tesis doktoral yang dipublikasikan pada 1944, Hans Asperger menggambarkan empat anak laki-laki yang tidak memiliki kemampuan berinteraksi, linguistik, dan kognitif. Ia menggunakan istilah Psikopati Autistik untuk menjelaskan gejala ini. Baik Leo Kanner maupun Hans Asperger menggambarkan anak-anak tersebut sebagai orang yang memiliki interaksi sosial yang sangat minim, kegagalan berkomunikasi, dan perkembangan pada minat-minat khusus. Leo Kanner menggambarkan anak-anak dengan ekspresi Autism yang lebih para, sementara Hans Asperger menjelaskan anak-anak yang lebih memiliki kecakapan (Center, 2011). Sindrom Asperger disifati oleh adanya cara berpikir yang konkrit dan harafiah, obsesi terhadap topik tertentu, daya ingat yang luar biasa. Individu dalam kelompok ini tergolong mereka yang berfungsi sangat baik dan berkemampuan memiliki kerja tetap serta hidup indipenden (Kasran, 2003). Sindrom Asperger dicirikan dengan hendaya dalam interaksi sosial, dimana terdapat pola perilaku yang steriotipik, keterbatasan dalam aktivitas dengan keterlambatan perkembangan dan minat, tanpa disertai kognitif atau berbahasa

(Widyawati, 2012).
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 4

VESTIA EVA YUPITA 08310313

Gejala sindrom asperger diantaranya (Center, 2011): a) Kesulitan berkomunikasi dengan lingkungannya b) Interaksi sosial yang sedikit, sering mengulang-ulang pembicaraan dan canggung dalam melakukan gerakan serta berperilaku aneh. Tetapi anak dengan sidrom asperger umumnya memiliki kemampuan daya ingat yang cukup baik c) Terlambatnya kemampuan motorik, ceroboh, minat yang terbatas, dan perhatian yang berlebihan terhadap kegiatan tertentu. 3) Gangguan disintegrasi masa anak-anak Dikenal juga sebagai sindroma Heller dan psikosis disintegratif atau childhood disintegrative disorder (CDD), dijelaskan pertama kali pada tahun 1908. Prevalensi kejadian kira-kira 1 dari 100.000 anak laki-laki. Pada Gangguan disintegrasi masa kanak, hal yang mencolok adalah bahwa anak tersebut telah berkembang dengan sangat baik selama beberapa tahun, sebelum terjadi kemunduran yang hebat. Gejalanya biasanya timbul setelah umur 3 tahun. Anak tersebut biasanya sudah bisa bicara dengan sangat lancar, sehingga

kemunduran tersebut menjadi sangat dramatis. Bukan saja bicaranya yang mendadak terhenti, tapi juga ia mulai menarik diri dan ketrampilannyapun ikut mundur. Perilakunya menjadi sangat cuek dan juga timbul perilaku berulang-ulang dan stereotipik. Anak penderita gangguan disintegrasi ini biasanya berkembang secara normal ketika mereka mencapai usia 2-4 tahun tapi kemudian anak mendadak akan memperlihatkan hilangnya kemampuan berkomunikasi dan

bersosialisasi yang cukup besar. Gangguan disintegrasi anak sangat mirip dengan autisme karena keduanya berada dalam satu kelompok gangguan mental yang disebut dengan pervasive developmental disorders atau autism spectrum disorders. Meski begitu gangguan disintegrasi anak terjadi lebih lambat dari autisme dan melibatkan kehilangan kemampuan berbahasa, sosialisasi dan motorik yang lebih

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 5

VESTIA EVA YUPITA 08310313

dramatis daripada autisme. Namun gangguan ini lebih jarang terjadi ketimbang autisme. (Center, 2011).

3. Tanda-Tanda Klinis 1. Sindrom Rett (Center, 2011) a. Perlambatan pertumbuhan kepala antara usia 5 dan 48 bulan. b. Hilangnya keterampilan tangan bertujuan yang sebelumnya telah dicapai antara usia 5 dan 30 bulan dengan diikuti perkembangan gerakan tangan stereotipik (misalnya, memuntirkan tangan atau mencuci tangan). c. Hilangnya keterlibatan sosial dalam awal perjalanan (walaupun seringkali interaksi sosial tumbuh kemudian). d. Terlihatnya gaya berjalan atau gerakan batang tubuh yang terkoordinasi secara buruk. e. Gangguan parah pada perkembangan bahasa ekspresif dan reseptif dengan retardasi psikomotor yang parah. 3. Sindrom Asperger a. Interaksi sosial Penderita gangguan Asperger mengalami isolasi sosial, tetapi tidak selalu menarik diri di antara orang lain. Walaupun demikian pendekatan mereka terhadap orang lain adalah

inappropriate atau dengan cara eksentrik. Mereka menunjukkan perhatian untuk bersahabat bila bertemu orang lain, tapi selalu terhambat oleh pendekatan yang kaku dan tidak sensitif terhadap perasaan orang lain. Mereka juga tidak sensitif atas komunikasi samar-samar dari orang lain, misalnya tidak memahami tanda kebosanan, pergi karena terburu-buru dan keadaan yang

memerlukan privacy. Hal ini menyebabkan kesulitan membina hubungan persahabatan. Mereka tidak mengerti petunjuk yang halus/samar, gaya bicara metafora, dan seringkali dianggap dapat menggunakan

konkrit, mengerti pertanyaan, tetapi tidak

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 6

VESTIA EVA YUPITA 08310313

pengetahuan yang dimilikinya untuk memecahkan masalah. Penderita gangguan Asperger tidak dapat mengomentari tujuan aktivitas sosial, perasaan dan elemen sosial lainnya dari suatu cerita. Penderita gangguan ini mampu menjelaskan dengan benar (kognitif dan cara yang formal) tentang emosi, maksud yang diharapkan dan aturan sosial. Namun menerapkan demikian tidak dapat dan spontan,

pengetahuan ini secara intuitif

sehingga kehilangan waktu untuk berinteraksi. Terhadap orang lain, mereka sangat kaku, bereaksi tidak sesuai dan gagal

berinterpretasi, serta kurang mempunyai ekspresi wajah. Mereka kurang peka terhadap lingkungan, tidak peduli dengan ekspresi emosi orang lain dan kurang empati dengan perasaan orang lain sehingga Gillberg mengklasifikasikannya ke dalam kelompok gangguan empati. Saat sedang berbicara, penderita tidak menatap sehingga memperlihatkan kurang atensi dan kurang berespons

dengan isyarat sosial. Dengan demikian menunjukkan komunikasi yang kurang mendalam. Gangguan hambatan untuk mengenal wajah Asperger menyebabkan orang lain. Keadaan ini

merupakan inti dari disabilitas social. Penderita gangguan ini menyenangi lingkungan yang penuh rutinitas dan terstruktur. Mereka suka dipuji, suka memperoleh kemenangan, dan mampu menjadi juara, akan tetapi sering mendapatkan kegagalan, ketidaksempurnaan dan kritik (Kaunang, 2005). b. Motorik Anak dengan gangguan Asperger mempunyai riwayat kemahiran motorik yang tertunda seperti mengayuh sepeda, menangkap bola (tidak ada koordinasi antara kedua tangan)

membuka botol dan panjat-memanjat. Mereka sulit mengikat dasi atau tali sepatu. Mereka tampak kurang koordinasi serta menunjukkan pola jalan yang resmi, aneh dan sulit untuk berbaris. Terdapat motoric clumsiness, yaitu menunjukkan kesulitan menulis
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 7

VESTIA EVA YUPITA 08310313

dengan tangan, sehingga menjadi malu atau marah karena ketidakmampuan menulis rapi. Mereka mempunyai kemampuan menggunakan komputer dan keyboard sehingga lebih memilih komputer daripada menulis tangan. Tampak jelas terdapat gangguan ketrampilan motorik-visual dan visuospatial. Mereka mengalami kesulitan menggunting bentuk dari kertas. Dalam hal psikomotor mereka menunjukkan gerakan stereotipik (Kaunang, 2005). c. Kognitif Kemampuan intelektual penderita menetap. Tidak ada

defisit kognitif namun beberapa penelitian menggambarkan adanya defisit daya ingat dalam beberapa aspek. Kepustakaan lain mengatakan bahwa kemampuan daya ingat cukup baik dan Penderita Asperger dapat

mereka mengingat tanpa berpikir.

mengingat dengan seksama fakta, bentuk, data, waktu dan lainlain. Mereka tertarik pada topik luar biasa yang mendominasi

pembicaraan mereka. Mereka mengumpulkan banyak informasi tentang fakta di dunia. Sejumlah besar topik dikumpulkan dengan semangat. Mereka mempelajari topik seperti ular, nama binatang, pemandu televisi, musim, data pribadi anggota kongres, jadwal kereta api dan astronomi, tanpa pengertian luas dari fenomena yang terlibat. Mereka unggul dalam bidang matematika dan ilmu pengetahuan. Mereka dapat mengingat banyak frasa tapi tidak dapat menggunakannya dalam konteks yang benar. Pada umumnya IQ mereka normal sampai superior. Verbal IQ lebih tinggi dibandingkan dengan performance IQ. Akan tetapi terdapat

gangguan dalam konsep belajar. Suatu penelitian melalui storytelling memperlihatkan adanya gangguan imajinasi. Penelitian lain juga mendapatkan gangguan kreativitas dan imajinasi (Kaunang, 2005).

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 8

VESTIA EVA YUPITA 08310313

d. Bahasa Secara kasar perkembangan bahasa penderita gangguan Asperger nampak normal, tidak ada kesulitan menempatkan

bahasa. Pasien berbicara agak formal dengan tata bahasa yang tinggi, sehingga pada awal perkembangan tidak dapat didiagnosis. Asperger menyebutkannya little professor. Ada tiga aspek pola komunikasi yang menarik secara klinik pada gangguan Asperger yaitu (Kaunang, 2005) : 1) Pembicaraan ditandai dengan kurangnya prosodi, pola intonasi terbatas, walaupun nada suara dan intonasi tidak sekaku dan semonoton gangguan autistic. Bicaranya terlalu cepat,

tersentak-sentak, dengan volume yang kurang modulasi, misalnya suara keras walaupun lawan bicara berada dalam jarak dekat. Kurang pertimbangan untuk situasi sosial tertentu, misalnya di perpustakaan atau pada keadaan gaduh 2) Pembicaraan tangensial dan sirkumstansial, sehingga memberi kesan suatu asosiasi longgar dan inkoheren Sebagian pasien memberi kesan gangguan proses pikir. Gaya bicara

egosentris dengan menggunakan kata-kata harfiah, seperti monolog tentang nama, kode, atribut di televisi dari berbagai negara. Gagal memberi alasan atau komentar tentang suatu pembicaraan dan secara jelas membatasi topik. 3) Gaya bicara bertele-tele tentang subyek favorit dan tidak peduli apakah pendengar tertarik,menolak atau menyelipkan kata-kata mencoba

untuk mengganti subyek. Mereka

tidak pernah sampai pada satu titik kesimpulan. Lawan bicara seringkali gagal mencoba menguraikan masalah atau logika, ataupun mengalihkan topik (Kaunang, 2005). 4. Gangguan disintegrasi pada masa anak-anak Pertumbuhan yang normal pada usia 1 sampai 3 tahun kemudian kehilangan kemampuan yang sebelumnya telah dikuasai dengan baik.
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 9

VESTIA EVA YUPITA 08310313

Gejala biasanya muncul setelah umur 3 tahun. Gejalanya adalah mendadak berhenti berbicara, menarik diri, ketrampilan yang berkurang, cuek, dan gerakan berulang (Center, 2011).

4. Kriteria Diagnosis Terdapat beberapa kelainan yang termasuk dalam gangguan pervasif, diantaranya Autisme masa kanak, Sindrom Rett, Gangguan Disintegratif masa kanak, Sindrom Asperger dan Gangguan Perkembangan Pervasif lainnya. a. Sindrom Rett Adapun kriteria diagnostik sindrom RETT menurut DSM-IV adalah sebagai berikut: A. Semua berikut: 1. Perkembangan pranatal dan perinatal yang tampaknya normal. 2. Perkembangan psikomotor yang tampaknya normal selama lima bulan pertama setelah lahir. 3. Lingkaran kepala yang normal saat lahir. B. Onset semua berikut ini setelah periode perkembangan normal: 1. Perlambatan pertumbuhan kepala antara usia 5 dan 48 bulan. 2. Hilangnya keterampilan tangan bertujuan yang sebelumnya telah dicapai antara usia 5 dan 30 bulan dengan diikuti perkembangan gerakan tangan stereotipik (misalnya, memuntirkan tangan atau mencuci tangan). 3. Hilangnya keterlibatan sosial dalam awal perjalanan (walaupun seringkali interaksi sosial tumbuh kemudian). 4. Terlihatnya gaya berjalan atau gerakan batang tubuh yang terkoordinasi secara buruk. 5. Gangguan parah pada perkembangan bahasa ekspresif dan reseptif dengan retardasi psikomotor yang parah. b. Gangguan Disintegrasi Masa Kanak Lainnya Adapun kriteria diagnostik gangguan disintegratif masa anak-anak seperti dijelaskan dalam DSM-IV adalah sebagai berikut:

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 10

VESTIA EVA YUPITA 08310313

A. Pertumbuhan yang tampaknya normal selama sekurangnya dua tahun pertama setelah lahir seperti yang ditunjukkan oleh adanya komunikasi verbal dan non verbal yang sesuai dengan usia, hubungan sosial, permainan dan perilaku adaptif. B. Kehilangan bermakna secara klinis keterampilan yang telah dicapai sebelumnya (sebelum usia 10 tahun) dalam sekurangnya bidang berikut: 1) Bahasa ekspresif atau reseptif 2) Keterampilan sosial atau perilaku adaptif. 3) Pengendalian usus atau kandung kemih. 4) Bermain. 5) Keterampilan motorik. C. Kelainan fungsi dalam sekurangnya dua bidang berikut: 1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial (misalnya, gangguan dalam perilaku non verbal, gagal untuk mengembangkan hubungan teman sebaya, tidak ada timbal balik sosial atau emosiaonal). 2) Gangguan kualitatif dalam komunikasi (misalnya, keterlambatan atau tidak adanya bahasa ucapan, ketidak mampuan untuk memulai atau mempertahankan suatu percakapan, pemakaian bahasa yang stereotipik dan berulang, tidak adanya berbagai permainan khayalan). 3) Pola perilaku, minat, dan aktivitas yang terbatas, berulang dan stereotipik, termasuk stereotipik dan manerisme motorik. D. Gangguan tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan perkembangan pervasif spesifik lain atau oleh skizofrenia. c. SindromAsperger Adapun kriteria diagnostik gangguan Asperger menurut DSM-IV adalah sebagai berikut: A. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial, seperti ditunjukkan oleh sekurangnya dua dari berikut: 1) Gangguan jelas dalam penggunaan perilaku non verbal multipel seperti tatapan mata, ekspresi wajah, postur tubuh, dan gerakgerik untuk mengatur interaksi sosial. 2) Gagal untuk mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang sesuai menurut tingkan perkembangan.
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 11

VESTIA EVA YUPITA 08310313

3) Gangguan jelas dalam ekspresi kesenangan dalam kegembiraan orang lain. 4) Tidak ada timbal balik sosial atau emosional. B. Pola perilaku, minat, dan aktivitas yang terbatas, berulang, dan stereotipik, seperti ditunjukkan oleh sekurangnya satu dari berikut: 1) Preokupasi dengan satu atau lebih pola minat yang stereotipik dan terbatas, yang abnormal baik dalam intensitas maupun fokusnya. 2) Ketaatan yang tampaknya tidak fleksibel terhadap rutinitas atau ritual yang spesifik dan non fungsional. 3) Manerisme motorik stereotipik dan berulang (misalnya, menjentikkan atau memuntirkan tangan atau jari, atau gerakan kompleks seluruh tubuh). 4) Preokupasi persisten dengan bagian-bagian benda.

C. Gangguan menyebabkan ganggguan yang bermakna secara klinis dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya. D. Tidak terdapat keterlambatan menyeluruh yang bermakna secara klinis dalam bahasa (misalnya, menggunakan kata tunggal pada usia 2 tahun, frasa komunkatif digunakan pada usia 3 tahun). E. Tidak terdapat keterlambatan yang bermakna secara klinis dalam perkembangan kognitif atau dalam perkembangan keterampilan menolong diri sendiri dan perilaku adaptif yang sesuai dengan usia (selain dalam interaksi sosial), dan keinginan tahuan tentang lingkungan pada masa anak-anak. F. Tidak memenuhi kriteria untuk gangguan perkembangan pervasif spesifik atau skizofrenia. 5. Penatalaksanaan Tujan terapi adalah menurunkan gejala perilaku dan membantu perkembangan fungsi yang terlambat, rudimenter seperti keterampilan bahasa dan merawat diri sendiri. 1) Farmakoterapi Tujuan dari terapi autisme adalah mengurangi gejala-gejala yang ada semaksimal mungkin sehingga anak tersebut nantinya bisa berbaur dengan anak-anak lain secara normal. Obat-obatan untuk memperbaiki keseimbangan neorutransmitter serotonin dan dopamin (Efek samping:
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 12

VESTIA EVA YUPITA 08310313

Ngiler,ngantuk, kaku otot). Pemberian haloperidol menurunkan gejala perilaku dan mempercepat belajar. Terapi yang digunakan pada sindrom Rett ditujukan pada intervensi simptomatik. Pemberian obat atikonvulsan sangat dibutuhkan untuk mengendalikan kejang. Pada sindrom Asperger tidak ada obat yang khusus untuk menanganinya. Tapi, obat-obatan bisa digunakan untuk mengatasi gejala khusus, seperti kecemasan, depresi, serta perilaku yang hiperaktif dan terobsesi Keberhasilan terapi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: a) Berat ringannya gejala atau berat ringannya kelainan otak. b) Usia, diagnosis dini sangat penting oleh karena semakin muda umur anak saat dimulainya terapi semakin besar kemungkinan untuk berhasil. c) Kecerdasan, makin cerdas anak tersebut makin baik prognosisnya d) Bicara dan bahasa, 20 % penyandang autis tidak mampu berbicara seumur hidup, sedangkan sisanya mempunyai kemampuan bicara dengan kefasihan yang berbeda-beda. Mereka dengan kemampuan bicara yang baik mempunyai prognosis yang lebih baik. e) Terapi yang intensif dan terpadu. 2) Psikoterapi Pada autisme dapat dilakukan terapi wicara, terapi perilaku. Pada sindrom Rett fisioterapi sangat bermanfaat bagi disfungsi otot serta terapi perilaku yangn berguna untuk mengendalikan perilaku melukai diri sendiri, seperti juga dalam terapi gangguan autistik, dan dapat membatu mengatur disorganisasi pernafasan. Sedangkan pada sindrom Asperger dibutuhkan: a) Pendidikan khusus: Pendidikan yang didisain untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak yang unik. b) Modifikasi perilaku: Hal ini meliputi strategi untuk mendukung perilaku positif dan mengurangi perilaku bermasalah. c) Terapi bicara, fisik dan terapi okupasional: Terapi ini didisain untuk meningkatkan kemampuan fungsional anak.
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 13

VESTIA EVA YUPITA 08310313

B. Gangguan Pervasif Autisme Autisme (autism) merupakan gangguan pada sistem syaraf pusat yang berdampak pada gangguan interaksi sosial, gangguan komunikasi verbal- nonverbal dan perilaku tertentu yang cenderung terbatas, mengulang dan tidak mempunyai ketertarikan terhadap hal lainnya (baru). Autisme mempunyai banyak gejala lainnya yang menyertai gangguan tersebut seperti permasalahan penggunaan bahasa, menjalin hubungan dan memiliki interpretasi yang berbeda dalam merespon lingkungan sekitarnya. Autisme diartikan sebagai gangguan syaraf mental di awal perkembangan masa kanak-kanak, meskipun kadang diagnosa autisme itu sendiri tidak terdeteksi ketika sejak masa prasekolah atau masa sekolah. Gejala autisme kemungkinannya telah muncul ketika usia anak mencapai 12-18 bulan. Perilaku karakteristik autisme sendiri mudah terdeteksi pada usia 3 tahun, misalnya dengan mengetahui keterlambatan dalam berbicara atau penguasaan kosa kata pada masa prasekolah. Keterlambatan anak menguasai bahasa sampai usia 5 tahun menjelang sekolah merupakan permasalahan yang sering terjadi pada anak-anak autisme, gejala-gejala yang tampak pada autisme dapat terlihat secara jelas pada usia 4-5 tahun ketika anak mengalami permasalahan dalam berinteraksi sosial dengan usia sebayanya. Permasalahan tersebut akan terus berlanjut pada fase perkembangan selanjutnya, bahkan seumur hidupnya. American Psychiatric Association (APA) mengklasifikasikan Autisme dalam gangguan perkembangan pervasive, pervasive

development disorders (PDD) bersama dengan beberapa gangguan lain; sindrom Asperger, gangguan disintegratif pada anak, gangguan Rett, dan gangguan perkembangan pervasif yang tidak terdefinisikan. Kesemua gangguan tersebut merupakan gangguan yang berhubungan dengan permasalahan komunikasi, sosial interaksi, perilaku terbatas, mengulang.

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 14

VESTIA EVA YUPITA 08310313

Gangguan-gangguan tersebut kadang disebut sebagai gangguan spektrum autism, autism spectrum disorders (ASDs). Disebut sebagai gangguan spektrum autisme karena beberapa gejala umum mempunyai kemiripan, meskipun gangguan tersebut berbeda antara setiap orang, namun gangguan tersebut pada area yang sama: sosialisasi, komunikasi dan perilaku. Kecuali pada sindrom Asperger, anak tidak memiliki hambatan dalam berkomunikasi. Individu dengan gangguan autisme ringan dapat belajar untuk mandiri, namun beberapa diantara penderita autisme harus secara terusmenerus mendapatkan perawatan selama hidupnya. Sejauh ini belum ditemukan obat yang efektif untuk menyembuhkan gangguan autisme secara total.

C. Faktor penyebab Penyebab utama gangguan Autisme ini tidak diketahui secara pasti, dugaan: Faktor Genetik Diduga tidak hanya satu gen saja yang memungkinkan kemunculan gangguan autisme, hasil riset menduga adanya beberapa jenis gen yang berbeda atau kombinasi diantaranya yang memungkinkan resiko terkena autisme. Bila dalam satu keluarga mempunyai 1 anak menderita autisme maka prevalensi mempunyai anak autisme sebesar 3-8%, sementara pada kembar monozigot sebesar 30%. Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autisme disebabkan oleh faktor genetik. Penyakit genetik yang sering dihubungkan dengan autisme adalah tuberous sclerosis (17-58%) dan sindrom fragile X (20-30%). Disebut fragile-X karena secara sitogenetik penyakit ini ditandai oleh adanya kerapuhan (fragile) yang tampak seperti patahan diujung akhir lengan panjang kromosom X 4. Sindrome fragile X merupakan penyakit yang diwariskan secara X-linked (X terangkai) yaitu melalui kromosome
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 15

VESTIA EVA YUPITA 08310313

X. Pola penurunannya tidak umum, yaitu tidak seperti penyakit dengan pewarisan X-linked lainnya, karena tidak bisa digolongkan sebagai dominan atau resesi, laki-laki dan perempuan dapat menjadi penderita maupun pembawa sifat (carrier). Gangguan pada sistem saraf Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak autis memiliki kelainan pada hampir semua struktur otak. Tetapi kelainan yang paling konsisten adalah pada otak kecil. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel purkinye di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel purkinye diduga dapat merangsang pertumbuhan akson, glia dan myelin sehingga terjadi pertumbuhan otak yang abnormal atau sebaliknya pertumbuhan akson yang abnormal dapat menimbulkan sel purkinje mati. Otak kecil berfungsi mengontrol fungsi luhur dan kegiatan motorik, juga sebagai sirkuit yang mengatur perhatian dan pengindraan. Jika sirkuit ini rusak atau terganggu maka akan mengganggu fungsi bagian lain dari sistem saraf pusat, seperti misalnya sistem limbik yang mengatur emosi dan perilaku. Ketidakseimbangan Kimiawi Beberapa peneliti menemukan sejumlah kecil dari gejala autisme berhubungan dengan makanan atau kekurangan kimiawi di badan. Alergi terhadap makanan tertentu, seperti bahan-bahan yang mengandung susu, tepung gandum, daging, gula, bahan pengawet, penyedap rasa, bahan pewarna dan ragi. Untuk memastikan pernyataan tersebut, dalam tahun 2000 sampai 2001 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 120 orang anak yang memenuhi kriteria gangguan autisme menurut DSM IV. Rentang umur antara 1 10 tahun dari 120 orang itu 97 adalah anak laki-laki dan 23 orang adalah anak perempuan. Dari hasil pemeriksaan diperoleh bahwa anak anak ini mengalami gangguan metabolisme yang kompleks dan setelah dilakukan pemeriksaan untuk alergi, ternyata
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 16

VESTIA EVA YUPITA 08310313

dari 120 orang anak yang diperiksa: 100 anak (83,33%) menderita alergi susu sapi, gluten dan makanan lain, 18 anak (15%) alergi terhadap susu dan makanan lain, 2 orang anak (1,66 %) alergi terhadap gluten dan makanan lain. Penelitian lain menghubungkan autism dengan ketidakseimbangan hormonal, peningkatan kadar dari bahan kimiawi tertentu di otak, seperti opioid, yang menurunkan persepsi nyeri dan motivasi Kemungkinan Lain Infeksi yang terjadi sebelum dan setelah kelahiran dapat merusak otak seperti virus rubella yang terjadi selama kehamilan dapat menyebabkan kerusakan otak. Kemungkinan yang lain adalah faktor psikologis, karena kesibukan orang tuanya sehingga tidak memiliki waktu untuk berkomunikasi dengan anak atau anak tidak pernah diajak berbicara sejak kecil, itu juga dapat menyebabkan anak menderita autisme.

D. Deteksi Dini Autisme Bila gejala autisme dapat dideteksi sejak dini dan kemudian dilakukan penanganan yang tepat dan intensif, kita dapat membantu anak autis untuk berkembang secara optimal. Untuk dapat mengetahui gejala autisme sejak dini, telah dikembangkan suatu checklist yang dinamakan M-CHAT (Modified Checklist for Autism in Toddlers). Berikut adalah pertanyaan penting bagi orangtua: Apakah anak anda tertarik pada anak-anak lain? Apakah anak anda dapat menunjuk untuk memberitahu

ketertarikannya pada sesuatu? Apakah anak anda pernah membawa suatu benda untuk diperlihatkan pada orangtua? Apakah anak anda dapat meniru tingkah laku anda? Apakah anak anda berespon bila dipanggil namanya?

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 17

VESTIA EVA YUPITA 08310313

Bila anda menunjuk mainan dari jarak jauh, apakah anak anda akan melihat ke arah mainan tersebut? Bila jawaban anda tidak pada 2 pertanyaan atau lebih, maka anda

sebaiknya

berkonsultasi

dengan

profesional

yang

ahli

dalam

perkembangan anak dan mendalami bidang autisme. Anak-anak penyandang spektrum autisme biasanya

memperlihatkan setidaknya setengah dari daftar tanda-tanda yang disebutkan di bawah ini. Gejala-gejala autisme dapat berkisar dari ringan hingga berat dan intensitasnya berbeda antara masing-masing individu. Hubungi profesional yang ahli dalam perkembangan anak dan mendalami bidang autisme, jika anda mencurigai anak anda memperlihatkan setidaknya separuh dari gejala-gejala ini : Sulit bersosialisasi dengan anakanak lainnya

Tertawa atau tergelak tidak pada tempatnya

Tidak pernah atau jarang sekali kontak mata

Tidak peka terhadap rasa sakit

Lebih suka menyendiri sifatnya agak menjauhkan diri.

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 18

VESTIA EVA YUPITA 08310313

Suka benda-benda yang berputar/ memutarkan benda

Ketertarikan pada satu benda secara Berlebihan

Hiperaktif/melakukan kegiatan fisik secara berlebihan atau malah tidak melakukan apapun (terlalu pendiam) Kesulitan dalam mengutarakan kebutuhannya suka menggunakan isyarat atau menunjuk dengan tangan dari pada kata-kata Menuntut hal yang sama menentang perubahan atas hal-hal yang bersifat rutin Tidak peduli bahaya

Menekuni permainan dengan cara aneh dalam waktu lama

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 19

VESTIA EVA YUPITA 08310313

Echolalia (mengulangi kata atau kalimat, tidak berbahasa biasa)

Tidak suka dipeluk (disayang) atau Menyayangi

Tidak tanggap terhadap isyarat katakata bersikap seperti orang tuli

Tidak berminat terhadap metode pengajaran yang biasa

suka

mengamuk/memperlihatkan

kesedihan tanpa alasan yang jelas

Kecakapan motorik kasar/motorik halus yang seimbang (seperti tidak mau menendang bola namun dapat menumpuk balok-balok)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 20

VESTIA EVA YUPITA 08310313

E. Simptom 1. Gangguan sosial Kesulitan dalam mengenal berbagai perilaku nonverbal seperti kontak mata, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan gerak isyarat dalam hubungan sosial. Gagal dalam mengembangkan hubungan sosial dan menjalin hubungan dengan orang lain ke tingkat yang lebih mendalam (akrab) Tidak spontan dalam menikmati, ketertarikan atau perilaku lawan bermain, orang lain atau objek lain. mampu bersosialisasi dan tidak mampu menunjukkan hubungan timbal balik emosi Gangguan sosial merupakan salah satu permasalahan utama pada autisme. Gangguan Autisme bukanlah semata kesulitan dalam berinteraksi sosial seperti rasa malu berlebihan. Permasalahan ini merupakan hal serius sepanjang hidupnya, problem sosial sering menjadi kombinasi dengan beberapa gangguan lainnya seperti kemampuan berkomunikasi dan perilaku apatis ketidaktertarikan dengan kehidupan sekelilingnya. Pada umumnya bayi akan tertarik dengan lingkungan sekitarnya dan merespon positif dengan tersenyum kepada orang lain, menggigit jari (fase oral) atau mengerti lambaian tertentu kepadanya. Pada bayi autisme kesulitan dan membutuhkan waktu cukup lama untuk berinteraksi dengan orang lain. Anak autisme tidak melakukan interaksi seperti yang dilakukan anak lain, mereka tidak mempunyai ketertarikan dengan orang lain, meskipun beberapa diantaranya tetap berteman dan bermain bersama. Mereka menghindari kontak mata bahkan cenderung untuk menyendiri. Anak autisme juga kesulitan untuk belajar aturan-aturan permainan yang dibuat oleh kelompok bermainnya, sehingga kadang teman-teman memilih untuk tidak mengajaknya bermain bersama.

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 21

VESTIA EVA YUPITA 08310313

Anak autisme juga mempunyai problem mengenai ekspresi, anak autis akan kesulitan untuk mengerti perasaan orang lain dan kesulitan untuk memahami perasaan yang diucapkan oleh orang lain. Mereka juga sangat sensitif untuk disentuh atau bahkan tidak menyukai orang lain bercanda dengannya. Anak autisme juga tidak merasa nyaman dan menjauhi orang lain yang membuatnya merasa malu. Penderita autisme dewasa kesulitan dalam beradaptasi dengan pekerjaannya dan permasalahan intelektual akan berkaitan dengan kemunculan kecemasan dan depresi yang akan memperburuk kondisinya. Sikap polos penderita autis dewasa kadang juga dapat dimanfaatkan oleh orang lain untuk mengambil keuntungan

2. Gangguan komunikasi Tidak mampu sama sekali atau terlambat dalam perkembangan berbahasa (kecuali adanya hambatan lain yang harus

menggunakan bahasa isyarat atau mimik Kesulitan dalam berbicara atau kesulitan untuk mengerti pembicaraan orang lain Suka mengulang suatu kata atau idiom tertentu Tidak variatif, tidak spontan dan kesulitan untuk mengerti atau bermain pura-pura Dalam berbicara individu dengan Autisme kurang mampu dalam mengkombinasikan beberapa kata dalam satu kalimat, sehingga mereka cenderung hanya menggunakan satu kata atau beberapa kata saja. Beberapa diantaranya juga acap mengulang kata-kata sama berulang-ulang atau mengulang kembali pertanyaan yang diajukan sebagai jawaban. Kondisi ini disebut dengan echolalia. Anak dengan Autisme sulit mengerti perintah isyarat, bahasa tubuh atau suara tertentu. Misalnya saja, sulit mengerti arti lambaian tangan atau ekspresi wajah. Beberapa kasus anak autisme kadang tidak cocok dalam

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 22

VESTIA EVA YUPITA 08310313

mengekspresikan emosi dengan perkataan, misalnya saja ia mengatakan bahwa dirinya dalam kesedihan akan tetapi ia tersenyum.

3. Kecenderungan untuk mengulang perilaku tertentu, tidak tertarik atau perilaku terbatas pada aktivitas. Mencakup satu atau beberapa perilaku tertentu berupa ketertarikan luar biasa (abnormal) pada sesuatu yang sangat menarik perhatiannya Tidak fleksibel, tidak mampu melakukan hal-hal rutinitas Mempunyai perilaku stereotip tertentu, atau tingkah laku (gaya) tertentu dan mengulang Tidak bosan dan secara tetap terikat atau larut dengan objek tertentu. Anak dengan gangguan Autisme akan menghabiskan waktu begitu lama bila sedang bermain atau larut dengan mainannya. Bila mainan itu dapat bergerak dengan sendirinya maka ia tidak akan melepaskan pandangannya dengan tidak berkedip dan bila mainan itu berhenti tatapannya tidak berubah barulah agak lama kemudian ia akan mencobanya lagi. Individu dengan gangguan Autisme mampu melakukan hal-hal yang rutin ia lakukan sehari-harinya. Perubahan pola keteraturan dapat membuatnya bingung dan frustrasi, misalnya saja ia akan melalui jalan yang sama setiap harinya, bila jalan tersebut ditutup, hal itu akan membuatnya frustrasi. Beberapa Autisme kadang sering melakukan hal yang sama secara terus-menerus meskipun sebenarnya perbuatan tidak perlu dan tidak berguna baginya. Misalnya saja ia melihat semua jendela rumah yang terbuka ketika melewati jalan, menonton film yang pernah ia tonton sebelumnya lebih dari dua kali.

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 23

VESTIA EVA YUPITA 08310313

E. Jenis Autisme 1. Autisme Masa kanak ( Childhood Autism ) Autisme Masa Kanak adalah gangguan perkembangan pada anak yang gejalanya sudah tampak sebelum anak tersebut mencapai umur 3 tahun. Perkembangan yang terganggu adalah dalam bidang : a. Komunikasi : kualitas komunikasinya yang tidak normal, seperti ditunjukkan dibawah ini : Perkembangan bicaranya terlambat atau sama sekali tidak berkembang. Tidak adanya usaha untuk berkomunikasi dengan gerak atau mimik muka untuk mengatasi kekurangan dalam kemampuan bicara. Tidak mampu untuk memulai suatu pembicaraan atau memelihara suatu pembicaraan dua arah yang baik. Bahasa yang tidak lazim yang diulang-ulang atau stereotipik. Tidak mampu untuk bermain secara imajinatif, biasanya

permainannya kurang variatif. b. Interaksi sosial : adanya gangguan dalam kualitas interaksi social : Kegagalan untuk bertatap mata, menunjukkan ekspresi fasial, maupun postur dan gerak tubuh, untuk berinteraksi secara layak. Kegagalan untuk membina hubungan sosial dengan teman sebaya, dimana mereka bisa berbagi emosi, aktivitas, dan interes bersama. Ketidak mampuan untuk berempati, untuk membaca emosi orang lain. Ketidak mampuan untuk secara spontan mencari teman untuk berbagi kesenangan dan melakukan sesuatu bersama-sama. c. Perilaku : aktivitas, perilaku dan interesnya sangat terbatas, diulangulang dan stereotipik seperti dibawah ini : Adanya suatu preokupasi yang sangat terbatas pada suatu pola perilaku yang tidak normal, misalnya duduk dipojok sambil menghamburkan pasir seperti air hujan, yang bisa dilakukannya berjam-jam.
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 24

VESTIA EVA YUPITA 08310313

Adanya suatu kelekatan pada suatu rutin atau ritual yang tidak berguna, misalnya kalau mau tidur harus cuci kaki dulu, sikat gigi, pakai piyama, menggosokkan kaki dikeset, baru naik ketempat tidur. Bila ada satu diatas yang terlewat atau terbalik urutannya, maka ia akan sangat terganggu dan nangis teriakteriak minta diulang.

Adanya gerakan-gerakan motorik aneh yang diulang-ulang, seperti misalnya mengepak-ngepak lengan, menggerak-gerakan jari

dengan cara tertentu dan mengetok-ngetokkan sesuatu. Adanya preokupasi dengan bagian benda/mainan tertentu yang tak berguna, seperti roda sepeda yang diputar-putar, benda dengan bentuk dan rabaan tertentu yang terus diraba-rabanya, suara-suara tertentu. Anak-anak ini sering juga menunjukkan emosi yang tak wajar, temper tantrum (ngamuk tak terkendali), tertawa dan menangis tanpa sebab, ada juga rasa takut yang tak wajar. Kecuali gangguan emosi sering pula anak-anak ini menunjukkan gangguan sensoris, seperti adanya kebutuhan untuk mencium /menggigit-gigit benda, tak suka kalau dipeluk atau dielus. Autisme Masa Kanak lebih sering terjadi pada anak laki-laki dari pada anak perempuan dengan perbandingan 3 : 1.

F. TERAPI AUTISME Terapi Prilaku Applied Behavioral Analysis (ABA) ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement

(hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia.

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 25

VESTIA EVA YUPITA 08310313

Terapi Wicara Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autisme yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang. Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain. Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.

Terapi Okupasi Hampir semua anak autisme mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot -otot halusnya dengan benar.

Terapi Fisik Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu autistik mempunyai gangguan

perkembangan dalam motorik kasarnya. Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya. Terapi Sosial Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Seorang terapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 26

VESTIA EVA YUPITA 08310313

pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara-caranya. Terapi Bermain Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autisme membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi sosial. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu. Terapi Perilaku Anak autisme seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit

mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya, Terapi Perkembangan Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan

Intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik. Terapi Visual Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan metod dan PECS ( Picture

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 27

VESTIA EVA YUPITA 08310313

Exchange Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.

G. Prognosis Prognosis untuk penyandang autisme tidak selalu buruk. Bagi banyak anak, gejala autisme membaik dengan pengobatan dan tergantung pada umur. Beberapa anak autisme tumbuh dengan menjalani kehidupan normal atau mendekati normal.

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG Page 28

Anda mungkin juga menyukai