BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Prasetyono (2016) autis adalah gangguan perkembangan
khusunya terjadi pada masa anak-anak yang membuat seseorang tidak mampu
mengadakan interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya
sendiri.anak-anak penderita autisme tidak memiliki kemampuan untuk
menjalani hubungan persahabatan,menunjukan rasa empati, serta memahami
apa yang diharapkan oleh orang lain dalm bergam situasi sosial (Maulana,
2014). Menurut Sudrajat dan Rosinda (2013) autisme adalah gangguan
perkembangan yang luas dan berat yang yang gejalanya mulai tampak pada
anak sebelum mencapai usia 3 tahun. Secara umum penyandang autisme
dapat dikemlompokan menurut adanya gangguan perilaku yaitu gangguan
interaksi sosial, gangguan komunikasi, gangguan perilaku motorik, gangguan
emosi dan gangguan sensori (Nugraheri, 2012).
Tanda dan gejala yang paling utama nampak pada anak autis menurut
(Fadhil, 2016) adalah gangguan komunikasi verbal dan non verbal seperti
kelainan dalam pola berbicara, tidak mampu mempertahankan percakapan,
permainan sosial yang abnormal tidak adanya daya empati, kesulitan dalam
berteman, gerakan tubuh stereotip, kebutuhan kesamaan yang mencolok.
Dua faktor penyebab autisme, yaitu faktor psikososial, karena pola asuh
orang tua dan teori gangguan neuro biologist yang menyebutkan gangguan
neuroanatomi atau gangguan biokimiawi otak. Beberapa faktor yang sampai
sekarang dianggap penyebab autisme adalah faktor genetik, gangguan
pertumbuhan sel otak pada janin, gangguan pencernaan, gangguan auto imun,
pada anak-anak yang mengalami masalah pre-natal seperti: prematur,
postmatur, perdarahan (Erika, 2015).
Prevelensi autis didunia saat ini mencapai 6-6, 5 kasus perseribu anak.
Berdasarkan laporan Center for disease control, sekitar 1 dari 54 anak di
Amerika Serikat di diagnosis dengan gangguan spektrum autisme (CDC
2020)berdasarkan data pusat pengendalian penyakit atau the center fo
1
2
2
3
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui Pengaruh Terapi ABA Terhadap Interaksi Sosial Pada
Anak Autis di Sekolah Luar Biasa Autisma YPPA Kota Padang.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui rata-rata tingkat interaksi sosial anak autis sebelum
diberikan terapi ABA di Sekolah Luar Biasa Autisma YPPA Kota
Padang.
b. Diketahui rata-rata tingkat interaksi sosial anak autis sesudah
diberikan terapi ABA di Sekolah Luar Biasa Autisma YPPA Kota
Padang.
c. Diketahui Pengaruh Terapi ABA Terhadap Interaksi Sosial Pada
Anak Autis Di Sekolah Luar Biasa Autisma YPPA Kota Padang.
D. Manfaat Penelitian
1. Kepala Sekolah Luar Biasa Autisma YPPA Kota Padang
Penelitian ini dapat digunakan sebagai materi pada Terapi ABA
yang telah ada, yaitu menambahkan media kartu bergambar untuk
meningkatkan Interaksi Sosial di Sekolah Luar Biasa Autisma YPPA
Kota Padang
2. Bagi Institusi Pendidikan STIKes Indonesia Padang
Penelitian ini dapat memberikan manfaat dan tambahan informasi
awal tentang Pengaruh Terapi ABA (Applied Behaviour Analysis)
Terhadap Interaksi Sosial Pada Anak Autis di Sekolah Luar Biasa
Autisma YPPA Kota Padang
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan dan pengalaman
peneliti khususnya mengenai konsep atau metode penelitian tentang
Pengaruh Terapi ABA (Applied Behaviour Analysis) Terhadap Interaksi
Sosial Pada Anak Autis di Sekolah Luar Biasa Autisma YPPA Kota
Padang
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Autis
1. Pengertian Autis
Autisme merupakan salah satu jenis ABK yang berpengaruh
terhadap kehidupan anak. Perkembangan sosial, komunikasi, merupakan
gangguan yang paling utama, sama seperti individual yang normal,
kelainan pada intelegensi verbal atau bahasa dan kesulitan dalam
mengaktualisasikan tingkah laku secara menetap, keinginan, kesenangan
dan rutinitas (Angayasti, 2012).
Kata autis berasal dari bahasa Yunani terdiri dari dua kata yakni
auto (diri sendiri) dan isme (keadaan) .jika diperhatikan secara
seksama,kesannya penyandang autis hidup dalam dunia nya senidiri.
Istilah autisme pertama kali deperkenalkan Leo Kanner, seorang psikiater
dari Hardvard pada tahun 1943 (Winarno, 2013). Selanjutnya ia juga
memakai istilah “Early Infantile Autism”, atau dalam bahasa
indonesianya diterjemahkan sebagai “Autisme masa kanak-kanak”, hal
ini untuk membedakan dari orang dewasa yang menunjukan gejala
autisme seperti ini.
Menurut Prasetyono (2013) autis adalah gangguan perkembangan
khususnya terjadi pada masa anak-anak yang membuat seseorang tidak
mampu mengadakan interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam
dunianya sendiri. Anak-anak penderita autisme tidak memiliki
kemampuan untuk menjalin hubungan persahabatan, menunjukan rasa
empati,serta memahami apa yang diharapakan oleh orang laindalam
beragam situasi sosial (Maulana, 2014). Gangguan perkembangan adalah
apabila terjadi keterlambatan atau penyimpangan perkembangan dan
untuk gejala autis biasanya ditandai dengan adanya distorsi
perkembnagan fungsi psikologis secara majemuk yang meliputi,
perkembangan keterampilan, sosial dan berbahasa, seperti
7
8
c. Faktor natal
Masa natal (masa kelahiran) sebab cacat mental pada saat
lahir disebabkan ketika pada saat lahir, proses kelahirannya terlalu
lama, akibatnya otaknya kurang oksigen dan sel-sel dalam otak akan
mengalami kerusakan,penyebab cacat mental pada masa ini juga bisa
karena lahir sebelum waktu atau bisa prematur
d. Faktor post natal
Post natal (setelah lahir) penyebab cacat pada masa ini
disebabkan adanya gangguan diotak. Anak menderita avitaminosis,
sakit yang lama pada masa anak-anak.
e. Faktor neurobiologis
Gangguan neurobiologis pada gangguan saraf pusat (otak)
biasanya gangguan ini terjadi pada pada tiga bulan pertama masa
kehamilan, bila pertumbuhan sel-sel otak dibeberapa tempat tidak
sempurna.
3. Tanda dan Gejala Anak Autis
Autisme (Autism Spectrum Disorder) merupaka suatu gangguan
perkembangan otak yang mempersulit penyandangnya dalam
berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain, terdapat gejala
umum yang dapat ditemukan pada semua orang yang dibawah spectrum
autisme namun tingkat keparahan dari gejala ini berbeda-beda
a. Kurangnya keterampilan sosial
Mayoritas penyandang autis memiliki kecenderungan untuk
tidak merasa nyaman dikeramaian, tidak merespon ketika dipanggil
namanya, memiliki kesulitan untuk memahami perasaan orang lain.
b. Kesulitan dalam berkomunikasi
Penyandang autisme sering kali mengalami kesulitan
memahami apa yang dikatakan orang lain,terutama jika diberi
guyonan, lelucon. Bahkan, 40% dari anak-anak penyandang autisme
tidak berbicara sama sekali saat kecil,penyandang autisme juga
memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan repetitif seperti
mengayunkan tangan,atau mengatakan hal yang sama berulang kali
11
b. Autisme sedang
Penyandang autisme sedang pada tingkat ini akan mengalami
kesulitan yang lebih besar ketika berkomunikasi dengan orang lain,
selain itu autisme ini tidak menunjukan kontak mata dan tidak bisa
mengekspresikan emosinya melalui intonasi suara maupun wajah
layaknya orang lain.
c. Autisme berat
Penyandang autisme ini sangat sulit menjalani kehidupannya
secara mandiri dan bersifat kyrang sensitif atau terkadang sangat
sensitif terhadap stimulus dari luar seperti suara.
Secara kuantitas dan kualitas, ciri-ciri yang ditunjukan anak
autis berbeda-beda.ciri-ciri yang muncul pada anak autis yaitu,
a. Gangguan pada komunikasi verbal dan nonverbal, seperti
terlambat bicara atau tidak dapat berbicara sama sekali,
mengeluarkan kata-kata yang tidak dapat dimengerti oleh
orang lain.disamping itu, dalam berbicara tidak digunakan
untuk komunikasi tapi hanya meniru atau membeo bahkan
beberapa anak snagat pandai pandai menirukan beberapa
nyanyian maupu kata-kata tanpa mengerti artinya, kadang
bicara monoto seperti robot, mimik mukanya datar, dan bila
mendengar suara yang disukainya akan bereaksi dengan cepat.
b. Gangguan pada bidang interaksi sosial, yaitu anak menolak
atau menghindar untuk bertatap muka,anak mengalami
ketulian, merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk, tidak
ada usaha melakukan interaksi dengan orang sekitarnya.
c. Gangguan pada perilaku dan bermain,seperti tidak mengerti
secara bermain, bermain sangat monoton dan melakukan
gerakan yang sama berulanng-ulang, jika sudah senang satu
mainan tidak mau mainan lain dan cara bermainnya
13
D. SOP
Tabel 2.1
SOP
FIKES UNMUH
TERAPI BERMAIN
JEMBER
PROSEDUR NO DOKUMEN : NO REVISI : Halaman
TETAP TANGGAL TERBIT : DITETAPKAN OLEH :
1 PENGERTIAN Aktivitas bermain yang dilakukan pada anak yang
sakit dan dirawat di rumah sakit untuk memfasilitasi
tumbang anak
2 TUJUAN 1. Ekspresi perasaan takut, cemas, sedih, dan tegang
2. Distraksi dari rasa nyeri
3. Relaksasi
4. Memfasilitasi ide dan kreatifitas
5. Alat komunikasi yang efektif
6. Memulihkan perasaan mandiri anak
7. Memberi rasa senang
3 INDIKASI 1. Vital sign stabil 24 jam terakhir untuk terapi
bermain aktif
2. Tidak mengantuk
3. Tidak merasa lapar
4. Anak yang akan menghadapi operasi
5. Anak yang akan menghadapi prosedur diagnostik
6. Dilakukan secara rutin (individu/kelompok)
4 KEBIJAKAN 1. Tidak boleh bertentangan dengan terapi dan
perawatan
2. Tidak membutuhkan banyak energi
3. Harus mempertimbangkan keamanan anak
4. Melibatkan orangtua
5. Tenaga perawat (nurse play spesialist ) dan ruang
khusus bermain ada.
6. Kelompok umur sama
7. Alat permainan beresiko kecil terhadap infeksi
silang
8. Pemisahan penyakit menular dan tidak menular
5 PERSIAPAN 1. Memberitahu anak dan atau keluarga
PASIEN 2. Pemilihan pasien berdasarkan umur, penyakit, dan
keadaan umum terakhir
3. Mempersilahkan anak dan orang tua hadir di ruang
bermain
4. Bila tidak ada ruang khusus maka anak dan orang
tua disiapkan di tempat tidur anak
25
E. Kerangka Teori
Anak Autis
Interaksi Sosial
1. bermain dengan teman sebaya
2. Asik dengan diri sendiri
3. tidak ada kontak mata
Metode Applied
Behaviour Analysis
(ABA)
Peningkatan
Kemampuan Interksi
Sosial
Gambar 2.2
Kerangka Teori
Jannah, Miftakhul (2016).
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan desain quasi-eksperimen design
dengan pendekatan pretest posttest one only group design (Notoadmojo,
2016). Desain penelitian yang melakukan observasi (pengukuran).
Rancangan penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1
Rancangan penelitian
Subjek Pretest Perlakuan Posttest
K1 01 X 02
Keterangan:
K1 : Responden
01 : Pengukuran tingkat interaksi sosial bicara anak autis sebelum
diberikan perlakuan terapi
02 : Pengukuran tingkat interaksi sosial bicara anak autis sesudah
diberikan perlakuan terapi
X : Terapi Perilaku
28
29
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek penelitian yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Nursalam,2015).
Menurut Sugiyono (2012) untuk penelitian eksperimen sederhana
jumlah anggota sampel adalah 10-20 orang. Teknik pengambilan
sampel dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling.
Purposive sampling adalah pengambilan anggota peneliti sampel dari
populasi dilakukan berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah
pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitian. Hal ini
dilakukan karena jumlah populasi relatif kecil dan karakteristik
responden yang homogen dengan kondisi autis yang usia relatif sama
(usia sekolah).
Jumlah sampel yang digunakan adalah berjumlah 10 orang
autis , dilihat dari pengambilan data awal serta pengamatan langsung
atau observasi mengenai berdasarkan usia.
a. Kriteria inklusi
1) Siswa-siswa autis di Sekolah Luar Biasa Autisma YPPA
Padang
2) Siswa Autis berusia 6-12 tahun
b. Kriteria eksklusi
1) Tidak hadir disekolah
D. Alat, Bahan dan Prosedur Kerja
1. Alat yang digunakan
a. Kartu gambar ukuran 10X15 cm, gambar kendaraan (Sisiliana,
2012)
2. Bahan yang digunakan
a. Lembar Observasi
3. Prosedur Kerja
a. Hari pertama
1) peneliti duduk berhadapan dengan anak
2) Terapis memanggil nama anak beserta pancingan berupa hadiah
kecil yang dipegang setinggi mata peneliti
30
MINGGU PERTAMA
Tabel 3.2
Jadwal Kegiatan
HARI NAMA ANAK WAKTU KEGIATAN
Anak 4 10.00-10.20
Anak 5 10.20-10.40
10.40-11.00 Istirahat
Anak 6 11.00-11.20
Anak 9 12.00-12.20
Anak 10 12.20-12.40
Anak 4 09.00-09.20
Anak 5 09.20-09.40
09.40-10.00 istirahat
Anak 6 10.00-10.20
Anak 7 10.20-10.40
Anak 10 11.20-11.40
Anak 4 09.00-09.20
Anak 5 09.20-09.40
09.40-10.00 Istirahat
Anak 6 10.00-10.20
Anak 9 11.00-11.20
Anak 10 11.20-11.40
Anak 4 09.00-09.20
Anak 5 09.20-09.40
09.40-10.00 Istirahat
Anak 6 10.00-10.20
Anak 7 10.20-10.40
Anak 10 11.20-11.40
Anak 2 8.20-8.40
33
Anak 5 09.20-09.40
09.40-10.00 Istirahat
Anak 6 10.00-10.20
Anak 7 10.20-10.40
Anak 10 11.20-11.40
34
35
H. Kerangka Konsep
Pada penelitian ini dapat dilihat skema kerja penelitian pada gambar.
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.1
Pengaruh Terapi ABA (Applied Behaviour Analysis) Terhadap
Interaksi Sosial Pada Anak Autis di Sekolah
Luar Biasa Autisma YPPA Kota Padang
36
I. Definisi Operasional
Table 3.3
Definisi Operasional
Cara Alat Skala
Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur
Ukur Ukur Ukur
J. Hipotesis Penelitian
Ha : Ada Pengaruh Terapi ABA Terhadap Interaksi Sosial Pada Anak
Autis di Sekolah Luar Biasa Autisma YPPA Kota Padang
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Analisis Situasi
Pada Bab IV ini akan membahas mengenai hasil penelitian yang
dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa Autisma YPPA Kota Padang pada
tanggal 22 sampai 26 Agustus 2022 dengan jumlah responden 10 siswa.
Pada saat penelitian di hari pertama yaitu hari sabtu tanggal 20
September 2022 diawali dengan penyerahan surat penelitian bahwa
akan melakukan penelitian di Sekolah Luar Biasa Autisma YPPA Kota
Padang ke waka Sekolah Luar Biasa Autisma YPPA Kota Padang
setelah itu setelah itu langsung diproses. Setelah itu langsung
diserahkan kepada Wali Kelas I-IV yang akan diteliti.
Penelitian ini dilakukan selama 5 hari dengan total 4 kelas.
Situasi saat penelitian lancar, hari pertama dilakukan Pre test dan dan
hari terakhir dilakukan Post test. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui Pengaruh Terapi ABA (Applied Behaviour Analysis)
Terhadap Interaksi Sosial Pada Anak Autis di Sekolah Luar Biasa
Autisma YPPA Kota Padang.
2. Karakteristik Responden
Peneliti telah melakukan penelitian di Sekolah Luar Biasa
Autisma YPPA Padang, dengan responden sebanyak 10 orang anak
autis, jenis kelamin laki-laki sebanyak 90% dan jenis kelamin
perempuan sebanyak 10% dengan rentang usia 6 tahun sampai 10 tahun
37
38
3. Analisa Univariat
a. Rata-Rata Tingkat Interaksi Sosial Anak Autis Sebelum
diberikan Terapi ABA
Tabel 4.1
Rata-Rata Tingkat Interaksi Sosial Anak Autis Sebelum
diberikan Terapi ABA di Sekolah Luar Biasa Autisma
YPPA Kota Padang Tahun 2022
Tabel 4.2
Rata-Rata Tingkat Interaksi Sosial Anak Autis Sesudah
diberikan Terapi ABA di Sekolah Luar Biasa Autisma
YPPA Kota Padang Tahun 2022
4. Analisa Bivariat
Tabel 4.3
Rata-Rata Tingkat Interaksi Sosial Anak Autis Sebelum dan
Sesudah diberikan Terapi ABA di Sekolah Luar Biasa Autisma YPPA
Kota Padang Tahun 2022
B. Pembahasan
a. Analisa Univariat Interaksi Sosial Anak Autis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat
interaksi sosial anak autis sebelum diberikan terapi ABA yaitu 6.4
dengan standar deviasi 1.95505. Tingkat interaksi sosial dengan nilai
maksimum 10 dan nilai minimum 4 pada anak autis dan nilai rata-rata
tingkat interaksi sosial anak autis sesudah diberikan terapi ABA yaitu
10.7 dengan standar deviasi 2.83039. Tingkat interaksi sosial dengan
nilai maksimum 15 dan nilai minimum 7 pada anak autis di Sekolah
Luar Biasa Kota Padang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Yuswatingsih, E. (2021) tentang Kemampuan Interaksi Sosial pada
Anak Autis didapatkan hasil hampir seluruh responden (81,8%)
40
43