Anda di halaman 1dari 19

Pengaruh Pola Asuh dan Tingkat Pendidikan Orang Tua

Terhadap Kenakalan Remaja SMP Muhammadiyah Kabupaten


Sleman

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan salah satu unsur terpenting dalam gerak kemajuan
suatu bangsa untuk pembangunan sumber daya manusia. Masa depan suatu
bangsa pada umumnya akan ditentukan oleh proses pendidikannya. Menurut
Hasbullah dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan,
“setidaknya ada tiga pusat pendidikan yang bisa menjalankan fungsi sebagai
lembaga pendidikan, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat”
(Hasbullah, 1999)
.
Ketiganya itu tidak dapat dipisahkan dalam mengawal proses pendidikan.
Orang tua tidak seharusnya lepas tangan dari mendidik anak-anaknya dengan
alasan apapun. Ketiga unsur itu harus saling melengkapi, mengisi dan
menyempurnakan, karena proses pendidikan tidak bisa dibatasi dalam ruang
dan waktu tertentu.
Juwariyah mengatakan “bahwa pendidikan sekolah pada dasarnya
merupakan kelanjutan dari pendidikan orang tua atau keluarga. Karena itu
peran guru hanya sebagai penerus dari proses pendidikan yang telah diawali
dan berlangsung di dalam suatu keluarga, sehingga walaupun tidak secara
sistematis anak mendapatkan bekal pengetahuan dan kebiasaan yang
ditanamkan oleh orang tua” (Juwariyah, 2010).
Pada dasarnya pendidikan dapat diperoleh di mana saja, di sekolah,
masyarakat dan di dalam keluarga. Akan tetapi pendidikan yang paling
mendasar adalah pendidikan yang didapatkan di dalam keluarga. Sebagai
komunitas masyarakat terkecil, keluarga memiliki arti penting dan strategis
dalam membangunan masyarakat yang lebih luas. Kehidupan keluarga yang
harmonis perlu dibangun di atas dasar sistem interaksi yang kondusif sehingga
pendidikan dapat berlangsung dengan baik. Oleh sebab itu dibutuhkan pola
asuh yang baik dari orang tua terhadap anaknya.
Menurut Baumrind, pola asuh pada prinsipnya merupakan parental
control, yakni bagaimana orang tua mengontrol, membimbing dan
mendampingi anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas
perkembangannya menuju pada proses pendewasaan. Baumrind juga
menjelaskan bahwa pola asuh orangtua merupakan segala bentuk dan proses
interaksi yang terjadi antara orangtua dan anak yang merupakan pola
pengasuhan tertentu dalam keluarga yang akan memberi pengaruh terhadap
perkembangan kepribadian anak (Daulay, 2014).
Menurut Kohn (dalam Agustiawati, 2014) mengemukakan: “Pola asuh
merupakan sikap orang tua dalam berhubungan dengan anaknya. Sikap ini
dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain dari cara orang tua memberikan
pengaturan kepada anak, cara memberikan hadiah dan hukuman, cara orang tua
menunjukkan otoritas dan cara orang tua memberikan perhatian, tanggapan
terhadap keinginan anak” (Nur Utami & Raharjo, 2021).
Islam sebagai agama solutif terhadap permasalahan yang terjadi dalam
keluarga tentang bagaimana mendidik anak sesuai dengan usia dan masa
pertumbuhan dan perkembangan anak. Pola asuh ini telah dipraktikkan oleh
Rasulullah Saw. Adapun pola asuh tersebut, yaitu: membimbing cara belajar
sambil bermain pada jenjang usia 0-7 tahun; menanamkan sopan santun dan
disiplin pada jenjang usia 7-14 tahun; dan ajaklah bertukar pikiran pada jenjang
usia 14-21 tahun, dan sesudah itu lepaskan mereka untuk mandiri
(Padjrin, 2016).

Teori pola asuh mengacu pada teori yang disampaikan oleh Santrock dan
Sutari Imam Barnadib. Santrock membagi pola asuh menjadi tiga, yaitu
otoriter, otoritatif, dan laissez-faire (permisif). Bentuk-bentuk pola pengasuhan
tersebut dijelaskan sebagai berikut: Pengasuhan otoriter ialah suatu gaya
membatasi dan menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti perintah
orang tua dan menghormati pekerjaan dan usaha. Orang tua yang otoriter
menetapkan batas-batas yang tegas dan tidak memberi peluang yang besar
kepada anak-anak untuk bicara atau berdiskusi
(Umairoh & Umairoh Ichsan, 2018).

Pendidikan harus diakui sangat berkiatan erat dengan semakin


berkembangnya pandangan dalam masyarakat luas, bahwa pendidikan nasional
dalam berbagai jenjangnya, khususnya jenjang menengah dan tinggi, “telah
gagal” dalam membentuk peserta didik yang memiliki akhlak, moral dan budi
pekerti yang baik. Bahkan, banyak peserta didik sering dinilai tidak hanya
kurang memiliki kesantunan baik di sekolah, di rumah dan lingkungan
masyarakat, tetapi juga sering terlibat dalam tindakan kekerasan massal seperti
tawuran, kejahatan jalanan dan sebagianya.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, beberapa laporan dari guru di
sekolah, juga berdasarkan berita viral di media sosial menunjukkan bahwa
masih terdapat banyak kenakalan-kenakalan remaja yang terjadi, baik di
lingkungan sekolah ataupun di luar sekolah. Mulai dari membuat geng sekolah,
melakkukan aktivitas malam hari tanpa sepengetahuan orang tua, merokok,
minum-minuman keras, tawuran, pengeroyokan dan bahkan ada yang pernah
sampai terlibat dalam kejahatan jalanan.
Pemaparan di atas menunjukkan bahwa kenakalan remaja masih sangat
memprihatinkan. Keadaan itu masih sangat jauh dari yang diharapkan.
Terdapat beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi kenakalan remaja di
sekolah bahkan di luar sekolah. Peneliti berasumsi bahwa salah satu faktor
yang mempengaruhi kenakalan remaja tersebut di sekolah adalah pola asuh
orang tua terhadap anak.
Selain dari pada pola asuh orang tua, peneliti juga berasumsi bahwasanya
bukan hanya pola asuh yang mempengaruhi. Latar belakang Pendidikan orang
tua juga memungkinkan menjadi faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian
“Pengaruh Pola Asuh dan Tingkat Pendidikan Orang Tua Terhadap Kenakalan
Remaja di SMP Muhammadiyah Kabupaten Sleman”.
Untuk menghindari kesamaan tema dengan yang lain dan untuk
menunjukkan keaslian penelitian ini, maka akan dikemukakan beberapa
penelitian yang mempunyai tema searah dengan penelitian ini. Ada beberapa
penelitian diantaranya :
Penelitian Aniek Endarti yang berjudul “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua
Terhadap Motivasi Belajar Siswa Kelas X di SMK Muhammadiyah 2 Playen
Gunung Kidul Yogyakarta”. Penelitian ini membahas tentang pengaruh pola
asuh orang tua terhadap motivasi belajar siswa kelas X dan untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh pola asuh orang tua terhadap motivasi belajar siswa
kelas X di SMK Muhammadiyah 2 Playen Gunung Kidul Yogyakarta. Adapun
jenis penelitian menggunakan penelitian kuantitatif dengan model regresi.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa pola asuh orang tua berpengaruh
signifikan terhadap motivasi belajar siswa kelas X di SMK Muhammadiyah 2
Playen Gunung Kidul Yogyakarta (Endarti, 2014).
Penelitian Husnatul Jannah yang berjudul “Bentuk Pola Asuh Orang Tua
Dalam Menanamkan Perilaku Moral pada Anak Usia Dini di Kecamatan
Ampek Angkek”. Penelitian ini membahas tentang bentuk pola asuh yang
diterapkan oleh orang tua dalam menanamkan perilaku moral pada anak usia
dini di Kecamatan Ampek Angkek dan untuk mengetahui bentuk pola asuh
mana yang lebih dominan yang diterapkan oleh orang tua dalam menamkan
moral pada anak usia dini di Jorong Sitapung. Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk
pola asuh yang demokrasi dan permisif yang paling dominan di terapkan
(Jannah, 2012).
Penelitian Diah Aprillia Nurhayati yang berjudul “Pengaruh Pola Asuh
Orang Tua dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Prestasi Belajar KKPI Kelas
X Program Keahlian TKJ dan TAV di SMK PIRI 1 Yogyakarta”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh pola asuh orang tua dan motivasi
belajar siswa terhadapa prestasi belajar mata pelajaran KKPI di SMK PIRI 1
Yogyakarta kelas X program studi Teknik Komputer Jaringan dan Teknik
Audio Video. Penelitian ini merupakan penelitian ex post facto dengan analisis
menggunakan korelasi Product Moment dan uji reliabilitas menggunakan
rumus Alpha Cronbach. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh yang positif antara pola asuh orang tua dan motivasi belajar terhadap
prestasi belajar siswa kelas X TKJ dan TAV di SMK PIRI I Yoyakarta
(Nurhayati, 2013).
Penelitian Puji Lestari yang berjudul “Pola Asuh Anak Dalam Keluarga
(Studi kasus pada pengamen anak-anak di kampung Jlagran, Yogyakarta)”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk pola asuh orang tua yang
diterapkan pada anak-anak pengamen di kampung Jlagran, Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif menekankan kepada aspek
informasi yang lebih dalam yang diperoleh dengan melakukan wawancara dan
didukung oleh observasi lapangan dan dokumentasi. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pola pengasuhan masing-masing keluarga berbeda-beda
dengan karakter orang tua yang otoriter, permisive dan demokrasi
(Lestari, 2008)
.
Berdasarkan tinjauan penelitian terdahulu diatas, bahwa penelitian yang
akan peneliti lakukan memiliki perbedaan dengan hasil penelitian yang telah
ada. Letak perbedaannya yaitu, pada sub fokus/variabel yang akan diteliti,
metode analisis, teknik dan pengumpulan data yang digunakan. Fokus
penelitian ini yaitu “Pengaruh Pola Asuh dan Tingkat Pendidikan Orang Tua
Terhadap Kenakalan Remaja SMP Muhammadiyah Kabupaten Sleman”. Jenis
penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian kuantitatif dengan metode
analisis regresi ganda.

B. RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimana pola asuh orang tua SMP Muhammadiyah Kabupaten Sleman?
b. Bagaimana tingkat pendidikan orang tua SMP Muhammadiyah Kabupaten
Sleman?
c. Bagaimana kenakalan Remaja SMP Muhammadiyah Kabupaten Sleman?
d. Adakah pengaruh pola asuh orang tua terhadap kenakalan remaja di SMP
Muhammadiyah kabupaten Sleman ?
e. Adakah pengaruh tingkat pendidikan orang tua terhadap kenakalan remaja
di SMP Muhammadiyah kabupaten Sleman?
f. Adakah pengaruh pola asuh dan tingkat pendidikan orang tua secara
bersama-sama terhadap kenakalan remaja SMP Muhammadiyah Kabupaten
Sleman?

C. TUJUAN PENELITIAN
a. Mendeskripsikan dan menganalisis pola asuh orang tua SMP
Muhammadiyah Kabupaten Sleman
b. Mendeskripsikan dan menganalisis tingkat pendidikan orang tua SMP
Muhammadiyah Kabupaten Sleman
c. Mendeskripsikan dan menganalisis kenakalan Remaja SMP Muhammadiyah
Kabupaten Sleman
d. Menguji dan menganalisis pengaruh pola asuh orang tua terhadap kenakalan
remaja di SMP Muhammadiyah kabupaten Sleman
e. Menguji dan menganalisis pengaruh tingkat pendidikan orang tua terhadap
kenakalan remaja di SMP Muhammadiyah kabupaten Sleman
f. Menguji dan menganalisis pengaruh pola asuh dan tingkat pendidikan orang
tua secara bersama-sama terhadap kenakalan remaja SMP Muhammadiyah
Kabupaten Sleman
BAB II

LANDASAN TEORI

A. POLA ASUH
- DEFINISI TEORI
Menurut Baumrind dalam Santrock ada empat macam bentuk pola asuh
adalah sebagai berikut: Pola asuh otoriter adalah suatu jenis bentuk pola asuh
yang menuntut agar anak patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan
yang dibuat oleh orang tua tanpa ada kebebasan untuk bertanya atau
mengemukakan pendapat sendiri (J. Santrock, 2002).
Anak dijadikan sebagai miniatur hidup dalam pencapaian misi hidupnya.
Hal ini sejalan dengan pendapat Shapiro bahwa “Orangtua otoriter berusaha
menjalankan rumah tangga yang didasarkan pada struktur dan tradisi,
walaupun dalam banyak hal tekanan mereka akan keteraturan dan pengawasan
membebani anak” (Shapiro, 1999).
Baumrind juga mengatakan bahwa pola asuh otoritatif atau demokrasi,
pada pola asuh ini orangtua yang mendorong anak-anaknya agar mandiri
namun masih memberikan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan
mereka. Musyawarah verbal dimungkinkan dengan kehangatan-kehangatan
dan kasih sayang yang diperlihatkan. Anak-anak yang hidup dalam keluarga
demokratis ini memiliki kepercayaan diri, harga diri yang tinggi dan menunjuk
perilaku yang terpuji (J. Santrock, 2002).
Shapiro mengemukakan “Dalam hal belajar orang tua otoritatif
menghargai kemandirian, memberikan dorongan dan pujian. Berdasarkan
pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan penerapan
pola asuh autoritatif indentik dengan penanaman nilai-nilai demokrasi yang
menghargai dan menghormati hak-hak anak, mengutamakan diskusi ketimbang
interuksi, kebebasan berpendapat dan selalu memotivasi anak untuk menjadi
yang lebih baik (Shapiro, 1999).
Pola asuh penelantaran adalah pola asuh dimana orang tua sangat tidak
terlibat dalam kehidupan anak, orang tua pada pola asuh ini mengembangkan
perasaan bahwa aspek-aspek lain kehidupan orang tua lebih penting dari pada
anak-anak. Dimana orangtua lebih cenderung membiarkan anak-anaknya
dibesarkan tanpa kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan fisik yang cukup.
Sedangkan yang dimaksud dengan pola asuh orang tua permisif dimana pada
pola asuh ini orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka,
namun menetapkan sedikit batas atau kendali terhadap anak mereka. Orang tua
cenderung membiarkan anak-anak mereka melakukan apa saja, sehingga anak
tidak dapat mengendalikan perilakunya serta tidak mampu untuk menaruh
hormat pada orang lain.
Selanjutnya Shapiro mengemukakan bahwa “orang tua permisif berusaha
menerima dan mendidik anaknya sebaik mungkin tapi cenderung sangat pasif
ketika sampai pada masalah penetapan batas-batas atau menanggapi ketidak
patuhan” (Shapiro, 1999). Orang tua permisif tidak begitu menuntut juga tidak
menetapkan sasaran yang jelas bagi anaknya, karena yakin bahwa anak-anak
seharusnya berkembang sesusai dengan kecenderungan alamiahnya.
Sedangkan Covey menyatakan bahwa “orang tua yang menerapkan pola asuh
permisif cenderung ingin selalu disukai dan anak tumbuh dewasa tanpa
pengertian mendalam mengenai standar dan harapan, tanpa komitmen peribadi
untuk disiplin dan bertanggungjawab” (Covey, 1997).
Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa pola
asuh orang tua yang permisif, tidak dapat menanamkan perilaku moral yang
sesuai dengan standar sosial pada anak. Karena orang tua bersifat longgar dan
menuruti semua keinginan anak. Berdasarkan beberapa kutipan di atas dapat
diketahui bahwa masing-masing dari pola asuh yang diterapkan oleh orang tua
juga akan menghasilkan macam-macam bentuk perilaku moral pada anak. oleh
karena itu orang tua harus memahami dan mengetahui pola asuh mana yang
paling baik dia terapkan dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya.
- HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN KENAKALAN REMAJA

B. TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA


- DEFINISI TEORI
Tujuan umum pendidikan tentang Sistem Pendidikan Nasional :
“Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab”
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
.
Tingkat (jenjang) pendidikan adalah tahap pendidikan yang berkelanjutan,
yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tingkat
kerumitan bahan pelajaran dan cara penyajian bahkan pengajaran
(Ihsan, 2001)
. Tingkat pendidikan orang tua menurut Hendyat Soetopo dan Wasty
Soemanto, adalah suatu jenjang yang ditempuh oleh orang tua siswa, yakni
jenjang pendidikan formal. Adapun tingkat pendidikan yang dilaksanakan atau
ditempuh oleh orang tua siswa adalah bermacam-macam, mulai dari tingkat
pendidikan dasar, tingkat pendidikan menengah, dan tingkat pendidikan tinggi
(Soetopo & Soemanto, 1982).
Dalam sistem pendidikan nasional pasal 13 ayat 1 dan pasal 14
menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal,
nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi.
Sesuai dengan bunyi UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional mengenai satuan, jalur dan jenis pendidikan, yaitu pada
bab VI, bagian kesatu pasal 13 ayat I adalah sebagai berikut: “Jalur pendidikan
terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling
melengkapi dan memperkaya.”
Berdasarkan pernyataan tersebut diatas, maka bentuk-bentuk pendidikan
dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu: pendidikan formal, pendidikan
nonformal, dan pendidikan informal.
a. Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah usaha pendidikan yang diselenggarakan
secara sengaja, berencana, terarah dan sistematis melalui suatu
lembaga pendidikan yang disebut sekolah. Dengan demikian, sekolah
sebagai pendidikan formal mempunyai bentuk program yang jelas dan
resmi, di dalamnya terdapat peraturan-peraturan, tujuan-tujuan dan
jenjang yaitu dalam kurun waktu tertentu, berdasarkan aturan resmi
yang telah ditetapkan. Melalui pendidikan formal ini, anak didik dapat
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai
(Ihsan, 2001).
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa fungsi sekolah dalam
pendidikan intelektual dapat kita samakan keluarga dalam pendidikan
moril. Walaupun keluarga dan lingkungan juga membantu
perkembangan kecerdasan anak, tapi sumbangannya ini tidak dapat
menyamai peranan sekolah dalam mengembangkan kecerdasan anak
(Suwarno, 1988).
Lembaga pendidikan formal (sekolah) adalah lembaga pendidikan
kedua setelah pendidikan keluarga yang tidak bersifat kodrati, yakni
tidak atas dasar hubungan darah antara guru dan murid seperti halnya
dalam keluarga tetapi berdasarkan hubungan yang bersifat kedinasan
(Hasbullah, 1999).
Lembaga pendidikan formal (sekolah) ini mempunyai banyak
ragamnya dan tergantung dari sebagaimana melihatnya.
1) Ditinjau dari sudut tingkatan
a) Pendidikan Pra sekolah
Yaitu suatu penyelenggaraan pendidikan yang diperuntukkan
bagi anak-anak sebelum memasuki jenjang pendidikan.
b) Pendidikan Dasar
(1) Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI). (2)
Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah
(MTs).
c) Pendidikan Menengah
(1) Sekolah Menengah Umum (SMU) dan kejuruan. (2)
Madrasah Aliyah (MA).
d) Pendidikan Tinggi
(1) Akademi (2) Institut (3) Sekolah Tinggi (4) Universitas

2) Ditinjau dari sifatnya

a) Sekolah umum, yaitu sekolah yang belum mempersiapkan anak


dalam spesialisasi pada bidang pekerjaan tertentu. Sekolah ini
penekanannya adalah sebagai persiapan mengikuti pendidikan yang lebih
tinggi tingkatannya. Termasuk dalam hal ini adalah SD/MI, SMP/MTs,
SMU/MAN.

b) Sekolah kejuruan, yaitu lembaga pendidikan yang


mempersiapkan anak untuk menguasai keahlian-keahlian tertentu,
seperti, SMEA, MAK, STM, dan sebagainya.

b. Pendidikan Nonformal
Pendidikan non formal adalah pendidikan yang diselenggarakan
secara sengaja dan berencana tetapi tidak sistematis di luar lingkungan
keluarga dan sekolah. Dalam pendidikan formal tenaga pengajar,
fasilitas, cara penyampaian, dan waktu yang dipakai, serta komponen-
komponen lainnya disesuaikan dengan keadaan peserta didik supaya
mendapatkan hasil yang memuaskan dan bagi masyarakat Indonesia
pendidikan non formal merupakan cara yang mudah sesuai dengan
daya tangkap rakyat, dan mendorong rakyat untuk belajar, sebab
pemberian pendidikan tersebut dapat disesuaikan dengan keadaan
lingkungan dan kebutuhan masyarakat (peserta didik).
Adapun fungsi dari pendidikan non formal yaitu memberikan
beberapa kemampuan, antara lain:
1) Kemampuan keahlian untuk pengembangan karier, misalnya:
penataran, seminar, lokakarya, dan konferensi ilmiah.
2) Kemampuan teknis akademis dalam suatu sistem pendidikan
nasional seperti: sekolah terbuka, sekolah kejuruan, kursus-kursus,
pendidikan melalui radio dan televisi.
3) Kemampuan pengembangan kehidupan keagamaan, seperti
melalui pesantren pengajaran, pendidikan di surau atau langgar.
4) Kemampuan pengembangan kehidupan sosial budaya seperti
teater, olahraga, seni bela diri, dan lembaga-lembaga spiritual.
5) Kemampuan keahlian dan keterampilan seperti sistem magang
untuk menjadi ahli bangunan, dan sebagainya.

Dengan demikian, sudah tentu bahwa dalam pendidikan non


formal ini pelajarannya lebih luas yang hanya pada mata pelajaran atau
pelajaran tertentu sehingga output yang dihasilkan akan lebih baik
sesuai dengan bidangnya masing-masing.

c. Pendidikan Informal
Pendidikan informal adalah pendidikan yang tidak mempunyai
bentuk program yang jelas dan resmi. Pendidikan informal itu
terutama berlangsung di tengah keluarga. Dalam sejarah
perkembangan lembaga pendidikan dijelaskan bahwa, keluarga
merupakan lembaga pendidikan yang paling tua yang bersifat kodrati,
yakni terdapat hubungan darah antara pendidik dan anak didik.
Melalui pendidikan informal dalam keluarga, anak pertama-tama
mendapatkan didikan dan bimbingan dalam mengembangkan watak,
kepribadian, nilai-nilai budaya, nilai-nilai keagamaan dan moral, serta
keterampilan sederhana karena anak sebagian besar menyerap norma-
norma pada anggota keluarga baik ayah, ibu, maupun saudara-
saudaranya. Maka orang tua di dalam keluarga harus dan merupakan
kewajiban kodrati untuk memperhatikan dan mendidik anak-anaknya
sejak anak itu kecil bahkan sejak anak itu masih dalam kandungan.
Sebagaimana firman Allah dalam Surat An-Nahl ayat 78:

‫َو ُهّٰللا َاْخ َر َج ُك ْم ِّم ْۢن ُبُط ْو ِن ُاَّم ٰه ِتُك ْم اَل َتْع َلُم ْو َن َش ْئًـ ۙا َّوَجَع َل َلُك ُم الَّس ْمَع َو اَاْلْبَص اَر َو اَاْلْفِٕـ َدَةۙ َلَع َّلُك ْم‬
‫َتْشُك ُرْو َن‬

Artinya:

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengerti sesuatu apapun. dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (Q.S An-Nahl : 78)

Oleh karena itu, kebiasaaan orang tua dan saudara-saudaranya


dalam bentuk susila akan membentuk kepribadian anak. Maka, sebagai
orang dewasa hendaknya memberi teladan yang baik bagi anak dalam
tiap ucapan dan tingkah laku, agar tercermin pula dalam diri seorang
anak sebagai kepribadian yang baik.

Dengan melihat kenyataan tersebut diatas, maka fungsi dari


pendidikan informal atau keluarga yaitu:

1) Pengalaman pertama masa kanak-kanak

Lembaga pendidikan yang ada dalam keluarga memberikan


pengalaman pertama yang merupakan faktor penting dalam
perkembangan pribadi anak suasana dari sinilah keseimbangan jiwa di
dalam perkembangan individu selanjutnya ditentukan.

2) Menjamin kehidupan emosional anak

Melalui pendidikan keluarga ini kehidupan emosional atau


kebutuhan akan rasa kasih sayang dapat dipenuhi atau dapat
berkembang dengan baik, hal ini disebabkan karena adanya hubungan
darah antara pendidik dan anak didik, karena orang tua hanya
menghadapi sedikit anak didik dan kerena hubungan itu tadi
didasarkan atas cinta kasih sayang murni.

3) Menanamkan dasar pendidikan moral

Di dalam keluarga, merupakan penanaman pendidikan pertama


dasar-dasar moral bagi anak, yang biasanya tercemin dalam sikap dan
prilaku orang tua sebagai teladan yang dapat dijadikan contoh bagi
anak-anaknya guna membentuk manusia susila.

4) Memberikan dasar pendidikan sosial.

Keluarga merupakan lembaga sosial yang resmi, yang terdiri dari


ayah, ibu dan anak. Perkembangan benih-benih social pada anak dapat
dipupuk sedini mungkin, terutam lewat kehidupan keluarga yang perlu
mencipatakan rasa tolong-menolong dan gotong royong kekeluargaan.

5) Peletakan dasar-dasar keagamaan

Keluarga disamping berfungsi dalam menanamkan dasar-dasar


pendidikan moral, sosial, juga berfungsi dalam peletakan dasar-dasar
keagamaan. Karena masa anak-anak adalah masa yang paling baik
untuk meresapkan dasar-dasar hidup beragama.

Dari kelima fungsi di atas menunjukkan bahwa pendidikan informal


tidak dapat diabaikan begitu saja. Justru dalam pendidikan informal inilah
yang akan menentukan dan mempengaruhi pendidikan formal, oleh karena
itu orang tua harus bisa dan mampu mendidik anaknya dengan baik karena
pendidikan dalam keluarga merupakan ajang dimana sifat-sifat
kepribadian anak terbentuk mulai pertama. Maka dapatlah dikatakan
bahwa keluarga adalah sebagai alam pendidikan yang pertama dan utama

- HUBUNGAN PENDIDIKAN ORANG TUA TERHADAP


KENAKALAN REMAJA
C. KENAKALAN REMAJA
- DEFINISI TEORI
Kenakalan remaja adalah sebuah perilaku atau tingkah laku dimana remaja
melakukan hal-hal negatif yang sebenarnya bisa merugikan dirinya sendiri
ataupun orang lain. Kenakalan bisa saja dilakukan oleh siapapun, bukan hanya
pada remaja. Peneliti menjadikan remaja sebagai subjek dikarenakan
banyaknya kasus atau contoh kenakalan yang dilakukan oleh remaja
(Murtiyani, 2011).
Santrock mengatakan bahwa kenakalan remaja adalah remaja yang sudah
melakukan tindakan melanggar norma, melanggar hukum dan tindakan illegal
(J. W. Santrock, 2011) . Sarwono menjelaskan terkait kenakalan remaja yaitu
tingkah laku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma masyarakat, etika,
peraturan sekolah dan keluarga yang dilakukan oleh remaja atau bahkan
sampai ke tindakan yang melanggar hukum atau tindak pidana
(Sarwono, 2016)
.
- FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KENAKALAN
REMAJA
Kenakalan remaja masuk dalam masalah sosial yang menyimpang.
Masalah sosial terjadi dikarenakan adanya ketidaksesuaian tingkah laku dengan
norma dan aturan sosial. Selain menjadi masalah sosial, kenakalan remaja juga
berkaitan dengan masalah perkembangan. Apabila semasa kecil seseorang
mengalami banyak masalah yang berkaitan dengan keluarga dan lingkungan
sekitar, akan membuat perilaku remaja menjadi tidak terkendali, seperti
kenakalan remaja yang mampu membuat diri mereka masuk ke dalam jeratan
narkoba, mabuk-mabukan, membolos sekolah dan lain-lain
(Fatchurahman & Pratikto, 2012)
.
Terkait dengan perilaku kenakalan remaja, salah satu faktor remaja
melakukan kenakalan adalah pola asuh orang tua, yaitu pola asuh permisif.
Pola asuh permisif akan menumbuh kembangkan kasih sayang antara orang tua
dan anak, tetapi menjadikan anak semakin agresif dan lebih suka melakukan
apa yang diinginkannya (Sanjiwani & Budisetyani, 2014 :
Udampo et al., 2017)
.

D. KERANGKA BERFIKIR
Uma Sekaran mengemukakan bahwa kerangka berfikir merupakan model
konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang
telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Oleh karena itu, pada setiap
penyusunan paradigma penelitian harus didasarkan pada kerangka berfikir
(Sugiyono, 2010).
Kerangka berfikir dari penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti
terkait dengan pengaruh pola asuh dan tingkat pendidikan orang tua terhadap
akhlak anak sebagai berikut.

Keterangan :

X1 = Pola Asuh Orang Tua

X2 = Tingkat Pendidikan Orang Tua

Y = Kenakalan Remaja
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS & PENDEKATAN PENELITIAN


- Kuantitatif
- Populasi : SMP Muhammadiyah Se-Kab Sleman
- Sample :
- Variable : Cerita definisi teoritis variable dan cerita definisi operational
o X1 : Pola Asuh Orang Tua
o X2 : Tingkat Pendidikan Orang Tua
o Y : Kenakalan Remaja
- Waktu & tempat : Cerita alasan memilih tempat
- Teknik pengumpulan data : Interview (Wawancara), Koesuiner
(Angket), Observasi
- Instrumen pengumpulan data : Angket
- Uji keabsahan data : Uji Validitas & Realibilitas
- Teknik Analitis data : Regresi Ganda

E. DAFTAR PUSTAKA

Daulay, N. (2014). POLA ASUH ORANGTUA DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI DAN ISLAM. In
Jurnal Darul ’Ilmi (Vol. 02, Issue 02).
Endarti, A. (2014). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Motivasi Belajar Siswa
Kelas X di SMK Muhammadiyah 2 Playen Gunung Kidul Yogyakarta. UIN Sunan
Kalijaga.

Fatchurahman, M., & Pratikto, H. (2012). Kepercayaan Diri, Kematangan Emosi, Pola
Asuh Orang Tua Demokratis dan Kenakalan Remaja. Persona, Jurnal Psikologi
Indonesia, 77–87.

Hasbullah. (1999). Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Ihsan, F. (2001). Dasar-dasar Kependidikan (Cet. Ke-2). Jakarta : Rineka Cipta.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan


Nasional, Jakarta : Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (2003).

Jannah, H. (2012). Bentuk Pola Asuh Orang Tua Dalam Menanamkan Perilaku Moral
pada Anak Usia Dini di Kecamatan Ampek Angkek. Pesona PAUD, 1.

Shapiro, L. S. (1999). Mengajarkan Emosional Intelegensi Pada Anak. Jakarta:


Gramedia.

Lestari, P. (2008). Pola Asuh Anak Dalam Keluarga (Studi kasus pada pengamen anak-
anak di kampung Jlagran, Yogyakarta). DIMENSIA, 2.

Murtiyani, N. (2011). Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kenakalan Remaja di
RW V Kelurahan Sidokare Kecamatan Sidoarjo. Jurnal Keperawatan, 1–9.

Nur Utami, A. C., & Raharjo, S. T. (2021). POLA ASUH ORANG TUA DAN
KENAKALAN REMAJA. Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial, 4(1), 1.
https://doi.org/10.24198/focus.v4i1.22831

Nurhayati, D. A. (2013). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua dan Motivasi Belajar Siswa
Terhadap Prestasi Belajar KKPI Kelas X Program Keahlian TKJ dan TAV di
SMK PIRI 1 Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta.

Padjrin, P. (2016). Pola Asuh Anak dalam Perspektif Pendidikan Islam.


INTELEKTUALITA, 5(1), 1. https://doi.org/10.19109/intelektualita.v5i1.720
Sanjiwani, N. L., & Budisetyani, I. G. (2014). Pola Asuh Permisif Ibu dan Perilaku
Merokok Pada Remaja Laki-Laki di Sma Negeri 1 Semarapura. Jurnal Psikologi
Udayana, 344–352.

Santrock, J. (2002). Perkembangan Masa Hidup (5th ed., Vol. 1). Jakarta: Erlangga.

Santrock, J. W. (2011). Masa Perkembangan Anak. Jakarta: Salemba Humanika.

Sarwono, S. W. (2016). Psikologi Remaja (1st ed.). Jakarta: Rajawali Pers.

Soetopo, H., & Soemanto, W. (1982). Pengantar Operasional Administrasi


Pendidikan. Surabaya : Usaha Dagang.

Covey, S. R. (1997). Tujuh Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif, Terj :Budijanto.
Jakarta:Binarupa Aksara.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,


dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Suwarno. (1988). Pengantar Umum Pendidikan. Jakarta : Aksara Baru.

Udampo, A. S., Onibala, F., & Bataha, Y. B. (2017). Hubungan Pola Asuh Permisif
Orang Tua dengan Perilaku Mengkonsumsi Alkohol Pada Anak. E-Journal
Keperawatan (e-Kp).

Umairoh, S., & Umairoh Ichsan, S. (2018). Perbedaan Pola Asuh Orang Tua Terhadap
Kemandirian Anak. Jurnal Ilmiah Tumbuh Kembang Anak Usia Dini, 3.

Anda mungkin juga menyukai