Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan generasi penerus bangsa dan menjadi tumpuan, serta

harapan orang tua. Anak perlu dipersiapkan agar kelak menjadi sumber daya

manusia yang berkualitas dan mampu berperan secara aktif dalam

pembangunan nasional. Untuk itu, upaya tersebut harus dimulai sejak dini,

bahkan masih sejak dalam kandungan. Orang tua mempunyai peranan yang

sangat penting dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas

tersebut. Hal ini berarti lingkungan keluarga sebagai penentu dalam

mempersiapkan anak di kemudian hari (Susanto, 2017).

Anak usia prasekolah memerlukan stimulasi yang tepat, salah satunya

melalui kegiatan pembelajaran yang mampu mengembangkan pertumbuhan

dan perkembangan anak secara menyeluruh. Penguasaan kemampuan yang

dimiliki anak pada masa pra sekolah diharapkan mampu mengantarkan anak

untuk memasuki jenjang pendidikan selanjutnya dan mempersiapkan anak

untuk menjalani kehidupan yang akan datang (Rasyid, 2009). Seiring

berkembangnya keterampilan yang telah dikuasai oleh anak, diharapkan

anak-anak dapat belajar mandiri dengan merawat dirinya sendiri, dalam

memenuhi kebutuhannya, seperti melepas dan mengenakan pakaian, buang

1
air kecil, ataupun memakai kaos kaki dan sepatunya sendiri tanpa bantuan

orangtua maupun pengasuhnya (Sukamti, 2007).

World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa 5-25% dari

anak-anak usia prasekolah menderita gangguan perkembangan. Berbagai

masalah perkembangan anak, seperti keterlambatan motorik, bahasa, dan

perilaku sosial dalam beberapa tahun terakhir ini semakin meningkat. Angka

kejadian di Indonesia antara 13-18%. Kemandirian anak prasekolah di negara

berkembang dan maju adalah 53% mandiri tidak tergantung pada orang lain

dan 9% masih tergantung pada orang tua, anak prasekolah 38% yang

tergantung sepenuhnya pada orang tua maupun pada pengasuh mereka dan

17% cukup mandiri. Profil masalah kesehatan perkembangan anak pada

tahun 2010 dilaporkan bahwa dari jumlah anak sebanyak 3.634.505 jiwa,

ditemukan 54,03% anak dideteksi memiliki kemampuan sosialisasi dan

kemandirian yang baik, cakupan tersebut masih di bawah target yakni 90%

(Depkes RI, 2010). Menurut Sidharto (2007) anak yang tidak mandiri akan

berpengaruh negatif terhadap perkembangan kepribadiannya sendiri. Jika hal

ini tidak segera teratasi, anak akan mengalami kesulitan pada perkembangan

selanjutnya. Anak akan susah menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Akibatnya, prestasi belajarnya bisa mengkhawatirkan. Orang tualah yang

berperan dalam mengasuh, membimbing, membantu dan mengarahkan anak

untuk menjadi mandiri.

2
Masalah-masalah yang sering dialami anak prasekolah menurut

Schaefer Mittman antara lain tidak patuh, tempertantrum, agresif, menarik

diri, kurang mampu berkonsentrasi, egois, kurang mandiri atau terlalu

tergantung pada orang lain. Diantara masalah-masalah tersebut kemandirian

adalah masalah yang harus ditangani sejak dini, karna jika tidak ditangani

sejak dini maka akan berpengaruh pada masa yang akan datang, anak yang

masih berperilaku dependent dimasa depan akan memiliki kecenderungan

tidak bahkan sampai gangguan psikologis dependency (Purwitasaridi, 2011).

Saat ini dalam masyarakat banyak keluarga terjadi dual carrier family,

dimana tidak hanya ayah yang bekerja, namun ibu juga sibuk bekerja,

sehingga peran ibu dalam stimulasi perkembangan anak berbeda dengan

yang diberikan oleh ibu yang tidak bekerja (Harjaningrum, 2005). Hasil

survey menyatakan bahwa partisipasi ibu bekerja di Indonesia pada tahun

2010 meningkat menjadi 47,24%, sedangkan di Surabaya menjadi 48,52%

pada tahun 2011 (BPS, 2010). Berdasarkan data pendahuluan yang didapat

peneliti keluarga dengan status ibu bekerja di wilayah Puskesmas Banyu

Urip sebanyak 43,02%, sedangkan keluarga dengan status ibu tidak bekerja

sebanyak bekerja sebanyak 56,97%. Peran ibu dalam perkembangan sangat

penting karena diharapkan pemantauan anak dapat dilakukan dengan baik.

Ibu berperan sebagai pendidik pertama dan utama dalam keluarga sehingga

3
ibu harus menyadari untuk mengasuh anak secara baik dan sesuai dengan

tahapan perkembangan anak (Hidayat, 2006).

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2010) memaparkan dari

500 anak yang dilakukan pengukuran pertumbuhan dan perkembangan

diperoleh 97 anak mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.

Survei yang dilakukan oleh Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk (2008) dengan

cara multi stage random sampling di sebuah kelurahan di Jakarta Timur

mendapatkan 25,5% anak mengalami keterlambatan perkembangan. Dari

hasil studi pendahuluan pada bulan November 2011 di PAUD (Pendidikan

Anak Usia Dini) Star Gardu Sehati Kelurahan Tinalan jumlah balita usia 3-5

tahun sebanyak 54 anak. Terdiri dari 2 kelas, yaitu kelas B1 sebanyak 28

anak, kelas B2 sebanyak 26 anak. Menurut Kepala Sekolah PAUD

(Pendidikan Anak Usia Dini) Star Gardu Sehati, murid yang mengalami

keterlambatan perkembangan kebanyakan motorik halus 10 % dan sosialisasi

dan kemandirian 13 %. Dari hasil wawancara pada 10 orang tua murid yang

sedang menunggu anaknya di sekolah, ditemukan tujuh orang tua yang

kadang-kadang memberi stimulus, karena kebanyakan orang tua belum tahu

cara pemberian stimulus yang tepat dan dampak yang akan terjadi bila

anaknya kurang mendapatkan stimulus dan tiga orang tua lainnya sudah

memberikan stimulus yang baik kepada anaknya.

4
Gangguan perkembangan anak di seluruh dunia memiliki angka

kejadian yang cukup tinggi yaitu berkisar 12-16% di Amerika Serikat, 22%

di Argentina, 24% di Thailand, dan 13-18% di Indonesia (Hidayat, 2008).

Berdasarkan skrining perkembangan yang dilakukan Depkes RI tahun 2003

pada 30 provinsi di Indonesia didapatkan bayi yang megalami keterlambatan

perkembangan adalah 45,12% (Christiari, et al, 2013). Beberapa data

menunjukkan bahwa gangguan perkembangan kognitif dan gangguan

perkembangan bahasa yang termasuk dalam gangguan perkembangan anak

memiliki angka kejadian yang cukup tinggi. Gangguan kognitif dan bahasa

terjadi sekitar 8% dari gangguan perkembangan pada anak (Hartanto, 2011).

Pada tahun 2006 di Departemen Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo (RSCM), terdapat 10,13% anak mengalami keterlambatan

bicara dan bahasa dari 1125 kunjungan pasien anak. Sedangkan di Indonesia

untuk secara menyeluruh belum diketahui prevalensi anak yang mengalami

gangguan atau keterlambatan bicara dan bahasa (Hidajati, 2009).

Kondisi diatas menunjukkan bahwa kurangnya stimulasi yang

diberikan oleh orang tua, alasan ibu kurang memberikan stimulasi karena

malas mengajari anak, sering marah kepada anak yang tidak melakukan

perintah, mementingkan pekerjaan dan berkomunikasi seperlunya. Sehingga

perkembangan dan kemandirian anak pada masa prasekolah tidak terpenuhi

dan akan menghambat perkembangan anak pada masa selanjutnya.

5
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan penulis dengan salah

satu guru di Tk Aisyiyah Lomo Riantang pada tanggal 8 Mei 2018 jumlah

keseluruhan murid sebanyak 37. dari beberapa anak ditemui yang bisa

berstimulasi berupa bermain sendiri, saling berinteraksi antara satu dan yang

lain, mandiri dalam melakukan kegiatan seperti memakai sepatu sendiri

sebanyak 20 anak, dan anak yang tidak berstimulasi dan mandiri sebanyak 17

anak. Peneliti juga melakukan wawancara langsung ke beberapa ibu yang

berada di Tk Aisyiyah Lomo Riantang, bahwa sebagian besar anak-anak

cenderung lambat dalam merespon atau menangkap apa yang disampaikan.

Dan dari observasi yang dilakukan oleh peneliti didapatkan bahwa sebagian

anak mengekspresikan berbagai macam karakter yang berbeda, ada yang

suka bermain, ada yang suka pendiam, nakal, menarik diri, pemalu, dan lain-

lain, ini menunjukan bahwa stimulasi dan pola asuh orang tua yang

diterapkan pada anak juga berbeda-beda.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitik tertarik untuk mengangkat

judul yaitu hubungan stimulasi orang tua dengan kemandirian anak

presekolah di Tk Aisyiyah Lomo Riantang 2018

B. Rumusan Masalah

Ada hubungan stimulasi orang tua dengan kemandirian anak

prasekolah di Tk Aisyiyah Lomo Riantang

6
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahui hubungan stimulasi orang tua dengan kemandirian anak

prasekolah di Tk Aisyiyah Lomo Riantang 2018

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui stimulasi orang tua anak prasekolah di Tk Aisyiyah Lomo

Riantang 2018

b. Diketahui kemandirian anak prasekolah di Tk Aisyiyah Lomo

Riantang 2018

c. Diketahui hubungan stimulasi orang tua dengan kemandirian anak

prasekolah di Tk Aisyiyah Lomo Riantang 2018

D. Manfaat Penelitian

1. Institusi Pendidikan

Penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi penelitian selanjutnya dengan

variabel yang berbeda. Penelitian ini juga dapat menambah pengetahuan

mengenai stimulasi orang tua anak prasekolah sehingga dapat menambah

materi pembelajaraan terkait stimulasi orang tua terhadap kemandirian

anak usia prasekolah

2. Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada orang tua

mengenai stimulasi dan kemandirian anak sehingga dapat mengarahkan

7
dan mengembangkan kemampuan sosialisasi anak yang optimal di usia

prasekolah

3. Dunia Keperawatan

Penelitian ini dapat menjadi masukan dalam memberi asuhan

keperawatan, khususnya dalam perawatan terhadap klien anak usia

prasekolah serta perawat komunitas dalam melakukan kemandirian

mengenai stimulasi perkembangan anak prasekolah

4. Peneliti

Penelitian ini menambah wawasan, pemahaman dan pengalaman

mengenai proses dan penyusunan laporan penelitian yang baik dan benar

dalam dunia keperawatan terutama mengenai stimulasi orang tua terhadap

kemandirian anak usia prasekolah.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Anak Prasekolah

1. Pengertian Anak prasekolah

Depkes RI (2012) menerangkan tentang masa prasekolah yaitu anak

yang berusia dari 60 sampai 72 bulan. Berdasarkan periode usia

perkembangan Potter & Perry (2015) menjelaskan bahwa masa prasekolah

termasuk kedalam masa kanak-kanak awal (1-6). Masa kanak-kanak awal

terbagi menjadi dua periode yaitu periode toddler (1-3) dan periode

prasekolah (3-6).

Anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara 3-6 tahun menurut

Biechler dan Snowman (2013). Mereka biasanya mengikuti program

prasekolah dan kinderganten. Sedangkan di Indonesia, umumnya mereka

mengikuti program tempat penitipan anak (3 bulan– 5) dan kelompok

bermain (usia 3 tahun), sedangkan pada usia 4-5 tahun biasanya mereka

mengikuti program taman kanak-kanak (mustofa, 2016).

2. Tahapan Perkembangan Anak Usia Prasekolah

Depkes RI (2012) mengklasifikasikan tahap perkembangan anak

menurut umur bagi anak prasekolah (60-72 bulan) yaitu mampu:

9
a. Berjalan lurus

b. Berdiri dengan 1 kaki selama 11 detik

c. Menggambar dengan 6 bagian, menggambar orang lengkap

d. Menangkap bola kecil dengan kedua tangan

e. Menggambar segi empat

f. Mengerti arti lawan kata

g. Mengerti pembicaraan yang menggunakan 7 kata atau lebih

h. Menjawab pertanyaan tentang dari benda tersebut dari apa dan

kegunaannya

i. Mengenal angka, bisa menghitung angka 5-10

j. Mengenal warna warni

k. Mengungkapkan simpati

l. Mengikuti aturan main

m. Berpakaian sendiri tanpa dibantu

3. Ciri-ciri anak Prasekolah

Snowman dalam Patmonodewo (1995) menemukakan ciri-ciri anak

prasekolah atau TK, diantaranya:

a. Ciri-ciri fisik

Anak prasekolah mempergunakan keterampilan gerak dasar (berlari,

berjalan, memanjat, melompat, dan sebagainya) sebagai bagian dari

permainan mereka. Mereka masih sangat aktif, tetapi lebih bertujuan

dan tidak terlalu mementingkan untuk bisa beraktivitas sendiri.

10
b. Ciri sosial

Pada umumnya anak dalam tahapan ini memiliki satu atau dua

sahabat, tetapi sahabat ini cepat berganti. Kelompok bermainnya

cenderung kecil dan tidak terlalu terorganisir secara baik, tetapi

mereka mampu berkomunikasi lebih baiak dengan anak lain. Anak

lebih menikmati permainan situasi kehidupan nyata, dan dapat

bermain bersama dengan saling memberi serta menerima arahan.

Perasaan empati dan simpati terhadap teman juga berkembang, mampu

berbagi dan bergiliran dengan inisiatif mereka sendiri. Anak menjadi

lebih sosialis.

c. Ciri emosional

Anak cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas dan

terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan dan iri hati pada anak

prasekolah sering terjadi. Mereka seringkali memperebutkan perhatian

guru dan berebutan makanan atau mainannya.

d. Ciri kognitif

Anak prasekolah umumnya terampil dalam berbahasa. Sebagian besar

dari mereka senang berbicara dan sebagian lagi menjadi pendengar

yang baik. Kompetensi anak perluh dikembangkan melalui interaksi,

minat, kesempatan, mengagumi dan kasih sayang. Anak mampu

menangani secara lebih efektif dengan ide-idenya melalui bahasa, dan

mulai mampu mendeskripsikan konsep-konsep yang lebih abstrak.

11
Mereka menyesuaikan san mengubah konsep secara konstan. Contoh,

konsep mereka mengenai waktu menjadi semakin luas.mereka bisa

memahami hari, minggu, bahkan bulan. (Seri, 2001).

4. Teori Tumbuh Kembang Anak Prasekolah

Wong (2008) menjelaskan teori tumbuh kembang anak yang

mendasari pola perkembangan anak prasekolah diantaranya yaitu:

a. Teori Perkembangan Psikososial

Teori perkembangan psikososial menjelaskan tentang perkembang

an kepribadian yang dikembangkan oleh Erikson (1963). Teori ini

menekankan pada kepribadian yang sehat dan bertentangan dengan

pendekatan patologik. Pendekatan rentang kehidupan Erikson

terhadap perkembangan kepribadian anak prasekolah termasuk

tahap kedalam inisiatif vs rasa bersalah, tahap ini dicirikan dengan

perilaku yang instrusif dan penuh semangat, berani berupaya, dan

imajinasi yang kuat. Anak-anak mengeksplorasi dunia fisik dengan

semua indra dan kekuatan mereka. Anak-anak terkadang memiliki

tujuan atau melakukan aktivitas yang bertentangan dengan yang

dimiliki orang tua atau orang lain, dan dibuat merasa bahwa

aktivitas atau imajinasi mereka merupaka hal yang buruk sehingga

menimbulkan rasa bersalah. Anak anak harus belajar mempertahan

kan inisiatif tanpa mengenai hak dan hak istimewa orang lain.

Hasil akhirnya adalah arahan dan tujuan.

12
b. Teori Perkembangan Kognitif (Piaget)

Teori perkembangan kognitif merupakan teori tentang cara berfikir

anak, terdiri atas perubahan-perubahan terkait usia yang terjadi

dalam aktivitas mental. Teori ini dibuat oleh psikolog dari swiss

yaitu jean piaget (1969). Menurut piaget, intelegensia

memungkinkan individu melakukan adaptasi terhadap lingkungan

sehingga meningkatkan kemungkinan bertahan hidup, dan melalui

perilakunya, individu membentuk dan mempertahankan

keseimbangan dengan lingkungan. Jalan perkembangan intelektual

bersifat maturasional dan tetap, dibagi menjadi tahap-tahap berikut

ini (usia dalam rata-rata):

1) Praoperasional (2 sampai 7 tahun)

Ciri menonjol tahap ini adalah egosentrisme yaitu

ketidakmampuan untuk anak menempatkan diri di tempat

orang lain. Pada tahap akhir periode ini pemikiran mereka

bersifat intuitif (misal, bintang harus pergi tidur karena mereka

juga tidur) dan mereka baru mulai menghadapi masalah berat

badan, ukuran, dan waktu. Cara berfikir juga transduktif,

karena dua kejadian terjadi bersamaan mereka saling

menyebabkan satu sama lain, atau pengetahuan tentang satu

ciri dipindahkan ke ciri lain (misal, semua wanita yang

berperut besar semua hamil).

13
B. Tinjauan Umum Tentang Stimulasi

1. Pengertian Stimulasi

Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak usia 0-6

tahun agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal (Depkes RI,

2013). Stimulasi pada anak dapat dilakukan oleh orang tua, pengasuh,

keluarga atau orang-orang di sekitar anak. Stimulasi yang diberikan dapat

berupa verbal, auditori, visual, taktil dan lain-lain. Stimulasi yang

diberikan pada masa usia dini (golden age periode) dan sesuai dengan

aspek tumbuh kembang yang diperlukan akan memberikan dampak yang

optimal terhadap perkembangan anak (Susanto, 2011).

2. Prinsip Dasar Stimulasi

Dalam melakukan stimulasi kembang anak, ada beberapa prinsip dasar

yang harus diperhatikan, antara lain:

a. Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih sayang

b. Selalu tunjukan sikap dan perilaku yang baik karena anak akan

meniru tingkah laku orang-orang yang ada di dekatnya

c. Beriak stimulasi sesuai dengan dengan kelompok anak usia

d. Lakukan stimulasi dengan cara mengajak anak bermain, bernyanyi,

bervariasi secara menyenangkan tanpa adanya paksaan dan

hukuman

e. Lakukan stimulasi terhadap keempat aspek kemampuan dasar anak

secara bertahap dan berkelanjutan sesuai dengan usia anak

14
f. Gunakan alat bantu/permainan yang sederhana, aman, dan ada di

sekitar anak

g. Berikan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan perempuan

h. Anak selalu diberi pujian, bila perlu hadiah atas keberhasilannya

(Sulistyawati, 2014)

3. Bentuk Stimulasi Anak

Stimulasi Anak Usia 36-48

a. Kemampuan gerak kasar

Dorong anak untuk melompat, berdiri di atas satu kaki, memanjat,

bermain bola, mengendarai sepeda roda tiga, berjalan mengikuti garis

lurus, menangkap bola, melempar benda-benda kecil ke atas,

menirukan binatang berjalan.

b. Kemampuan gerak halus

Ajari anak bermain puzzle yang lebih sulit, menyusun

balok,mencocokkan gambar, memotong dengan gunting, membuat

cerita gambar temple, menempel gambar, menjahit,

menggambar/menulis, menghitung, menggambar dengan jari,

mengelompokkan benda menurut jenisnya.

c. Kemampuan bicara dan bahasa

1) Bacakan buku cerita, buat agar anak melihat dan membaca buku

Itu

2) Nyanyikan lagu dan bacakan dan bacakan sajak untuk anak-anak

15
3) Buat anak agar mau untuk menyebut nama lengkap, menyatakan

perasaannya, menjelaskan sesuatu, dan mengerti waktu

4) Bantu anak dalam memilih acara tv, batasi waktu untuk menonton

tv maksimal 2 jam sehari, damping anak saat menonton tv, dan

jelaskan kejadian baik dan buruk.

d. Kemampuan sosialisasi dan kemandirian

1) Bujuk dan tenangkan anak ketika kecewa dengan cara memeluk

dan berbicara padanya

2) Dorong anak agar mau mengutarakan perasaannya

3) Ajak anak untuk makan bersama keluarga

4) Sering-sering ajak anak pergi ke taman, kebun binatang,

perpustakaan, dan lain-lain

5) Bermain dengan anak dengan mengajak anak agar mau membantu

pekerjaan rumah tangga yang ringan.

stimulasi anak usia 48-60 bulan

a. Kemampuan gerak kasar

dorong anak untuk bermain bola, lari, lompat dengan satu kaki,

lompat jauh, jalan diatas papan sempit, berayun, dan memanjat.

b. Kemampuan gerak halus

Ajak anak agar bermain puzzle, menggambar, menghitung,

memilih dan mengelompokkan, memotong, serta menempel

gambar.

16
c. Kemampuan bicara dan halus

1) Buat anak mau bertanya dan bercerita tentang apa yang

dilihat didengarnya

2) Dorong anak untuk melihat buku, buat agar ia mau melihat

dan membaca buku

3) Bantu anak dalam memilih acara tv dan jelaskan kejadian

yang baik dan buruk, ingat bahwa berita di tv berpengaruh

terhadap perkembangan anak.

d. Kemampuan sosialisasi dan kemandirian

1) Berikan tugas rutin pada anak dalam kegiatan di rumah.

Ajak anak membantu di dapur dan makan bersama anggota

keluarga

2) Buat anak bermain dengan teman sebayanya

3) Ajak anak untuk berbicara tentang apa yang di rasakan

4) Bersama-sama buatlah rencana jalan-jalan sesering

mungkin (Sulistyawati, 2014).

17
C. Tinjauan Umum Tentang Kemandirian

1. Pengertian Kemandirian

Istilah kemandirian berasal dari kata dasar diri yang mendapat

awalan ke dan akhiran an, kemudian membentuk satu kata keadaan atau

kata benda. Karena kemandirian berasal dari kata dasar diri, maka

pembahasan mengenai kemandirian tidak bisa lepas dari pembahasan

tentang perkembangan diri itu sendiri, yang dalam konsep Carl Rogers

disebut dengan istilah self, karena diri itu merupakan inti dari

kemandirian. Konsep yang sering digunakan atau berdekatan dengan

kemandirian adalah autonomy (Desmita, 2017).

Menurut Chaplin (2002), otonomi adalah kebebasan individu manusia

untuk memilih, untuk menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai

dan menentukan dirinya sendiri.

2. Ciri-ciri Kemandirian Anak

Ciri ciri kemandirian anak termasuk juga pada anak usia dini sebagi

barikut:

a. Kepercayaan pada diri sendiri

Rasa percaya pada diri, atau1 dalam kalangan anak muda biasa

disebut dengan istilah PD, ini sengaja ditempatkan sebagai ciri

pertama dari sifat kemandirian anak. Kepercayaan diri sangat

terkait dengan kemandirian anak. Dalam kasus tertentu, anak yang

18
memiliki percaya diri yang tinggi dapat menutupi kekurangan dan

kebodohan yang melekat pada dirinya.

b. Motivasi intrinsik yang tinggi

Motivasi intrinsik adalah dorongan yang tumbuh dalam diri

untuk melakukan sessuatu. Motivasi intrinsik biasanya lebih

kuat dan abadi dibandingkan dengan motivasi intrinsic,

walaupun kedua motivasi ini kadang berkurang, tetapi kadang

juga bertambah.

c. Mampu dan berani menentukan pilihan sendiri

Anak mandiri memiliki kemampuan dan keberanian dalam

menentukan pilihan sendiri. Misalnya, dalam memilih alat

bermain atau alat belajar yang akan digunakannya.

d. Kreatif dan inovatif

Kreatif dan inovatif pada anak usia dini merupakan ciri anak

yang memiliki kemandirian, seperti dalam melakukan sesuatu

atas kehendak sendiri tanpa disuruh orang lain, tiadak

ketergantungan kepada orang lain dalam melakukan sesuatu,

menyukai pada hal-hal baru yang semula dia belm tahu dan

selalu ingin mencoba hal-hal yang baru.

e. Bertanggung jawab menerima konsekuensi yang menyertai

pilihannya.

19
Di dalam mengambil keputusan atau pilihan tentu ada

konsekuensi yang melekat pada pilihannya.

f. Menyesuaikan diri dengan lingkungannya

Lingkungan sekolah (taman kanak-kanak) merupakan

lingkungan baru bagi anak-anak. Hal ini, sering dijumpai anak

menangis ketika pertama masuk sekolah karena mereka merasa

asing dengan lingkungan di taman kanak-kanak sedang belajar.

g. Tidak ketergantungan pada orang lain

Anak mandiri selalu ingin mencoba sendiri dalam melakukan

sesuatu, tidak bergantung pada orang lain dan anak tahu kapan

waktunya meminta bantuan orang lain. (Susanto, 2017)

3. Aspek-aspek Kemandirian Anak

Menurut Havinghurst dalam Mu’tadin, kemandirian dalam konteks

individu memiliki aspek yang lebih luas dari sekedar aspek fisik, yaitu:

aspek emosi ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi, aspek

ekonomi ditunjukkan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak

tergantung kebutuhan ekonomi pada orang tua, aspek intelektual

ditunjukkan dengan kemampuan mengatasi berbagai masalah yang

dihadapi dan aspek sosial ditunjukkan dengan kemampuan berinteraksi

dengan orang lain.

20
4. Upaya Mengembangkan Kemandirian Anak

Pada prinsipnya, upaya mengembangkan kemandirian pada anak

dengan memberikan kesempatan untuk terlibat dalam berbagai aktivitas.

Untuk itu, upaya yang dapat dilakukan dalam rangka mengembangkan

kemandirian anak ini, sebagaimana yang disarankan oleh Ratri Sunar

Astuti (2006: 49), yaitu sebagai berikut:

a. Anak-anak didorong agar mau melakukan kegiatan sehari-hari

yang ia jalani, seperti mandi sendiri, gosok gigi, makan sendiri,

bersisir, dan berpakaian segera setelah mereka mampu melakukan

sendiri.

b. Anak diberi kesempatan sesekali mengambil keputusan sendiri,

seperti memilih baju yang akan dipakai.

c. Anak diberi kesempatan untuk bermain sendiri tanpa ditemani

sehingga terlatih untuk mengembangkan ide dan berpikir untuk

dirinya.

d. Biarkan anak mengerjakan segala sesuatu sendiri walaupun sering

membuat kesalahan.

e. Ketika bermain bersama bermainlah sesuai keinginan anak. Akan

tetapi, apabila anak tergantung pada kita maka beri dorongan untuk

berinisiatif dan dukung keputusannya.

f. Dorong anak untuk mengungkapkan perasaan dan idenya.

21
g. Melatih anak untuk mensosialisasi diri sehingga anak belajar

mengahadapi problem sosial yang lebih kompleks.

h. Anak yang lebih besar, mulai ajak anak untuk mengurus rumah

tangga, seperti menyiram tanaman, membersihkan meja, dan

menyapu ruangan.

i. Ketika anak mulai memahami konsep waktu dorong mereka untuk

mengatur jadwal pribadinya, sepeti kapan akan belajar, dan

bermain.

j. Anak-anak juga perlu diberi tnaggung jawab dan konsekuensinya

jika tidak memenuhi tanggung jawabnya.

k. Kesehatan dan kekuatan biasanya berkaitan juga dengan

kemandirian sehingga perlu memberikan menu yang sehat pada

anak dan ajak anak untuk berolah raga atau melakukan aktivitas

fisik (Susanto, 2017).

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Anak

Menurut Santrock (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi

kemandirian dan membentuk kemandirian adalah:

a. Lingkungan. Lingkungan keluarga (internal) dan masyarakat

(eksternal) akan membentuk kepribadian seseorang termasuk

kemandirian

b. Pola Asuh. Peran dan pola asuh orang tua sangat berpengaruh

dalam penanaman nilai-nilai kemandirian seorang anak

22
c. Pendidikan. Pendidikan memiliki sumbangan yang berarti dalam

perkembangan terbentuknya kemandirian pada diri seseorang

yakni

1. Interaksi social. Interaksi sosial melatih anak menyesuaikan

diri dan bertanggungjawab atas apa yang dilakukan sehingga

diharapkan anak mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi

2. Intelegensi. Intelegensi merupakan faktor penting yang

berpengaruh terhadap proses penentuan sikap, pengambilan

keputusan, penyelesaian masalah serta penyesuaian diri

Hasan Basri berpendapat bahwa faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi pembentukkan kemandirian anak adalah sebagai

berikut:

a. Faktor Internal

Faktor internal merupakan semua pengaruh yang bersumber dari

dalam diri anak itu sendiri, seperti keadaan keturunan dan

konstitusi tubuhnya sejak dilahirkan dengan segala perlengkapan

yang melekat padanya. Faktor internal terdiri dari:

1. Faktor Peran Jenis Kelamin, secara fisik anak laki-laki dan

wanita tampak jelas perbedaan dalam perkembangan

kemandiriannya. Dalam perkembangan kemandirian, anak laki-

laki biasanya lebih aktif dari pada anak perempuan.

23
2. Faktor Kecerdasan atau Intelegensi, anak yang memiliki

intelegensi yang tinggi akan lebih cepat menangkap sesuatu

yang membutuhkan kemampuan berpikir, sehingga anak yang

cerdas cenderung cepat dalam membuat keputusan untuk

bertindak, dibarengi dengan kemampuan menganalisis yang

baik terhadap resiko-resiko yang akan dihadapi. Intelegensi

berhubungan dengan tingkat kemandirian anak, artinya

semakin tinggi intelegensi seorang anak maka semakin tinggi

pula tingkat kemandiriannya.

3. Faktor Perkembangan, kemandirian akan banyak memberikan

dampak yang positif bagi perkemangan anak. Oleh karena itu,

orang tua perlu mengajarkan kemandirian sedini mungkin

sesuai denag kemampuan perkembangan anak.

b. Faktor Eksternal Faktor eksternal merupakan pengaruh yang

berasal dari luar dirinya, sering pula dinamakan faktor lingkungan.

Lingkungan kehidupan yang dihadapi anak sangat mempengaruhi

perkembangan kepribadiannya, baik dalam segi-segi negatif

maupun positif. Biasanya jika lingkungan keluarga, sosial dan

masyarakatnya baik, cenderung akan berdampak positif dalam hal

kemandirian anak terutama dalam bidang nilai dan kebiasaan

dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan. Faktor eksternal

terdiri dari:

24
1. Faktor Pola Asuh, untuk bisa mandiri seseorang membutuhkan

kesempatan, dukungan dan dorongan dari keluarga serta

lingkungan sekitarnya, untuk itu orang tua dan respon dari

lingkungan sosial sangat diperlukan bagi anak untuk setiap

perilaku yang telah dilakukannya.

2. Faktor Sosial Budaya, merupakan salah satu faktor eksternal yang

mempengaruhi perkembangan anak, terutama dalam bidang nilai

dan kebiasaankebiasaan hidup akan membentuk kepribadiannya,

termasuk pula dalam hal kemandiriannya, terutama di Indonesia

yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa dengan latar

belakang sosial budaya yang beragam.

3. Faktor Lingkungan Sosial Ekonomi, faktor sosial ekonomi yang

memadai dengan pola pendidikan dan pembiasaan yang baik akan

mendukung perkembangan anak-anak menjadi mandiri.

6. Stimulasi Perkembangan Aspek Sosialisasi dan Kemandirian Anak

Stimulasi perkembangan anak untuk kemampuan bersosialisasi dan

kemandirian sesuai umur bagi anak usia 60-72 bulan menurut Depkes RI

(2012), dijabarkan sebagai berikut

a. Stimulasi kegiatan yang perlu dilanjutkan

1. Dorong agar anak berpakaian sendiri, menyimpan mainannya

tanpa bantuan orang tua, dan membantu kegiatan di rumah seperti

memasak, bersih-bersih rumah dan sebagainya.

25
2. Ajak anak berbicara tentang apa yang dirasakan anak, ikutkan anak

dalam acara makan sekeluarga

3. Rencana kegiatan keluar sering-sering, beri anak kesempatan

mengunjungi tetangga, teman dan saudara tanpa ditemani orang

tua.

4. Beri anak kesempatan memilih acara televisi yang ingin dilihat,

tetapi orang tuanya tetap membantu memilihkan acara. Batasi

waktu menonton televisi tidak lebih dari 2 jam sehari. Lihat dan

bicarakan beberapa acara yang dilihat dan didengar bersama.

b. Berkomunikasi dengan anak

Luangkan waktu setiap hari untk bercakap-cakap dengan anak.

Dengarkan ketika anak berbicara dan tunjukan bahwa orang tua

mengerti pembicaraan anak dengan mengulangi apa yang dikatakanya.

Pada saat ini, jangan menggurui, memarahi, menyalahkan atau

mencari anak.

c. Berteman dan bergaul

Pada umur ini anak-anak senagn sekali bergaul dan membutuhkan

teman sebaya untuk bermain. Bantu dan beri anak kesempatan

berkumpul dengan teman-temannya. Ajari anak dalam memakai kata-

kata yang tepat ketika menyampaikan maksudnya pada teman-

temannya. Buat anak agar memakai kata-kata dalam memecahakan

masalah dan bukannya dengan memukul atau mendorong.

26
d. Mematuhi peraturan keluarga

Buat persetujuan dengan suami/istri mengenai peraturan keluarga.

Sertakan anak pada “pertemuan” keluarga ketika membicarakan

peraturan tersebut. Adakah pertemuan keluarga secara rutin untuk

membicarakan acara keluarga minggu ini/minggu depan, rencana

jalan-jalan atau ketika menentukan waktu anak mandi sore,

sembahyang/ibadah, dan sebagainya. Ajarkan anak patuh terhadap

peraturan tersebut. Beri peringatan/teguran/penjelasan ketika anak

tidak mematuhi peraturan. Hindari penggunaan kekerasan/hukuman

badan/cacian.

7. Kemandirian Belajar Anak

Kemandirian belajar atau belajar mandiri (self-regulated learning)

merupakan salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan belajar

anak di taman kanak-kanak. Menurut Zimmerman dalam pape et.al.,

(2003) yang dikutip oleh Nani Ratnaningsih (2007:50), terdapat tiga tahap

kemandirian belajar, sebagai berikut:

a. Berpikir jauh ke depan. Dalam hal ini anak merencanakan perilaku

kemandirian dengan cara menganalisis tugas dan menentukan

tujuan-tujuan.

b. Kinerja dan kontrol. Dalam hal ini anak memonitor dan

mengontrol perilakunya sendiri, kesadaran, memotivasi, dan

emosi.

27
c. Refleksi diri. Dalam hal ini anak menyatakan pendapat tentang

kemajuan sendiri dan merubahnya sesuai dengan perilakunya

(Susanto, 2017).

28
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti

Stimulasi merupakan upaya orang tua atau keluarga untuk mengajak anak

bermain dalam suasana penuh gembira dan kasih sayang. Aktivitas bermain dan

suasana cinta ini penting guna merangsang seluruh sistem indera, melatih

kemampuan motorik halus dan kasar, kemampuan berkomunikasi serta perasaan

dan pikiran anak. Rangsangan atau stimulasi sejak dini adalah salah satu faktor

eksternal yang sangat penting dalam menentukan kecerdasan anak. Stimulasi

merupakan faktor eksternal lain yang ikut mempengaruhi kecerdasan seorang

anak yakni kualitas asupan gizi, pola pengasuhan yang tepat dan kasih

sayangterhadap anak (Soedjatmiko,2008). Penelitian ini berusaha memperoleh

informasi tentang hubungan stimulasi orang tua dengan kemandirian anak

prasekolah di TK Aisyiyah Lomo Riantang 2018.

B. Hubungan Antara Variabel Yang diteliti

Dalam penelitian ini akan diuraikan mengenai hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen, maka kerangka konsep penelitian ini

digambarkan sebagai berikut:

29
Variabel independen Variabel dependen

Stimulasi orang tua Kemandirian anak

prasekolah

Gambar 3.1 kerangka konsep

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Hubungan Variabel

B. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu pernyataan yang lemah dan membutuhkan pembuktian

untuk menegaskan menegaskan apakah hipotesis tersebut dapat diterima atau

harus ditolak. Hipotesis merupakan jawaban sementara dari penelitian yang terdiri

dari hipotesis alternatif (Sugiono, 2013).

Hipotesis yang dimaksud adalah:

Hipotesis Alternatif (Ha) : ada hubungan stimulasi orang tua dengan kemandirian

anak prasekolah

Hipotesis Nol (H0) : tidak ada hubungan stimulasi orang tua dengan kemandirian

anak prasekolah

30
C. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan penulis untuk

melakukan observasi terhadap suatu objek. Untuk memudahkan pengukuran

variabel, maka dibuat batasan atau definisi operasional beserta skala

pengukuraan. Adapun definisi operasional yang dibuat meliputi seluruh

variabel yang akan diteliti di kerangka konsep (Notoatmojo, 2010).

Dalam penelitian ini memerlukan suatu definisi operasional agar dapat

direalisasikan dan dapat berpegang pada batasan-batasan yang nyata

(konkrit). Adapun definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini

dapat dilihat di bawah ini :

1. Stimulasi orang tua

Stimulasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh orang tua untuk

merangsang kemampuan dasar anak di TK Aisyiyah Lomo Riantang.

Kuesioner ini terdiri dari 10 pernyataan yang nantinya diisi oleh orang

tua dengan memberi tanda checklist pada kolom pilihan jawaban dengan

skala tipe Gutmant, semakin tinggi skor yang akan diperoleh maka

semakin tinggi pula stimulasi orang tua yang diperoleh dengan dua

pilihan responden jawaban yaitu “ya” dan “tidak” dilakukan. jika

responden menjawab ya diberi nilai 2, dan jika responden menjawab

31
tidak diberi nilai 1, Kriteria objektif ditentukan dengan Adapun kriteria

objektifnya adalah sebagai berikut :

a. Baik jika skor stimulasi orang tua ≥15

b. Kurang jika skor stimulasi orang tua <15

2. Kemandirian anak prasekolah

Kemandirian adalah kemampuan anak untuk melakukan aktivitas sendiri

atau mampu berdiri sendiri dalam berbagai hal anak bisa pergi ke toilet

sendiri, anak menggosok gigi sendiri, anak bisa melepas dan memakai

sepatu, dan sebagainya di TK Aisyiyah Lomo Riantang. Alat ukur yang

digunakan adalah kuesioner terdiri dari 10 pernyataan dengan skala tipe

Gutman, dengan dua pilihan respon jawaban yaitu “ya” dan “tidak”

jika responden menjawab ya diberi nilai 2, dan jika responden menjawab

tidak diberi nilai 1, Kriteria objektif adalah :

a. Mandiri jika skor kemandirian ≥15

b. Tidak mandiri jika skor kemandirian <15

32
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Desain penelitian merupakan suatu strategi peneliti dalam

mengidentifikasi penelitian sebelum perencanaan akhir pengumpulan data dan

digunakan untuk mendefinisikaan struktur dimana penelitian dilaksanakan

(Nursalam, 2011).

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif,

dengan jenis penelitian cross sectional dimana penelitian ini bertujuan untuk

mencari hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

Metode penelitian ini dapat dilakukan dengan cara survei, kuesioner dan

wawancara (Donsu, 2016).

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 03 sampai 27 Juni 2018

di Tk Aisyiyah Lomo Riantang Antang

C. Populasi dan Sampel

Populasi merupakan seluruh objek atau subjek yang memiliki kualitas

dan karakteristik tertentu yang sudah ditentukan oleh peneliti sebelumnya.

Populasi bersifat homogen. Menurut Sugiyono (2002), populasi adalah

wilayah generalisasi yang terdiri dari objek/subjek yang menjadi kuantitas dan

karakter tertentu yang telah ditentukan peneliti untuk ditarik kesimpulan.

33
1. Populasi

Populasi dapat disimpulkan sebagai objek atau subjek yang berada pada

suatu wilayah yang telah memenuhi syarat penelitian (Donsu, 2016). Yang

menjadi populasi dalam penelitian ini adalah Orang Tua dan siswa/siswi

TK Aisyiyah Lomo Riantang sebanyak 37 responden.

2. Sampel

sampel ( Bahasa Inggris: sample) merupakan bagian dari populasi yang

ingin diteliti, dipandang sebagai suatu pendugaan terhadap populasi,

namun bukan populasi itu sendiri. Sampel adalah bagian dari populasi

yang diharapkan mampu mewakili populasi dalam penelitian (Carsel,

2017). Sampel dalam penelitian ini adalah Orang Tua dan siswa/siswi TK

Aisyiyah Lomo Riantang sebanyak 37 responden.

3. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Total

Sampling yaitu seluruh siswa/siswi dan orang tua murid di TK Aisyiyah

Lomo Riantang

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.

Kuesioner adalah cara formal kepada subjek untuk menjawab pertanyaan

secara tertulis. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini disebarkan

pada responden. Setelah itu responden diminta menjawab pertanyaan secara

jujur sesuai dengan perilaku yang dimiliki oleh responden (Nursalam, 2010).

34
Jumlah pernyataan sebanyak 20 item yang menggunakan skala Gutman

dengan 2 tingkatan yaitu “Ya” dan “Tidak” dengan responden menjawab Ya

diberi nilai 2, dan jika responden menjawab Tidak diberi nilai 1. Instrumen

penelitian ini sudah digunakan oleh peneliti sebelumnya yaitu Mira

Handayani dengan judul Hubungan Pola Asuh Demokratif Orang Tua

Terhadap Kemandirian Anak Usia Prasekolah (3-6 tahun) di Paud Haqiqi

Kota Bengkulu & Nimma Nur Azizah dengan judul Gambaran Stimulasi

Perkembangan Oleh Ibu Terhadap Anak usia Prasekolah di TKIT Cahaya

Ananda, Depok.

1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan cara dilakukan pengisian kuesioner untuk

stimulasi orang tua dengan kemandirian anak prasekolah menggunakan

kuesioner dengan 20 pernyataan, responden diminta pendapatnya yang

dinyatakan dengan 2 tingkatan yaitu “YA” dan “TIDAK”

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari TK Aisyiyah Lomo Riantang

E. Pengolahan Data

1. Editing

Setelah data terkumpul maka dilakukan editing atau penyuntingan data,

lalu data dikelompokkan sesuai kriteria.

35
2. Coding

Dilakukan untuk memudahkan pegelohan data yaitu dengan melakukan

pengkodean pada daftar pertanyaan yang telah diisi untuk setiap jawaban

responden.

3. Entry / Tabulasi data

Setelah dilakukan pengkodean kemudian data dimasukkan kedalam table

untuk memudahkan penganalisaan data.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis statistik yang digunakan dalam mengaanalisis data hasil

penelitian, termasuk didalamnya adalah perlu tidaknya penggunaan uji

statistik adalah:

1. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat

tergantung jenis datanya. Untuk data numerik digunakan nilai mean atau

rata-rata, median dan standar deviasi. Pada umumnya dalam analisis ini

hanya menghasilkan distribusi frekuensi dengan presentase dari tiap

variabel yang diteliti.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap tiap variabel independen dan

dependen, dengan menggunakan uji stastistik chi-square dengan tingkat

kemaknaan α = 0,05 yang dilakukan dengan bantuan computer SPSS versi

36
21,00 setelah uji hipotesis dilakukan, dengan taraf kesalahan 5% dan

derajat kebebasan df=1, maka penilaian hipotesis : Ha diterima jika p˂α =

0,05.

G. Etika Penelitian

1. Lembar persetujuan menjadi responden

Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti,

tujuannya adalah responden mengetahui maksud dan tujuan peneliti serta

dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Jika responden bersedia

diteliti, maka harus menandatangani persetujuan, jika responden menolak

untuk diteliti, maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati

haknya.

2. Anonimity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data

(kuesioner) yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya diberi

nomor kode tertentu.

3. Confidentiality

Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh

peneliti (Hidayat, 2008).

37
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran dan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di TK Aisyiyah Lomo Riantang dan

Wilayah Antang.

1. Visi dan Misi

a. Visi TK Aisyiyah Lomo Riantang

Terciptanya sistem pendidikan anak usia dini yang kondusif,

demokratis, islam dan diridhoi Allah SWT

b. Misi TK Aisyiyyah Lomo Riantang

1. Membekali perkembangan dengan keimanan sehingga mereka

menjadi anak beriman dan bertakwa

2. Mengembangkan potensi anak sedini mungkin

3. Menciptakan suasana kondusif dan demokratis dalam

perkembangan dan pertumbuhan anak selanjutnya

3. Tujuan TK Aisyiyah Lomo Riantang

1. Menanamkan benih-benih keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT

Sedini mungkin dalam kepribadian anak yang terwujud dalam

perkembangan kehidupan jasmani dan rohani sesuai dengan tingkat

perkembangannya

38
2. Mendidik anak berakhlak mulia, cakap, percaya diri dan berguna bagi

masyarakat, bangsa dan Negara

3. Membantu mengembangkan seluruh seluruh potensi dan kematangan

fisik, intelektual, emosional, moral dan agama secara optimal dalam

lingkungan pendidikan yang kondusif, demokratis dan kompetitif

B. Hasil Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, dengan jenis

penelitian cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan

stimulasi orang tua dengan kemandirian anak prasekolah di TK Aisyiyah

Lomo Riantang 2018. Penelitian ini dilaksanakan di TK Aisyiyah Lomo

Riantang dan wilayah Antang dari 03 Juni sampai 27 Juni 2018 dengan

jumlah sampel sebanyak 37 sampel dengan menggunakan teknik total

sampling. Hasil penelitian ini diperoleh melalui data primer yaitu dengan

menggunakan kuesioner.

Setelah itu dilakukan pengambilan data, peneliti melakukan editing untuk

memeriksa kelengkapan data. Selanjutnya peneliti melakukan proses

koding, scoring, data entry, processing, kemudian peneliti melakukan

tabulasi data yaitu mengelompokkan data dalam bentuk tabel yang

bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara variabel

independen dan dependen dengan menggunakan uji statistik Chi-Square

yang mempunyai tingkat kemaknaan p < α = 0,05, kemudian peneliti

melakukan cleaning yaitu pengecekan kembali data yang sudah di entry

39
apakah ada kesalahan atau tidak. Hasil penelitian disajikan secara berurutan

sebagai berikut :

1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur anak,

umur orang tua, dan pekerjaan orang tua.

a. Umur Anak

Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Umur Anak di TK Aisyiyah
Lomo Riantang
Umur n %
4 tahun 2 5,4
5 tahun 14 37,8
6 tahun 21 56,8
Total 37 100
Sumber : Data Primer Juni, 2018

Tabel 5.1 menunjukkan distribusi frekuensi responden

berdasarkan umur anak di TK Aisyiyah Lomo Riantang yaitu

terdapat responden berumur 4 tahun sebanyak 2 anak (5,4%)), umur

5 tahun sebanyak 14 anak (37,8%), dan yang berumur 6 tahun

sebanyak 21 anak (56,8%) responden.

40
b. Umur orang tua

Tabel 5.2
Disribusi Responden Berdasarkan Umur Orang Tua Di TK
Aisyiyah Lomo Riantang
Umur n (%)
26-35 tahun 20 54,1
36-45 tahun 11 29,7
46-55 tahun 6 16,2
Total 37 100
Sumber : Data Primer Juni, 2018

Tabel 5.2 menunjukkan distribusi frekuensi responden

berdasarkan umur orang tua di TK Aisyiyah Lomo Riantang yaitu

terdapat responden berumur 26-35 tahun sebanyak 20 orang (54,1%)

responden, umur 36-45 tahun sebanyak 11 orang (29,7%) responden

dan yang berumur 46-55 tahun sebanyak 6 orang (16,2%).

c. Pekerjaan orang tua

Tabel 5.3
Disrtibusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua Di TK
Aisyiyah Lomo Riantang
Pekerjaan n %
PNS 8 21,6
Karyawan 2 5,4
IRT 27 73,0
Total 37 100
Sumber : Data Primer Juni, 2018

41
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan

pekerjaan orang tua di TK Aisyiyah Lomo Riantang yaitu terdapat

responden dengan pekerjaan sebagai PNS sebanyak 8 orang (21,6%)

responden, karyawan sebanyak 2 orang (5,4%) responden dan IRT

sebanyak 27 orang (73,0%) responden.

2. Analisa Univariat

a. Stimulasi orang tua

Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Stimulasi Orang Tua Di
TK Aisyiyah Lomo Riantang
Stimulasi orang tua n %
Baik 22 59,5
Kurang 15 40,5
Total 37 100
Sumber : Data Primer Juni, 2018

Tabel 5.4 menunjukkan distribusi frekuensi responden

berdasarkan stimulasi orang tua di TK Aisyiyah Lomo Riantang

menunjukan bahwa dari 37 orang responden, terdapat 22 orang tua

(59,5%) yang baik tentang stimulasi pada anak usia prasekolah,

dan yang kurang sebanyak 15 orang tua (40,5%) responden.

42
b. Kemandirian anak

Tabel 5.5
Distribusi Responden Berdasarkan Kemandirian Anak Di
TK Aisyiyah Lomo Riantang
Kemandirian anak n %
Mandiri 24 64,9
Tidak mandiri 13 35,1
Total 37 100
Sumber : Data Primer Juni, 2018

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan

kemandirian anak di TK Aisyiyah Lomo Riantang menunjukan

bahwa terdapat 24 anak (64,9%) memiliki kemandirian yang baik

dan yang 13 anak (35,1) memiliki kemandirian yang kurang.

3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui ada atau

tidaknya hubungan antara variabel dependen dan variabel

independen. Untuk itu digunakan uji statistik Chi-Square dengan

tingkat kemaknaan α = 0.05 atau interval kepercayaan P < 0,05.

Maka ketentuan bahwa variabel independen yaitu stimulasi orang tua

dikatakan berhubungan dengan variabel dependen kemandirian anak

prasekolah bila nilai P < 0,05. Adapun tabel analisis bivariat tersebut

adalah sebagai berikut :

43
Tabel 5.6
Hubungan Stimulasi Orang Tua Dengan Kemandirian Anak
Prasekolah Di TK Aisyiyah Lomo Riantang

Kemandirian anak
Stimulasi orang tua Mandiri Tidak Mandiri Total P
n % n % N % Value

Baik 19 51,4 3 8,1 22 59,5 0,001


Kurang 5 13,5 10 27,0 15 40,5
Total 24 64,9 13 35,1 37 100
Sumber : Data Primer Juni, 2018

Berdasarkan tabel 5.6 diatas menunjukkan bahwa dari 37 responden

yang memiliki stimulasi orang tua baik dengan kemandirian anak

mandiri sebanyak 19 orang (51,4%), yang memiliki stimulasi orang tua

kurang dengan kemandirian anak tidak mandiri sebanyak 10 orang

(27,0%). Sedangkan yang memiliki stimulasi orang tua baik dengan

kemandirian anak yang tidak mandiri sebanyak 3 anak (8,1%) dan anak

yang memiliki stimulasi orang tua kurang dengan kemandirian anak

yang mandiri sebanyak 5 anak (13,5%).

Pada hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh

nilai P adalah 0,001 lebih kecil dari α (0,05). Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara stimulasi

orang tua dengan kemandirian anak prasekolah.

44
C. PEMBAHASAN

1. Karakteristik Responden di TK Aisyiyah Lomo Riantang

Karakteristik responden adalah segala sesuatu yang berkenaan tentang

identitas dan status responden yang bisa digali dan bisa menjadi informasi

yang penting dalam kegiatan penelitian (Nursalam, 2011). Pada penelitian

ini sebagian responden berasa pada rentang usia 26-35 tahun sebanyak 20

orang (54,1%). Periode dewasa awal ini merupakan masa adaptasi dengan

kehidupan, sekitar usia 20-40 tahun individu dewasa awal mulai

membangun apa yang ada pada dirinya, mencapai kemandirian, menikah,

mempunyai anak dan membangun persahabatan yang erat. Individu yang

berada pada usia ini biasanya telah mencapai kematangan dalam berfikir

dan bersikap sehingga dapat mempengaruhi orang tua dalam mendidik

anak dan mengasuh putra-putri mereka sehingga jika anak mendapatkan

stimulasi yang baik dari orang tuanya maka anak akan mampu mencapai

tahap perkembangan sesuai dengan tahap tumbuh kembangnya.

Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Wong (2009) bahwa

usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi orang tua untuk

dapat menjalankan peran pengasuhan, karena usia yang terlalu muda atau

terlalu tua akan menyebabkan peran pengasuhan yang diberikan orang tua

menjadi kurang optimal, hal ini disebabkan karena untuk dapat

menjalankan peran pengasuhan secara optimal diperlukan kekuatan fisik

psikososial untuk melakukannya.

45
Faktor lain juga berperan dalam stimulasi orang tua adalah jenis

pekerjaan orang tua. Data yang didapatkan menunjukkan bahwa sebagian

besar orang tua di TK Aisyiyah Lomo Riantang adalah IRT (Ibu Rumah

Tangga) sebanyak 27 orang (73,0%). Hal ini memungkinkan ibu banyak

waktu untuk memantau perkembangan anak secara kontinyu setiap hari

serta lebih cepat diketahui apabila terjadi gangguan pada tumbuh kembang

anak yang dapat menghambat kesuksesan dalam kemandirian anak.

Pekerjaan yang tidak banyak menyita waktu juga memungkinkan ibu lebih

banyak waktu untuk bersama anak sehingga perkembangan anak dalam

hal-hal yang mendukung kemandirian anak juga dalam pengawasan orang

tua.

Jika orang tua memiliki pekerjaan yang mapan maka kesejahteraan

keluarga juga meningkat peran pemberian stimulasi pun dapat terlaksana

dengan baik. Hal ini sebenarnya kembali pada kemampuan orang tua itu

sendiri dalam membagi waktu bersama anaknya yaitu antara pekerjaan

dengan kebersamaan dengan anak-anaknya. Keterlibatan ayah dalam

pemberian stimulasi juga berperan penting dalam kemandirian anak.

Pendekatan mutakhir yang digunakan dalam hubungan ayah dan bayi

yang baru lahir, sama pentingnya dalam proses persalinan, ibu dianjurkan

untuk menggendong langsung setelah ibunya mendekap menyusuinya.

Keterlibatan ayah dalam pengasuhan lebih diartikan pada tercapainya

46
keseimbangan antara kedua orang tua dalam memenuhi kebutuhan anak

(Tridhonanto, 2014)

Selain karakteristik orang tua, pada penelitian ini juga diketahui

karakteristik anak dimana umur anak sebagian besar pada rentang usia 6

tahun sebanyak 21 anak (56,8). Pada tahap ini anak telah melewati tahap

otonomi vs ragu-ragu. Tugas yang seharusnya telah dicapai pada masa ini

adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil perasaan malu

dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin suatu relasi antara anak dan orang

tuanya terdapat suatu sikap/ tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan

suatu kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua dalam mengasuh

anaknya bersikap salah, maka anak dalam perkembangannya akan

mengalami sikap malu dan ragu-ragu (Wening, 2012).

2. Stimulasi Orang Tua

Berdasarkan hasil pengolahan data tabel 5.4 didapatkan hasil yaitu

bahwa sebagian besar orang tua prasekolah di TK Aisyiyah Lomo

Riantang yang stimulasi orang tua baik sebanyak 22 orang (59,5%). Hasil

tersebut menjelaskan bahwa stimulasi berperan penting dalam

perkembangan anak, semakin orang tua sering memberikan stimulasi yang

positif maka dalam hal ini perkembangan anak akan berkembang secara

optimal. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurnia

Indriyanti Purnama Sari (2013) dengan judul “Hubungan Stimulasi Orang

Tua Dengan Perkembangan Anak Usia 5 - 6 Tahun”. Hasil penelitian

47
beliau menunjukkan bahwa P =0,026 < 0,05 maka H0 ditolak yang

artinya ada hubungan stimulasi orang tua dengan perkembangan anak

usia 5 – 6 tahun.

Hal ini sesuai pernyataan yang di kemukakan oleh (Nursalam 2005)

Memberikan stimulasi yang berulang dan terus-menerus pada setiap aspek

perkembangan anak berarti telah memberikan kesempatan pada anak

untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.

Stimulasi menurut Moersintowarti (2002) stimulasi adalah

perangsangan dan latihan- latihan terhadap kepandaian anak yang

datangnya dari lingkungan diluar anak. Stimulasi ini dapat dilakukan oleh

orang tua,anggota keluarga,atau orang dewasa lain disekitar anak. Orang

tua hendaknya menyadari pentingnya memberi stimulasi bagi

perkembangan anak (Nursalam, 2005).

Sedangkan responden yang memiliki stimulasi kurang sebanyak 15

orang (40,5%). Salah satu faktor yang mempengaruhi baik tidaknya

perkembangan sosial anak dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, salah

satunya yaitu kurangnya stimulasi. Orang tua memiliki peran penting

dalam optimalisasi perkembangan seorang anak. Orang tua harus selalu

memberikan rangsang / stimulasi kepada anak dalam semua aspek

perkembangan. Stimulasi ini harus di berikan secara rutin dan

berkesinambungan dengan kasih sayang, metode bermain dan lain-lain.

Sehingga perkembangan anak akan berjalan optimal. Kurangnya stimulasi

48
dari orang tua dapat mengakibatkan keterlambatan perkembangan anak

(Dinkes, 2009). Orang tua hendaknya menyadari pentingnya

memberikan stimulasi bagi perkembangan anak. Sekarang banyak kita

temui atau lihat di lingkungan sekitar bahwa banyak anak prasekolah yang

tingkat pertumbuhan dan perkembangan kurang optimal (Nursalam 2005).

Anak yang mendapat stimulasi terarah akan lebih cepat berkembang

dibandingkan anak yang kurang bahkan tidak mendapat stimulasi

(Yuniarti, 2015).

Stimulus merupakan bagian dari kebutuhan dasar dari anak yaitu

asah. Mengasah kemampuan anak secara terus- menerus, kemampuan

anak akan semakin meningkat. Pemberian stimulus dapat dilakukan

dengan latihan dan bermain. Anak yang memperoleh stimulus yang

terarah akan lebih cepat berkembang dibandingkan anak yang kurang

memperoleh stimulus. Aktifitas bermain tidak selalu menggunakan alat-

alat permainan, meskipun alat permainan penting untuk merangsang

perkembangan anak. Membelai, bercanda, petak umpet, dan sejenisnya

yang dilakukan oleh orang tua pada anaknya merupakan aktivitas bermain

yang menyenangkan pada masa bayi dan balita serta memberikan

kontribusi yang penting bagi perkembangan anak (Nursalam,2005).

49
3. Kemandirian anak prasekolah

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.5 terdapat 24 anak (64,9%)

yang mandiri, Salah satu perkembangan yang harus dikembangkan yaitu

sikap kemandirian anak. Pengertian kemandirian menurut Desmita dalam

Wirawati (2013) adalah “Kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur

pikiran, perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha sendiri

untuk mengatasi perasaan-perasaan malu dan keraguan-keraguan”.

Kemandirian harus diperkenalkan sedini mungkin kapada anak, hal ini

disebabkan dengan kemandirian akan terhindar dari sikap ketergantungan

kepada orang lain. Dari sisi kemandirian, kemampuan anak usia 5 sampai

6 tahun sudah dapat mandi sendiri, mengurus dirinya sendiri ketika buang

air besar, dapat makan sendiri meskipun masih belepotan, sudah belajar

mengikat tali sepatu, melepaskan sepatu tanpa bantuan, dan memakai

pakaian sendiri.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Rizqa Mantali, dkk (2018) dengan judul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua

Dengan Kemandirian Anak Usia Prasekolah Di Tk Negeri Pembina

Manado” dengan hasil penelitian P = 0,001 (P<0,05) artinya ada

hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan kemandirian

anak prasekolah.

Kemandirian bukan keterampilan yang langsung tiba-tiba anak bisa

melakukannya, tetapi perlu diajarkan kepada anak usia dini agar mereka

50
mampu melakukan kegiatan sehari-hari tanpa harus meminta bantuan

kepada orang tua atau orang dewasa lainnya. Apabila anak tidak belajar

mandiri dari usia dini maka akan dapat menyebabkan anak menjadi

bingung bagaimana harus membantu dirinya sendiri dan menjadi tidak

mandiri yang selalu bergantung kepada orang tuanya.

Sebanyak 13 responden (35,1%) yang tidak mandiri. Perhatian dan

kedekatan orang tua sangat mempengaruhi keberhasilan anak dalam

mencapai apa yang diinginkan. Anak memerlukan kasih sayang dan

perlakuan yang adil dari orang tuanya.Tetapi, kasih sayang yang diberikan

secara berlebihan akan mengarah memanjakan, bahkan dapat menghambat

dan mematikan perkembangan kepribadian anak. Akibatnya anak menjadi

manja, kurang mandiri dan ketergantungan pada orang lain (Soetjiningsih,

2000).

Pembentukan kemandirian tentunya akan lebih mudah jika dilatihkan

sejak anak usia dini. Dan orang tua yang ingin mempunyai anak mandiri,

selain harus memahami konsep perkembangannya juga perlu memiliki

mental yang kuat, karena cukup banyak orang tua yang gagal walaupun

dalam tata cara konseptual sudah mengetahui. Salah satu sikap yang perlu

dikembangkan adalah tidak mudah khawatir. Akan tetapi biasanya salah

satu tindakan yang paling sering dilakukan orang tua adalah menemani

anak, memberikan pertolongan ketika dinilai anak butuh pertolongan dan

melarang anak melakukan kegiatan sendiri. Hal ini akan berdampak pada

51
anak, yakni seorang anak tidak mampu mengembangkan sikap mandiri

apabila orang tua selalu berada di dekat anaknya dan tidak pernah

membiarkan anak mengeksplorasi lingkungan dalam kehidupan sehari-

hari. Artinya, dalam hal ini orang tua harus berani belajar dalam batasan

tertentu membiarkan anak untuk mandiri(Ernawati, 2007).

4. Hubungan stimulasi orang tua dengan kemandirian anak prasekolah di TK

Aisyiyah Lomo Riantang

Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 37 responden yang

memiliki stimulasi orang tua baik dengan kemandirian anak mandiri

sebanyak 19 orang (51,4%), yang memiliki stimulasi orang tua kurang

dengan kemandirian anak tidak mandiri sebanyak 10 orang (27,0%).

Sedangkan yang memiliki stimulasi orang tua baik dengan kemandirian

anak yang tidak mandiri sebanyak 3 anak (8,1%), hal tersebut

dikarenakan karena orang tua sangat memanjakan anaknya dalam segala

hal yang mengenai aktifitas sehari-seharinya. Indrawati dan Nugroho

(2006) menyatakan bahwa didalam tahap membentuk kemandirian anak,

orang tua tidak diperkenankan memanjakan anaknya. Bila orang tua

sangat mengikuti segala keinginan anak maka anak akan selalu

memaksakan kehendaknya untuk dapat dituruti dengan beragam cara

(menangis, berteriak, mengancam, bahkan sampai melukai diri sendiri

atau orang yang ia ingin turuti kehendaknya) sehingga ia akan tumbuh

52
menjadi anak manja dan tidak siap menghadapi kekecewaan, serta akan

mengalami kesulitan dalam hubungan sosialnya kelak.

Anak yang memiliki stimulasi orang tua kurang dengan kemandirian

anak yang mandiri sebanyak 5 anak (13,5%). Hal ini dikarenakan umur

anak sebagian besar pada rentang 6 tahun. Pada tahap ini anak telah

melewati tahap otonomi vs ragu-ragu, yang dimana anak bisa

bersosialisasi dan diminta untuk dapat bertanggung jawab. Hasil

penelitian tersebut sejalan dengan pendapat Hurluck (2005), bahwa

semakin meningkatnya umur dan tingkat kematangan maka kekuatan

seseorang dalam berfikir dan bekerja juga akan lebih matang. Sehingga

diharapkan pada umur 6 tahun pada anak prasekolah maka pada usia

tersebut anak sudah mencapai kematangan yang maksimal untuk berfikir

dan melakukan kegiatan dibandingkan dengan umur yang berada

dibawahnya. Anak yang mandiri memiliki minat sosial yang tinggi

sehingga dapat memanfaatkan lingkungannya untuk belajar. Martinis &

Jamilah (2013), kemandirian anak usia dini dapat dilihat dari pembiasaan

perilaku dan kemampuan anak dalam kemampuan fisik, percaya diri,

bertanggung jawab, disiplin, pandai bergaul, dan mau berbagi. Pendapat

tersebut didukung oleh pendapat Subrata dalam Suwarsiyah (2013),

mengemukakan bahwa anak usia prasekolah membutuhkan kebebasan

untuk bergerak kesana kemari dan mempelajari lingkungan, dengan diberi

kesempatan dan didorong untuk melakukan semuanya dengan bebas,

53
maka lingkungan yang penuh rangsangan ini akan membantu anak untuk

mengembangkan rasa percaya diri. Dalam hal ini orang tua memberi

kesempatan pada anak untuk melakukannya sendiri. Dalam kemandirian

anak usia prasekolah mulai berinisiatif, maka anak akan merasa penuh

energi dan mampu berbuat sesuatu sehingga ingin bergerak kesana kemari

dengan lebih bebas.

Setelah dilakukan analisis data dengan uji statistik Chi-Square

diperoleh nilai P value = 0,001 yang berarti lebih kecil dari nilai α = 0,05

hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis alternatif (Ha) diterima dan

hipotesis nol (H0) ditolak yang berarti ada hubungan antara stimulasi

orang tua dengan kemandirian anak prasekolah di TK Aisyiyah Lomo

Riantang.

Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Marlina,

Dyah Kusuma, & Widiani, 2017) yang berjudul “Hubungan Kemampuan

Pemberian Stimulasi Dengan Kemandirian Anak Usia Prasekolah Rw 03

Kelurahan Tlogomas Malang” menyatakan bahwa ada hubungan antara

pemberian stimulasi dengan kemandirian anak usia prasekolah dengan

nilai P Value = 0,000.

Soetjiningsih (1995) mengemukakan bahwa anak yang

mendapatkan stimulasi yang tepat akan lebih cepat berkembang perilaku

kemandiriannya daripada anak yang kurang atau bahkan tidak

mendapatkan stimulasi. Pemberian stimulasi yang tepat untuk membentuk

54
perilaku mandiri pada anak akan membuat anak belajar lebih cepat.

Soetjiningsih (1995), menambahkan stimulasi dapat juga berfungsi

sebagai pengukuh positif, bahwa pemberian pengukuh positif akan efektif

apabila pemberian tersebut sesuai dengan kebutuhan dan keinginan anak.

Pada anak usia pra sekolah menurut Hartono (2002), potensi yang

harus di kembangkan adalah kemandirian, karena pada usia ini anak sudah

mulai belajar memisahkan diri dari keluarga dan orang tua yang memasuki

suatu lingkunga yang lebih luas, yaitu lingkungan taman kanak-kanak atau

taman bermain.

Menurut asumsi peneliti, Kemampuan pemberian stimulasi baik sangat

mempengaruhi kemandirian anak menjadi mandiri dan tidak mandiri. Hal

ini dapat dipengaruhi oleh faktor stimulasi yang mempengaruhi

kemandirian anak yang diberikan orang tua pada anaknya. Jika pemberian

stimulasi selalu diberikan pada anak, maka akan terjadi kemandirian yang

baik pada anak dalam melakukan setiap aktivitas. Begitu juga sebaliknya,

jika pemberian stimulasi jarang atau tidak pernah diberikan pada anak,

maka kemandirian anak untuk melakukan aktivitas sendiri juga kurang.

Anak mempunyai kemandirian yang baik dikarenakan kemampuan

pemberian stimulasi yang baik juga. Kemampuan pemberian stimulasi

yang baik dapat mempengaruhi tumbuh dan berkembang dengan optimal

khususnya kemandirian anak.

55
D. Keterbatasan Penelitian

Sebagaimana halnya penelitian maka pasti tidak ada penelitian yang

sempurna, berikut beberapa keterbatasan penelitian di tempat penelitian :

1. Adanya responden yang kurang mengerti dan tidak bisa melihat dengan

jelas, membuat peneliti agak kesulitan di dalam proses pengumpulan data

karena responden perlu di bimbing dalam pengisian kuesioner.

2. Peneliti mengalami kendala pada saat melakukan penelitian karena ada

beberapa kesibukan orang tua sehingga peneliti menunda waktu hari itu

pada saat penelitian dan kembali lagi ke esok harinya dengan responden

yang sama.

56
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan serta hubungannya

dengan teori yang ada, maka didapatkan hasil sebagai berikut:

1. Stimulasi orang tua di TK Aisyiyah Lomo Riantang adalah stimulasi

orang tua baik sebanyak 22 responden (59,5%) dan yang stimulasi orang

tua kurang sebanyak 15 responden (40.5%).

2. Kemandirian anak di TK Aisyiyah Lomo Riantang adalah yang mandiri

sebanyak 24 anak (64,9%) dan yang tidak mandiri sebanyak 13 anak

(35,1%).

3. Adanya hubungan yang signifikan antara stimulasi orang tua dengan

kemandirian anak prasekolah di TK Aisyiyah Lomo Riantang dengan nilai

0,001

B. Saran

Saran-saran yang disampaikan berdasarkan penelitian yang dilakukan adalah:

1. Bagi Institusi

Diharapka dapat mengembangkan ilmu keperawatan khususnya tentang

stimulasi orang tua dengan kemandirian anak prasekolah usia 3 – 6 tahun.

57
2. Bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang

pentingnya perkembangan anak diusia dini. Khususnya bagi Ibu yang

mempunyai anak usia 3– 6 tahun meningkatkan dan mempertahankan

stimulasi perkembangan anak tersebut dan diharapkan juga bagi Ibu untuk

selalu membawa anaknya ke posyandu.

3. Bagi dunia keperawatan

Diharapkan bagi ilmu keperawatan digunakan sebagai bahan

pertimbangan profesi keperawatan untuk dapat memberikan penyuluhan

atau informasi tentang stimulasi orang tua pada Kemandirian anak

prasekolah usia 3-6 tahun

4. Bagi peneliti

a. Dapat mengtahui lebih lanjut tentang hubungan stimulasi orang tua

dengan kemandirian anak usia prasekolah

b. Diharapkan dapat menambah wawasan dan lebih dalam memperkuat

lagi informasi mengenai stimulasi orang tua dengan kemandirian anak

bagi peneliti selanjutnya.

58

Anda mungkin juga menyukai