Anda di halaman 1dari 3

Nama: Ajeng prisila sukma dewi

NIM: 200810804

1. Prof Madya Dr Hasnah Toran


“Autisme pahami kami”

Banyak sekali hal yang sangat di sayangkan di lingkungan masyarakat saat ini dimana
autisme begitu tidak dipahami oleh banyak orang. Autisme adalah gangguan perkembangan
otak yang memengaruhi kemampuan penderita dalam berkomunikasi dan berinteraksi
dengan orang lain. Di samping itu, autisme juga menyebabkan gangguan perilaku dan
membatasi minat penderitanya. Autisme bisa di sebut Hidden Disability dimana mereka
terlihat seperti orang normal pada umumnya, tidak memiliki tanda-tanda fisik seperti
mereka mengalami kesulitan belajar, kesehatan mental serta mobilitas bicara, gangguan
penglihatan atau pendengaran. Ciri-ciri autisme adalah memiliki keterbatasan untuk
berinteraksi secara sosial, komunikasi dan keterbatasan dalam imajinasi dan IQ bukan
merupakan ciri-ciri autisme.
Autisme itu beragam. Di mana disebut dengan Autism Spectrum Disorder (ASD).
Dikatan seperti itu karena anak pengidap autisme bermacam-macam ada yang mampu
bersosialisasi dengan baik, namun tidak pandai berkomunikasi dsb (Ditinjau dari IQ). Pada
dasarnya anak pengidap autisme akan memiliki cri-ciri yang unik dalam diri mereka yang
kemungkinan tidak dimiliki oleh anak yang lain. Comorbidity atau Komorbiditas artinya
(penyakit penyerta) sebuah istilah dalam dunia kedokteran yang menggambarkan kondisi
bahwa ada penyakit lain yang dialami selain dari penyakit utamanya (Contoh: Seseorang
penderita autisme yang juga memiliki kelainan lain seperti anxiety, bipolar, dll). Sedangkan
disabilities lebih ke contoh seperti buta, tuli, atau ketidakmampuan melakukan sesuatu.
Masyarakat banyak yang berpendapat bahwa anak autisme adalah anak yang memiliki
perilaku tidak baik seperti suka mengamuk, nakal, dll. Hal tersebut salah besar, di mana itu
bukan kesalahan anak autis namun tingkat kesadaran orang tua yang rendah bahwa mereka
memiliki anak autis namun mereka tidak mau mendidik dengan baik. Maka dari itu, peran
dari orang tua sangat penting untuk mendidik anak penderita autis.
Selain melakukan terapi yang rutin seharusnya para orang tua harus mengerti, mencari tahu,
dan belajar bagaimana melatih anak yang menderita autis dengan memberi bimbingan
untuk berkomunikasi dan meningkatkan fokus.
Bagi para orang tua yang memiliki anak autisme dan anak tersebut akan masuk ke sekolah,
ada 6 poin penting yang perlu diperhatikan:
1. Pastikan anak mampu mengikuti arahan
2. Lakukan toilet training
3. Ajarkan kepada anak mengenai tingkah laku baik di rumah maupun di luar rumah,
4. Latih anak bagaimana duduk di kelas dan menyiapkan tugas,
5. Ajarkan anak beraktivitas dengan lingkungan
6. Latih kemampuan dasar
Salah satu cara mengajarkan anak autis berkomunikasi adalah dengan gambar. Berbeda
dengan hanya orang tua berucap saja karena ucapan tersebut akan selalu dibawa oleh anak.
Jika disajikan gambar, anak penderita autis akan lebih paham akan apa yang orang tua
mereka sampaikan.

2. Puan Zarina Zainuddin


“Ini Cerita Ibu”

Puan Zarina merupakan seorang selebritis Malaysia yang memiliki 2 orang anak
kembar yang menderita autis. Puan Zarina membesarkan anaknya hingga berusia 25 tahun.
Sejak umur 3 tahun anaknya didiagnosis mengidap autis di karenakan pada saat itu anaknya
belum mampu untuk berbicara seperti anak seusianya. Puan Zarina juga memberikan saran
bagi para orang tua yang anaknya menderita autis untuk selalu berusaha dan selalu
memberikan yang terbaik bagi anaknya. Sabar untuk mengajarkan berbagai aktivitas agar
anak terus berkembang dan menjadi seseorang yang mandiri. Puan Zarina menyampaikan
bahwa anak autis tetap harus dijaga dan diawasi oleh orang tua, terlebih anak puan Zarina
kembar sehingga sangat sering kedua anak beliau berkelahi atau mengamuk, maka dari itu
harus lebih diperhatikan.
Pesan kepada para orang tua bahwa walaupun kondisi mereka yang berbeda namun
tetap hargai mereka, beri mereka kasih sayang, ajarkan mereka menjadi manusia yang
mandiri dan mampu menjaga diri nya sendiri terlepas dari kondisi mereka yang tidak seperti
orang normal pada umumnya, dan juga ajarkan mereka kemampuan dasar untuk menjaga
kebersihan diri agar mereka terlihat sempurna di mata kita dan orang lain, serta tetap
semangat dalam mendidik mereka, lebih mengenal dan terus belajar tentang autisme.

3. Ibu Kumala Windya


“relaksasi”

Untuk menghilangkan stress yang dialami orang tua dalam mendidik anak autis adalah
dengan melakukan relaksasi. Relaksasi merupakan salah satu cara yang mudah dan praktis
untuk membuat pikiran, dan tubuh menjadi rileks, menjadi lebih tenang, sehingga dapat
melepaskan ketegangan baik dalam pikiran, emosi, dan tubuh kita. Berikut adalah beberapa
relaksasi yang dapat dilakukan:
a. Relaksasi nafas merupakan pertolongan pertama saat kita risau, marah, atau pikiran
tidak tenang. Ketika nafas tenang, detak jantung akan tenang, begitu juga peredaran
darah kita. Relaksasi nafas dapat dilakukan dengan duduk di kursi dengan rileks (sambal
bersandar di kursi) selanjutnya tangan di dada atau perut dan praktikkan Tarik nafas dan
hembus nafas secara perlahan.
b. Relaksasi dengan panduan imajinasi. Hal ini dapat dilakuakn dengan praktik relaksasi
nafas sambal membayangkan tempat yang indah (pantai, gunung, tepi danau), jika
sudah merasa cukup tenang bisa membuka mata secara berlahan
c. Relaksasi otot, jika sedang merasa stress akan timbul ketegangan baik di otot maupun
kepala, bahu, tangan perut, punggung, dan kaki juga merasa tegang. Relaksasi ini
bertujuan untuk menenangkan otot kita sehingga mengurangi Lelah pada tubuh kita.
4. Dr. Norsayyidatina Che Rozubi

Isu atau masalah pada orang tua yang memiliki anak autis:
a. Isu melibatkan diri. Orang tua yang belum bisa menerima bahwa anaknya mengidap
autis di karenakan mereka selalu membandingkan anaknya dengan orang lain.
b. Isu mengelola/mengurus diri sendiri. Orang tua yang memiliki anak autis tentu saja akan
mengalami kehidupan yang berbeda dan harus menyesuaikan dengan kondisi mereka
saat ini. Hal tersebut akan membuat orang tua terkadang tak mampu untuk mengurus
diri sendiri bahkan juga mengurus anak nya yang menderita autis.
c. Isu kekurangan ilmu yang dihadapi oleh orang tua.
d. Isu melibatkan dukungan. Kesulitan menerima yang dialami orang tua terhadap anaknya
yang autis akan menyebabkan mereka sukar/sulit memahami kondisi keluarga mereka
(dari segi keluarga). Sedangkan dalam segi masyarakat terdapat banyak persepsi
mengenai autisme yakni bermain gadget sehingga menyebabkan autis, atau cerita-cerita
di televisi mengenai autisme yang sepenuhnya salah/tidak benar sehingga hal tersebut
akan berdampak terhadap orang tua yang mengurus anak-anak autis.

Anda mungkin juga menyukai