Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PEMANTAUAN DASAR HEMODINAMIK PADA PASIEN DEWASA

OLEH KELOMPOK 4 :

- Ayu Rohani Nainggolan


- Ernawati Lubis
- Veronika Susanna Rumapea
- Yohanes Emanuel Nong

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TAHAP AKADEMIK JALUR TRANSFER

STIKES SANTA ELISABETH MEDAN

T.A 2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat tuhan YME, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan ma
kalah tentang “Pemantauan Dasar Hemodinamik Pada Pasien Dewasa” dengan baik.
Makalah ini disusun sebagai tugas Keperawatan Kritis. Adapun makalah ini saya susun b
erdasarkan pengamatan saya dari yang ada kaitannya dengan makalah yang saya buat. Dalam pe
nyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari adanya bantuan dari pihak tertentu, oleh karena it
u kami tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih. Dalam penyusunan makalah ini saya meny
adari masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik da
n saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini ber
manfaat untuk para pembaca.

September 2021

Kelompok 4
BAB I
PENDAHULUAN

Hemodinamik adalah aliran darah dalam sistem peredaran tubuh, baik melalui sirkulasi
magna (sirkulasi besar) maupun sirkulasi parva (sirkulasi dalam paru paru). Dalam kondisi
normal, hemodinamik akan selalu dipertahankan dalam kondisi yang fisiologis dengan control
neurohormonal. Namun, pada pasien-pasien kritis mekanisme control tidak melakukan fungsinya
secara normal sehingga status hemodinamik tidak akan stabil. Monitoring hemodinamik menjadi
komponen yang sangat dalam perawatan pasien-pasien kritis karena status hemodinamik yang
dapat berubah dengan sangat cepat.

Berdasarkan tingkat keinvasifan alat, monitoring hemodinamik dibagi menjadi


monitoring hemodinamik non invasif dan invasif. Meskipun sudah banyak terjadi kemajuan
dalam teknologi kedokteran, pemantauan secara invasive masih tetap menjadi gold standard
monitoring. Variabel yang selalu diukur dalam monitoring hemodinamik pasien kritis dengan
metode invasif meliputi: tekanan darah arteri, tekanan vena sentral, tekanan arteri pulmonal.

Monitoring hemodinamik hampir selalu menggunakan kateter intravaskuler, tranducer


tekanan dan sistem monitoring. Adapun tujuan monitoring hemodinamik secara invasif adalah 3:

1. Deteksi dini: identifikasi dan intervensi terhadap klinis seperti : gagal jantung dan
tamponade.

2. Evaluasi segera dari respon pasien terhadap suatu intervensi seperti obat-obatan dan
dukungan mekanik.

3. Evaluasi efektifitas fungsi kardiovaskuler seperti cardiac output dan index.

Dengan dilakukannya monitoring hemodinamik secara kontinyu, perubahan-perubahan


pada status hemodinamik pasien akan diketahui sehingga penanganan akan lebih cepat dilakukan
dan menghasilkan prognosis yang lebih baik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Monitoring invasif tekanan darah arteri

2.1.1 Pengertian

Tekanan darah arteri adalah tekanan darah yang dihasilkan oleh ejeksi ventrikel
kiri ke aorta dan ke arteri sistemik.

Tekanan arteri sistemik terdiri dari :

1. Tekanan sistolik adalah tekanan darah maksimal ketika darah dipompakan dari ve
ntrikel kiri. Range normal berkisar 100- 130 mmHg

2. Tekanan diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung relaksasi, tekanan diast
olik menggambarkan tahanan pembuluh darah yang harus dihadapi oleh jantung.
Range normal berkisar 60-90 mmHg

3. Mean Arterial Pressure atau tekanan arteri rata-rata selama siklus jantung. MAP d
apat diformulasikan dengan rumus : Sistolik + 2. Diastolik x 1/3. MAP menggam
barkan perfusi aliran darah ke jaringan Pengukuran tekanan darah arteri secara in
vasif dilakukan dengan memasukkan kateter ke lumen pembuluh darah arteri dan
disambungkan ke sistem transducer. Tekanan intra arteri melalui kateter akan dik
onversi menjadi sinyal elektrik oleh tranducer lalu disebar dan diteruskan pada
osciloskope, kemudian diubah menjadi gelombang dan nilai digital yang tertera
pada layar monitor

2.1.2 Indikasi dan kontraindikasi

Indikasi

1. Monitor tekanan darah invasif diperlukan pada pasien dengan kondisi kritis atau
pada pasien yang akan dilakukan prosedur operasi bedah mayor sehingga apabila
ada perubahan tekanan darah yang terjadi mendadak dapat secepatnya dideteksi
dan diintervensi, atau untuk evaluasi efek dari terapi obat-obat yang telah
diberikan.

a. prosedur operasi bedah mayor seperti: CABG, bedah thorax, bedah saraf,
bedah laparotomy, bedah vascular

b. pasien dengan status hemodinamik tidak stabil

c. pasien yang mendapat terapi vasopressor dan vasodilator

d. pasien yang tekanan intrakranialnya dimonitor secara ketat

e. pasien dengan hipertensi krisis, dengan overdiseksi aneurisma aorta

2. Pemeriksaan serial Analisa Gas Darah

a. pasien dengan gagal napas

b. pasien yang terpasang ventilasi mekanik

c. pasien dengan gangguan asam basa (asidosis/ alkalosis)

d. pasien yang sering dilakukan pengambilan sampel arteri

e. secara rutin

Kontra indikasi relative:

1. Pasien dengan perifer vascular disease

2. Pasien yang mendapat terapi antikoagulan atau terapi trombolitik

3. Penusukan kanulasi arteri kontraindikasi relatif pada area yang mudah terjadi
infeksi, seperti area kulit yang lembab, mudah berkeringat, atau pada area
yang sebelumnya pernah dilakukan bedah vascular
2.1.3 Persiapan alat

1. Sistem flushing yang terdiri dari:

Cairan NaCl 0,9% 500 ml yang sudah diberi heparin 500 UI (perbandingan NaCl
0,9% dengan heparin 1:1), masukkan dalam pressure bag dan diberi tekanan 300
mmHg.

2. Basic Element (tranducer holder), tranducer/ pressure cable

3. Monitor, monitoring kit (single, double, triple lumen)

4. Manometer line

5. 3 way

6. Abocath no. 22 – 18

7. Sarung tangan steril

8. Alcohol, betadhine, kassa, lidocain, spuit

2.1.4 Lokasi pemasangan kateter arteri

Lokasi penempatan kateter intraarteri meliputi arteri radialis, brachialis,


femoralis, dorsalis pedis, dan arteri axilaris. Pertimbangan penting pada penyeleksian
lokasi insersi kateter meliputi, adanya sirkulasi darah kolateral yang, kenyamanan pasien,
dan menghindari area yang beresiko tinggi mudah terjadi infeksi.

2.1.5 Interpretasi gelombang tekanan darah arteri

Gelombang tekanan arteri dihasilkan dari mulainya usaha untuk membuka katup
aorta, kemudian diikuti dengan peningkatan tekanan arteri sampai tekanan puncak
(maksimum ejeksi ventrikel) tercapai. Tekanan di ventrikel turun secara cepat sehingga
tekanan aorta menjadi lebih tinggi dari tekanan ventrikel kiri. Perbedaan tekanan tersebut
mengakibatkan katup aorta tertutup, penutupan katup aorta menghasilkan “dicrotic notch”
pada gelombang tekanan arteri.

Gelombang tekanan arteri sistolik digambarkan naik turun, hal ini menyatakan
dimulainya usaha pembukaan katup aorta diikuti ejeksi cepat darah dari ventrikel,
kemudian gambaran menurun kebawah, karena adanya penurunan tekanan sehingga
katup aorta tertutup sehingga terbentuk “dicrotic notch”. Periode diastolik yaitu saat
jantung relaksasi digambarkan dengan penurunan untuk dimulai periode awal sistolik

2.1.6 Teknik pengukuran

1. Cuci tangan

2. Yakinkan kateter arteri tidak tertekuk

3. Atur posisi tidur yang nyaman untuk pasien

4. Lakukan kalibrasi

5. Membaca nilai yang tertera di layar monitor, pastikan morfologi gelombang tidak
underdamped atau overdamped

6. Mengkorelasi nilai yang tertera pada monitor dengan kondisi klinis pasien

7. Dokumentasikan nilai tekanan dan laporkan bila ada trend perubahaan hemodinamik

2.1.7 Komplikasi

1. Hematoma

2. Perdarahan

3. Gangguan neurovaskuler

4. Iskemik atau nekrosis pada bagian distal dari pemasangan kateter

5. Emboli

6. Insuffisiensi vaskuler

7. Infeksi
2.1.8 Troubleshooting monitoring tekanan arteri

Tidak selamanya gelombang yang tertangkap di monitor adalah gelombang yang


sempurna. Kelainan bentuk gelombang tekanan darah arteri dipengaruhi oleh beberapa
hal antara lain letak insersi kateter arteri, cairan dan sistem flushing bag. Beberapa bentuk
gelombang yang sering dijumpai adalah

2.2 Monitoring tekanan vena sentral

2.2.1 Definisi

Tekanan vena sentral merupakan tekanan pada vena besar thorak yang
menggambarkan aliran darah ke jantung. Tekanan vena sentral merefleksikan tekanan
darah di atrium kanan atau vena kava. Pada umumnya jika venous return turun, CVP
turun, dan jika venous return naik, CVP meningkat3,5

2.2.2 Indikasi pemantauan tekanan vena sentral

Indikasi

1. Mengetahui fungsi jantung

Pengukuran CVP secara langsung mengukur tekanan atrium kanan (RA) dan
tekanan end diastolic ventrikel kanan. Pada pasien dengan susunan jantung dan
paru normal, CVP juga berhubungan dengan tekanan end diastolic ventrikel kiri.

2. Mengetahui fungsi ventrikel kanan

CVP biasanya berhubungan dengan tekanan (pengisisan) diastolic akhir ventrikel


kanan. Setelah ventrikel kanan terisi, maka katup tricuspid terbuka yang
memungkinkan komunikasi terbuka antara serambi dengan bilik jantung. Apabila
tekanan akhir diastolik sama dengan yang terjadi pada gambaran tekanan ventrikel
kanan, CVP dapat menggambarkan hubungan antara volume intravascular, tonus
vena, dan fungsi ventrikel kiri.

3. Menentukan fungsi ventrikel kiri

Pada orang-orang yang tidak menderita gangguan jantung, CVP berhubungan


dengan tekanan diastolik akhir ventrikel kiri dan merupakan untuk mengevaluasi
fungsi ventrikel kiri.

4. Menentukan dan mengukur status volume intravascular

Pengukuran CVP dapat digunakan untuk memeriksa dan mengatur status volume
intravaskuler karena tekanan pada vena besar thorak ini berhubungan dengan
volume venous return.

5. Memberikan cairan, obat obatan, nutrisi parenteral

Pemberian cairan hipertonik seperti KCL lebih dari 40 mEq/L melalui vena perifer
dapat menyebabkan iritasi vena, nyeri, dan phlebitis. Hal ini disebabkan kecepatan
aliran vena perifer relatif lambat dan sebagai akibatnya penundaan pengenceran
cairan IV. Akan tetapi, aliran darah pada vena besar cepat dan mengencerkan
segera cairan IV masuk ke sirkulasi. Kateter CVP dapat digunakan untuk
memberikan obat vasoaktif maupun cairan elektrolit berkonsentrasi tinggi.

6. Kateter CVP dapat digunakan sebagai rute emergensi insersi pacemaker

Sementara.

Kontraindikasi pemasangan kateter vena sentral

1. infeksi pada tempat insersi,

2. renal cell tumor yang menyebar ke atrium kanan, atau

3. large tricuspid valve vegetatious (sangat jarang).


2.2.3 Persiapan alat untuk pemasangan kateter vena sentral

1. Sistem flushing: cairan NaCl 0,9% 500 ml yang sudah diberi heparin 500 UI
(perbandingan cairan dengan heparin 1:1), masukkan dalam pressure bag dan beri
tekanan 300 mmHg.

2. Instrumen CVP set (pinset anatomi dan cirurghis, naufooder,duk lubang, gunting),
CVP set (1 – 5 lumen)

3. Monitoring kit, monitor

4. Manometer line

5. Tranduser

6. 3way

7. Benang Mersilk 338, bisturi

8. Sarung tangan steril, gaun steril, tutup kepala, masker, kassa, betadhin,

2.2.4 Penempatan kateter vena sentral

Penempatann kateter vena sentral melalui vena jugularis interna, vena subklavia,
vena jugularis eksternal, dan vena femoralis. Pada umumnya pemantauan dilakukan
melalui vena subklavia

2.2.5 Interpretasi gelombang CVP

Gelombang atrial biasanya beramplitudo rendah sesuai dengan tekanan rendah


yang dihasilkan atrium. Rata rata RAP berkisar 0 sampai 10 mmHg, dan LAP kira kira
3 sampai 15mmHg. Tekanan jantung kiri biasanya melampaui tekanan jantung kanan
karena terdapat perbedaan resistensi antara sirkulasi sistemik dengan sirkulasi paru.
Pengukuran secara langsung tekanan atrium kiri biasanya hanya dilakukan di icu
setelah operasi jantung.

Gelombang CVP normal yang tertangkap pada monitor merupakan refleksi dari
setiap peristiwa kontraksi jantung. Kateter CVP menunjukkan variasi tekanan yang
terjadi selama siklus jantung dan ditransmisi sebagai bentuk gelombang yang
karakteristik. Pada gelombang CVP terdapat tiga gelombang positif (a, c, dan v) yang
berkaitan dengan tiga peristiwa dalam siklus mekanis meningkatkan tekanan atrium
dan dua gelombang (x dan y) yang dihubungkan dengan berbagai fase yang berbeda
dari siklus jantung dan sesuai dengan gambaran EKG normal.

1. Gelombang a: diakibatkan oleh peningkatan tekanan atrium pada saat kontraksi


atrium kanan. Dikorelasikan dengan gelombang P pada EKG

2. Gelombang c: timbul akibat penonjolan katup atrioventrikuler ke dalam atrium


pada awal kontraksi ventrikel iso volumetrik. Dikorelasikan dengan akhir
gelombang QRS segmen pada EKG

3. Gelombang x descent: gelombang ini mungkin disebabkan gerakan ke bawah


ventrikel selama kontraksi sistolik. Terjadi sebelum timbulnya gelombang T pada
EKG

4. Gelombang v: gelombang v timbul akibat pengisisan atrium selama injeksi


ventrikel (ingat bahwa selama fase ini katup AV normal tetap tertutup)
digambarkan pada akhir gelombang T pada EKG

5. Gelombang y descendent: diakibatkan oleh terbukanya tricuspid valve saat diastol


disertai aliran darah masuk ke ventrikel kanan. Terjadi sebelum gelombang P pada
EKG.

2.2.6 Teknik pengukuran tekanan vena sentral


1. Cuci tangan
2. Yakinkan kateter tidak tertekuk/ jika ada cairan yang mengalir, stop sementara
3. Atur posisi tidur yang nyaman bagi pasien (supine – semi fowler tinggi)
4. Lakukan kalibrasi
5. Perhatikan pada monitor morfologi gelombang hingga nilai tekanan vena sentral
keluar.
6. Perhatikan klinis, nilai tekanan sebelumnya, dan nilai yang ada saat itu
7. Dokumentasikan nilai tekanan vena sentral
8. Cuci tangan

2.2.7 Komplikasi
Adapun komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi adalah:
1. Perdarahan
2. Erosi (pengikisan) vaskuler. Cirinya terjadi 1 sampai 7 hari setelah insersi kateter.
Cairan iv atau darah terakumulasi di mediastinum atau rongga pleura
3. Aritmia ventrikel atau supraventrikel
4. Infeksi local atau sistemik. Biasanya kebanyakan kontaminasi mikrooorganisme
seperti s. avirus, s. epidermidis, gram negative – positif basil, dan intrococcus.
5. Overload cairan.
6. Pneumothoraks

2.3 Monitoring tekanan arteri pulmonal

2.3.1 Definisi

Pemantauan hemodinamik secara invasif melalui pembuluh vena dengan


sistem tranduser tekanan yang digunakan untuk mengetahui tekanan di arteri
pulmonal.

2.3.2 Jenis-jenis kateter arteri pulmonal

Berikut merupakan jenis-jenis kateter arteri pulmonal yang sering digunakan :

a. Double lumen kateter arteri pulmonal

Bentuk sederhana ukuran 5 Fr, terdiri dari dua lumen, satu untuk transmisi
tekanan dari ujung kateter dalam arteri pulmonal ke sistem tranduser tekanan,
yang lainnya untuk pengembangan balon.

b. Kateter termodilusi empat lumen

Yang paling sering digunakan untuk dewasa tersedia ukuran 5 dan 7 Fr


- Lumen distal:

Terletak pada ujung kateter: untuk mengukur PAP dan PWP, juga untuk
pengambilan sampel vena campuran. obat dan cairan hiperosmotik tidak
boleh diberikan melalui lumen ini karena dapat mengakibatkan reaksi lokal
vaskuler atau jaringan.

- Balon

Terletak kurang dari 1 cm dari ujung kateter. Inflasi balon dengan volume
balon 0.5 – 1 cc dan deflasi secara pasif.

- Lumen proximal (RA)

Terletak pada 30cm dari ujung kateter . Lumen ini di RA bila ujung arteri
terletak pada ujung arteri pulmonal dapat digunan untuk monitoring RA,
pemberian cairan intravena, atau elektrolit atau obat-obatan, sampel darah
RA dan menerima cairan injeksi pada pengukuran curah jantung.

- Termistor

Terletak kira kira 4 – 6 cm dari ujung kateter. Merupakan kawat yang


sensitif terhadap suhu, termistor yang dihubungkan dengan kabel curah
jantung akan menentukan “spot”. Pengukuran curah jantung mengikuti
injeksi dari cairan indikator dingin oleh pengukuran besarnya suhu tubuh
yang berubah setiap saat.

c. Fiber Optik Termodilusi Kateter arteri Pulmonal

Seperti standar kateter termodilusi, hanya ada tambahan dua lumen fiber
optik. Berfungsi untuk memantau SVO2 secara terus menerus.

d. Pace maker termodilusi kateter arteri pulmonal

Kateter termodilusi ini memiliki lima elektroda : 2 elektrode intra


ventrikuler yang terletak 18.5 dan 19.5 cm dari ujung kateter dan 3 elektroda
intra arterial yang terletak 28,5 - 31 dan 33,5 cm dari ujung kateter, kateter ini
dapat digunakan untuk pacing atrial, ventricular dan atrio-ventrikular
sequential. Indikasi untuk kateter arteri pulmonal pacing ini meliputi: Blok
jantung derajat 2 dan 3, Blok bivasikuler atau trivasikular, tosixitas digitalis,
bradikardia berat, ECG untuk diagnosis aritmia komplek dan over drive
takiaritmia.

2.3.3 Indikasi pemasangan kateter arteri pulmonal

Indikasi

1. Pasien dalam resiko tinggi: EF rendah, gagal jantung akut, hipertensi pulmonal dan
instabilitas hemodinamik.

2. Paska operasi bedah jantug secara konservatif.

Kontraindikasi

1. Tidak ada kontraindikasi absolute

2. Kontraindikasi realtif misalnya dengan gangguan koagulasi, prostetik jantung


kanan, pace maker endokardial, penyakit vaskuler berat.

2.3.4 Lokasi kateter

1. Pemasangan kateter dilakukan dengan kanulasi secara perkutan melalui vena


subklavia, batas bila melalui vena subklavia kanan RA 10 cm, RV 20 cm, PA 35
cm, PWP 40 cm. Sedangkan melalui vena subklavia kiri, batas RA 15 cm RV 25
cm, PA 45 cm, PWP 50 cm.5,6

2. Pemasangan melalui vena julgularis interna kanan batas RA 15 cm, RV 25 cm, PA


40 cm, PWP 45 cm. Bila lokasi pemasangn di vena julgularis interna kiri batas RA
20 cm, RV 30 cm, PA 45 cm, PWP 50 cm.

3. Lokasi pemasangan kateter bisa melalui vena basilica atau vena brachialis
dilakukan secara cutdown.5,6
2.3.5 Interpretasi gelombang arteri pulmonal (PA)

Terdiri dari sistolik, diastolik dan nilai rata rata. Seiring usia, tekanan arteri
pulmonal meningkat. Usia lebih dari 60 tahun, nilai rata rata tekanan arteri (PA) = 16
•} 3 mmHg. Usia kurang dari 60 tahun nilai rata rata PA = 12 •} 2 mmHg. Sistolik PA
menggambarkan aliran darah dari ventrikel kanan (RV) ke PA dan selama diastole
katup mitral terbuka diikuti darah yang dari PA masuk ke LA dan LV. Gelombang
tekanan arteri pulmonal digunakan untuk diagnose berbagai kondisi jantung yang
abnormal.

2.3.6 Teknik pengukuran tekanan arteri pulmonal

Prinsip yang harus diperhatikan saat melakukan pengukuran tekanan arteri


pulmonal yaitu Pengukuran dan pencatatan gelombang PA sebaiknya dilakukan pada
waktu akhir ekspirasi, dikarenakan pada waktu akhir ekspirasi tekanan mitral
polmunal dialveolar adalah 0. Sama dengan tekanan atsmosfer (750 mmHg).
Pengukuran pada inspirasi dipengaruhi oleh venus return karena saat inspirasi sebagai
pompa. Membantu darah kembali masuk kejantung. Pada waktu ekspirasi, darah lebih
banyak dalam pembuluh dikarenakan tidak ada yang membantu darah ke jantung.

Teknik pengukuran tekanan arteri pulmonal:

1. Cuci tangan

2. Atur posisi yang nyaman saat pengukuran. Posisi sampai dengan posisi tidur lebih
tinggi 600. Pengukuran pada posisi duduk tidak dianjurkan. Pada posisi tidur
miring 300 - 900 dapat dilakukan selama prinsip sudut yang terbentuk dengan
posisi miring tersebut diperhatikan.

3. Yakinkan bahwa kateter yang terpasang tidak ada yang terlipat, cairan yang
masuk, berada pada posisi yang tepat.

4. Lakukan kalibrasi

5. Perhatikan nilai yang ada pada monitor dan dikorelasikan dengan morfologi
gelombang yang tampak pada monitor dengan klinis pasien.
6. Dokumentasikan data yang ada

7. Cuci tangan

2.3.7 Komplikasi

Berikut merupakan komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi :

1. Kateter arteri pulmonal yang terpasang merupakan wadah yang baik untuk
mikroorganisme. Prinsip close sistem dan perawatan area tusukan serta steril harus
diperhatikan.

2. Kerusakan pembuluh darah oleh kateter yang keras, dan pemasangan yang lama

3. Aritmia: VES atau SVT, migrasi secara spontan

4. Perdarahan saat pemasangan kateter

5. Tromboemboli oleh bekuan darah pada sebagaian atau seluruh kateter bermigrasi
ke tempat lain.
BAB III

SIMPULAN

Monitoring hemodinamik merupakan hal yang esensial dalam perawatan pasien-pasien


kritis. Monitoring hemodinamik dibagi menjadi monitoring secara invasif dan non invasif.
Variabel yang selalu dievaluasi dalam pemantauan tekanan darah secara invasif meliputi tekanan
darah arteri, tekanan vena sentral, dan tekanan arteri pulmoner.
Prinsip pengukuran yang digunakan secara umum hampir sama yaitu memasukkan
kateter ke lumen pembuluh darah dan disambungkan ke system tranduser. Tekanan darah akan
melaluli kateter dan akan dikonversi menjadi sinyal elektrik oleh tranduser yang kemudian akan
diteruskan ke dan diubah menjadi gelombang dan nilai digital yang tertera pada layar monitor.
Tujuan dari monitoring hemodinamik adalah untuk mengidentifikasi perubahan status
hemodinamik secara dini sehingga dapat dilakukan intervensi segera, untuk evaluasi segera
respon pasien terhadap suatu intervensi seperti obatobatan dan dukungan mekanik, dan evaluasi
efektifitas fungsi kardiovaskuler seperti cardiac output dan index.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ramsingh et al. Does it matter which hemodynamic monitoring system is used?. Critical
Care 2013, 17:208

2. Vincent et al. Update on hemodynamic monitoring - a consensus of 16. Critical Care


2011, 15:229

3. Boldt J. Hemodynamic monitoring in the intensive care unit. Critical Care 2002, 6: 6:52-
59

4. Scheer et al. Complications and risk factors of peripheral arterial catheters used for
haemodynamic monitoring in anaesthesia and intensive care medicine. Critical Care
2010, 6:198-204

5. Maqder S. Invasive hemodynamic monitoring. Crit Care Clin 2015 Jan;31(1):67-87

6. Bridges EJ. Pulmonary artery pressure monitoring: when, how, and what else to use.
AACN Adv Crit Care. 2006 Jul-Sep;17(3):286-303.

Anda mungkin juga menyukai