Anda di halaman 1dari 101

i

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN


PADA TN “Y” DENGAN DIAGNOSIS THERMAL BURN INJURY
(COMBUTSIO) DI RUANG UNIT LUKA BAKAR
RSUP DR WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR

KARYA ILMIAH AKHIR

DISUSUN OLEH :
NUR ANITA, S.Kep
18.04.036

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PROGRAM STUDI NERS
MAKASSAR
2019
ii
iii
iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH AKHIR (ORISINILITAS)

Yang bertanda tangan dibawah ini


Nama : Nur Anita, S.Kep
Nomor Induk Mahasiswa : 18.04.036
Program Studi : Profesi Ners
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah akhir ini adalah hasil karya
tulis saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar ners di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau
pemikiran yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian
atau keseluruhan karya ilmiah akhir ini merupakan hasil karya orang lain, maka
saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi
berupa gelar ners yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.
Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa ada
paksaan sama sekali.

Makassar, 2019
Yang Membuat Pernyataan

Nur Anita, S.Kep


18.04.036
v

PERSEMBAHAN

Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati

kupersembahkan karya sederhana ini kepada

Bapak dan Ibu tercinta, yang tak pernah berhenti

mendoakan, mengorbankan segalanya, menasehati,

memotivasi, agar putrinya mencapai sebuah cita-cita


yang dia inginkan.
vi

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,

yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya yang tak

terhingga, sehinga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir yang

berjudul “Manajemen Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Tn “Y”

dengan Thermal Burn Injury di Ruangan Unit Luka Bakar RSUP Dr

Wahidin Sudirohusodo Makassar”.

Karya Ilmiah Akhir ini disusun guna memenuhi salah satu syarat

dalam menyelesaikan Pendidikan di Program Studi Profesi Ners. Didalam

penulisan Karya Ilmiah Akhir ini penulis telah berupaya seoptimal mungkin,

namun sebagai insan yang tidak sempurna, penulis menyadari

keterbatasan Karya Ilmiah Akhir ini, untuk itu kiranya para pembaca

berkenan memberikan saran demi perbaikan dimasa yang akan datang.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada orang-orang yang penulis hormati dan cintai

yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung. Terutama

kepada kedua orangtua penulis, Ayahanda Taslim dan Ibunda Sutiani atas

ketulusan doa, kasih sayang, serta yang selalu memberikan semangat dan

nasehat kepada anak-anaknya.

Ucapan terima kasih ini juga penulis sampaikan kepada berbagai

pihak yang telah memberi masukan, bantuan dan bimbingan yang sangat

berguna dan bermanfaat. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada:


vii

1. Bapak H. Sumardin Makka, SKM., M.Kes, selaku Ketua Yayasan

Perawat Sulawesi Selatan yang telah memberi arahan selama ini.

2. Ibu Sitti Syamsiah, S.Kp., M.Kes., selaku Ketua Stikes Panakkukang

Makassar yang telah memberikan perhatian besar terhadap ptofesi

Ners.

3. Direktur RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar yang telah

memberikan izin kepada penulis untuk melakukan praktik keperawatan

kegawatdaruratan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.

4. Bapak Kens Napolion, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.J, selaku Ketua Program

Studi Profesi Ners yang telah memberikan bimbingan dan izin untuk

menempuh Pendidikan di Program Studi Profesi Ners.

5. Bapak Ns. I Kade Wijaya, S.Kep., M.Kep, selaku pembimbing institusi

yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran

dan kritikan yang membangun demi kesempurnaan karya ilmiah akhir

ini.

6. Ibu Herlina, S.Kep., Ns, selaku pembimbing lahan yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan saran selama

melakukan praktik profesi keperawatan kegawatdaruratan di ruang

Unit Luka Bakar RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

7. Dosen Program studi Profesi Ners yang dengan sabar memberikan

pengarahan yang tiada hentinya sehingga penulis dapat

menyelesaikan karya ilmiah akhir ini.


viii

8. Civitas akademika Stikes Panakkukang Makassar yang telah

memberikan wadah serta bantuan dalam penyusunan karya ilmiah

akhir ini.

9. Teman-teman SIRKU14S1 dan teman-teman profesi Ners, terima

kasih untuk waktunya selama ini. Terima kasih untuk masukkan, saran

dan dukungannya.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

memberikan doa, dukungan serta batuannya.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam proses

penyusunan karya ilmiah akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, masukan yang berupa saran dan kritik yang membangun dari

para penguji maupun pembaca akan sangat membantu.

Makassar, 12 Desember 2019

Penulis

Nur Anita, S.Kep


ix

DAFTAR ISI

LEMBAR SAMPUL............................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................. ii

KATA PENGANTAR............................................................................ iii

DAFTAR ISI........................................................................................... vi

DAFTAR TABEL................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR.............................................................................. viii

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1

A. Latar Belakang.................................................................... 1

B. Tujuan Umum..................................................................... 5

C. Tujuan Khusus.................................................................... 5

D. Manfaat Penulisan............................................................. 6

E. Sistematika Penulisan....................................................... 7

BAB II TINJAUAN KASUS KELOLAAN......................................... 9

A. Tinjauan Teori................................................................... 9

1) Konsep Dasar Medis.................................................. 9

1.1 Pengertian............................................................. 9

1.2 Etiologi................................................................... 10

1.3 Patofisiologi........................................................... 11

1.4 Penatalaksanaan Medik..................................... 23


x

2) Konsep Asuhan Keperawatan.................................. 31

2.1 Pengkajian............................................................ 31

2.2 Diagnosa Keperawatan...................................... 36

2.3 Intervensi............................................................... 38

2.4 Implementasi........................................................ 48

2.5 Evaluasi................................................................. 49

B. Tinjauan Kasus................................................................. 50

1) Pengkajian (Primary dan Sekundary)...................... 50

2) Analisa Data................................................................ 60

3) Diagnosis Keperawatan............................................ 61

4) Perencanaan Keperawatan...................................... 62

5) Implementasi Keperawatan...................................... 66

6) Evaluasi........................................................................ 66

BAB III PEMBAHASAN KASUS KELOLAAN................................ 79

BAB IV PENUTUP............................................................................... 94

A. Simpulan............................................................................ 94

B. Saran.................................................................................. 94

DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 96
xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan berdasarkan NIC .............................. 39

Tabel 2.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium ............................................. 59

Tabel 2.3 Analisa Data.................................................................................. 60

Tabel 2.4 Intervensi Keperawatan............................................................... 62

Tabel 2.5 Implementasi Hari I...................................................................... 66

Tabel 2.6 Implementasi Hari II..................................................................... 71

Tabel 2.7 Implementasi Hari III.................................................................... 75


xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Rules of Nine ........................................................................... 17


Gambar 2.2 Luka Bakar Derajat 3............................................................... 58
xiii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan salah satu fasilitas

pelayanan kesehatan utama di rumah sakit. Ada beberapa hal yang

membuat situasi di IGD menjadi khas, diantaranya adalah pasien

yang perlu penanganan cepat walaupun riwayat kesehatannya

belum jelas. Yang dimaksud dengan Pelayanan Gawat Darurat

(Emergency Care) adalah bagian dari pelayanan yang dibutuhkan

oleh penderita dalam waktu segera (Imediately) untuk

menyelamatkan kehidupannya (Lifesaving) (John, 2013).

Luka bakar merupakan penyebab umum terjadinya cedera

traumatik dan kondisi kegawatan utama di ruang gawat darurat

yang memiliki berbagai jenis permasalahan, tingkat mortalitas dan

morbiditas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak

awal pada fase syok sampai fase lanjut (Young et al, 2019).

Kompleksitas masalah yang timbul pada fase emergency

menyebabkan kesulitan petugas kesehatan dan perawat melakukan

perawatan luka bakar pasien tersebut. Fase Emergency merupakan

waktu awal (0 menit) yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah

kegawatan pasien khususnya hemodinamik pasien selama 24-48

jam pertama (Artawan, 2016).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun

2012, secara global, trauma luka bakar termasuk kedalam peringkat


xiv

ke 15 penyebab utama kematian pada anak-anak dan dewasa

muda yang berusia 5-29 tahun. Angka mortalitas akibat trauma luka

bakar sekitar 195.000 jiwa pertahun. Lebih dari 95% trauma luka

bakar yang serius terjadi di negara berpenghasilan rendah dan

menengah. Asia Tenggara merupakan wilayah penyumbang

terbesar kasus luka bakar di dunia dengan angka kematian tertinggi

adalah perempuan dan anak-anak dibawah usia 5 tahun serta orang

tua yang berusia lebih dari 70 tahun. Sedangkan luka bakar karena

lsitrik menyebabkan sekitar 1.000 kematian per tahun. Sekitar 90%

luka bakar terjadi di negara berkembang, secara keseluruhan

hampir 60% dari luka bakar yang bersifat fatal terjadi di Asia

Tenggara dengan tingkat kejadian 11,6 per 100.000 penduduk

(Hasdianah & Suprapto, 2014).

Data dari American Burn Association (ABA) tahun 2010

insiden tentang luka bakar di Amerika Serikat sejak tahun 2001

hingga Juni 2010 diperkirakan lebih dari 163.000 kasus, dimana

70% pasien adalah laki-laki dengan rata-rata usia sekitar 32 tahun,

18% anak-anak yang berusia di bawah 5 tahun dan 12% kasus

berusia lebih dari 60 tahun. Luka bakar dengan luas 10% Total Body

Surface Area (TBSA) sebesar 7%. Penyebab tertinggi akibat flame

burn (44%) dan tingkat kejadian paling sering di rumah (68%). Pada

tahun 2016 sekitar 486.000 orang mengalami luka bakar dan

mendapatkan perawatan medis di Amerika Serikat, 40.000 orang

membutuhkan rawat inap dirumah sakit, jumlah rata-rata yang


3

sembuh 93% dan 3275 orang meninggal sebelum dan

sesudah dirawat (American Burn Association, 2016).

Di Indonesia, belum ada angka pasti mengenai kejadian luka

bakar, ini disebabkan karena tidak semua rumah sakit di Indonesia

memiliki unit pelayanan luka bakar. dr I Nyoma Putu Riasa (Ketua

Perhimpunan Luka Bakar dan Penyembuhan Luka Indonesia) (2015)

menyatakan bahwa sepanjang 2012-2014 terdapat 3.518 kasus

luka bakar di 14 rumah sakit besar di Indonesia.

Menurut Grace dan Borley (2006) luka bakar merupakan

respon kulit dan jaringan subkutan terhadap paparan yang berasal

dari sumber panas, listrik, zat kimia, dan radiasi. Hal ini akan

menimbulkan gejala berupa nyeri, pembengkakan, dan

terbentuknya lepuhan Semua luka bakar (kecuali luka bakar ringan

atau luka bakar derajat I) dapat menimbulkan komplikasi berupa

shock, dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit, infeksi sekunder,

dan lainlain (Rismana, et al.,2013).

Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan

kesakitan. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan

permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak

sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas

menyebabkan oedem dan menimbulkan bula yang banyak elektrolit.

Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler.

Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan

akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang


4

terbentuk pada luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari

keropeng luka bakar derajat tiga. Bila luas luka bakar kurang dari

20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa

mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan terjadi syok

hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin,

berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun, dan

produksi urin berkurrang. Pembengkakkan terjadi pelan-pelan,

maksimal terjadi setelah delapan jam (Yovita, 2012).

Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistemik. Prioritas

utama adalah pencegahan, pelaksanaan upaya penyelamatan

kehidupan untuk pasien yang mengalami luka bakar berat,

pencegahan disabilitas dan kecacatan serta rehabilitasi (Smeltzer &

Bare, 2015). Evaluasi awal pasien luka bakar dimulai dengan

evaluasi jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Setelah jalan nafas

stabil dan faktor pemberat lain, serta cedera inhalasi, dan

pemeriksaan fisik dievaluasi, tingkat cedera luka bakar dinilai dan

pasien dilakukan pembersihan dan debridement (Lewis et al, 2014),

lalu diaplikasikan antimokroba topikal (Young et al, 2019).

Antimikroba topikal yang ideal untuk pasien dengan luka bakar

harus memiliki spektrum aktivitas luas, memiliki penyerapan

sistemik minimal, tidak menunda penyembuhan luka, menyerap dan

menumbus escar dengan baik, tanpa ada rasa sakit dan gatal pada

aplikasi dan murah (Patet et al, 2008 dalam Bryant & Nix, 2012).
5

Pada studi pendahuluan tanggal 7-12 Oktober 2019 di ruang

Unit Luka Bakar (ULB) Bedah RSUP DR WAHIDIN

SUDIROHUSODO MAKASSAR, terdapat 8 orang pasien yang

mengalami luka bakar dengan 4 orang pasien mengalami luka

bakar dengan penyebab luka bakar dengan api dan 3 orang pasien

mengalami luka bakar dengan penyebab luka bakar listrik dan 1

orang pasien mengalami luka bakar dengan penyebab luka bakar

thermal. Penulis melihat perawatan luka pada luka bakar, masih

menggunakan perawatan luka standar luka bakar dengan

menggunakan antimikroba topikal perak sulfadiazine (Burnazim).

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik menulis Karya

Ilmiah Akhir (KIA) dengan judul “Manajemen Asuhan Keperawatan

Kegawatdaruratan pada Tn. Y dengan Diagnosa Medis Skin Avulsi

di Unit Luka Bakar RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar”.

B. Tujuan Umum

Mendapatkan gambaran dan pengalaman langsung dalam

mengaplikasikan teori asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada

klien dengan luka bakar dengan pendekatan proses keperawatan di

ruangan unit luka bakar rumah sakit wahidin sudirohusodo

makassar.

C. Tujuan Khusus

1. Mendapat gambaran dan pengalaman langsung dalam

melakukan pengkajian keperawatan kegawatdaruratan pada


6

Tn.Y dengan luka bakar termal di Ruangan Unit Luka Bakar

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

2. Mendapat gambaran dan pengalaman langsung dalam

melakukan perumusan diagnosa keperawatan

kegawatdaruratan pada Tn. Y dengan luka bakar termal di

Ruangan Unit Luka Bakar RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar

3. Mendapat gambaran dan pengalaman langsung dalam

melakukan penyusunan intervensi keperawatan

kegawatdaruratan pada Tn. Y dengan luka bakar termal di

Ruangan Unit Luka Bakar RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar

4. Mendapat gambaran dan pengalaman langsung dalam

melakukan implementasi keperawatan kegawatdaruratan pada

Tn. Y dengan luka bakar termal di Ruangan Unit Luka Bakar

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

D. Manfaat Penulisan

Terkait dengan tujuan, maka tugas akhir ini di harapkan

dapat memberi manfaat:

1. Manfaat praktis

a. Hasil karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi masukan

bagi pelayanan di rumah sakit sakit agar dapat melakukan

asuhan keperawatan klien dengan luka bakar


7

b. Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan

memberikan pemahaman yang lebih baik tentang asuhan

keperawatan pada klien dengan luka bakar.

2. Manfaat akademis

a. Hasil karya ilmiah ini merupakan sumbangan bagi ilmu

pengetahuan khususnya dalam hal asuhan keperawatan

pada klien dengan luka bakar.

b. Sebagai bahan referensi dan menambah wawasan

penerapan ilmu tentang luka bakar.

E. Sistematika Penulisan

1. Tempat dan Waktu Pengambilan Kasus

a. Tempat

Pengambilan laporan manajemen pelayanan dan asuhan

keperawatan di ruang Unit Luka Bakar RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar.

b. Waktu dan Pelaksanaan Pengambilan Kasus

Waktu pelaksanaan pengambilan kasus mulai dari tanggal

7-12 Oktober 2019.

2. Teknik Pengambilan Data

a. Manajemen Pelayanan Di Ruang Unit Luka Bakar

Tehnik pengambilan data untuk manajemen asuhan

keperawatan di ruang gawat darurat dilakukan dengan

melakukan pengkajian mulai dengan wawancara kepada

pasien maupun keluarga pasien secara langsung. Pengkajian


8

primer dengan menggunakan pengkajian (Airway), (Breathing),

(Circulation), (Disability), dan (Exposure). Dan pengkajian

sekunder menggunakan metode head to toe, dan untuk data

penunjang pengumpulan data dilihat dari hasil pemeriksaan

laboratorium.
9

BAB II

TINJAUAN KASUS KELOLAAN

A. Tinjauan Teori

1. Konsep Dasar Medis

a. Definisi

Luka bakar yaitu kerusakan secara langsung maupun tidak

langsung pada jaringan kulit yang tidak menutup kemungkinan

sampai ke organ dalam yang di sebabkan kontak langsung

dengan sumber panas yaitu, api, air atau uap panas, bahan

kimia, radiasi, dan arus listrik (Majid, 2013).

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau

kehilangan jaringan yang disebabkan adanya kontak dengan

sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan

radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid

(misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas.

Ledakan dapat menimbulkan luka bakar dan menyebabkan

kerusakan organ. Bahan kimia terutama asam menyebabkan

kerusakan yang hebat akibat reaksi jaringan sehingga terjadi

diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan gangguan proses

penyembuhan. Lama kontak jaringan dengan sumber panas

menentukan luas dan kedalaman kerusakan jaringan. Semakin

lama waktu kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan

yang terjadi (Wong, 2014).


10

Jadi luka bakar merupakan luka yang terjadi akibat

sentuhan permukaan tubuh dengan benda-benda yang

menghasilkan panas (api, air panas, listrik) atau zat-zat yang

bersifat membakar (asam kuat, basa kuat).

b. Etiologi

Etiologi Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal

(Brunner & Suddart, 2015), diantaranya adalah :

1) Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn): gas, cairan, bahan

padat. Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh

air panas (scald), jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di

tubuh (flam), dan akibat terpapar atau kontak dengan

objek-objek panas lainnya (logam panas, dan lain-lain).

2) Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn). Luka bakar kimia

biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa

digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan

pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah

tangga.

3) Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn). Listrik

menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api,

dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian

tubuh yang memiliki resistensi paling rendah. Kerusakan

terutama pada pembuluh darah, khusunya tunika intima,

sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering


11

kali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak

dengan sumber arus maupun grown.

4) Luka bakar radiasi (Radiasi Injury). Luka bakar radiasi

disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif.

Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio

aktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran

dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu

lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi.

c. Patofisiologi

Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka

terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas

karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap. Oedem laring

yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas

dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan

dahak bewarna gelap akibat jelaga (Yovita, 2012).

Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi

panas langsung atau radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat

menahan temperatur sampai 440C tanpa kerusakan bermakna,

kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap drajat

kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan

struktur yang kurang tahan dengan konduksi panas.Kerusakan

pembuluh darah ini mengakibatkan cairan intravaskuler keluar

dari lumen pembuluh darah, dalam hal ini bukan hanya cairan

tetapi protein plasma dan elektrolit. Pada luka bakar ekstensif


12

dengan perubahan permeabilitas yang hampir menyeluruh,

penimbunan jaringan masif di intersitial menyebabakan kondisi

hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit,

timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi

ke jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok (Moenadjat, 2001).

Ada tiga mekanisme yang menyebabkan cedera pada

trauma inhalasi, yaitu kerusakan jaringan karena suhu yang

sangat tinggi, iritasi paru-paru dan asfiksia. Hipoksia jaringan

terjadi karena sebab sekunder dari beberapa mekanisme.

Proses pembakaran menyerap banyak oksigen, dimana di

dalam ruangan sempit seseorang akan menghirup udara dengan

konsentrasi oksigen yang rendah sekitar 10-13%. Penurunan

fraksi oksigen yang diinspirasi (FIO2) akan menyebabkan

hipoksia. Dengan terhirupnya CO maka molekul oksigen

digantikan dan CO secara reversible berikatan dengan

hemoglobin sehingga membentuk carboxyhemoglobin (COHb).

Hipoksia jaringan dapat terjadi akibat penurunan secara

menyeluruh pada kemampuan pengantaran oksigen dalam

darah, akibatnya otak juga mengalami penurunan kebutuhan

oksigen (Muflihah et al, 2018)

Karbonmonoksida mempengaruhi berbagai organ di

dalam tubuh, organ yang paling terganggu adalah organ yang

mengkonsumsi oksigen dalam jumlah besar, seperti otak dan

jantung. Beberapa literatur menyatakan bahwa hipoksia


13

ensefalopati yang terjadi akibat dari keracunan CO adalah

karena injuri reperfusi dimana peroksidasi lipid dan

pembentukan radikal bebas yang menyebabkan mortalitas dan

morbiditas. Efek toksisitas utama adalah hasil dari hipoksia

seluler yang disebabkan oleh gangguan transportasi oksigen

(Muflihah et al, 2018)

Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang

disebabkan oleh kegagalan organ multi sistem. Awal mula terjadi

kegagalan organ multisistem yaitu terjadinya kerusakan kulit

yang mengakibatkan peningkatan pembuluh darah kapiler,

peningkatan ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit dan protein),

sehingga mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan cairan

intraseluler menurun, apabila hal ini terjadi terus menerus dapat

mengakibatkan hipopolemik dan hemokonsentrasi yang

mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi jaringan. Apabila

sudah terjadi gangguan perkusi jaringan maka akan

mengakibatkan gangguan sirkulasi makro yang menyuplai

sirkulasi organ-organ penting seperti: otak, kardiovaskuler, hepar,

traktus gastrointestinal dan neurologi yang dapat mengakibatkan

kegagalan organ multi system (Moenajat, 2001).

d. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis luka bakar dapat dikelompokkan menjadi

trauma primer dan sekunder, dengan adanya kerusakan

langsung yang disebabkan oleh luka bakar dan morbiditas yang


14

akan muncul mengikuti trauma awal. Pada daerah sekitar luka,

akan ditemukan warna kemerahan, bulla, edema, nyeri atau

perubahan sensasi. Efek sistemik yang ditemukan pada luka

bakar berat seperti syok hipovolemik, hipotermi, perubahan uji

metabolik dan darah (Rudall & Green, 2010).

Syok hipovolemik dapat terlihat pada pasien dengan luas

luka bakar lebih dari 25% LPTT. Hal tersebut disebabkan oleh

meningkatnya permeabilitas pembuluh darah yang berlangsung

secara kontinyu setidaknya dalam 36 jam pertama setelah

trauma luka bakar. Berbagai protein termasuk albumin keluar

menuju ruang interstitial dengan menarik cairan, sehingga

menyebabkan edema dan dehidrasi. Selain itu, tubuh juga telah

kehilangan cairan melalui area luka, sehingga untuk

mengkompensasinya, pembuluh darah perifer dan visera

berkonstriksi yang pada akhirnya akan menyebabkan

hipoperfusi. Pada fase awal, curah jantung menurun akibat

melemahnya kontraktilitas miokardium, meningkatnya afterload

dan berkurangnya volume plasma. Tumour necrosis factor-α

yang dilepaskan sebagai respon inflamasi juga berperan dalam

penurunan kontraktilitas miokardium (Rudall & Green, 2010).

Suhu tubuh akan menurun secara besar dengan luka bakar

berat, hal ini disebabkan akibat evaporasi cairan pada kulit

karena suhu tinggi luka bakar dan syok hipovolemik. Uji kimia

darah menunjukkan tingginya kalium (akibat kerusakan pada sel)


15

dan rendahnya kalsium (akibat hipoalbuminemia). Setelah 48

jam setelah trauma luka, pasien dengan luka bakar berat akan

menjadi hipermetabolik (laju metabolik dapat meningkat hingga

3 kali lipat). Suhu basal tubuh akan meningkat mencapai 38,5

0C

akibat adanya respon inflamasi sistemik terhadap luka bakar.

Respon imun pasien juga akan menurun karena adanya down

regulation pada reseptor sehingga meningkatkan resiko infeksi

dan juga hilangnya barier utama pertahanan tubuh yaitu kulit

(Rudall & Green, 2010).

Nyeri akibat luka bakar dapat berasal dari berbagai sumber

yaitu antara lain, sumber luka itu sendiri, jaringan sekitar,

penggantian pembalut luka ataupun donor kulit. Setelah

terjadinya luka, respon inflamasi akan memicu dikeluarkannya

berbagai mediator seperti bradikinin dan histamin yang mampu

memberi sinyal rasa nyeri (Richardson & Mustard, 2009).

e. Klasifikasi Luka Bakar

Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa

hal, antara lain yaitu:

1) Klasifikasi Luka Bakar berdasarkan Derajat dan Kedalaman

Luka:

a) Luka bakar derajat I (superficial)

Terjadi di permukaan kulit (epidermis).

Manifestasinya berupa kulit tampak kemerahan, nyeri,


16

dan mungkin dapat ditemukan bulla. Luka bakar derajat

I biasanya sembuh dalam 3 hingga 6 hari dan tidak

menimbulkan jaringan parut saat remodeling (Barbara

et al., 2013).

b) Luka bakar derajat II

Melibatkan semua lapisan epidermis dan

sebagian dermis. Kulit akan ditemukan bulla, warna

kemerahan, sedikit edem dan nyeri berat. Bila ditangani

dengan baik, luka bakar derajat II dapat sembuh dalam

7 hingga 20 hari dan akan meninggalkan jaringan parut

(Barbara et al., 2013).

c) Luka bakar derajat III

Derajat III (full thickness) melibatkan kerusakan

semua lapisan kulit, termasuk tulang, tendon, saraf

dan jaringan otot. Kulit akan tampak kering dan

mungkin ditemukan bulla berdinding tipis, dengan

tampilan luka yang beragam dari warna putih, merah

terang hingga tampak seperti arang. Nyeri yang

dirasakan biasanya terbatas akibat hancurnya ujung

saraf pada dermis. Penyembuhan luka yang terjadi

sangat lambat dan biasanya membutuhkan donor kulit

(Barbara et al., 2013).


17

2) Klasifikasi Luka Bakar berdasarkan Luas Luka Bakar

Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase

terhadap luas permukaan tubuh atau Total Body Surface

Area (TBSA). Untuk menghitung secara cepat dipakai

Rules of Nine atau Rules of Walles dari Walles.

Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan pada orang

dewasa, karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh

yang berbeda. Pada anak-anak dipakai modifikasi Rule of

Nines menurut Lund and Browder, yaitu ditekankan pada

umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun (Yapa, 2009)

Gambar 2.1 Rules of nine


Sumber: health.state.mn.us. (2019)
18

Wallace membagi tubuh bagian 9 % atau kelipatan 9

yang terkenal dengan nama rule of nine atau rule of

Wallace, yaitu:

a) Kepala sampai leher :9%

b) Lengan kanan :9%

c) Lengan kiri :9%

d) Dada sampai proses sussipoideus :9%

e) Prosessus sipoideus sampai umbilicus : 9 %

f) Punggung :9%

g) Bokong :9%

h) Genetalia :1%

i) Paha sampai kaki kanan depan :9%

j) Paha sampai kaki kanan belakang :9%

k) Paha sampai kaki kiri depan :9%

l) Paha sampai kaki kiri belakang :9%

100%

f. Fase Luka Bakar

Pembagian fase luka bakar menurut Yusuf (2016) terbagi

menjadi:

1) Fase Akut

Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase

awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway

(jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan

circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat


19

terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun

masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat

cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera

inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada

fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal

yang berdampak sistemik.

2) Fase Subakut

Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang

terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat

kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi

menyebabkan:

a) Proses inflamasi dan infeksi.

b) Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka

telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada

struktur atau organ -organ fungsional.

c) Keadaan hipermetabolisme.

3) Fase Lanjut

Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya

maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ

fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah

penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan

pigmentasi, deformitas dan kontraktur.


20

g. Tingkat Keseriusan Luka Bakar

American Burn Association menggolongkan luka bakar

menjadi tiga kategori, yaitu:

1) Luka bakar mayor

a) Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang

dewasa dan lebih dari 20% pada anak-anak.

b) Luka bakar fullthickness lebih dari 20%.

c) Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga,

kaki, dan perineum.

d) Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa

memperhitungkan derajat dan luasnya luka.

e) Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.

2) Luka bakar moderat

a) Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa

dan 10-20% pada anak-anak.

b) Luka bakar fullthickness kurang dari 10%.

c) Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata,

telinga, kaki, dan perineum.

3) Luka bakar minor

Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofino

(1991) dan Griglak (1992) adalah:

a) Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang

dewasa dan kurang dari 10 % pada anak-anak.

b) Luka bakar fullthickness kurang dari 2%.


21

c) Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan

kaki.

d) Luka tidak sirkumfer.

e) Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur

h. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Doenges, 2000, diperlukan pemeriksaan

penunjang pada luka bakar yaitu :

1) Sel darah merah (RBC)

Dapat terjadi penurunan sel darah merah (Red Blood Cell)

karena kerusakan sel darah merah pada saat injuri dan juga

disebabkan oleh menurunnya produksi sel darah merah

karena depresi sumsum tulang.

2) Sel darah putih (WBC)

Dapat terjadi leukositosis (peningkatan sel darah

putih/White Blood Cell) sebagai respon inflamasi terhadap

injuri.

3) Gas darah arteri (AGD)

Penurunan PaO2 atau peningkatan PaCO2.

4) Karboksihemoglobin (COHbg)

Kadar COHbg (karboksihemoglobin) dapat meningkat lebih

dari 15 % yang mengindikasikan keracunan karbon

monoksida.
22

5) Serum elektrolit:

Potasium pada permukaan akan meningkat karena injuri

jaringan atau kerusakan sel darah merah dan menurunnya

fungsi renal; hipokalemiadapat terjadi ketika diuresis dimulai;

magnesium mungkin mengalami penurunan. Sodium pada

tahap permulaan menurun seiring dengan kehilangan air

dari tubuh; selanjutnya dapat terjadi hipernatremia.

6) Sodium urine

Jika lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan

resusitasi cairan, sedangkan jika kurang dari 10 mEq/L

menunjukan tidak adekuatnya resusitasi cairan.

7) Alkaline pospatase

Meningkat akibat berpindahnya cairan interstitial/kerusakan

pompa sodium.

8) Glukosa serum

Meningkat sebagai refleksi respon terhadap stres.

9) BUN/Creatinin

Meningkat yang merefleksikan menurunnya perfusi/fungsi

renal, namun demikian creatinin mungkin meningkat karena

injuri jaringan.

10) Urin

Adanya albumin, Hb, dan mioglobin dalam urin

mengindikasikan kerusakan jaringan yang dalam dan


23

kehilangan/pengeluaran protein. Warna urine merah

kehitaman menunjukan adanya mioglobin

11) Rontgen dada

Untuk mengetahui gambaran paru terutama pada injuri

inhalasi.

12) Bronhoskopi

Untuk mendiagnosa luasnya injuri inhalasi. Mungkin dapat

ditemukan adanya edema, perdarahan dan atau ulserasi

padasaluran nafas bagian atas.

13) ECG

Untuk mengetahui adanya gangguan irama jantung pada

luka bakar karena elektrik.

14) Foto Luka

Sebagai dokumentasi untuk membandingkan

perkembangan penyembuhan luka bakar.

i. Penatalaksanaan

1) Pertolongan Pertama pada Luka Bakar (Yovita, 2012)

a) Segera hindari sumber api dan mematikan api pada

tubuh, misalnya dengan menyelimuti dan menutup

bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan

oksigen pada api yang menyala

b) Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang

membuat efek Torniket, karena jaringan yang terkena

luka bakar akan segera menjadi oedem


24

c) Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka

bakar dalam air atau menyiramnya dengan air mengalir

selama sekurang-kurangnya lima belas menit. Proses

koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu

tinggi berlangsung terus setelah api dipadamkan

sehingga destruksi tetap meluas. Proses ini dapat

dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar

dan mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama

sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil.

d) Akan tetapi cara ini tidak dapat dipakai untuk luka bakar

yang lebih luas karena bahaya terjadinya hipotermi. Es

tidak seharusnya diberikan langsung pada luka bakar

apapun.

e) Evaluasi awal

f) Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti

penanganan pada luka akibat trauma yang lain, yaitu

dengan ABC (Airway Breathing Circulation) yang diikuti

dengan pendekatan khusus pada komponen spesifik

luka bakar pada survey sekunder

Anamnesis secara singkat dan cepat harus dilakukan

pertama kali untuk menentukan mekanisme dan waktu

terjadinya trauma. Untuk membantu mengevaluasi derajat

luka bakar karena trauma akibat air mendidih biasanya

hanya mengenai sebagian lapisan kulit (partial thickness),


25

sementara luka bakar karena api biasa mengenai seluruh

lapisan kulit (full thickness).

2) Resusitasi Cairan

Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang

terkena luka bakar, Pemberian cairan intravena yang

adekuat harus dilakukan, akses intravena yang adekuat

harus ada, terutama pada bagian ekstremitas yang tidak

terkena luka bakar. Adanya luka bakar diberikan cairan

resusitasi karena adanya akumulasi cairan edema tidak

hanya pada jaringan yang terbakar, tetapi juga seluruh

tubuh. Telah diselidiki bahwa penyebab permeabilitas

cairan ini adalah karena keluarnya sitokin dan beberapa

mediator, yang menyebabkan disfungsi dari sel, kebocoran

kapiler

Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk

menjaga dan mengembalikan perfusi jaringan tanpa

menimbulkan edema. Kehilangan cairan terbesar adalah

pada 4 jam pertama terjadinya luka dan akumulasi

maksimum edema adalah pada 24 jam pertama setelah luka

bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama kali adalah

pemberian garam ekstraseluler dan air yang hilang pada

jaringan yang terbakar, dan sel-sel tubuh. Pemberian cairan

paling popular adalah dengan Ringer laktat untuk 48 jam


26

setelah terkena luka bakar. Output urin yang adekuat

adalah 0.5 sampai 1.5mL/kgBB/jam.

Cara yang banyak dipakai dan lebih sederhana untuk

resusitasi cairan adalah menggunakan rumus Baxter yaitu:

%Luka Bakar x BB x 4 cc

Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8

jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.

Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan RL

karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua diberikan setengah

cairan hari pertama. Contoh: seorang dewasa dengan BB

50 kg dan luka bakar seluas 20 % permukaan kulit akan

diberikan 50 x 20 % x 4 cc = 4000 cc yang diberikan hari

pertama dan 2000 cc pada hari kedua. (Yovita, 2012).

3) Pergantian Darah

Luka bakar pada kulit menyebabkan terjadinya

kehilangan sejumlah sel darah merah sesuai dengan ukuran

dan kedalaman luka bakar. Sebagai tambahan terhadap

suatu kehancuran yang segera pada sel darah merah yang

bersirkulasi melalui kapiler yang terluka, terdapat

kehancuran sebagian sel yang mengurangi waktu paruh

dari sel darah merah yang tersisa. Karena plasma

predominan hilang pada 48 jam pertama setelah terjadinya

luka bakar, tetapi relative polisitemia terjadi pertama kali.

Oleh sebab pemberian sel darah merah dalam 48 jam


27

pertama tidak dianjurkan, kecuali terdapat kehilangan darah

yang banyak dari tempat luka. Setelah proses eksisi luka

bakar dimulai, pemberian darah biasanya diperlukan.

4) Perawatan Luka Bakar

Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan

resusitasi cairan dilakukan perawatan luka. Perawatan

tergantung pada karakteristik dan ukuran dari luka. Tujuan

dari semua perawatan luka bakar agar luka segera sembuh

rasa sakit yang minimal. Setelah luka dibersihkan dan di

debridement, luka ditutup. Penutupan luka ini memiliki

beberapa fungsi: pertama dengan penutupan luka akan

melindungi luka dari kerusakan epitel dan meminimalkan

timbulnya koloni bakteri atau jamur. Kedua, luka harus

benar-benar tertutup untuk mencegah evaporasi pasien

tidak hipotermi. Ketiga, penutupan luka diusahakan

semaksimal mungkin agar pasien merasa nyaman dan

meminimalkan timbulnya rasa sakit (James et al, 2005).

5) Early Exicision and Grafting (E&G)

Dengan metode ini eschar di angkat secara operatif

dan kemudian luka ditutup dengan cangkok kulit (autograft

atau allograft), setelah terjadi penyembuhan, graft akan

terkelupas dengan sendirinya. E&G dilakukan 3-7 hari

setelah terjadi luka, pada umumnya tiap harinya dilakukan

eksisi 20% dari luka bakar kemudian dilanjutkan pada hari


28

berikutnya. Tapi ada juga ahli bedah yang sekaligus

melakukan eksisi pada seluruh luka bakar, tapi cara ini

memiliki resiko yang lebih besar yaitu: dapat terjadi

hipotermi, atau terjadi perdarahan masive akibat eksisi

(Yovita, 2012).

Metode ini mempunyai beberapa keuntungan dengan

penutupan luka dini, mencegah terjadinya infeksi pada luka

bila dibiarkan terlalu lama, mempersingkat durasi sakit dan

lama perawatan di rumah sakit, memperingan biaya

perawatan di rumah sakit, mencegah komplikasi seperti

sepsis dan mengurangi angka mortalitas. Beberapa

penelitian membandingkan teknik E&G dengan teknik

konvensional, hasilnya tidak ada perbedaan dalam hal

kosmetik atau fungsi organ, bahkan lebih baik hasilnya bila

dilakukan pada luka bakar yang terdapat pada muka,

tangan dan kaki (Yovita, 2012).

Pada luka bakar yang luas (>80% TBSA), akan timbul

kesulitan mendapatkan donor kulit. Untuk itu telah

dikembangkan metode baru yaitu dengan kultur

keratinocyte. Keratinocyte didapat dengan cara biopsi kulit

dari kulit pasien sendiri. Tapi kerugian dari metode ini

adalah membuthkan waktu yang cukup lama (2-3 minggu)

sampai kulit (autograft) yang baru tumbuh dan sering timbul

luka parut. Metode ini juga sangat mahal (Yovita, 2012).


29

6) Escharotomy

Luka bakar grade III yang melingkar pada ekstremitas

dapat menyebabkan iskemik distal yang progresif, terutama

apabila terjadi edema saat resusitasi cairan, dan saat

adanya pengerutan keropeng. Iskemi dapat menyebabkan

gangguan vaskuler pada jarijari tangan dan kaki. Tanda dini

iskemi adalah nyeri, kemudian kehilangan daya rasa sampai

baal pada ujung-ujung distal. Juga luka bakar menyeluruh

pada bagian thorax atau abdomen dapat menyebabkan

gangguan respirasi, dan hal ini dapat dihilangkan dengan

escharotomy. Dilakukan insisi memanjang yang membuka

keropeng sampai penjepitan bebas (James et al, 2005).

7) Antimikroba

Dengan terjadinya luka mengakibatkan hilangnya

barier pertahanan kulit sehingga memudahkan timbulnya

koloni bakteri atau jamur pada luka. Bila jumlah kuman

sudah mencapai 105 organisme jaringan, kuman tersebut

dapat menembus ke dalam jaringan yang lebih dalam

kemudian menginvasi ke pembuluh darah dan

mengakibatkan infeksi sistemik yang dapat menyebabkan

kematian. Pemberian antimikroba ini dapat secara topikal

atau sistemik. Pemberian secara topikal dapat dalam bentuk

salep atau cairan untuk merendam. Contoh antibiotik yang

sering dipakai: Salep: Silver sulfadiazine, Mafenide acetate,


30

Silver nitrate, Povidone-iodine, Bacitracin (biasanya untuk

luka bakar grade I), Neomycin, Polymiyxin B, Nysatatin,

mupirocin, Mebo (Yovita, 2012).

j. Komplikasi

Komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka itu sendiri

atau dari ketidakmampuan tubuh saat proses penyembuhan

luka (Burninjury, 2013).

1) Infeksi luka bakar

Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang

paling sering terjadi. Sistem integumen memiliki peranan

sebagai pelindung utama dalam melawan infeksi. Kulit yang

rusak atau nekrosis menyebabkan tubuh lebih rentan

terhadap patogen di udara seperti bakteri dan jamur. Infeksi

juga dapat terjadi akibat penggunaan tabung atau kateter.

Kateter urin dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius,

sedangkan tabung pernapasan dapat memicu infeksi

traktus respirasi seperti pneumonia (Burninjury, 2013).

2) Terganggunya suplai darah atau sirkulasi

Penderita dengan kerusakan pembuluh darah yang

berat dapat menyebabkan kondisi hipovolemik atau

rendahnya volume darah. Selain itu, trauma luka bakar

berat lebih rentan mengalami sumbatan darah (blood clot)

pada ekstremitas. Hal ini terjadi akibat lamanya waktu tirah

baring pada pasien luka bakar. Tirah baring mampu


31

menganggu sirkulasi darah normal, sehingga

mengakibatkan akumulasi darah di vena yang kemudian

akan membentuk sumbatan darah (Burninjury, 2013).

3) Komplikasi jangka Panjang

Komplikasi jangka panjang terdiri dari komplikasi fisik

dan psikologis. Pada luka bakar derajat III, pembentukan

jaringan sikatriks terjadi secara berat dan menetap seumur

hidup. Pada kasus dimana luka bakar terjadi di area sendi,

pasien mungkin akan mengalami gangguan pergerakan

sendi. Hal ini terjadi ketika kulit yang mengalami

penyembuhan berkontraksi atau tertarik bersama.

Akibatnya, pasien memiliki gerak terbatas pada area luka.

Selain itu, pasien dengan trauma luka bakar berat dapat

mengalami tekanan stress pasca trauma atau posttraumatic

stress disorder (PTSD). Depresi dan ansietas merupakan

gejala yang sering ditemukan pada penderita (Burninjury,

2013).

2. Konsep Asuhan Keperawatan

Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan

yang bertujuan untuk mengumpulkan data baik data subyektif

maupun data obyektif. Data subyektif di dapatkan berdasarkan hasil

wawancaraa baik dengan pasien ataupun keluarga pasien,

sedangkan data obyektif diperoleh berdasarkan hasil observasi dan

pemeriksaan fisik.
32

a. Pengkajian

Pengkajian menurut Majid (2013), meliputi:

1) Pengkajian Primer (Primary Survey)

Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai

pasien trauma, karenanya harus dicek airway, breathing

dan circulation, disability, dan exposure terlebih dahulu.

a) Airway

Pada luka bakar ditemukan adanya sumbatan

akibat edema mukosa jalan nafas di tambah secret

yang di produksi berlebihan (hipersekresi) dan

mengalami pengentalan. Apabila terdapat kecurigaan

adanya trauma inhalasi, maka segera pasang

Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma

inhalasi antara lain adalah: terkurung dalam api, luka

bakar pada wajah, bulu hidung yang terbakar, dan

sputum yang hitam.

b) Breathing

Eschar yang melingkari dada dapat menghambat

pergerakan dada untuk bernapas, segera lakukan

escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-trauma

lain yang dapat menghambat pernapasan, misalnya

pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae. Kaji

pergerakan dinding thorax simetris atau tidak, ada

atau tidaknya kelainan pada pernafasan misalnya


33

dispnea, takipnea, bradipnea, ataupun sesak. Kaji juga

apakah ada suara nafas tambahan seperti snoring,

gargling, ronkhi atau wheezing. Selain itu dikaji juga

kedalaman nafas pasien.

c) Circulation

Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan

sehingga menimbulkan edema, pada luka bakar yang

luas dapat terjadi syok hipovolumik karena

kebocoran plasma yang luas. Kaji ada tidaknya

penurunan tekanan darah kelainan detak jantung

misalnya takikardi, bradikardia. Kaji juga ada

tidaknya sianosis, capiler refil time memanjang,

kondisi akral, dan nadi pasien. Manajemen cairan

pada pasien luka bakar, dapat diberikan dengan

Formula Baxter.

Formula Baxter

(1) Total cairan: 4cc x berat badan x luas luka bakar

(2) Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam

pertama, sisanya dalam 16 jam berikutnya.

d) Disability

Moenadjat (2009), pada pasien penurunan

kesadaran, kehilangan sensasi dan reflex, pupil

anisokor dan nilai GCS.


34

e) Exposure

Pada pasien dengan luka bakar terdapat

hipertermi akibat inflamasi (Moenadjat, 2009). Suhu

tubuh akan menurun secara besar dengan luka bakar

berat, hal ini disebabkan akibat evaporasi cairan

pada kulit karena suhu tinggi luka bakar dan syok

hipovolemik. Uji kimia darah menunjukkan tingginya

kalium (akibat kerusakan pada sel) dan rendahnya

kalsium (akibat hipoalbuminemia). Setelah 48 jam

setelah trauma luka, pasien dengan luka bakar berat

akan menjadi hipermetabolik (laju metabolik dapat

meningkat hingga 3 kali lipat). Suhu basal tubuh akan

meningkat mencapai 38,5 0C akibat adanya respon

inflamasi sistemik terhadap luka bakar. Respon imun

pasien juga akan menurun karena adanya down

regulation pada reseptor sehingga meningkatkan

resiko infeksi dan juga hilangnya barier utama

pertahanan tubuh yaitu kulit (Rudall & Green, 2010).

2) Pengkajian sekunder (Secondary Survey)

Secondary Survey ini merupakan pemeriksaan

secara lengkap yang dilakukan secara head to toe, dari

depan hingga belakang.

Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari

anamnesis riwayat pasien yang merupakan bagian


35

penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi

keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang,

riwayat medis, riwayat keluarga, social, dan system

(Emergency Nursing Association, 2007).

a) Keluhan utama: Luas cedera akibat dari intesitas

panas (suhu) dan durasi pemajanan, jika terdapat

trauma inhalasi ditemukan keluhan stridor, takipnea,

dyspnea, dan penafasan seperti bunyi burung gagak

(Kidd, 2010)

b) Riwayat penyakit sekarang: Mekanisme trauma perlu

diketahui karena ini penting, apakah penderita

terjebak dalam ruang tertutup, sehingga kecurigaan

terhadap trauma inhalasi yang dapat menimbulkan

obstruksi jalan nafas. Kapan kejadiannya terjadi

(Sjaifuddin, 2006).

c) Riwayat penyakit dahulu: Penting dikaji untuk

menentukan apakah pasien mempunyai penyakit

yang tidak melemahkan kemampuan untuk

mengatasi perpindahan cairan dan melawan infeksi

(misalnya diabetes melitus, gagal jantung kongestif,

dan sirosis) atau bila terdapat masalah-masalah

ginjal, pernapasan atau gastro intertisnal. Beberapa

masalah seperti diabetes, gagal ginjal dapat menjadi

akut selama proses pembakaran. Jika terjadi cedera


36

inhalasi pada keadaan penyakit kardiopulmonal

(misalnya gagal jantung kongestif, emfisema) maka

status pernapasan akan sangat terganggu (Hudak

dan Gallo, 1996).

d) Riwayat penyakit keluarga: kaji riwayat keluarga yang

kemungkinan bisa ditularkan atau diturunkan secara

genetic kepada pasien seperti penyakit DM,

hipertensi, asma, TBC, dll

e) Review of system.

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu kesimpulan yang

dihasilkan dari Analisa data (Capernito, 2009). Diagnosa

keperawatan adalah langkah kedua dari proses dari proses

keperawatan yang menggambarkan penilaian klinis tentang

respon individu, keluarga, kelompok maupun potensial.

Dimana perawat mempunyai lisensi dan kompetensi untuk

mengatasinya (Sumijatun, 2010).

Menurut teori Amin Huda Nurarif (2013), diagnose

keperawatan yang muncul pada kasus luka bakar, yaitu:

1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan cedera

alveolar

2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan

dengan adanya obstruksi jalan nafas


37

3) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (mis,

biologis, zat kimia, fisik)

4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agen

cedera

5) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kehilangan cairan aktif

6) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

7) Hambatan mobilitas fisik berhubungan penurunan

ketahanan tubuh dan penurunan kekuatan otot.

8) Resiko infeksi faktor risiko pertahanan primer tidak

adekuat; kerusakan kulit; jaringan traumatic. Pertahanan

sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respon

inflamasi.
38

c. Intervensi

Tabel 2.1 Intervensi keperawatan berdasarkan Nursing Intervention


Classification (NIC)
No. Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
1 Gangguan Setelah dilakukan Airway Management
pertukaran tindakan keperawatan 1. Bebaskan jalan napas
gas status pernapasan 2. Atur kelembaban udara
berhubungan seimbang antara yang sesuai
dengan konsentrasi udara dalam 3. Posisikan pasien untuk
perubahan darah arteri dengan memaksimalkan
membrane kriteria hasil: ventilasi
kapiler a. Menunjukan 4. Monitor frekuensi dan
alveolar peningkatan kedalaman napas
ventilasi dan Monitor Respirasi
oksigen cukup a. Monitor kecepatan,
b. AGD dalam batas irama, kedalaman dan
normal upaya bernapas
c. Tanda-tanda vital b. Catat pergerakan dada,
dalam rentang lihat kesimetrisan dada,
normal apakah menggunakan
d. Tidak ada sianosis alat bantu, dan adakah
dan dyspnea penggunaan alat bantu
(mampu dan retraksi otot
mengeluarkan interkosta
sputum mampu c. Monitoring pernapasan,
bernafas dengan hidung, adanya suara
mudah tidak ada ngorok
pursed lips). d. Monitoring pola napas,
bradypnea, takipnea,
hiperventilasi, respirasi
kusmaul dan lain-lain
e. Palpasi kesamaan
ekspansi paru-paru
f. Monitor adanya
kelelahan otot
diafragma
g. Austkultasi suara
napas, catat area
penurunan dan
ketidakadanya ventilasi
dan bunti napas
2 Ketidakefektif Setelah dilakukan Airway Suction
an bersihan tindakan keperawatan a. Pastikan kebutuhan
jalan nafas status respirasi: oral/tracheal suctionic
berhubungan kepatenan jalan napas b. Auskultasi suara napas
dengan dengan kriteria hasil: sebelum dan sesudah
39

adanya a. Mendemonstrasikan suctioning


obstruksi batuk efektif dan c. Berikan O2 dengan
jalan nafasa suara napas yang menggunakan nasal
bersih untuk memfasilitasi
b. Menunjukan jalan suction nasotrakeal
nafas yang paten d. Gunakan alat yang steril
c. Mampu setiap melakukan
mengidentifikasi tindakan
dan mencegah e. Anjurkan pasien untuk
faktor yang dapat istirahat dan napas
menghambat jalan dalam setelah kateter
napas dikeluarkan dari
nasotrakeal
f. Monitor status oksigen
pasien
Airway Management
a. Buka jalan nafas,
gunakan teknik chin lift
atau jaw thrust bila perlu
b. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan
ventilasi
c. Identifikasi pasien
perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
d. Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
e. Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction
f. Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
g. Berikan broncodilator
bila perlu
h. Monitor respirasi dan
status O2
3 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
berhubungan tindakan keperawatan 1. Lakukan pengkajian
dengan klien mampu nyeri secara
kerusakan menunjukan tingkat komprehensif
kulit/jaringan kenyamanan dengan termasuk lokasi,
kriteria hasil: karakterisitik, durasi,
a. Melaporkan nyeri frekuensi, kualitas dan
berkurang / hilang faktor presipitasi.
(skala 0-3) 2. Kaji tanda-tanda vital
b. Tanda-tanda vital 3. Observasi reaksi
dalam batas normal nonverbal dari
40

(TD: 120/80 mmHg, ketidaknyamanan.


Nadi: 80x/I, Suhu: 4. Berikan posisi
360C, P: 20x/i) nyaman
c. Frekuensi nyeri 5. Ajarkan teknik non
berkurang/hilang farmakologis: tekni
d. Ketegangan otot relaksasi napas
berkurang/hilang dalam, distraksi,
e. Dapat berisitirahat kompres hangat
f. Skala nyeri 6. Berikan informasi
berkurang/ menurun mengenai nyeri
seperti penyebab
nyeri, berapa lama
nyeri dirasakan.
7. Tingkatkan istirahat
8. Kolaborasi pemberian
analgetic untuk
mengurangi nyeri
4 Kerusakan Setelah dilakukan a. Kaji/catat ukuran,
integritas kulit tindakan keperawatan warna kedalaman
berhubungan diharapkan tidak terjadi luka, perhatikan
dengan agen kerusakan integritas jaringan nektrotik dan
cedera kulit dengan kriteria kondisi sekitar luka
hasil: b. Lakukan perawatan
a. Tidak adanya infeksi luka bakar yang tepat
pada luka dan tindakan control
b. Kelembaban luka infeksi
tetap terjaga c. Pertahankan
c. Adanya jaringan penutupan luka sesuai
granulasi indikasi
d. Tinggikan area graft
bila mungkin/tepat
e. Pertahankan posisi
yang diinginkan dan
imobilisasi area bila di
indikasikan
f. Pertahankan balutan
diatas area graft baru
dan sisi donor sesuai
indikasi
5 Kekurangan Setelah dilakukan Fluid management
volume cairan tindakan keperawatan 1. Monitor diare atau
berhubungan klien dapat menunjukan muntah
dengan adanya peningkatan 2. Awasi tanda-tanda
kehilangan keseimbangan cairan hipovolemik (oliguria,
cairan aktif dengan kriteria hasil: abdominal pain,
a. Mempertahankan bingung)
urin output sesuai 3. Monitor balance cairan
dengan usia, BB, BJ 4. Monitor pemberian
41

urin normal, HT cairan parenteral


normal 5. Monitor BB jika terjadi
b. Tanda-tanda vital penurunan BB drastic
dalam batas normal 6. Monitor tanda-tanda
c. Tidak ada dehidrasi
tanda-tanda 7. Monitor tanda-tanda
dehidrasi, elastisitas vital
turgor kulit baik, 8. Berikan cairan per oral
membrane mukosa sesuai kebutuhan
lembab, tidak ada 9. Kolaborasi pemberian
rasa haus yang terapi
berlebihan
6 Hipertermi Setelah dilakukan Fever Treatment
berhubungan tindakan keperawatan a. Monitor suhu sesering
dengan temperature pasien mungkin
proses dalam batas normal b. Tingkatkan sirkulasi
inflamasi dengan kriteria hasil: udara
a. Suhu tubuh dalam c. Monitor intake dan
rentang normal output
(360C-370C) d. Berikan antipiretik
b. Nadi dan RR dalam Temperature Regulation
rentang normal a. Monitor suhu dan warna
c. Tidak ada kulit
perubahan warna b. Monitor tanda-tanda
kulit dan tidak hipotermi dan hipertermi
pusing c. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
Vital Sign Monitor
a. Monitor TD, nadi, suhu
dan RR
b. Monitor suhu, warna
dan kelembaban kulit
c. Monitor sianosis perifer
d. Monitor kualitas dari
nadi
7 Hambatan Setelah dilakukan a. Kaji tingkat kemampuan
mobilitas fisik tindakan keperawatan mobilisasi dengan skala
berhubungan diharapkan klien 0-4
penurunan menunjukkan mobilitas 0: pasien tidak
ketahanan optimal dengan kriteria tergantung pada
tubuh dan hasil: orang lain
penurunan a. Mempertahankan 1: pasien butuh sedikit
kekuatan otot. posisi fungsional. bantuan
b. Menunjukkan teknik 2: pasien butuh bantuan
yang memampukan sederhana
melakukan aktivitas 3: pasien butuh bantuan
banyak
42

4: pasien sangaat
tergantung pada orang
lain
b. Observasi kemampuan
gerak motoric,
keseimbangan
c. Ubah posisi pasien tiap
2 jam
d. Bantu pasien dalam
memenuhi
kebutuhannya
e. Bantu pasien
melakukan perubahan
gerak (ROM) aktif dan
pasif
f. Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain
(fisioterapi)
8 Resiko infeksi Setelah dilakukan Kontrol Infeksi
faktor risiko tindakan keperawatan a. Monitor tanda dan
pertahanan diharapkan tidak ada gejala infeksi
primer tidak tanda-tanda infeksi b. Pertahankan tekhnik
adekuat; dengan kriteria hasil: aseptik
kerusakan Status imun c. Batasi pengunjung bila
kulit; jaringan setelah dilakukan perlu
traumatic. tindakan keperawatan d. Pertahankan hand
Pertahanan pasien tidak mengalami hygiene
sekunder infeksi dengan kriteria e. Penatalaksanaan
tidak adekuat; hasil : pemberian antibiotik
penurunan a. Klien bebas dari f. Inspeksi kulit untuk
Hb, tanda dan gejala adanya iritasi
penekanan infeksi (Rubor, Kalor, g. Perhatikan keluhan
respon Tumor, Dolor, dan klien terhadap keluhan
inflamasi. fungsi Laesa) peningkatan nyeri,
b. Menunjukkan rasa terbakar, eritema
kemampuan untuk atau bau tak sedap.
mencegah timbulnya h. Observasi luka
infeksi terhadap
c. Jumlah leukosit pembentukan bula,
dalam batas normal perubahan warna luka,
4,0-10,0 bau drainase yang
tidak sedap.
i. Lakukan perawatan
luka sesuai protocol
dengan tehnik steril.
j. Lakukan perlindungan
infeksi.
k. Berikan therapy
43

obat-obatan sesuai
indikasi; anti biotic, TT
dll.
l. Bersihkan lingkungan
dengan baik setelah
digunakan untuk
setiap pasien

d. Implementasi

Setelah dilakukan perumusan tahapan-tahapan intervensi

dalam perencanaan keperawatan, maka selanjutnya dilakukan

proses implementasi, yaitu melakukan tahapan-tahapan

intervensi tersebut. Pelaksanaan implementasi ini dilakukan

dengan tim kesehatan lain. Pelaksanaan atau implementasi

adalah fase tindakan dari proses keperawatan yang terkait

dengan pelaksanaan rencana yang berfokus pada proses

penyembuhan pasien (Anderson & McFarlane, 2007).

Implementasi berguna untuk mencapai tujuan yang telah dibuat.

Selain itu, implementasi intervensi keperawatan berfungsi untuk

meningkatkan, memelihara, atau memulihkan kesehatan,

mencegah penyakit, dan memfasilitasi rehabilitasi.

e. Evaluasi

Sebagai tahap terakhir dari proses keperawatan dilakukan

evaluasi yang tidak hanya sekedar melaporkan intervensi

keperawatan telah dilakukan, namun juga untuk menilai apakah

hasil yang diharapkan sudah terpenuhi (Potter & Perry, 2009)

Majid & Prayogi (2013), evaluasi adalah penilaian

keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan


44

pasien. Pada pasien Combutio dapat dinilai hasil pelaksanaan

perawatan dengan melihat catatan perkembangan, hasil

pemeriksaan pasien, melihat langsung keadaan dari keluhan

pasien, yang timbul sebagai masalah. Evaluasi dapat dilihat 4

kemungkinan yang menentukan tindakan yang perawatan

selanjutnya antara lain:

1) Apakah pelayanan keperawatan sudah tercapai atau belum

2) Apakah massalah yang ada telah terpecahkan/teratasi atau

belum

3) Apakah masalah sebagian terpecahkan/tidak dapat

dipecahkan

4) Apakah tindakan dilanjutkan atau perlu pengkajian ulang


45

B. TINJAUAN KASUS

1. Identitas Pasien

No. Rekam Medis : 897170

Nama : Tn “Y”

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tgl/ Umur : 03/03/1986/33 Tahun

Alamat : Gowa

Rujukan dari :-

Diagnosa : Thermal Burn Injury

Nama keluarga yang bisa dihubungi : Ny “Y”

Transportasi waktu datang : Kendaraan pribadi

Alasan masuk : Pasien datang dengan keluhan luka

pada bokong yang dialami pada tanggal 13 September 2019 akibat

kecelakaan (tergesek kenalpot), tidak ada riwayat penurunan

kesadaran, tidak ada riwayat mual dan muntah. Saat pengkajian

didapatkan tanda- tanda vital: Tekanan darah 110/80 mmHg, Nadi

88x/i, pernafasan 16x/i, suhu 36.60C.


46

2. Survey Primer

PENGKAJIAN PRIMER

Rimary Survey Trauma Score

A. Airway A. Frekuensi Pernapasan

1. Pengkajian jalan napas

√ Bebas √ 10-25 4

Tersumbat 25-35 3

Palatum Mole jatuh >35 2

Sputum (lendir) <10 1

Darah 0 0

Benda asing B. Usaha Bernapas

 Resusitasi : Tidak dilakukan √ Normal 1

resusitasi Dangkal 0

 Re-evaluasi : Tidak dilakukan C. Tekanan Darah Sistolik

resusitasi √ >89 mmHg 4

2. Assement : 70-89 mmHg 3

3. Masalah Keperawatan: 50-69 mmHg 2

Ketidakefektifan bersihan jalan 1-49 mmHg 1

napas 0 0

4. Intervensi/Implementasi : D. Pengisisan Kapiler

5. Evaluasi : --- √ <2detik 2

>2detik 1

Tidak ada 0
47

B. Breathing E. Glasgow Coma Scale (GCS)

Fungsi Pernapasan √ 14-15 5

 Dada simetris: √ Ya Tidak 11-13 4 4 4 8-10

 Sesak Napas: √ Ya Tidak 3

 Respirasi : 16 kali/menit 5-7 2

 Krepitasi : Ya √ Tidak 3-4 1

 Suara napas: Vesiculer TRAUMA SCROE (A+B+C+D+E) =

Kanan 4+1+4+2+5 = 15

Ada √ Jelas Menurun

Vesikuler Stridor REAKSI PUPIL

Wheezing Ronchi Kanan Ukuran (mm)



Kiri Cepat

Ada √ Jelas Menurun Konstriks

Vesikuler Stridor Lambat

Wheezing Ronchi Dilatasi

 Saturasi O2 : 100% Tak bereaksi

 Assement : - Kiri Ukuran (mm)

 Resusitasi : Tidak dilakukan √ Cepat

resusitasi Konstriks

 Re-evaluasi: Tidak dilakukan Lambat

resusitasi Dilatasi

Masalah Keperawatan : - Tak bereaksi

Intervensi/Implementasi : -

Evaluasi : -
48

C. Circulation

Keadaan Sirkulasi

 Tekanan darah: 110/ 80mmHg

 HR : 88 x/menit

√ Kuat Lemah

Reguler Irreguler

 Suhu axilla : 36.6ºC

 Temperatur Kulit

Hangat panas dingin


 Gambaran kulit

 Sawo matang

 Kulit lembab

 Turgor kulit: elastis

 Pengisian Kapiler

<√ 2 detik > 2 detik

 Output urine : -

 Assesment : -

 Resusitasi : -

 Re-evaluasi : -

Masalah Keperawatan : -

Intervensi/Implementasi : -

Evaluasi : -

D. Disabillity

1. Penilaian fungsi neurologis


49

Alert : composmentis

Verbal response : Ada respon verbal

Pain response :Terdapat respon nyeri

Unresponsive : Tidak ada

2. Masalah Keperawatan: -

3. Intervensi Keperawatan : -

4. Evaluasi: -

E. Exposure

1. Penilaian Hipothermia/hyperthermia

Hipothermia: Pasien tidak

hypothermia

Hiperthermia: Pasien tidak

hiperthermia

2. Masalah Keperawatan :-

3. Intervensi / Implementasi :

4. Evaluasi

PENILAIAN NYERI :

Nyeri : Tidak √ Ya, Lokasi : bokong (0-10) : 3 (skala ringan)

Jenis : √ Akut Kronis

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

          
50

3. Survey Sekunder

1. Riwayat Kesehatan

a. S: Sign/symptoms (tanda dan gejala): Pada saat pengkajian

pasien mengatakan nyeri ringan pada luka (bokong), Keadaan

umum: baik.

b. A: Allergies (alergi): Pasien mengatakan tidak ada alergi obat

dan makanan.

c. M: Medications (pengobatan)

- Cairan RL 24 tetes/menit

- Ceftriaxone 1 gr/12 jam/intravena

d. P: Past medical history (riwayat penyakit): Luka pada bokong

dialami sejak 20 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit

akibat awalnya pasien sedang memperbaiki letak sayur-sayur di

mobil pickup tiba-tiba mobil tersebut berjalan dengan sendirinya

karena mesinnya belum dimatikan dan posisi pickup saat itu

berada pada tanjakan kemudian pasien melompat dan

berusaha mencari batu untuk mengganjal ban mobil dari bagian

depan namun pasien tertabrak dan masuk ke bawah mobil dan

mengenai kenalpot mobil.

e. L: Last oral intake (makanan yang dikonsumsi terakhir, sebelum

sakit): Pasien mengatakan hanya mengomsumsi nasi,ikan, dan

sayur.

f. E: Event prior to the illnesss or injury (kejadian sebelum

injuri/sakit): Pasien sedang bekerja


51

2. Riwayat dan Mekanisme Trauma (Dikembangkan Menurut Opqrst)

a. O: Onset (seberapa cepat efek dari suatu interaksi terjadi)

Luka Bakar

b. P: Provokatif (penyebab)

Mengenai kenalpot mobil.

c. Q: Quality (Kualitas)

Tertusuk-tusuk

d. R: Radiation (paparan)

Bokong

e. S: Severity (tingkat keparahan)

Berat

f. T: Timing (waktu)

20 hari yang lalu sebelum masuk Rumah Sakit

2. Tanda-tanda Vital:

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Frekuensi Napas : 16x/menit

Suhu tubuh : 36.6 0C


52

3. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)

a. Kepala

Kulit kepala : Kepala tampak besih

Mata : _ Konjungtiva : Anemis

 Edema : Tidak terdapat edema pupil

Telinga : Tampak simetris, tidak ada serumen

Hidung : Tampak simetris,tidak tampak adanya serumen

Mulut dan gigi : Mulut tampak bersih dan simetris, mukosa lembab,

ada bau mulut.

Wajah : Tampak simetris dan tidak ada nyeri tekan

b. Leher : Bentuk/Kesimetrisan : Simetris antara Kiri dan Kanan

c. Dada/ thoraks

Paru-paru : Simetris kiri dan kanan, suara napas -

Jantung : Simetris kiri dan kanan, Batas paru dan jantung ICS 2-3

d. Abdomen:

Tidak ada nyeri tekan pada abdomen, tidak ada bekas operasi

e. Bokong: Adanya luka bakar pada seluruh bokong sampai paha kiri

bagian dalam
53

Gambar 2.2 Luka Bakar Derajat 3


Sumber: Data Pribadi (2019)

f. Genitalia: Tidak dilakukan

g. Ekstremitas :

Status sirkulasi : Pengisian kapiler pada ektermitas atas dan bawah <

2 detik. Terpasang infus pada kaki kanan dengan cairan Ringer Laktat

24 tetes/menit

h. Neurologis

Fungsi sensorik : Pasien dapat merasakan stimulus berupa sentuhan

ringan pada anggota tubuh.

Fungsi Motorik : Pasien dapat mengangkat kedua kakinya dan

tangannya dan mampu menahan dorongan.

Kekuatan otot.

5 5

5 5
54

4. Hasil Laboratorium

Table 2.2 Hasil pemeriksaan laboratorium hematologi rutin Tn “Y”


Nama : Tn.Y RM : 897170

Diagnosa : Skin Avulsi Tgl. Hasil : 02-10-2019

Hasil Nilai Rujukan Satuan

HEMATOLOGI RUTIN

WBC 9.11 4.00-10.0 10^3/ul

RBC 3.42 4.00-6.00 10^6/ul

HGB 10.5 12.0-16.0 Gr/dl

HCT 31.1 37.0-48.0 %

MCV 90.9 80.0-97.0 fL

MCH 30.7 26.5-33.5 Pg

MCHC 33.8 31.5-35.0 gr/dl

PLT 436 + 150-400 10^3/ul

RDW-CV 12.7 10.0-15.0

PDW 8.9 10.0-18.0 fL

MPV 8.9 6.50-11.0 fL

PCT 0.39 0.15-0.50 %

NEUT 4.70 52.0-75.0 %

LYMPH 2.74 20.0-40.0 %

MONO 1.32 2.00-8.00 10^3/ul

EO 0.27 1.00-3.00 10^3/ul

BASO 0.08 0.00-0.10 10^3/ul


55

4. ANALISA DATA

Table 2.3 Analisa data

Data Masalah Keperawatan


DS :
- Pasien mengatakan ada luka akibat
terkena kenalpot mobil.
- Pasien mengatakan adanya luka Kerusakan integritas
bakar pada bokong Jaringan
DO :
- Adanya luka bakar derajat 3 pada
bokong pasien.

Faktor Resiko :
- Luka bakar derajat 3 pada bokong
Resiko Infeksi
- WBC: 9. 11 10^3/ul
- RBC: 3.42 10^6/ul
- HGB: 10.5 g/dL
DS :
- Pasien mengatakan nyeri
- Pasien mengatakan nyeri pada luka
akibat kecelakaan
- Pasien mengatakan nyeri pada
bokongnya
- Pasien mengatakan nyeri seperti
tertusuk-tusuk
- Pasien mengatakan nyeri muncul Nyeri Akut
ketika bergerak
DO :
- Adanya luka bakar derajat 3 pada
bokong
- Pasien namoak meringis ketika
bergerak
- Skala nyeri: 3 (ringan) NRS
56

5. Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan integritas jaringan

2. Resiko Infeksi

3. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera fisik (luka bakar)


57

6. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.4 Intervensi keperawatan berdasarkan kasus


Diagnosa
No Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan Keperawatan Perawatan Luka
jaringan selama 3x24 jam di harapkan integritas 1. Monitor karakteristik luka (mis, drainase,
jaringan mengalami perbaikan atau warna, ukuran, bau)
dipertahankan dengan kriteria hasil: 2. Monitor tanda-tanda infeksi
1. Perfusi jaringan baik: 3. Lepaskan balutan dan plester secara
a. Suhu kulit sekitar luka dalam batas perlahan
normal (36.5 C – 37.5 C)
0 0
4. Bersihkan dengan cairan
b. Hidrasi sekitar luka baik 5. NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai
c. Tidak tampak nekrosis kebutuhan
d. Tidak ada pigmentasi yang 6. Bersihkan jaringan nekrotik
abnormal 7. Berikan salep yang sesuai kulit/lesi, jika perlu
8. Pasang balutan sesuai jenis luka
9. Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
10. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
11. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
12. Kolaborasi pemberian Antibiotik
2. Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Kontrol Infeksi
selama 3x24 jam di harapkan resiko 1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
Infeksi tidak terjadi dengan: melakukan tindakan keperawatan.
58

2. Batasi pengunjung bila perlu


Kriteria Hasil: 3. Instruksi pada penjunjung untuk mencuci
Tidak ada tanda-tanda infeksi: tangan saat berkunjung dan setelah
- Dolor (Nyeri) meninggalkan pasien.
- Kalor (Panas) 4. Pertakankan lingkungan aseptic selama
- Tumor (Bengkak) pemasangan alat.
- Rubor (Kemerahan) 5. Berikan terapi antibiotic bila perlu.
- Fungsi Laesa (kehilangan fungsi)

3. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan Managemen Nyeri (1400)


berhubungan dengan selama 3x24 jam, pasien mampu 1. Lakukan Pengkajian nyeri yang komperhensif
agen cidera fisik (luka menunjukan nyeri teratasi dengan kriteria yang meliputi lokasi, karakteristik,
bakar) hasil : onset/durasi, frekuensi, kualitas, atau
a. Ekspersi wajah pasien tampak tenang beratnua nyeri dan faktor pencetus.
b. Melaporkan nyeri berkurang dari 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal
skala 3 (Ringan) ke skala 0 (tidak ada mengenai ketidaknyamanan.
nyeri) NRS 3. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyaman
akibat prosedur.
4. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan (suhu ruangan,
pencahayaan, suara bising)
5. Gali penggunaan metode farmakologi yang
dipakai pasien saat ini untuk menurunkan
nyeri.
59

7. Implementasi

Tabel 2.5 Implementasi Hari I

No
Diagnosa Hari/Tgl/Jam Implementasi Evaluasi
Dx
1. Kerusakan Senin, 07/10/19 Perawatan Luka Senin, 07/10/2019
integritas 10 : 00 1.Melakukan perawatan luka dengan cairan Nacl 13 : 30
jaringan 0.9 % dan sabun yang mengandung S : - Pasien mengatakan
Chlorhexidine dan memberikan salep burnazin merasa nyaman
dan ditutup dengan khasa dan dibalut. O: - Skala Nyeri 3 (Ringan)
Hasil : Luka tampak bersih, luka tampak merah - Luka tampak kemerahan
(granulasi) dan memberikan rasa A: Kerusakan Integritas
nyaman pada pasien. jaringan

P: Lanjutkan Intervensi
Kontrol infeksi
2. Risiko infeksi Senin, 07/10/19 Proteksi terhadap infeksi Jam 12 : 30
10.07 1. Mencuci tangan 6 langkah dalam 5 moment S : - Pasien mengatakan
Hasil : Mengurangi resiko infeksi masih merasakan nyeri.
12.00 1.Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan O: - Skala Nyeri 3 (Ringan)
lokal. - Luka tampak kemerahan
Hasil : Tidak ada tanda dan gejala infeksi A: Resiko infeksi tidak terjadi
Dolor (Nyeri) Skala 3 (Ringan), Kalor (Panas) P: Lanjutkan Intervensi
Tidak ada, Tumor (Bengkak) Tidak ada , Rubor Proteksi terhadap
(Kemerahan) Tidak ada, Fungsi Laesa infeksi
(kehilangan funggsi) Tidak ada.
60

12.05 2. Monitor WBC


Hasil : 9. 11 10^3/ul (4.00-10.0)
3.Memberikan perawatan luka pada area epidema
Hasil : membantu dalam proses penyembuhan
dan memberikan rasa nyaman kepada pasien.
4. Inspeksi kondisi luka/insisi bedah
Hasil : Luka tampak Kemerahan
(07.00 & 19.00) 5.Penatalaksanaan pemberian antibiotik
Ceftriaxone 1 gram /12 jam/iv

Hasil: tidak ada tanda-tanda alergi


3. Nyeri Akut Senin, Manajemen Nyeri Senin, 07.10.2019
berhubungan 07/10/2019 1. Melakukan Pengkajian nyeri yang komperhensif Jam : 14 : 00 Wita
dengan agen 09.00 Wita yang meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi,
cidera fisik frekuensi, kualitas, atau beratnya nyeri dan S: Pasien Mengatakan masih
(luka bakar) faktor pencetus. merasakan nyeri
Hasil : O : Skala Nyeri 3 (Ringan)
P: Luka bakar derajat 3 - Eskpresi wajah pasien
Q: Nyeri seperti tertusuk-tusuk tampak meringis
R: Bokong - Pasien tampak gelisah
S: Skala 3 (Ringan) A : Nyeri akut belum teratasi
T: Saat bergerak P : Lanjutkan Intervensi
09:05 2. Mengobservasi adanya petunjuk nonverbal Manajemen Nyeri
mengenai ketidaknyamanan.
Hasil : Ekspresi wajah pasien tampak meringis.
09.40 3.Memberikan informasi mengenai nyeri, seperti
penyebab nyeri,berapa lama nyeri akan
dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyaman
61

akibat prosedur.
Hasil :Menjelaskan pada pasien bahwa nyerinya
berada pada skala 3 (Ringan)
4.Mengendalikan faktor lingkungan yang dapat
11.00 mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan (suhu
ruangan,pencahayaan,suara bising)
Hasil : Pasien merasa nyaman
62

Tabel 2.6 Implementasi Hari II

No
Diagnosa Hari/Tgl/Jam Implementasi Evaluasi
Dx
2. Risiko infeksi Senin, 07/10/19 Proteksi terhadap infeksi Jam 12 : 30
10.07 1. Mencuci tangan 6 langkah dalam 5 moment S : - Pasien
Hasil : Mengurangi resiko infeksi mengatakan masih
1.Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal. merasakan nyeri.
Hasil : Tidak ada tanda dan gejala infeksi O: - Skala Nyeri 3
12.00 Dolor (Nyeri) Skala 3 (Ringan), Kalor (Panas) (Ringan)
Tidak ada, Tumor (Bengkak) Tidak ada , Rubor - Luka tampak
(Kemerahan) Tidak ada, Fungsi Laesa (kehilangan kemerahan
funggsi) Tidak ada.
12.05 2. Monitor WBC A: Resiko infeksi tidak
Hasil : 9. 11 10^3/ul (4.00-10.0) terjadi
3.Memberikan perawatan luka pada area epidema P: Lanjutkan Intervensi
Hasil : membantu dalam proses penyembuhan dan Proteksi terhadap
memberikan rasa nyaman kepada pasien. infeksi
4. Inspeksi kondisi luka/insisi bedah
Hasil : Luka tampak Kemerahan
(07.00 & 19.00) 5.Penatalaksanaan pemberian antibiotik Ceftriaxone 1
gram /12 jam/iv
Hasil: tidak ada tanda-tanda alergi
3. Nyeri Akut Selasa, 08/10/2019 Manajemen Nyeri Selasa, 08.10.2019
berhubungan 09:30 Wita 1. Melakukan Pengkajian nyeri yang komperhensif yang Jam: 14.00 Wita
dengan agen meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
cidera fisik (luka kualitas, atau beratnya nyeri dan faktor pencetus. S: Pasien Mengatakan
bakar) Hasil : nyeri berkurang
P: Luka bakar derajat 3 O : Skala Nyeri 3
63

Q: Nyeri seperti tertusuk-tusuk (Ringan)


R: Bokong - Eskpresi wajah
S: Skala 3 (Ringan) pasien tampak
T: Saat bergerak meringis
09:35 Wita 2. Mengobservasi adanya petunjuk nonverbal mengenai - Pasien masih
ketidaknyamanan. tampak gelisah
Hasil : Ekspresi wajah pasien tampak meringis. A : Nyeri akut belum
09:37 Wita 3.Memberikan informasi mengenai nyeri, seperti teratasi
penyebab nyeri,berapa lama nyeri akan dirasakan, P : Lanjutkan Intervensi
dan antisipasi dari ketidaknyaman akibat prosedur. Manajemen Nyeri
Hasil :Menjelaskan pada pasien bahwa nyerinya
berada pada skala 3 (Ringan)
10:00 Wita 4.Mengendalikan faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan (suhu ruangan,pencahayaan,suara
bising)
Hasil : Pasien merasa nyaman
64

Tabel 2.7 Implementasi Hari III


Evaluasi
No Dx Diagnosa Hari/Tgl/Jam Implementasi
2. Resiko Infeksi Rabu, 09/10/19 Proteksi terhadap infeksi Kamis,10.10.2019
08:00 Wita 1. Mencuci tangan 6 langkah dalam 5 moment
Hasil : Mengurangi resiko infeksi Jam : 14 : 00 Wita
1.Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
Hasil : Tidak ada tanda dan gejala infeksi S : - Pasien mengatakan masih
Dolor (Nyeri) Skala 3 (Ringan), Kalor (Panas)
Tidak ada, Tumor (Bengkak) Tidak ada , Rubor merasakan nyeri.
(Kemerahan) Tidak ada, Fungsi Laesa (kehilangan
funggsi) Tidak ada. O: - Skala Nyeri 3 (Ringan)
2. Monitor WBC
Hasil : 9. 11 10^3/ul (4.00-10.0) - Luka tampak kemerahan
08:08 Wita 3.Memberikan perawatan luka pada area epidema
Hasil : membantu dalam proses penyembuhan dan
memberikan rasa nyaman kepada pasien.
4. Inspeksi kondisi luka/insisi bedah A: Resiko infeksi tidak terjadi
Hasil : Luka tampak Kemerahan
5.Penatalaksanaan pemberian antibiotik Ceftriaxone P: Lanjutkan Intervensi
1 gram /12 jam/iv
Hasil: tidak ada tanda-tanda alergi Proteksi terhadap infeksi

3. Nyeri Akut Rabu, 09/10/2019 Manajemen Nyeri Kamis,09.10.2019


berhubungan 07:30 Wita 1. Melakukan Pengkajian nyeri yang komperhensif
dengan agen yang meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi,
65

cidera fisik frekuensi, kualitas, atau beratnya nyeri dan faktor Jam : 14 : 00 Wita
(luka bakar) pencetus.
Hasil : S: Pasien Mengatakan nyeri
P: Luka bakar derajat 3
Q: Nyeri seperti tertusuk-tusuk berkurang
R: Bokong
S: Skala 3 (Ringan) O : Skala Nyeri 3 (Ringan)
T: Saat bergerak
2. Mengobservasi adanya petunjuk nonverbal - Eskpresi wajah pasien
07:35 Wita mengenai ketidaknyamanan.
Hasil : Ekspresi wajah pasien tampak meringis. tampak meringis
3.Memberikan informasi mengenai nyeri, seperti
07:40 Wita penyebab nyeri,berapa lama nyeri akan dirasakan, - Pasien masih tampak
dan antisipasi dari ketidaknyaman akibat prosedur.
Hasil :Menjelaskan pada pasien bahwa nyerinya gelisah
berada pada skala 3 (Ringan)
07:42 Wita 4.Mengendalikan faktor lingkungan yang dapat A : Nyeri Akut Belum teratasi
mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan (suhu ruangan, pencahayaan, P : Lanjutkan Intervensi
suara bising)
Hasil : Pasien merasa nyaman Manajemen Nyeri
66

BAB III

PEMBAHASAN KASUS KELOLAAN

Pada bab ini merupakan pembahasan dari asuhan keperawatan

pada Tn. “Y” dengan luka bakar termal di Ruangan Unit Luka Bakar RSUP

Dr. Wahidin Sudirohusodo yang dimulai pada tanggal 7-12 Oktober 2019.

Dalam bab ini, penulis akan membahas pendekatan proses keperawatan

yang dilakukan meliputi segi pengkajian, diagnosa keperawatan,

perencanaan keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi

keperawatan.

A. Pengkajian

Menurut Moenadjat (2009), pengkajian pada luka bakar yaitu:

2. Survei Primer

a. Airway

Pada pasien luka bakar ditemukan adanya sumbatan

jalan napas akibat edema mukosa jalan napas di tambah

sekret yang di produksi berlebihan (hipersekresi) dan

mengalami pengentalan (Majid, 2013). Oedem laring yang

ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas

dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan

dahak bewarna gelap akibat jelaga (Yovita, 2012).

Pada saat pengkajian survei primer, data yang ditemukan

yaitu: jalan napas bebas, tidak ada obstruksi akibat edema


67

mukosa jalan napas dan tidak ada sekret yang di produksi

berlebihan serta tidak ada kecurigaan trauma inhalasi. Hal ini

terjadi karena luka bakar yang dialami oleh Tn “Y” merupakan

luka bakar akibat terpapar atau kontak dengan objek panas

(kenalpot mobil) pada bokong klien, yang dimana letaknya

jauh dengan saluran napas (airway). Selain itu, pasien dalam

proses penyembuhan karena telah di rawat di Unit Luka Bakar

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo selama 3 hari setelah

sebelumnya hanya dirawat di rumah dengan peralatan

seadanya selama 20 hari.

Menurut Yovita (2012) sumbatan jalan napas dapat terjadi

karena kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di

wajah. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan mukosa jalan

napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap.

Oedem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan

hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea,

stridor, suara serak dan dahak bewarna gelap akibat jelaga.

Terjadi kesenjangan antara hasil pengkajian teori dengan

kasus dimana pada teori dijelaskan bahwa pada pasien luka

bakar ditemukan adanya sumbatan jalan napas akibat edema

mukosa jalan napas di tambah sekret yang di produksi

berlebihan (hipersekresi), namun hal ini tidak ditemukan pada

Tn. Y.
68

b. Breathing

Menurut Majid (2013) apabila terdapat Eschar yang

melingkari dada maka segera lakukan escharotomy karena

dapat menghambat pergerakan dada untuk bernapas. Periksa

juga apakah ada trauma-trauma lain yang dapat menghambat

pernapasan, misalnya pneumothorax, hematothorax, dan

fraktur costae. Kaji pergerakan dinding thorax simetris atau

tidak, ada atau tidaknya kelainan pada pernafasan misalnya

dispnea, takipnea, bradipnea, ataupun sesak. Kaji juga

apakah ada suara nafas tambahan seperti snoring, gargling,

ronkhi atau wheezing. Selain itu dikaji juga kedalaman nafas

pasien.

Pada saat dilakukan pengkajian ditemukan dada simetris

anatar kedua lapang paru, tidak ada penggunaan otot bantu

pernapasan, pernapasan dalam batas normal 16x/menit.

Berdasarkan teori pengkajian pernapasan dilakukan untuk

menilai kepatenan jalan dan keadekuatan pernapasan pasien.

Berdasarkan analisis terdapat kesenjangan antara teori

dan kasus. Pada teori disebutkan bahwa pada luka bakar

terdapat eschar dan trauma yang dapat menghambat

pergerakan dinding dada. Hal ini tidak terjadi karena luka

bakar yang dialami oleh Tn “Y” merupakan luka bakar akibat

terpapar atau kontak dengan objek panas (kenalpot mobil)


69

pada bokong klien dan tidak terdapat trauma yang dapat

mengganggu fungsi kerja paru-paru klien serta klien dalam

perbaikan kondisi

c. Circulation

Pada pengkajian circulation hal-hal yang harus

diperhatikan adalah ada tidaknya penurunan tekanan darah,

kelainan detak jatung misalnya takikardia, bradikardia. Kaji

juga ada tidaknya sianosis, capiler refil time (CRT)

memanjang, kondisi akral, dan nadi pasien.

Pada saat dilakukan pengkajian didapatkan luka bakar

derajat III dengan luas 5%. Tekanan darah 110/80 mmHg,

nadi 88x/menit, CRT <2 detik, dan tidak ada tanda-tanda

dehidrasi hal ini disebabkan karena pasien mengerti tentang

pentingnya asupan nutrisi yang adekuat untuk mempercepat

proses penyembuhan luka.

Menurut Moenadjat (2009), pada luka bakar didapatkan

penurunan tekanan darah, kelainan detak jantung misalnya

takikardia, adanya sianosis dan capiler refil memanjang.

Luka bakar juga menimbulkan kerusakan jaringan sehingga

pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolemik

karena kebocoran plasma yang luas.

Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan

permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut


70

rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya

permeabilitas menyebabkan oedem dan menimbulkan bula

yang banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya

volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka

bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan

yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk

pada luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari

keropeng luka bakar derajat tiga. Bila luas luka bakar kurang

dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih

bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan terjadi

syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah,

pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan

darah menurun, dan produksi urin berkurang.

Pembengkakkan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi

setelah delapan jam (Yovita, 2012).

Berdasarkan analisis terdapat kesenjangan antara

kasus dan teori. Dalam teori disebutkan bahwa luka bakar

dapat menyebabkan penurunan tekanan darah, kelainan

detak jantung misalnya takikardia, adanya sianosis dan

capiler refil memanjang. Luka bakar juga menimbulkan

kerusakan jaringan sehingga pada luka bakar yang luas

dapat terjadi syok hipovolemik karena kebocoran plasma

yang luas. Hal ini tidak terjadi karena Tn “Y” merupakan


71

pasien di Unit Luka Bakar dengan penyebab luka bakar

terpapar atau kontak dengan objek panas (kenalpot mobil)

pada bokong klien. Klien sudah dirawat selama 3 hari di

ruang Unit Luka Bakar setelah sebelumnya di rawat di rumah

selama 20 hari. Klien telah melewati fase akut atau yang

disebut sebagai fase awal atau fase syok. Hal ini dibuktikan

dengan Tekanan Darah 110/80 mmHg, nadi 88x/menit, CRT

<2 detik, dan mukosa lembab, konjungtiva anemis, akral

hangat.

d. Disability

Pada saat dilakukan pengkajian di dapatkan tingkat

kesadaran pasien komposmentis (GCS: 15), pasien mampu

membuka mata dengan spontan, pasien mampu menjawab

pertanyaan yang diberikan, pasien sadar pasien di rawat

dimana dan sejak kapan, pasien mampu menggerakkan

ekstremitas bawah dan ektremitas atas. Menurut Wikinson &

Skinner (2007), pada luka bakar berat dengan trauma

inhalasi terjadi penurunan kesadaran.

Berdasarkan analisis ada kesenjangan antara teori dan

kasus. Menurut teori penurunan kesadaran dapat terjadi

akibat keracunan karbon monoksida dan syok hipovolemik.

Hal tersebut tidak terjadi pada pasien karena penyebab luka

bakar yang dialami adalah bersentuhan dengan benda


72

panas serta pasien sudah melewati fase darurat atau fase

akut dan sedang dalam perbaikan kondisi, hal ini dibuktikan

dengan pasien mampu membuka mata dengan spontan,

pasien mampu menjawab pertanyaan yang diberikan, pasien

sadar pasien di rawat dimana dan sejak kapan, pasien

mampu menggerakkan ekstremitas bawah dan ektremitas

atas.

e. Exposure

Pada saat dilakukan pengkajian tidak ditemukan

peningkatan penurunan suhu tubuh. Hasil pengukuran suhu

tubuh yaitu 36.60C.

Suhu tubuh akan menurun secara besar dengan luka

bakar berat, hal ini disebabkan akibat evaporasi cairan pada

kulit karena suhu tinggi luka bakar dan syok hipovolemik. Uji

kimia darah menunjukkan tingginya kalium (akibat kerusakan

pada sel) dan rendahnya kalsium (akibat hipoalbuminemia).

Setelah 48 jam setelah trauma luka, pasien dengan luka

bakar berat akan menjadi hipermetabolik (laju metabolik

dapat meningkat hingga 3 kali lipat). Suhu basal tubuh akan

meningkat mencapai 38,5 0C akibat adanya respon inflamasi

sistemik terhadap luka bakar. Respon imun pasien juga akan

menurun karena adanya down regulation pada reseptor

sehingga meningkatkan resiko infeksi dan juga hilangnya


73

barier utama pertahanan tubuh yaitu kulit (Rudall & Green,

2010).

Berdasarkan analisis ada kesenjangan antara teori dan

kasus. Pada teori disebutkkan bahwa pasien luka bakar akan

mengalami hipotermi akibat syok dan hipertermi akibat

respon inflamasi. Pasien tidak mengalami penurunan atau

peningkatan suhu tubuh karena pasien sudah melewati fase

darurat dan sudah melewati fase akut dan sedang dalam

perbaikan kondisi.

3. Survei Sekunder

a. Keluhan utama

Pada saat dilakukan pengkajian didapatkan hasil pasien

mengatakan luka pada bokong dan mengeluh nyeri pada

daerah luka bakar. Hal ini disebabkan karena terjadi luka

bakar grade II seluas 1% pada daerah sekitar bokong yang

mengenai jaringan dermis sehingga masih mersakan sensasi

nyeri yang dirasakan oleh kulit karena pembuluh darah dan

saraf dibagian tersebut belum mengalami kerusakan

sedangkan luas luka bakar pada bokong 5% derajat 3.

Kerusakan sudah sampai kejaringan otot akibat pasien

terpapar kenalpot panas selama 1 jam. Menurut Kidd (2010)

menjelaskan bahwa pada luas cedera bergantung pada akibat

dari intensitas panas (suhu) dan durasi pemajanan.


74

b. Riwayat penyakit sekarang

Pada saat dilakukan pengkajian luka bakar yang dialami

sejak 20 hari sebelum masuk RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo.

Awalnya pasien sedang memperbaiki letak sayur-sayur di

mobil pickup tiba-tiba mobil tersebut berjalan dengan

sendirinya karena mesinnya belum dimatikan dan posisi

pickup saat itu berada pada tanjakan kemudian pasien

melompat dan berusaha mencari batu untuk mengganjal ban

mobil dari bagian depan namun pasien tertabrak dan masuk

ke bawah mobil dan mengenai kenalpot mobil. menurut teori

mekanisme trauma perlu diketahui karena ini penting, apakah

penderita terjebak dalam ruang tertutup, sehingga kecurigaan

terhadap trauma inhalasi yang dapat menimbulkan obstruksi

jalan napas. Kapan kejadiannya terjadi (Sjaifuddin, 2006).

c. Riwayat penyakit dahulu

Pada saat dilakukan pengkajian pada kasus Tn “Y” tidak

ditemukan adanya riwayat penyakit sebelumnya seperti DM,

gagal jantung kongestif, ginjal, pernapasan atau gastro

intestinal. Dalam teori perlu dikaji untuk menentukan apakah

mempunyai penyakit yang tidak melemahkan kemampuan

untuk mengatasi perpindahan cairan dan melawan infeksi

(misalnya diabetes melitus, gagal jantung kongestif, dan

sirosis) atau bila terdapat masalah-masalah ginjal,


75

pernapasan atau gastrointestinal. Beberapa masalah seperti

diabetes, gagal ginjal dapat menjadi akut selama proses

pembakaran. Jika terjadi cedera inhalasi pada keadaan

penyakit kardiopulmonal (misalnya gagal jantung kongestif

dan emfisema) maka status pernapasan sangat terganggu

(Hudak dan gallo, 1996).

d. Riwayat penyakit keluarga

Dari hasil pengkajian pada Tn “Y” keluarga tidak ada

riwayat penyakit keturunan yang di alami oleh keluarga Tn “Y”.

Sedangkan berdasarkan teori disebutkan riwayat penyakit

keluarga yang bisa di turunkan kepada pasien seperti penyakit

DM, hipertensi, asma, TBC dapat memperberat proses

penyembuhan.

B. Diagnosa Keperawatan

Menurut teori Amin Huda Nurarif (2013), diagnose keperawatan

yang muncul pada kasus luka bakar, yaitu:

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan cedera alveolar

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

adanya obstruksi jalan nafas

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (mis, biologis, zat

kimia, fisik psikologi)

4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agen cedera


76

5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan

cairan aktif

6. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

7. Hambatan mobilitas fisik berhubungan penurunan ketahanan

tubuh dan penurunan kekuatan otot.

8. Resiko infeksi faktor risiko pertahanan primer tidak adekuat;

kerusakan kulit; jaringan traumatic. Pertahanan sekunder tidak

adekuat; penurunan Hb, penekanan respon inflamasi.

Sedangkan yang ditemukan dalam kasus berdasarkan hasil

analisa data adalah:

1. Kerusakan integritas jaringan

Diagnosa keperawatan ini muncul pada kasus karena

klien tampak ada luka bakar pada daerah bakar derajat 3

dengan luas 5%.

2. Risiko infeksi

Diagnosa keperawatan ini muncul pada kasus karena

klien tampak ada luka bakar pada daerah bakar derajat 3

dengan luas 5%. Hasil pemeriksaan laboratorium; WBC: WBC:

9. 11 10^3/ul; RBC: 3.42 10^6/ul; HGB: 10.5 g/dL.

3. Nyeri akut akut berhubungan dengan agen cedera fisik

Diagnosa keperawatan ini muncul pada kasus karena

kllien mengalami nyeri pada luka bakar akibat tergesek

kenalpot mobil, nyeri yang dialami seperti tertusuk-tusuk,


77

lokasi nyeri pada daerah bokong, skala nyeri 3 (ringan) NRS,

nyeri hilang timbul, ekspresi wajah rileks, dan terdapat luka

bakar pada bokong derajat 3 dengan luas 5% dan derajat 2

1%.

Menurut analisa penulis terdapat kesenjangan antara teori

dengan kasus dalam hal penegakan diagnosa pasien luka bakar yaitu

adanya diagnosa yang terdapat dalam teori yang tidak ditemukan

dalam ksus yaitu:

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan cedera alveolar,

keracunan karbon monoksida dan atau cedera inhalasi, meliputi

pernapasan abnormal, sianosis, warna kulit abnormal (pucat

kehitaman), iritabilitas, dispnea. Diagnosa ini tidak ditemukan

pada kasus karena pada saat pengkajian tidak ditemukan tanda

dan gejala tersebut. Penulis juga tidak mengangkat diagnosa

tersebut karena pasien sudah berada di fase lanjut yaitu fase yang

berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan

pemulihan fungsi organ-organ fungsional dan pasien mengalami

kecelakaan 20 hari sebelum masuk RSUP Dr Wahidin

Sudirohusodo. Pasien sudah dirawat di Unit Luka Bakar RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo selama 3 hari setelah sebelumnya hanya

dirawat dirumah oleh keluarga pasien.

2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

adanya obstruksi jalan napas. Diagnosa ini tidak ditemukan pada


78

kasus karena pada saat pengkajian tidak ditemukan tanda dan

gejala tersebut serta pasien sudah berada di fase lanjut yaitu fase

yang berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka

dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional dan pasien

mengalami kecelakaan 20 hari sebelum masuk RSUP Dr Wahidin

Sudirohusodo.

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan

cairan aktif, meliputi penurunan pengeluaran urin, penurunan

turgor kulit, penurunan tekanan darah, penurunan volume nadi,

membrane mukosa kering, peningkatan suhu tubuh, dan

kehausan. Penulis tidak mengangkat diagnosa tersebut karena

tidak menemukan tanda adanya penurunan pengeluaran urin,

penurunan turgor kulit, penurunan tekanan darah, penurunan

volume nadi, membrane mukosa kering, peningkatan suhu tubuh,

dan kehausan. Masa resusitasi pasien juga sudah berlalu serta

masukan dan haluaran cairan selalu balance (seimbang).

4. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi, meliputi suhu

tubuh abnormal (>370). Temperature kulit hangat. Penulis tidak

mengangkat diagnosa tersebut karena pada saat dilakukan

pengkajian suhu tubuh pasien hari pertama 36.60C.

5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan

ketahanan tubuh dan penurunan ketahanan otot. Penulis tidak

mengangkat diagnosa tersebut karena pada saat dilakukan


79

pengkajian kekuatan otot pasien normal (skor 5 untuk setiap

bagian ekstremitas) dan pasien bisa ke kamar mandi sendiri

C. Intervensi Keperawatan

Dalam menyusun perencanaan keperawatan pada Tn “Y”

dengan luka bakar, penulis membuat sesuai dengan prioritas masalah,

tujuan dan kriteria hasil. Sehingga tujuan yang telah ditetapkan

tercapai. Pada perencanaan ini tidak jauh beda antara tinjauan teori

yaitu NOC-NIC (2015) dan tinjauan kasus yang dilaksanakan atas

dasar teori dan intervensi yang diberikan disesuaikan dengan kondisi

dan lingkungan.

D. Implementasi Keperawatan

Semua tindakan yang dilakukan selalu berorientasi pada rencana

yang telah dibuat berdasarkan teori NIC-NOC (2015) dengan

mengantisipasi seluruh tanda-tanda yang timbul, sehingga tindakan

keperawatan dapat tercapai pada asuhan keperawatan yang

dilaksanakan dengan menerapkan komunikasi terapeutik dengan

prinsip etis. Pada kasus ini tidak jauh beda dengan teori-teori yang

ada di dalam rencana keperawatan.

1. Kerusakan integritas jaringan

Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan

rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan teori yaitu

memonitor keadaan luka, memberikan balutan tanpa melakukan

tekanan, mengajarkan keluarga untuk menjaga kulit pasien agar


80

tetap kering, menganjurkan pasien untuk mobilisasi setiap 2 jam,

memonitor kulit dan daerah luka akan adanya tanda kemerahan

dan udem.

2. Risiko infeksi

Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan

rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan teori yaitu

mencuci tangan sebelum dan sesudah setiap kegiatan perawatan

pasien, mengajar pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala

infeksi memantau tanda-tanda infeksi, serta kolaborasi pemberian

antibiotik.

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan

rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan teori yaitu

mengukur tanda-tanda vital, mengobservasi reaksi nonverbal dari

ketidaknyamanan, melakukan pengkajian nyeri secara

komprehensif, dan mengajarkan teknik norfarmakologi: teknik

relaksasi napas dalam.

E. Evaluasi

Majid & Prayogi (2013), evaluasi adalah penilaian keberhasilan

rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Pada

pasien luka bakar dapat dinilai hasil pelaksanaan perawatan dengan

melihat catatan perkembangan, hasil pemeriksaan pasien, melihat

langsung keadaan dari keluhan pasien, yang timbul sebagai masalah.


81

Evaluasi keperawatan yang dilakukan pada Tn “Y” dengan 3

diagnosa keperawatan belum teratasi, namun kondisi pasien

menunjukan adanya kemajuan. Hal ini dibuktikan dengan hasil

evaluasi pada tanggal 9 Oktober 2019 didapatkan bahwa masalah

nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik hasil yang

didapatkan nyeri skala 3 (ringan). Pada kerusakan integritas kulit

berhubungan dengan gangguan turgor belum nampak adanya

perubahan yang sangat berarti. Dan pada risko infeksi hasil WBC 9,11

dan suhu 360C masih dalam rentang normal.


82

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah mempelajari teori-teori dan pengalaman langsung

dilakukan praktek mengenai asuhan keperawatan luka bakar pada

pasien Tn. Y dengan diagnosa Thernal Burn Injury, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Manajemen Asuhan Keperawatan

a. Setelah melakukan pengkajian keperawatan pada pasien Tn

“Y” data yang didapat yaitu: terdapat luka pada bokong derajat

3 seluas 5% yang dialami sejak 20 hari sebelum mauk rumah

sakit, pasien mengeluh nyeri ringan dengan skala 3 pada

area bokong yang dirasa seperti tertusuk-tusuk, TD: 110/80

mmHg, HR: 88x/menit, RR: 16x/menit, S: 36.60C. Hasil

Pemeriksaan Laboratorium; WBC: 9. 11 10^3/ul, RBC: 3.42

10^6/ul, HGB: 10.5 g/dL.

b. Diagnosa keperawatan yang didapatkan pada kasus Tn Y

dengan diagnosa Thermal Burn Injury yaitu: kerusakan

integritas jaringan, risiko infeksi serta nyeri akut berhubungan

dengan agen cedera fisik.

c. Dalam penyusunan rencana keperawatan yang disusun

berdasarkan standar pada teori yang ada serta disesuaikan

dengan kebutuhan pasien, bagaimana mencapai tujuan


83

keperawatan sesuai kriteria hasil yang diharapkan pada

pasien, yaitu nyeri berkurang, pasien menunjukan perbaikan

jaringan akibat luka bakar dan infeksi tidak terjadi.

d. Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan disesuaikan dengan

kondisi dan masalah yang ada pada pasien sehingga tujuan

yang diberikan lebih efektif serta dapat mencapai tujuan yang

diharapkan dari hasil yang optimal. Beberapa tindakan yang

dilakukan seperti perawatan luka bakar setiap 3 hari sekali,

pemberian antibiotik ceftriaxone 1 gr/12 jam, melakukan cuci

tangan 6 langkah dalam 5 momen.

e. Dalam evaluasi hasil yang telah dicapai khususnya pada

system integumen diperhatikan secara mendetail sehingga

dapat memudahkan penentuan intervensi selanjutnya.

f. Dokumentasi keperawatan dilaksanakan pada setiap tahap

proses keperawatan sehingga dapat digunakan sebagai salah

satu bukti pertanggungjawaban terhadap asuhan

keperawatan yang telah diberikan pada Tn ”Y”.

B. Saran

Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan maka

penulis mengemukakan saran yang mungkin bermanfaat untuk

penanganan khususnya terhadap pasien dengan luka bakar (thermal

burn injury) sebagai berikut:


84

1. Bagi Pendidikan

Diharapkan berperan serta dalam peningkatan kualitas

perawat dengan cara menyediakan akses yang mudah bagi

perawat untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang sesuai

dengan perkembangan untuk mengatasi masalah

2. Bagi Rumah sakit

Seorang perawat perlu memperhatikan kondisi pasien

komprehensif, tidak hanya fisik tetapi semua aspek manusia

sebagai satu kesatuan yang utuh yang mliputi

bio-psiko-sosial-kultural-spiritual.

3. Bagi pasien dan keluarga

Diharapkan agar bisa berpartisipasi dan

bersungguh-sungguh dalam menjalani perawatan/terapi agar hasil

yang didapatkan sesuai dengan apa yang diharapkan, serta

kesadaran untuk melakukan pencegahan terjadinya kontraktur

sangatlah penting dengan menghindar faktor-faktor penyebabnya

terutama seperti enggan bergerak karena nyeri.

4. Bagi Penulis

Diharapkan dapat memperluas ilmu dan pengetahuannya tentang

asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada kasus luka bakar

(Thermal Burn Injury).


85

DAFTAR PUSTAKA

American Burn Association. (2013). Burn Incidence and Treatment in the


United States: 2013 Fact Sheet.
http://www.ameriburn.org/resources_factsheet.php. Diakses pada
tanggal 28 November 2019.

American Burn Association. (2016). Burn Incidence and Treatment in the

united states 2015 Chicago ABA. http://www.ameriburn.org/

resources_factsheet.php. Diakses pada tanggal 27 November

2019.

Amin, dkk. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa

Medis dan NANDA NIC-NOC. Jakarta. Medication Publishing.

Anderson, T.E., McFarlane,J. (2007). Buku ajar keperawatan komunitas


teori dan praktik: Edisi 3. Jakarta: EGC.

Artawan, Ikadek. (2016). Studi Fenomenologi: Makna Pengalaman

Perawat Dalam Melakukan Perawatan Pasien Luka Bakar Fase

Emergency In Hospital Di Ruang Instalasi Gawat Darurat Rsup

Sanglah Denpasar. http://repository.ub.ac.id/id/eprint/158492.

Diakses pada tanggal 27 November 2019.

Barbara AB, Glen G, Marjorie S. (2013). Willard and Spackman's


Occupational Therapy (12th Ed). Lippincott Williams & Wilkins.

Boswick, John A., Jr. (1988). Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.
86

Brunner, Suddarth. (2010). Textbook of medical surgical nursing Edisi ke 1

USA: Lippincott

Carpenito, Lynda Juall. (2009). Diagnosis Keperawatan Aplikasi pada


Praktik Klinis. Jakarta : EGC

Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman


Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Edisi 3. Jakarta : EGC.

Emergencies Nursing Association. (2007). competenscies for Nurse


Practitioners in Emergency Care. Emergencies Nursing
Association.

Elisabeth T. Anderson, Judith McFarlane. (2007). Buku Ajar Keperawatan


Komunitas Teori dan Praktek. Edisi 3. EGC Jakarta.

Grace, Pierce A. & Neil R. Borley. (2006). At a Glance Ilmu Bedah. Ahli
Bahasa dr. Vidia Umami.Editor Amalia S. Edisi 3. Jakarta: Erlangga.

Herdman, TH, Kamitsuru S. (2015). NANDA International Inc. Nursing

Diagnoses: Definition & Classifications 2015-2017, 10th Edition.

EGC. Jakarta.

Hudak, C.M and Gallo, B.M. (1996). Keperawatan Kritis, Pendidikan


Holistik (Critical Care Nursing: A Holistic Approach) Edisi VI,
Volume II. Jakarta: EGC

James H. Holmes., David M. Heimbach. (2005). Burns, in : Schwartz’s


Principles of Surgery. 18th ed. McGraw-Hill. New York.

Lewis, G., Helmbach, D., and Gibran, N. (2012). evaluation of the Burn
Wound: Management Decisions Total Burn Care. Elsevier Ltd.
87

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). PEDOMAN


NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN TATA LAKSANA LUKA
BAKAR. http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum
/KMK_No__HK_01_07-MENKES-555-2019_ttg_Pedoman_Nasiona
l_Pelayanan_Kedokteran_Tata_Laksana_Luka_Bakar.pdf. Diakses
pada tanggal 28 November 2019

Majid Abdul & Prayogi S. Agus. (2013). Buku Pintar Perawatan Pasien
Luka Bakar. Gosyen Publishing : Yogyakarta.

Moenadjat. (2009). Luka bakar-pengetahuan klinik praktis; Jakarta.

Fakultas Kedokteran.

Muflihah et al. (2018). Gambaran Histopatologi Otak Tikus Wistar Akibat


Luka Bakar Termal Seluas 30% Total Body Surface Area (Tbsa)
Pada Fase Intravital, Perimortem Dan Postmortem.
http://eprints.undip.ac.id/64157/3/BAB_II.pdf. Diakses pada tanggal
28 November 2019.

Potter & Perry. (2009). Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta :


Salemba Medika.

Rudall, N. & Green, A. (2010). Burns Clinical Features and Prognosis.


Pharmaceutical Journal vol 2. https://www.researchgate.net
/publication/288104322_Burns_Clinical_features_and_prognosis
Diakses pada tanggal 28 November 2019

Sjaifuddin M. (2006). Penanganan Luka Bakar. Airlangga Press University.


Surabaya.

Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Edisi 12. EGC: Jakarta.

Sumijatun. (2010). Konsep Dasar Menuju Keperawatan Professional.


Jakarta : Trans Info Media
88

Wikinson & Skinner. (2007). Asuhan Keperawatan Gawat darurat. Jakarta.

EGC.

Yapa, K.S dan Eboch, S. (2009). Management of Burns in the Community.

Wound UK. Vol.5, No 2.

Yovita, Safriani. (2012). Penanganan Luka Bakar.

http://www.google.co.id/url?q=http://www1.media.acehprov.go.id/up

loads/PENANGANAN_LUKA_BAKAR.pdf&sa=U&ved=0ahUKEwjk

gJCV-enJAhVRu.pdf. Diakses pada tanggal 28 November 2019.


89

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama Lengkap : Nur Anita, S.Kep


Tempat Tanggal Lahir : Wakaokili, 31 Oktober 1996
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum Kawin
Alamat Asal : Desa Waanguangu, Kec. Pasarwajo, Kab.
Buton, Sulawesi Tenggara.
Alamat di Makassar : Jl. Kesadaran Raya Makassar
No HP : 082395041494
Alamat E-mail : nuranit000@gmail.com
Pendidikan Formal
Tingkat Nama Tahun Mulai Tahun
Pendidikan Selesai
SD SD Negeri 1 Waanguangu 2002 2008
SMP SMP Negeri 1 Pasarwajo 2008 2009
SMP Negeri Satap Waanguangu 2009 2011
SMA SMA Negeri 2 Baubau 2011 2014
S1 STIKES Panakkukang Makassar 2014 2018

Anda mungkin juga menyukai