BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan salah satu unsur terpenting dalam gerak kemajuan
suatu bangsa untuk pembangunan sumber daya manusia. Masa depan suatu
bangsa pada umumnya akan ditentukan oleh proses pendidikannya. Menurut
Hasbullah dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan,
“setidaknya ada tiga pusat pendidikan yang bisa menjalankan fungsi sebagai
lembaga pendidikan, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat”
(Hasbullah, 1999)
.
Ketiganya itu tidak dapat dipisahkan dalam mengawal proses pendidikan.
Orang tua tidak seharusnya lepas tangan dari mendidik anak-anaknya dengan
alasan apapun. Ketiga unsur itu harus saling melengkapi, mengisi dan
menyempurnakan, karena proses pendidikan tidak bisa dibatasi dalam ruang
dan waktu tertentu.
Juwariyah mengatakan “bahwa pendidikan sekolah pada dasarnya
merupakan kelanjutan dari pendidikan orang tua atau keluarga. Karena itu
peran guru hanya sebagai penerus dari proses pendidikan yang telah diawali
dan berlangsung di dalam suatu keluarga, sehingga walaupun tidak secara
sistematis anak mendapatkan bekal pengetahuan dan kebiasaan yang
ditanamkan oleh orang tua” (Juwariyah, 2010).
Pada dasarnya pendidikan dapat diperoleh di mana saja, di sekolah,
masyarakat dan di dalam keluarga. Akan tetapi pendidikan yang paling
mendasar adalah pendidikan yang didapatkan di dalam keluarga. Sebagai
komunitas masyarakat terkecil, keluarga memiliki arti penting dan strategis
dalam membangunan masyarakat yang lebih luas. Kehidupan keluarga yang
harmonis perlu dibangun di atas dasar sistem interaksi yang kondusif sehingga
pendidikan dapat berlangsung dengan baik. Oleh sebab itu dibutuhkan pola
asuh yang baik dari orang tua terhadap anaknya.
Menurut Baumrind, pola asuh pada prinsipnya merupakan parental
control, yakni bagaimana orang tua mengontrol, membimbing dan
mendampingi anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas
perkembangannya menuju pada proses pendewasaan. Baumrind juga
menjelaskan bahwa pola asuh orangtua merupakan segala bentuk dan proses
interaksi yang terjadi antara orangtua dan anak yang merupakan pola
pengasuhan tertentu dalam keluarga yang akan memberi pengaruh terhadap
perkembangan kepribadian anak (Daulay, 2014).
Menurut Kohn (dalam Agustiawati, 2014) mengemukakan: “Pola asuh
merupakan sikap orang tua dalam berhubungan dengan anaknya. Sikap ini
dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain dari cara orang tua memberikan
pengaturan kepada anak, cara memberikan hadiah dan hukuman, cara orang tua
menunjukkan otoritas dan cara orang tua memberikan perhatian, tanggapan
terhadap keinginan anak” (Nur Utami & Raharjo, 2021).
Islam sebagai agama solutif terhadap permasalahan yang terjadi dalam
keluarga tentang bagaimana mendidik anak sesuai dengan usia dan masa
pertumbuhan dan perkembangan anak. Pola asuh ini telah dipraktikkan oleh
Rasulullah Saw. Adapun pola asuh tersebut, yaitu: membimbing cara belajar
sambil bermain pada jenjang usia 0-7 tahun; menanamkan sopan santun dan
disiplin pada jenjang usia 7-14 tahun; dan ajaklah bertukar pikiran pada jenjang
usia 14-21 tahun, dan sesudah itu lepaskan mereka untuk mandiri
(Padjrin, 2016).
Teori pola asuh mengacu pada teori yang disampaikan oleh Santrock dan
Sutari Imam Barnadib. Santrock membagi pola asuh menjadi tiga, yaitu
otoriter, otoritatif, dan laissez-faire (permisif). Bentuk-bentuk pola pengasuhan
tersebut dijelaskan sebagai berikut: Pengasuhan otoriter ialah suatu gaya
membatasi dan menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti perintah
orang tua dan menghormati pekerjaan dan usaha. Orang tua yang otoriter
menetapkan batas-batas yang tegas dan tidak memberi peluang yang besar
kepada anak-anak untuk bicara atau berdiskusi
(Umairoh & Umairoh Ichsan, 2018).
B. RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimana pola asuh orang tua SMP Muhammadiyah Kabupaten Sleman?
b. Bagaimana tingkat pendidikan orang tua SMP Muhammadiyah Kabupaten
Sleman?
c. Bagaimana kenakalan Remaja SMP Muhammadiyah Kabupaten Sleman?
d. Adakah pengaruh pola asuh orang tua terhadap kenakalan remaja di SMP
Muhammadiyah kabupaten Sleman ?
e. Adakah pengaruh tingkat pendidikan orang tua terhadap kenakalan remaja
di SMP Muhammadiyah kabupaten Sleman?
f. Adakah pengaruh pola asuh dan tingkat pendidikan orang tua secara
bersama-sama terhadap kenakalan remaja SMP Muhammadiyah Kabupaten
Sleman?
C. TUJUAN PENELITIAN
a. Mendeskripsikan dan menganalisis pola asuh orang tua SMP
Muhammadiyah Kabupaten Sleman
b. Mendeskripsikan dan menganalisis tingkat pendidikan orang tua SMP
Muhammadiyah Kabupaten Sleman
c. Mendeskripsikan dan menganalisis kenakalan Remaja SMP Muhammadiyah
Kabupaten Sleman
d. Menguji dan menganalisis pengaruh pola asuh orang tua terhadap kenakalan
remaja di SMP Muhammadiyah kabupaten Sleman
e. Menguji dan menganalisis pengaruh tingkat pendidikan orang tua terhadap
kenakalan remaja di SMP Muhammadiyah kabupaten Sleman
f. Menguji dan menganalisis pengaruh pola asuh dan tingkat pendidikan orang
tua secara bersama-sama terhadap kenakalan remaja SMP Muhammadiyah
Kabupaten Sleman
BAB II
LANDASAN TEORI
A. POLA ASUH
- DEFINISI TEORI
Menurut Baumrind dalam Santrock ada empat macam bentuk pola asuh
adalah sebagai berikut: Pola asuh otoriter adalah suatu jenis bentuk pola asuh
yang menuntut agar anak patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan
yang dibuat oleh orang tua tanpa ada kebebasan untuk bertanya atau
mengemukakan pendapat sendiri (J. Santrock, 2002).
Anak dijadikan sebagai miniatur hidup dalam pencapaian misi hidupnya.
Hal ini sejalan dengan pendapat Shapiro bahwa “Orangtua otoriter berusaha
menjalankan rumah tangga yang didasarkan pada struktur dan tradisi,
walaupun dalam banyak hal tekanan mereka akan keteraturan dan pengawasan
membebani anak” (Shapiro, 1999).
Baumrind juga mengatakan bahwa pola asuh otoritatif atau demokrasi,
pada pola asuh ini orangtua yang mendorong anak-anaknya agar mandiri
namun masih memberikan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan
mereka. Musyawarah verbal dimungkinkan dengan kehangatan-kehangatan
dan kasih sayang yang diperlihatkan. Anak-anak yang hidup dalam keluarga
demokratis ini memiliki kepercayaan diri, harga diri yang tinggi dan menunjuk
perilaku yang terpuji (J. Santrock, 2002).
Shapiro mengemukakan “Dalam hal belajar orang tua otoritatif
menghargai kemandirian, memberikan dorongan dan pujian. Berdasarkan
pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan penerapan
pola asuh autoritatif indentik dengan penanaman nilai-nilai demokrasi yang
menghargai dan menghormati hak-hak anak, mengutamakan diskusi ketimbang
interuksi, kebebasan berpendapat dan selalu memotivasi anak untuk menjadi
yang lebih baik (Shapiro, 1999).
Pola asuh penelantaran adalah pola asuh dimana orang tua sangat tidak
terlibat dalam kehidupan anak, orang tua pada pola asuh ini mengembangkan
perasaan bahwa aspek-aspek lain kehidupan orang tua lebih penting dari pada
anak-anak. Dimana orangtua lebih cenderung membiarkan anak-anaknya
dibesarkan tanpa kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan fisik yang cukup.
Sedangkan yang dimaksud dengan pola asuh orang tua permisif dimana pada
pola asuh ini orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka,
namun menetapkan sedikit batas atau kendali terhadap anak mereka. Orang tua
cenderung membiarkan anak-anak mereka melakukan apa saja, sehingga anak
tidak dapat mengendalikan perilakunya serta tidak mampu untuk menaruh
hormat pada orang lain.
Selanjutnya Shapiro mengemukakan bahwa “orang tua permisif berusaha
menerima dan mendidik anaknya sebaik mungkin tapi cenderung sangat pasif
ketika sampai pada masalah penetapan batas-batas atau menanggapi ketidak
patuhan” (Shapiro, 1999). Orang tua permisif tidak begitu menuntut juga tidak
menetapkan sasaran yang jelas bagi anaknya, karena yakin bahwa anak-anak
seharusnya berkembang sesusai dengan kecenderungan alamiahnya.
Sedangkan Covey menyatakan bahwa “orang tua yang menerapkan pola asuh
permisif cenderung ingin selalu disukai dan anak tumbuh dewasa tanpa
pengertian mendalam mengenai standar dan harapan, tanpa komitmen peribadi
untuk disiplin dan bertanggungjawab” (Covey, 1997).
Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa pola
asuh orang tua yang permisif, tidak dapat menanamkan perilaku moral yang
sesuai dengan standar sosial pada anak. Karena orang tua bersifat longgar dan
menuruti semua keinginan anak. Berdasarkan beberapa kutipan di atas dapat
diketahui bahwa masing-masing dari pola asuh yang diterapkan oleh orang tua
juga akan menghasilkan macam-macam bentuk perilaku moral pada anak. oleh
karena itu orang tua harus memahami dan mengetahui pola asuh mana yang
paling baik dia terapkan dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya.
- HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN KENAKALAN REMAJA
b. Pendidikan Nonformal
Pendidikan non formal adalah pendidikan yang diselenggarakan
secara sengaja dan berencana tetapi tidak sistematis di luar lingkungan
keluarga dan sekolah. Dalam pendidikan formal tenaga pengajar,
fasilitas, cara penyampaian, dan waktu yang dipakai, serta komponen-
komponen lainnya disesuaikan dengan keadaan peserta didik supaya
mendapatkan hasil yang memuaskan dan bagi masyarakat Indonesia
pendidikan non formal merupakan cara yang mudah sesuai dengan
daya tangkap rakyat, dan mendorong rakyat untuk belajar, sebab
pemberian pendidikan tersebut dapat disesuaikan dengan keadaan
lingkungan dan kebutuhan masyarakat (peserta didik).
Adapun fungsi dari pendidikan non formal yaitu memberikan
beberapa kemampuan, antara lain:
1) Kemampuan keahlian untuk pengembangan karier, misalnya:
penataran, seminar, lokakarya, dan konferensi ilmiah.
2) Kemampuan teknis akademis dalam suatu sistem pendidikan
nasional seperti: sekolah terbuka, sekolah kejuruan, kursus-kursus,
pendidikan melalui radio dan televisi.
3) Kemampuan pengembangan kehidupan keagamaan, seperti
melalui pesantren pengajaran, pendidikan di surau atau langgar.
4) Kemampuan pengembangan kehidupan sosial budaya seperti
teater, olahraga, seni bela diri, dan lembaga-lembaga spiritual.
5) Kemampuan keahlian dan keterampilan seperti sistem magang
untuk menjadi ahli bangunan, dan sebagainya.
c. Pendidikan Informal
Pendidikan informal adalah pendidikan yang tidak mempunyai
bentuk program yang jelas dan resmi. Pendidikan informal itu
terutama berlangsung di tengah keluarga. Dalam sejarah
perkembangan lembaga pendidikan dijelaskan bahwa, keluarga
merupakan lembaga pendidikan yang paling tua yang bersifat kodrati,
yakni terdapat hubungan darah antara pendidik dan anak didik.
Melalui pendidikan informal dalam keluarga, anak pertama-tama
mendapatkan didikan dan bimbingan dalam mengembangkan watak,
kepribadian, nilai-nilai budaya, nilai-nilai keagamaan dan moral, serta
keterampilan sederhana karena anak sebagian besar menyerap norma-
norma pada anggota keluarga baik ayah, ibu, maupun saudara-
saudaranya. Maka orang tua di dalam keluarga harus dan merupakan
kewajiban kodrati untuk memperhatikan dan mendidik anak-anaknya
sejak anak itu kecil bahkan sejak anak itu masih dalam kandungan.
Sebagaimana firman Allah dalam Surat An-Nahl ayat 78:
َو ُهّٰللا َاْخ َر َج ُك ْم ِّم ْۢن ُبُط ْو ِن ُاَّم ٰه ِتُك ْم اَل َتْع َلُم ْو َن َش ْئًـ ۙا َّوَجَع َل َلُك ُم الَّس ْمَع َو اَاْلْبَص اَر َو اَاْلْفِٕـ َدَةۙ َلَع َّلُك ْم
َتْشُك ُرْو َن
Artinya:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengerti sesuatu apapun. dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (Q.S An-Nahl : 78)
D. KERANGKA BERFIKIR
Uma Sekaran mengemukakan bahwa kerangka berfikir merupakan model
konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang
telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Oleh karena itu, pada setiap
penyusunan paradigma penelitian harus didasarkan pada kerangka berfikir
(Sugiyono, 2010).
Kerangka berfikir dari penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti
terkait dengan pengaruh pola asuh dan tingkat pendidikan orang tua terhadap
akhlak anak sebagai berikut.
Keterangan :
Y = Kenakalan Remaja
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
E. DAFTAR PUSTAKA
Daulay, N. (2014). POLA ASUH ORANGTUA DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI DAN ISLAM. In
Jurnal Darul ’Ilmi (Vol. 02, Issue 02).
Endarti, A. (2014). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Motivasi Belajar Siswa
Kelas X di SMK Muhammadiyah 2 Playen Gunung Kidul Yogyakarta. UIN Sunan
Kalijaga.
Fatchurahman, M., & Pratikto, H. (2012). Kepercayaan Diri, Kematangan Emosi, Pola
Asuh Orang Tua Demokratis dan Kenakalan Remaja. Persona, Jurnal Psikologi
Indonesia, 77–87.
Jannah, H. (2012). Bentuk Pola Asuh Orang Tua Dalam Menanamkan Perilaku Moral
pada Anak Usia Dini di Kecamatan Ampek Angkek. Pesona PAUD, 1.
Lestari, P. (2008). Pola Asuh Anak Dalam Keluarga (Studi kasus pada pengamen anak-
anak di kampung Jlagran, Yogyakarta). DIMENSIA, 2.
Murtiyani, N. (2011). Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kenakalan Remaja di
RW V Kelurahan Sidokare Kecamatan Sidoarjo. Jurnal Keperawatan, 1–9.
Nur Utami, A. C., & Raharjo, S. T. (2021). POLA ASUH ORANG TUA DAN
KENAKALAN REMAJA. Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial, 4(1), 1.
https://doi.org/10.24198/focus.v4i1.22831
Nurhayati, D. A. (2013). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua dan Motivasi Belajar Siswa
Terhadap Prestasi Belajar KKPI Kelas X Program Keahlian TKJ dan TAV di
SMK PIRI 1 Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta.
Santrock, J. (2002). Perkembangan Masa Hidup (5th ed., Vol. 1). Jakarta: Erlangga.
Covey, S. R. (1997). Tujuh Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif, Terj :Budijanto.
Jakarta:Binarupa Aksara.
Udampo, A. S., Onibala, F., & Bataha, Y. B. (2017). Hubungan Pola Asuh Permisif
Orang Tua dengan Perilaku Mengkonsumsi Alkohol Pada Anak. E-Journal
Keperawatan (e-Kp).
Umairoh, S., & Umairoh Ichsan, S. (2018). Perbedaan Pola Asuh Orang Tua Terhadap
Kemandirian Anak. Jurnal Ilmiah Tumbuh Kembang Anak Usia Dini, 3.