Anda di halaman 1dari 31

PROPOSAL PENELITIAN

STUDI KOMPARASI POLA ASUH ORANG TUA YANG BEKERJA DAN


TIDAK BEKRJA TERHADAP KEMANDIRIAN ANAK USIA PRA
SEKOLAH DI RW 03 KELURAHAN CIKOKOL KOTA TANGERANG

OLEH :
NISA NUR LUTFIAH
171030100045

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES WIDYA DHARMA HUSADA
TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemandirian anak prasekolah di negara berkembang dan maju adalah 53%

mandiri tidak tergantung pada orang lain dan 9% masih tergantung pada orang

tua, anak prasekolah 38% yang tergantung sepenuhnya pada orang tua

maupun pada pengasuh mereka dan 17% cukup mandiri. Kemandirian (self-

reliance) adalah sifat yang harus dibentuk oleh orangtua dalam membangun

kepribadian anak agar mampu berpikir dan berfungsi secara independen, tidak

perlu bantuan orang lain, tidak menolak resiko dan bisa memecahkan masalah,

serta percaya pada keputusannya sendiri, jarang membutuhkan orang lain

untuk meminta pendapat atau bimbingan orang lain (Mustari, 2014: 77).

Kemandirian pada masa anak-anak lebih bersifat motoric, seperti berusaha

makan sendiri, membereskan mainan setelah selesai bermain, memakai kaos

kaki dan sepatu sendiri, mandi dan berpakaian sendiri. Semakin dini usia anak

untuk berlatih mandiri dalam melakukan tugas-tugas perkembangannya,

diharapkan nilai-nilai serta keterampilan mandiri akan lebih mudah dikuasai

dan dapat tertanam kuat dalam diri anak. Menurut konsep Carl Rogers (dalam

Desmita 2011) kemandirian disebut dengan istilah self, karena ini merupakan

inti dari kemandirian. Kemandirian seseorang dapat berkembang dengan baik

jika diberikan kesempatan untuk berkembang melalui latihan yang dilakukan


secara terus-menerus dan dilakukan sejak dini. Menurut Dwiasmira (2011: 4)

menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi terbentuknya kemandirian

terdiri dari dua faktor yaitu faktor interen adalah anak itu sendiri yang artinya

adanya kemauan dalam diri anak untuk melakukan kegiatan berdasarkan

keinginan dan inisiatif sendiri. Selanjutnya faktor eksteren adalah lingkungan

keluarga dan lingkungan sekolah.

Berdasarkan United Nations Children’s Fund (UNICEF), tercatat jumlah anak

di Indonesia berada di urutan ke empat terbanyak dunia pada tahun 2018.

Jumlah anak terbanyak di dunia yang berusia kurang dari 18 tahun yang

pertama ada di India, yaitu sebesar (448,3 juta), kedua Tiongkok (295,1 juta)

dan ketiga Nigeria (93,9 juta). Tidak hanya itu United Nations Children’s

Fund (UNICEF), menyatakan juga angka kejadian gangguan pertumbuhan dan

perkembangan pada anak seperti keterlambatan motorik, bahasa dan personal

sosial dalam beberapa tahun meningkat. Didapatkan gangguan perkembangan

anak di seluruh dunia memiliki angka kejadian yang cukup tinggi yaitu

berkisar 12-16% di Amerika Serikat, 22% di Argentina, 24% di Thailand, dan

13-18% di Indonesia (UNICEF, 2018).

World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa 5-25% dari anak-anak

usia prasekolah menderita gangguan perkembangan. Berbagai masalah

perkembangan anak, seperti keterlambatan motorik, bahasa, dan perilaku


sosial dalam beberapa tahun terakhir ini semakin meningkat. Angka kejadian

di Indonesia antara 13-18%.

Pada usia prasekolah perkembangan anak dalam aspek sosialisasi dan

kemandirian sudah tampak jelas (Depkes RI, 2012) Profil masalah kesehatan

perkembangan anak pada tahun 2010 dilaporkan bahwa dari jumlah anak

sebanyak 3.634.505 jiwa, ditemukan 54,03% anak dideteksi memiliki

kemampuan sosialisasi dan kemandirian yang baik, cakupan tersebut masih di

bawah target yakni 90% (Depkes RI, 2010). Riskesdas (2018), menyatakan

bahwa rata-rata capaian perkembangan fisik anak di Indonesia mencapai

97.8% menjadi urutan kedua dan angka tersebut masih tertinggal dari

Kazakhtan yang mencapai rata-rata 98.3%, dan rata-rata capaian

perkembangan personal sosial mencapai 69,9% masih sangat jauh tertinggal

dari ratarata pencapaian yang ditetapkan yaitu 100% (Riskesdes, 2018).

Pola asuh orang tua adalah pola pengasuhan orang tua terhadap anak, yaitu

bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbing, dan

mendisiplinkan serta melindungi anak dalam mencapai proses kedewasaan

sampai dengan membentuk perilaku anak sesuai dengan norma dan nilai yang

baik (Marlina, 2014: 10). Pola asuh orang tua menurut Tafsir adalah upaya

orang tua menerapkan pola perilaku kebiasaan ayah atau ibu yang bersifat

konsisten dan persisten dalam memimpin, mengasuh, dan membimbing anak

(Djamarah, 2014: 51). Pendapat lain tentang arti pola asuh orang tua menurut
Casmini ialah bagaimana cara orangtua memperlakukan anak, mendidik,

membimbing, dan mendisiplinkan anak dalam mencapai proses kedewasaan

hingga pada upaya pembentukan norma-norma yang diharapkan masyarakat

pada umumnya (Septiari, 2012: 162). Adapun pola asuh orang tua terhadap

anak dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu pola asuh otoriter,autoritatif atau

demokratis dan permisif (Tony dan Hardiwinoto,2003). Pola asuh memiliki

dampak yang signifikan bagi kesesuaian tahap perkembangan anak terlebih

dari segi personal sosial. Periode ini banyak dijumpai anak dengan tingkat

kemandirian yang kurang atau rendahnya partisipasi dengan lingkungan

sekitar.

Anak usia pra sekolah memerlukan stimulasi yang tepat, salah satunya melalui

kegiatan pembelajaran yang mampu mengembangkan pertumbuhan dan

perkembangan anak secara menyeluruh. Penguasaan kemampuan yang

dimiliki anak pada masa pra sekolah diharapkan mampu mengantarkan anak

untuk memasuki jenjang pendidikan selanjutnya dan mempersiapkan anak

untuk menjalani kehidupan yang akan datang (Rasyid, 2009). Usia prasekolah

dari segi personal, anak seharusnya mampu melakukan aktivitas sederhana

secara mandiri, dari aspek sosial, ciri khasnya adalah mulai meluasnya

lingkungan pergaulan anak. Anak dapat mengalami keterlambatan

perkembangan pada satu ranah perkembangan, atau dapat pula lebih dari satu

ranah perkembangan.
Lois Hoffman dalam santrock (2007:37) menyatakan bahwa ibu yang bekerja

merupakan kenyataan yang dijumpai dalam kehidupan modern. Alasan ibu

menjadi wanita karir karena Pertama, wanita memiliki jenjang pendidikan

yang tinggi sehingga mereka memiliki kesetaraan gender dalam menunjang

karir. Kedua, untuk memperoleh status demi pengembangan diri. Ketiga,

karena alasan ekonomi.

Peran ibu meliputi hal-hal seperti mengasuh dan menjaga anak, memberikan

afeksi dan perlindungan, memberikan rangsangan dan pendidikan (Akbar &

Hawadi dalam Kusuma, 2017). Jadi, ibu rumah tangga merupakan istilah yang

digunakan untuk menggambarkan seorang wanita yang telah menikah serta

menjalankan pekerjaan rumah keluarga serta merawat dan memberi kasih

sayang bagi anak-anaknya. Ibu yang tidak bekerja, tentunya memiliki waktu

yang lebih banyak yang dapat dihabiskan bersama anak mereka. Mereka dapat

mengatur pola makan anak, sehingga anak-anak mereka makan makanan yang

sehat dan bergizi. Mereka juga dapat melatih dan mendidik anak, sehingga

perkembangan bahasa dan prestasi akademik anak lebih baik jika

dibandingkan dengan anak ibu yang bekerja (Engle dalam Buana, 2018).

Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal yang dilakukan di salah satu rw

03 kelurahan cikokol kota tangerang dengan wawancara terhadap anak

sebanyak 10 anak dengan usia 4-6 tahun dan orang tuanya. Berdasarkan

wawancara pada yang didukung dengan observasi yang sudah dilakukan anak

di dapatkan hasil observasi dari 10 orang anak, bahwa 7 orang anak terlihat
mandiri. Misalnya anak makan sendiri tanpa minta disuapin, mereka

mempersiapkan alat makan sendiri, berpakaian sendiri dengan baju yang

sudah dipilihnya, memakai sepatu sendiri membantu pekerjaan rumah misal

anak diberi tanggung jawab untuk merawat tanaman seperti menyiram,

memberi makan ikan dan sebagainya yang tentunya bisa di kerjakan oleh

anak, sementara 3 orang anak terlihat kurang mandiri ketika makan lebih

senang disuapin oleh orang tuanya dan orang tua anak mereka jarang

melibatkan anak dalam memilih sesuatu, hal yang berkaitan dengan anak lebih

banyak ditentukan oleh orang tua dan ketika anak-anak merengek-rengek

meminta sesuatu dari pada anak rewel orang tua cenderung menuruti apa yang

diinginkan oleh anak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dan studi pendahuluan maka rumusan

masalah dari penelitian ini yaitu adakah perbedaan antara pola asuh orang tua

yang bekerja dan tidak bekerja terhadap kemandirian anak?

C. Pertanyaan Penelitian

Apakah ada perbedaan pola asuh orangtua yang bekerja dan tidak bekerja

terhadap kemandirian anak pra sekolah?

D. Tujuan

Tujuan umum
Untuk mengetahui adanya perbedaan pola asuh orang tua yang bekerja dan

tidak bekerja terhadap kemandirian anak. pola asuh orang tua yang bekerja

dan tidak bekerja lebih baik dari sebelumnya

Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi pola asuh orang tua yang bekerja dan tidak bekerja

b. Mengidentifikasi tingkat kemandirian anak

c. Menganalisa pola asuh orang tu yang bekerja dan tidak bekerja terhadap

kemandirian anak

E. Manfaat penelitian

a. Manfaat bagi peneliti

Sebagai sarana untuk menambah wawasan, paengetahuan, pengalaman

khususnya pola asuh orang tua yang bekerja dan tidak bekerja dengan

kemandirian anak.

b. Manfaat Bagi Orang tua

Diharapkan orang tua menjadi lebih tahu bagaimana menerapkan pola

asuh yang tepat untuk diterapkan dalam keluarga, sehingga kemandirian

anak dapat berkembang dengan baik.

c. Manfaat bagi peneliti selanjutnya

Sebagai tambahan referensi dan sebagai bahan masukan untuk penelitian

lebih lanjut dalam mengembangkan dan menerapkan ilmu keperawatan di

Indonesia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori

1. Tinjauan Teori Pola Asuh Orang Tua

a. Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh merupakan cara yang dilakukan orang tua dalam

mendorong anak mencapai tujuan yang diinginkan. Penerapan pola

asuh yang tepat diharapkan dapat membentuk seorang anak dengan

pribadi yang baik, penuh semangat dalam belajar dan juga prestasi

belajar anak terus meningkat seiring pertumbuhan dan

perkembangan yang dialami anak (Lestari, 2009). Pola asuh orang

tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan motorik kasar dan

halus, perkembangan bahasa dan kemampuan sosial anak

(Budiarnawan dkk., 2014). Pola asuh orang tua adalah interaksi

antara orang tua dengan anak, dimana orang tua memberikan

stimulasi pada anak dengan memenuhi kebutuhan anak, mendidik,

membimbing, menanamkan nilai-nilai kedisiplinan anak baik

dalam tingkah laku serta pengetahuan agar tumbuh kembang anak

berkembang secara optimal dengan penguatan yang diberikan

orang tua.
b. Macam-Macam Pola Asuh Orang Tua Menurut Baumrind (dalam

Rusilaanti 2015:164-165) terdapat empat macam pola asuh orang

tua yaitu:

a) Pola asuh demokratis Adalah pola asuh yang memperioritaskan

kepentingan anak akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan

mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional,

selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-

pemikiran. Orang tua yang demokratis memandang sama

kewajiban hak orang tua dan anak, bersikap rasional dan selalu

mendasari tindakannya pada rasio pemikiran. Pola asuh

demokrasi ini merupakan sikap pola asuh dimana orang tua

memberikan kesempatan kepada anak dalam berpendapat

dengan mempertimbangkan antara keduanya. Akan tetapi hasil

akhir tetap ditangan orang tua.

1. Kelebihan pola asuh demokratis:

1) Sikap pribadi anak lebih dapat menyesuaikan

diri.

2) Mau menghargai pekerjaan orang lain.

3) Menerima kritik dengan terbuka.

4) Aktif di dalam hidupnya.

5) Emosi lebih stabil.

6) Mempunyai rasa tanggung jawab.

2. Kekurangan pola asuh demokratis:


1) Pada saat berbicara, anak kadang lepas

kontrol dan terkesan kurang sopan terhadap

orang tuanya.

2) Kadang-kadang antara anak dan orang tua

terjadi perbedaan sehingga lepas kontrol

yang akan menimbulkan suatu percekcokan.

b) Pola asuh otoriter Adalah pola asuh yang merupakan kebalikan

dari pola asuh demokratis yaitu cenderung menetapkan standar

yang mutlak harus dituruti, biasanya disertai dengan ancaman-

ancaman. Bentuk pola asuh ini menekan pada pengawasan

orang tua atau kontrol yang ditunjukkan pada anak untuk

mendapatkan kepatuhan dan ketaatan. Jadi orang tua yang

otoriter sangat berkuasa terhadap anak, memegang kekuasaan

tertinggi serta mengharuskan anak patuh pada perintah-

perintahnya. Pola asuh otoriter ini menjelaskan bahwa sikap

orang tua yang cenderung memaksa anak untuk berbuat sesuatu

sesuai dengan keinginan orang tua. Pola asuh ini adalah pola

asuh dimana orang tua memberikan peraturan-peraturan kepada

anaknya dan anak harus mematuhi peraturan yang dibuat di

lingkungan keluarga.

1. Kelebihan pola asuh otoriter:

1) Anak benar-benar patuh, tunduk terhadap orang

tua, dan tidak berani melanggar peraturan yang


telah ditentukan dan digariskan oleh orang tua

sehingga apa yang diperintahkan orang tua akan

selalu dilaksanakan.

2) Anak benar-benar disiplin.

3) Anak benar-benar bertanggung jawab karena

takut dikenai hukuman.

4) Anak memiliki kesetiaan yang tinggi terhadap

orang tua.

2. Kekurangan pola asuh otoriter:

1) Sifat pribadi anak biasanya suka menyendiri,

mengalami kemunduran kematangannya, dan

ragu-ragu di dalam semua tindakan.

2) Kurangnya inisiatif dan kreasi dari anak.

3) Anak memiliki sifat pasif karena takut salah dan

dikenai hukuman.

4) Pemalu dan ketinggalan pergaulan dengan

temannya.

c) Pola asuh permisif Adalah bentuk pengasuhan dimana orang

tua memberikan kebebasan sebanyak mungkin kepada anak

untuk mengatur dirinya, anak tidak dituntut untuk bertanggung

jawab dan tidak banyak kontrol oleh orang tua. Pola asuh ini

memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan

kesempatan kepada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa


pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak

menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam

bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh

mereka. Namun, orang tua tipe ini bersifat hangat sehingga

sering kali disukai oleh anak. Pola asuh permisif ini yaitu sikap

pola asuh orang tua yang cenderung membiarkan dan

memberikan kebebasan kepada anak untuk melakukan berbagai

hal.

1. Kelebihan pola asuh permisif:

1) Anak memiliki sifat mandiri, tidak bergantung

orang tua.

2) Anak tidak memiliki rasa takut terhadap orang

tua, karena orang tua jarang memberikan

hukuman atau teguran, sehingga memiliki

kreasi, inisiatif untuk mengurusi dirinya

sendiri.

3) Kejiwaan anak tidak mengalami goncangan

(tekanan) sehingga mudah bergaul dengan

sesamanya.

2. Kekurangan pola asuh permisif:

1) Karena anak terlalu diberikan kelonggaran,

sehingga sering kali disalah gunakan dan


disalah artikan dengan berbuat sesuai dengan

keinginannya.

2) Anak sering manja, malas-malasan, nakal, dan

berbuat semaunya.

3) Anak senantiasa banyak menuntut fasilitas

kepada orang tua.

4) Hubungan antara anggota keluarga sering

terkesan kurang adanya perhatian.

5) Kadang-kadang anak menyepelekan perintah

orang tua.

d) Pola asuh tipe penelantar Pola asuh orang tua tipe ini pada

umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim

pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk

keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadang kala

biaya pun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam

tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada

ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak

mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-

anaknya. Pola asuh tipe ini adalah pola asuh antar orang tua

dengan anak memiliki komunikasi yang minim, anak yang

tidak dalam pengawasan orang tua bahkan tidak ada. Orang tua

tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang

sangat minim pada anak-anaknya.


c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua Menurut

Hurlock (1999), pola asuh orang tua dipengaruhi oleh beberapa

faktor, diantaranya adalah sebagai berikut:

a) Kepribadian Orang Tua

Setiap orang berbeda dalam tingkat energi, kesabaran,

intelegensi, sikap dan kematangannya. Karakteristik

tersebut akan mempengaruhi kemampuan orang tua untuk

memenuhi tuntutan peran sebagai orang tua dan bagaimana

tingkat sensifitas orang tua terhadap kebutuhan anak-

anaknya.

b) Keyakinan

Keyakinan yang dimiliki orang tua mengenai pengasuhan

akan mempengaruhi nilai dari pola asuh dan akan

mempengaruhi tingkah lakunya dalam mengasuh anak-

anaknya.

c) Persamaan dengan Pola Asuh yang Diterima Orang Tua

Bila orang tua merasa bahwa orang tua mereka dahulu

berhasil menerapkan pola asuhnya pada anak dengan baik,

maka mereka akan menggunakan teknik serupa dalam

mengasuh anak bila mereka merasa pola asuh yang

digunakan orang tua mereka tidak tepat.

d. Aspek-aspek
Dalam menerapkan pola asuh terdapat unsur-unsur penting yang

dapat mempengaruhi pembentukan pola asuh pada anak (Hurlock,

2010, dalam Maratun Sholihah), mengemukakan bahwa pola asuh

orang tua memiliki aspek berikut ini:

a) Peraturan

Tujuan peraturan yang ditetapkan dalam penerapan pola

asuh yang disetujui dalam situasi terentuk untuk mendidik

anak berskap lebih bernormal. Karena peraturan memiliki

nilai pendidikan mana yang baik serta mana yang tidak,

peraturan juga akan membantu mengekang perilaku yang

tidak diinginkan. Peraturan haruslah mudah dimengerti,

diingat dan dapat diterma oleh anak sesuai dengan fungsi

peraturan itu sendiri.

b) Hukuman

Hukuman memiliki tiga peran penting dalam

perkembangan moral anak yaitu:

1. hukuman menghalangi pengulangan tindakan yang

tidak diinginkan oleh masyarakat.

2. Hukuman sebagai pendidikan karena sebelum anak

tahu tentang peraturan mereka dapat belajar bahwa

tindakan mereka benar atau salah dan tindakan yang

salah akan memperoleh hukuman.


3. Hukuman sebagai motivasi untuk menghindari perilaku

yang tida diterima oleh masyarakat.

c) Penghargaan

Bentuk penghargaan yang diberikan tidaklah harus berupa

benda atau materi namun dapat berupa kata-kata , pujian,

senyuman, dan ciuman.

Hadiah diberikan setelah anak melaksanakan hal yang

terpuji. Fungsi penghargaan meliputi penghargaan

mempunyai nilai yang mendidik dan sebagai motivasi

untuk mengulang perilaku yang disetujui secara sosial serta

memperkuat perilaku yang disetujui secara sosisal.

d) Konsisten

Fungsi konsisten adalah mempunyai nilai didik yang besar

sehingga dapat memacu proses belajar , memiliki motivasi

yang kuat dan mempertinggi penghargaan terhadap

peraturan dan orang yang berkuasa. Oleh karena itu kita

harus konsisten dalam menetapkan semua aspek disiplin

agar nilai yang kita miliki tidak hilang.

2. Tinjauan Teori Orang tua yang bekerja dan tidak bekerja

a. Pengertian orang tua yang bekerja

Wanita karir adalah wanita yang menekuni pekerjaan (profesi)

yang menghasilkan uang dan memungkinkanya untuk dapat

berkembang, baik jabatan, peran maupun kepribadiannya,


ditekuni dalam waktu yang lama secara penuh, demi mencapai

prestasi tinggi yang berupa gaji maupun status tertentu.

Menurut Lerner (dalam Widyasari dan Fidrari) dalam

Encyclopedia of Children’s Health, ibu bekerja adalah suatu

keadaan dimana seorang ibu bekerja diluar rumah untuk

mendapatkan penghasilan disamping membesarkan anak

dirumah. wanita karir khususnya yang sudah berkeluarga

secara otomatis menanggung beban baik dilingkungan

pekerjaan maupun dalam keluarga. peran ganda perempuan

pekerja berdampak secara positif maupun negatif , apabila

peran tersebut mampu untuk menunjang keharmonisan

keluarga atau masyarakat. bekerja selain dimaknai ibadah juga

dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan hidup secara jasmani

maupun rohani.

b. Pengertian orang tua yang tidak bekerja

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ibu rumah tangga

dapat diartikan sebagai seorang wanita yang mengatur

penyelenggaraan berbagai macam pekerjaan rumah tangga ,

atau ibu rumah tangga merupakan seorang istri (ibu) yang

hanya mengurusi berbagai pekerjaan dalam rumah tangga

(tidak bekerja di kantor). Ibu rumah tangga merupakan istilah

yang digunakan untuk menggambarkan seorang wanita yang

telah menikah serta menjalankan pekerjaan rumah keluarga


merawat anakanaknya, memasak, membersihkan rumah dan

tidak bekerja di luar rumah. Seorang ibu rumah tangga sebagai

wanita menikah yang bertanggung jawab atas rumah

tangganya.

c. Dampak positif dan negatif orang tua yang bekerja

Dampak positif dari ibu bekerja di luar rumah yaitu anak akan

lebih mandiri dan lebih mampu membantu dirinya sendiri tanpa

ketergantungan dengan orang lain.

Dampak negatif dari ibu bekerja diluar rumah yaitu waktu ibu

akan lebih sedikit dengan anak sehingga banyak ibu yang

bekerja di luar rumah akan memaksakan anak untuk membantu

dirinya seperti memakai kaos kaki, memakai baju, menyisir

rambut sehingga itu akan menjadi sebuah kebiasaan bagi anak

d. Dampak positif dan negatif orang tua yang tidak bekerja

Dampak postif dari ibu rumah tangga yaitu ibu rumah tangga

akan memiliki waktu yang lebih banyak dengan anak dan

mampu mengurus anak sendiri

Dampak negatifnya kemungkinan anak-anak akan menjadi

lebih manja karena waktu ibu lebih banyak dengan anak, maka

anak cenderung dilayani oleh ibu. Ibu mempunyai tugas dan

tanggung yang besar dalam mendidik dan mengasuh anak

sebagai perwujudan rasa tanggung jawab terhadap anak-

anaknya.
3. Tinjauan Teori Kemandirian

a. Pengertian Kemandirian

(Astiati,2007) memaknai Kemandirian sebagai suatu

kemampuan atau keterampilan yang dimiliki anak untuk

melakukan segala sesuatunya sendiri, baik yang terkait

dengan aktivitas bantu diri maupun aktivitas dalam

kesehariannya, tanpa tergantung pada orang lain.

Kemandirian merupakan aspek yang berkembang dalam diri

setiap orang, yang bentuknya sangat beragam, pada tiap

orang yang berbeda, tergantung pada proses perkembangan

dan proses belajar yang dialami masing-masing orang.

Kemandirian (self-reliance) adalah kemampuan untuk

mengelola semua yang dimilikinya sendiri yaitu mengetahui

bagaimana mengelola waktu, berjalan dan berfikir secara

mandiri, disertai dengan kemampuan dalam mengambil

resiko dan memecahkan masalah. Dengan kemandirian tidak

ada kebutuhan untuk mendapat persetujuan orang lain ketika

hendak melangkah menentukan sesuatu yang baru. Individu

yang mandiri tidak dibutuhkan yang detail dan terus menerus

tentang bagaimana mencapai produk akhir, ia bisa berstandar

pada diri sendiri.

b. Ciri-Ciri Kemandirian Anak Usia Prasekolah


a) Kemampuan untuk membuat keputusan-keputusansendiri

b) Kemampuan-kemampuan menjalankan peranan baru

yaitu perubahan-perubahan dalam peranan dan

aktivitassosial

c) Kemampuan memikul tanggung jawab

d) Memiliki rasa percaya pada diri sendiri

e) Memilikikejelasanpribadiyaituberupakemampuanbenardans

alah

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian anak usia

prasekolah

Menurut Soejtiningsih (1995), faktor-faktor yang mempengaruhi

kemandirian anak usia dini terbagi menjadi dua faktor yaitu:

a) Faktor Internal Faktor internal merupakan faktor yang ada

dalam diri anak itu sendiri yang meliputi emosi dan

intelektual.

1) Faktor Emosi Faktor yang ditunjukkan dengan

kemampuan mengontrol emosi dan tidak

terganggunya kebutuhan emosi anak.

2) Faktor Intelektual Faktor yang ditunjukkan dengan

kemampuan untuk mengatasi masalah yang

dihadapi anak.

b) Faktor Eksternal Faktor eksternal yaitu faktor yang datang

atau ada dari luar anak itu sendiri yang meliputi


lingkungan, karakteristik sosial, stimulasi, pola asuh yang

dipengaruhi oleh komunikasi yang dibangun dalam

keluarga, cinta dan kasih sayang, kualitas informasi anak

dan orang tua yang dipengaruhi pendidikan orang tua, dan

status pekerjaan.

1) Lingkungan Lingkungan merupakan faktor yang

menentukan tercapai atau tidaknya kemandirian

anak usia prasekolah. Pada usia ini anak

membutuhkan kebebasan untuk bergerak kesana

kemari dan mempelajari lingkungan.

2) Karakteristik Sosial Karakteristik sosial dapat

mempengaruhi kemandirian anak, misalnya tingkat

kemandirian anak dari keluarga miskin berbeda

dengan anak-anak dari keluarga kaya.

3) Stimulus Anak yang mendapat stimulus yang

terarah dan teratur akan lebih cepat mandiri

dibandingkan dengan anak yang kurang mendapat

stimulasi.

4) Pola Asuh Anak dapat mandiri dengan diberi

kesempatan, dukungan dan peran orang tua sebagai

pengasuh.

5) Cinta dan Kasih Sayang Cinta dan kasih sayang

kepada anak hendaknya diberikan sewajarnya


karena jika diberikan berlebihan, anak menjadi

kurang mandiri. Hal ini dapat diatasi bila interaksi

dua arah antara orang tua dan anak berjalan lancar

dan baik.

6) Kualitas Informasi Anak dan Orang Tua yang

Dipengaruhi Pendidikan Orang Tua Dengan

pendidikan yang baik, informasi dapat diberikan

pada anak karena orang tua dapat menerima

informasi dari luar terutama cara meningkatkan

kemandirian anak.

7) Status Pekerjaan Apabila orang tua bekerja diluar

rumah untuk mencari nafkah, maka orang tua tidak

bisa memantau kemandirian anak sesuai

perkembangan usianya.

c) Cara Orang Tua Melatih Kemandirian Anak Usia

Prasekolah

Menurut Kanisius (2006: 20-22), membangun kelekatan

dengan anak tidak otomatis berdampak ketergantungan

anak. Agar kelekatan tidak berujung pada ketergantungan,

maka orang tua perlu memberikan bimbingan dan pelatihan

pada anak-anak untuk melakukan keperluankeperluannya

sendiri sesuai dengan tingkat usia anak. Seringkali orang

tua menunjukkan kasih sayang pada anak dengan melayani


semua kebutuhan anak. Kecenderungan memanjakan anak

ini juga banyak dijumpai pada orang tua yang sibuk

bekerja.

Berikut ini beberapa cara yang dapat dilakukan orang tua

untuk melatih kemandirian anak tetap menjalin kedekatan

emosional dengan anak.

1. Mengajak dan menyemangati anak untuk melakukan

keperluannya sendiri, seperti belajar memakai atau

melepas baju sendiri. Anak perlu disemangati bahwa

mereka dapat melakukannya. Adakalanya mereka tidak

langsung berhasil. Orang tua perlu menyemangati anak

bahwa lain kali pasti akan berhasil jika mau terus

berlatih.

2. Melatih anak untuk dapat melakukan keperluannya

sendiri dapat dilakukan dengan bermain. Orang tua

perlu membuat aktivitas latihan menjadi aktivitas yang

menyenangkan anak. Dalam hal ini orang tua harus

kreatif dan tidak malu untuk bermain bersama anak.

3. Memberikan pujian pada anak bila ia dapat melakukan

sesuatu adalah penting. Hal ini akan meningkatkan rasa

percaya diri anak untuk melakukan keperluannya

sendiri.

4. Tinjauan Teori Anak Prasekolah


a. Pengertian Anak Prasekolah

Anak prasekolah adalah anak yang berumur antara 3-6 tahun,

pada masa ini anak-anak senang berimajinasi dan percaya

bahwa mereka memiliki kekuatan. Pada usia prasekolah, anak

membangun kontrol sistem tubuh seperti kemampuan ke toilet,

berpakaian, dan makan sendiri (Potts & Mandeleco, 2012).

Masa prasekolah menurut Munandar (1992) merupakan masa-

masa untuk bermain dan mulai memasuki taman kanak- kanak.

Waktu bermain merupakan sarana untuk tumbuh dalam

lingkungan dan kesiapannya dalam belajar formal (Gunarsa,

2004). Pada tahap perkembangan anak usia prasekolah ini,

anak mulai menguasai berbagai ketrampilan fisik, bahasa, dan

anak pun mulai memiliki rasa percaya diri untuk

mengeksplorasi kemandiriannya (Hurlock,1997).

Usia prasekolah adalah usia anak pada masa prasekolah dengan

rentang tiga hingga enam tahun (Potter dan Perry, 2009).

Pengertian yang sama juga dikemukakan oleh Hockenberry dan

Wilson (2009) bahwa usia prasekolah merupakan usia

perkembangan anak antara usia tiga hingga lima tahun. Pada

usia ini terjadi perubahan yang signifikan untuk

mempersiapkan gaya hidup yaitu masuk sekolah dengan

mengkombinasikan antara perkembangan biologi, psikososial,

kognitif, spiritual dan prestasi sosial.


b. Perkembangan pada anak prasekolah

a) Perkembangan fisik

Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan

perkembangan berikutnya. Perkembangan fisik yang baik

ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan tubuh,

perkembangan sistem syaraf pusat dan berkembangnya

kemampuan atau keterampilan motorik kasar maupun halus

(Yusuf, 2016 dalam Maratun Sholihah).

b) Perkembangan bermain

Perkembangan bermain adalah salah satu kegiatan yang

dilaukan dengan kebebasan batin untuk memperoleh

kesenangan. Dengan bermain anak akan memperoleh

perasaan bahagia, dapat mengembangkan sikap sportif

(Yusuf, 2016 dalam Maratun Sholihah).

c) Perkembangan kepribadian

Pada masa ini, berkembang kesadaran dan kemampuan

untuk memenuhi tuntutan dan tanggung jawab. Anak mulai

menemukan bahwa tidak setiap kegiatan dipenuhi orang

lain, memperhatikan keinginannya (Yusuf, 2016 dalam

Maratun Sholihah).

B. Penelitian Terkait

Dengan pencarian judul dan beberapa kajian Pustaka, peneliti menemukan

beberapa hasil yang relevan yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu:
1. Jurnal Milik Wardiyaningsih, Muniroh Munawar, Mila Karmila

Tahun 2018 yang berjudul “Perbedaan Kemandirian Anak Ditinjau

Dari Pola Asuh Orang Tua: Studi Komparatif Pada Anak

Kelompok A Ra Al Iman Ungaran”

Latar belakang yang mendorong penelitian ini adalah ada beragam

pola asuh yang diterapkan oleh orang tua terhadap anak-anaknya

begitupun dengan tingkat kemandirian anak yang ditunjukkan akan

berbeda-beda. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan

yang signifikan kemandirian anak antara pola asuh dimensi kontrol

(demandingness) dan pola asuh dimensi kehangatan

(responsiveness), hal ini ditunjukkan dengan perolehan nilai bahwa

thitung sebesar 1,087 < ttabel 1,725 dan nilai signifikan sebesar

0,290 > 0,05, maka Ho ditolak.

2. Jurnal milik zulfia shaumi tahun 2017 yang berjudul “perbedaan

pola asuh ibu yang bekerja dan ibu yang tidak bekerja pada anak di

tk pgri slungkep 02”

Pola asuh merupakan pola pengasuhan anak yang berlaku dalam

keluarga yaitu bagaimana keluarga dapat membentuk perilaku

generasi yang sesuai dengan norma dan nilai yang baik sesuai

dengan kehidupan masyarakat. Pola asuh dalam masyarakat

dikatakan baik jika pola asuh dapat diterima oleh seluruh keluarga

yang hidup di masyarakat tersebut. Adapun pola asuh orang tua


terhadap anak dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu pola asuh

otoriter,autoritatif atau demokratis dan permisif.

3. Jurnal milik Luh Suardani, Ketut Pudjawan, Luh Ayu Tirtayani

tahun 2016 yang berjudul “Perbedaan Tingkat Kemandirian Anak

Usia 5-6 Tahun Dilihat Dari Status Pekerjaan Ibu Di Kelurahan

Banyuning”

Kemandirian anak perlu dikembangkan karena pada masa pra

sekolah anak harus sudah mampu memisahkan diri dengan

keluarganya terutama dengan sosok ibu. Banyak anakanak sudah

memiliki tingkat kemandirian sedang, itu merupakan dampak dari

status ibu-ibu yang awalnya hanya sebagai ibu rumah tangga

sekarang bergeser menjadi wanita karir. Salah satu faktor yang

mempengaruhi tingkat kemandirian anak adalah banyaknya ibu-ibu

yang bekerja demi memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi keluarga

atau sekedar memenuhi tuntutan karier. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui perbedaan tingkat kemandirian anak usia 5-6

tahun dilihat dari status pekerjaan ibu di kelurahan banyuning

kecamatan buleleng.
C. Kerangka Teori Penelitian

Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Pola Asuh Orang Tua

Orang tua yang bekerja Orang tua yang tidak bekerja


Wanita karir adalah wanita yang Ibu rumah tangga merupakan istilah yang
digunakan untuk menggambarkan seorang
menekuni pekerjaan (profesi) yang wanita yang telah menikah serta
menjalankan pekerjaan rumah keluarga
menghasilkan uang dan merawat anakanaknya, memasak,
membersihkan rumah dan tidak bekerja di
memungkinkanya untuk dapat
luar rumah.
berkembang, baik jabatan, peran

maupun kepribadiannya, ditekuni dalam

waktu yang lama secara penuh, demi

mencapai prestasi tinggi yang berupa

gaji maupun status tertentu.

Kemandirian

Anak Prasekolah
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

1. Definisi Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah merupakan formulasi atau simplikasi dari

kerangka teori atau teori-teori yang mendukung penelitian tersebut

Notoatmodjo (2010). Kerangka konsep menurut (Sugiyono, 2014)

adalah suatu hubungan yang akan menghubungankan secara

teoritis antara variabel-variabel penelitian yaitu, antara variabel

independen dengan variabel dependen yang akan di amati atau di

ukur melalui penelitian yang akan di laksanakan.

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Orang Tua bekerja

Pola Asuh
Kemandirian Anak

Orang Tua Tidak


bekerja

Keterangan :

1. : Variabel Diteliti

2. : Pencarian Perbedaan
B. Definisi Operasional

Menurut Sugiyono (2014) definisi operasional adalah penentuan

konstrak atau sifat yang akan dipelajari sehingga menjadi variabel

yang dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu

yang digunakan untuk meneliti dan mengoperasikan konstrak,

sehingga memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukan

replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan

cara pengukuran konstrak yang lebih baik.

Variabel Definisi Indikator Alat Ukur Cara Ukur Skala Ukur

Operasional

Anda mungkin juga menyukai