Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

WHO mendefinisikan anak adalah dihitung sejak seseorang di

dalam kandungan sampai dengan usia 19 tahun. Menurut Undang - Undang

Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 pasal 1 ayat 1 tentang perlindungan

anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk juga yang

masih di dalam kandungan. Anak merupakan aset bangsa yang akan

meneruskan perjuangan suatu bangsa, sehingga harus diperhatikan

pertumbuhan dan perkembangannya (Depkes RI, 2014). Anak merupakan

generasi penerus suatu bangsa, dengan demikian dibutuhkan anak dengan

kualitas yang baik agar tercapai masa depan bangsa yang baik. Untuk

mendapatkan kualitas anak yang baik, maka harus dipastikan bahwa tumbuh

dan kembang anak juga baik (Soetjiningsih, 2014).

Golden age berada pada masa kanak-kanak antara usia 1-6 tahun,

usia ini merupakan masa yang sangat penting bagi pertumbuhan dan

perkembangan individu. Perkembangan merupakan suatu proses

bertambahnya struktur, fungsi, dan kemampuan manusia yang lebih kompleks

dalam pola yang teratur, sebagai hasil dari proses pematangan (Sulistiawati,

2014). Sama seperti pernyataan dari (Soetjiningsih & Ranuh, 2015) yang

menyatakan bahwa masa lima tahun pertama kehidupan merupakan masa

yang sangat peka terhadap lingkungan dan masa ini berlangsung sangat

pendek dan tidak bisa diulang kembali, masa ini sering juga disebut masa

1
2

keemasan (golden period), jendela kesempatan (window of opportunity) dan

masa kritis (Rahardjo et al., 2019).

Anak toddler adalah anak yang berusia 1-3 tahun, yang pada

umumnya kelompok anak tersebut sudah belajar percaya pada orang lain,

mulai cepat meniru dan mengembangkan kemandirian membuka dan

memakai baju, berjalan, mengambil, makan sendiri dan ke toilet mulai

terbentuk kontrol diri. Jika perkembangan kemandirian toodler tidak

didukung oleh orangtua, maka rerata anak akan memiliki kepribadian yang

ragu-ragu dan jika anak dibuat merasa buruk pada saat kegiatan stimulasi ia

melakukan kegagalan, maka anak akan menjadi pemalu dan pendiam (Lestari

& Hati, 2016; Padila et al., 2019). Masa anak dianggap sebagai fase yang

penting karena akan menentukan kualitas kesehatan, kesejahteraan,

pembelajaran, dan perilaku dimasa yang akan datang serta masa depan

masyarakat tergantung pada anak-anak yang mampu mencapai pertumbuhan

dan perkembangan yang optimal (WHO, 2017).

Kemandirian anak usia dini toddler merupakan kemampuan anak

melakukan kegiatan atau tugas sehari-hari sendiri atau dengan sedikit

bimbingan, sesuai dengan tahapan perkembangan dan kapasitasnya. Hal ini

menunjukan sesuatu hal terjadi tidaklah tanpa suatu proses. Demikian juga

dengan kemandirian toilet training, kemandirian dapat terbentuk setelah

melalui proses pendidikan dan latihan yang terarah dan berkesinambungan

(Purwanto, 2016).
3

Efek ketidakmandirian pada anak dapat menimbulkan kerugian

pada anak yaitu anak tidak bisa secara optimal mengembangkan kepribadian,

kemampuan sosialisasi dan keadaan emosionalnya akan terhambat.

Ketidakmandirian fisik ditandai dengan ketidakmampuan anak dalam

mengurus dirinya sendiri. Kemandirian anak berperan penting dalam

membangun kepercayaan diri dan harga diri pada anak karena kedua hal

tersebut berdampak pada kemampuan bersosialisasi, kemauan untuk

berprestasi dan daya sang anak di masa depan (Asnida & Madantia, 2014).

Pertumbuhan dan perkembangan anak akan membentuk

kemandirian anak. Anak yang tidak dilatih mandiri sejak usia dini akan

menjadi individu yang tergantung pada orang lain sampai remaja bahkan

dewasa nanti. Bila kemampuan-kemampuan yang seharusnya sudah dikuasai

oleh anak di usia tertentu dan anak belum melakukannya dapat dikatakan anak

yang manja dan tidak mandiri. Menurut Mussen (Dalam Puryanti, 2013)

berpendapat bahwa menegakkan kemandirian pada anak sangat bergantung

pada kelekatan orang tua-anak, peran keluarga khususnya ibu, sangat besar

dalam proses pembentukan kemandirian. Abraham Maslow (dalam Yamin

dan Sanan, 2013) mengemukakan bahwa kemandirian berkembang melalui

proses keragaman manusia dalam kesamaan dan kebersamaan. Kemandirian

pada seorang anak merupakan suatu kekuatan internal individu yang diperoleh

melalui proses realisasi kemandirian dan proses menuju kesempurnaan. Anak

akan mandiri jika dimulai dari keluarganya karena proses kemandirian

seorang anak sangat dipengaruhi oleh lingkungannya.


4

Pengasuhan atau disebut juga dengan “parenting” adalah proses

menumbuhkan dan mendidik anak dari kelahiran anak hingga anak memasuki

usia dewasa. Tugas ini umumnya dikerjakan oleh ibu dan ayah (orangtua

biologis dari anak), namun apabila orangtua biologisnya tidak mampu

melakukan pengasuhan, maka tugas ini diambil alih oleh kerabat dekat

termasuk kakek, nenek, orang tua angkat, pembantu rumah tangga dan atau

oleh institusi seperti panti asuhan. Pengasuhan merupakan proses yang

menunjukkan interaksi personal antara anak, orangtua, pengasuh, dan

masyarakat sekitar dimana mereka tinggal. Pada awal dikembangkannya

konsep gaya pengasuhan, para ahli melihat anak dan kualitas anak yang

diinginkan orang tua adalah mandiri (independence), matang, percaya diri

(self-reliance), memiliki kontrol diri (self control), rasa ingin tahu yang tinggi,

bersahabat, dan memiliki orientasi untuk sukses (achievement orientation)

(Latiana, 2011).

Pengasuhan kedua orang tua akan membentuk kemandirian anak.

Menurut Bhatia dalam Nurhayati (2011) bahwa kemandirian mengandung arti

aktivitas perilaku terarah pada diri sendiri, tanpa mengharapkan pengarahan

dari orang lain, dan mencoba menyelesaikan masalah sendiri, tanpa meminta

bantuan orang lain dan mampu mengatur diri sendiri. Kemandrian merupakan

proses tumbuh dan kembangnya seorang anak menuju kedewasaan (Lestari,

2018).

Keluarga merupakan suatu sistem kompleks yang di dalamnya

terdapat ikatan di antara anggotanya dan rasa saling memiliki. Di lingkungan


5

keluarga inilah terjadi proses pengasuhan demi terbentuknya pribadi yang

matang untuk dapat menjalani kehidupan sesuai yang diharapkan. Salah satu

sosok yang paling berperan dalam pembentukan kepribadian tersebut tentunya

adalah orang tua. Orang tua menjadi pendamping utama dalam setiap

perkembangan anak-anak mereka. Orang tua menjadi contoh pertama dan

yang paling utama bagi anak. Orang tua melakukan “investasi dan komitmen

dalam kehidupan anak” untuk memberikan tanggung jawab dan perhatian.

Oleh karena itu, peran orang tua dalam proses pengasuhan sangat penting

terutama seorang ibu (Brooks, 2011).

Ketika orangtua bekerja, pengasuhan anak secara tidak langsung

beralih kepada nenek/kakek, alasan tersebut bertujuan agar anak tetap belajar

kepada orang yang lebih dewasa. Ketika anak melakukan sesuatu, ada

pengasuh yang mendampingi dan mengarahkan anak serta memberikan

pendidikan secara tidak langsung. Nenek/kakek juga memiliki harapan yang

sama kepada cucunya, menginginkan cucu mereka tumbuh dan berkembang

menjadi anak yang lebih baik, menjadi anak yang dapat mandiri, dapat

melakukan sesuatu sendiri sesuai dengan kemampuan anak. Karena

nenek/kakek tidak menginginkan cucu mereka selalu bergantung kepada

orangtua lain ketika tidak ada orangtua ataupun pengasuh lainnya.

Berdasarkan hal tersebut pada kenyataannya sangat banyak anak yang diasuh

oleh pengasuh nenek/kakek (grandparents) menjadi anak yang manja.

Kemandirian pada anak berawal dari keluarga serta dipengaruhi oleh pola

asuh orang tua. Di dalam keluarga, orang tualah yang berperan dalam
6

mengasuh, membimbing dan membantu mengarahkan anak untuk menjadi

mandiri. Meskipun dunia sekolah juga turut berperan dalam memberikan

kesempatan kepada anak untuk mandiri, keluarga tetap merupakan pilar utama

dan pertama dalam pembentukan kemandirian anak (Dewi, 2017).

Hasil study pendahuluan yang di lakukan pada tanggal 29 Maret

2021 di Rt 04 Rw 017 kelurahan kahuripan Kecamatan Tawang Kota

Tasikmalaya peneliti mendapatkan data dari ibu kader, dari jumlah anak yaitu

7 anak (100%), 3 anak di asuh oleh orangtua (43%) dan 4 anak (57%) di asuh

oleh kakek nenek atau keluarga, Persentase yang di dapat anak yang di asuh

oleh kakek nenek atau keluarga lebih banyak dari pada oleh orang tua nya.

Masyarakat masih banyak yang acuh terhadap pengasuhan oleh orang tua nya

sendiri, memilih bekerja dan menitipkan anak nya kepada kakek nenek atau

keluarga. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul Hubungan pengasuh dengan kemandirian anak usia 1-

3 tahun di Rw 016 Kelurahan Kahuripan Kota Tasikmalaya.

Data yang di dapat jumlah anak usia 1-3 tahun di Kelurahan

Kahuripan sebanyak 451 anak dari 18 rw.

No Rw Jumlah Anak Presentase Ket


1. 1 8 1,8
2. 2 10 2,2
3. 3 12 2,7
4. 4 32 7,1
5. 5 50 4,4
6. 6 35 7,8
7. 7 37 8,2
8. 8 33 7,3
9. 9 8 1,8
7

10 10 30 6,6

.
11 11 28 6,2

.
12 12 41 9,1

.
13 13 17 3,8

.
14 14 25 5,5

.
15 15 23 5,1

.
16 16 51 11.3

.
17 17 13 2,9

.
18 18 28 6,2

.
Sumber : data gizi anak, UPTD Puskesmas Kahuripan

Peneliti mengambil populasi terbanyak dari 18 rw tersebut yaitu

rw 16 dengan jumlah 51 anak (11,3%) dengan anak yang di asuh oleh orang

tua 39 anak (76%) dan anak yang asuh oleh orang tua dan di bantu olehs

pengasuh 12 anak (23%).


8

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan pengasuh dengan kemandirian

anak usia 1-3 tahun di Rw 016 Kelurahan Kahuripan Kota Tasikmalaya?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui Hubungan pengasuh dengan kemandirian anak usia 1-3

tahun di Wilayah Kelurahan Kahuripan.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui gambaran pengasuh anak usia 1-3 tahun di Rw 016

Kelurahan Kahuripan Kota Tasikmalaya.

b. Mengetahui gambaran tingkat kemandirian anak usia 1-3 tahun di

Rw 016 Kelurahan Kahuripan Kota Tasikmalaya.

c. Mengetahui hubungan pengasuh dengan kemandirian anak usia 1-3

tahun di Rw 016 Kelurahan Kahuripan Kota Tasikmalaya.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk

kemajuan di bidang ilmu keperawatan tentang hubungan pengasuh

dengan kemandirian anak usia 1-3 tahun.


9

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Hasil laporan tugas akhir ini dapat digunakan untuk

mengaplikasikan teori yang diperoleh dan menambahkan

pengetahuan mengenai hubungan pengasuh dengan kemandirian

anak usia 1-3 tahun.

b. Bagi Pengasuh

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

dan wawasan kepada pengasuh mengenai kemandirian anak.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil laporan tugas akhir ini dapat menambah wawasan ilmu

pengetahuan dan sebagai bahan perbandingan serta dapat dijadikan

referensi bagi mahasiswa lain yang ingin membuat laporan tugas

akhir selanjutnya.

d. Bagi tempat penelitian

Sebagai bahan informasi serta menambah pengetahuan

kepada pengasuh anak usia 1-3 tahun tentang tingkat kemandirian.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini akan dilakukan di Rw 016

Kelurahan Kahuripan Kota Tasikmalaya. Populasi penelitian adalah anak usia

1-3 tahun. Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Total Sampling.

Anda mungkin juga menyukai