Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK KEBUTUHAN KHUSUS :

AUTISME

MAKALAH

(disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak dengan dosen
pengajar Ns. Dini Kurniawati, M.Kep.,Sp.Kep.Mat)

Disusun oleh

KELOMPOK 2 / KELAS A 2017

172310101035 Annisa Kusuma Wardhani

172310101043 Dinda Angelina Hariyono

172310101049 Geldine Raudina Freshta Delendra

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan Karunia-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Anak
Kebutuhan Khusus: Autism” dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Anak di Fakultas Keperawatan Universitas
Jember.

Dalam penyusunan makalah ini penyusun banyak mengalami hambatan, akan


tetapi dalam bantuan berbagai pihak, penyusun dapat mengatasi semua hambatan
yang dialami dan dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penyusun
mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ns. Ira Rahmawati ,M.Kep.,Sp.Kep.An selaku dosen penanggung jawab


mata kuliah keperawatan anak
2. Ns. Dini Kurniawati, M.Kep.,Sp.Kep.Mat selaku pengajar mata kuliah
keperawatan anak
3. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Penyusun berharap semoga makalah ini dapat menjadi wawasan, khususnya


untuk mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Jember. Apabila makalah ini
masih memiliki banyak kekurangan. Sehingga kami menerima kritik dan saran dari
pembaca agar dapat menyusun makalah ini menjadi lebih baik di waktu mendatang.
Terima kasih.

Jember, 1 Oktober 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i


KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1


1.2 Tujuan ................................................................................................ 2
1.3 Manfaat............................................................................................... 2

BAB II. STUDI LITERATUR (KONSEP PENYAKIT)

3.1 Definisi Autism ................................................................................ 3


3.2 Klasifikasi Autism ........................................................................... 3
3.3 Etiologi ............................................................................................ 4
3.4 Manifestasi Klinis............................................................................ 5
3.5 Patofisiologi..................................................................................... 6
3.6 Penatalaksanaan ............................................................................... 7

BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian ...................................................................................... 15


3.2 Diagnosa ........................................................................................ 16
3.3 Intervensi........................................................................................ 17

BAB IV.PATHWAY ............................................................................................ 21

BAB V. PENUTUP

5.1 Simpulan .......................................................................................... 22


5.2 Isu Menarik ..................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang: epidemiologi penyakit


Gangguan Spektrum Autisme (GSA) merupakan gangguan perkembangan
neurodevelopmental yang ditandai dengan adanya penurunan fungsi dalam
kemapuan interaksi soisal timbal balik, defisit komunikasi dab berbahasa, perilaku
stereotipik, terbatas pada minat dan aktivitas. Prevalensi Gangguan Spektrum
Autisme (GSA) semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir dari 0,04 menjadi
0,50. Hal ini menyebabkan kesadaran orang tua akan perlunya penegakan diagnosis
secara dini, edukasi, penatalaksanaan maupun pelayanan kesehatan bagi anak
dengan GSA menjadi meningkat pula. Gejala GSA dapat muncul sebelum usia anak
3 tahun, namun kondisi ini sering tidak terdiagnosis dengan baik sampai beberapa
tahun kemudian. Gejala klinis GSA pada anak dapat terdeteksi sebelum usia 1
tahun, tetapi sering luput diperhatikan oleh orang tua. Anak dengan GSA biasanya
tidak mampu melakukan kontak mata dengan orang lain atau tidak merespon ketika
dipanggil. Anak dengan GSA dengan gejala klinis yang bervariasi merupakan
faktor yang sangat berpengaruh dalam lingkungan, seperti meningkatnya ekspresi
emosi negatif dalam keluarga, menimbulkan stres pada orang tua atau caregiver,
dan menimbulkan masalah di lingkungan dan komunitas. Hal ini menyebabkan
kualitas hidup anak menjadi menurun (Koesdiningsih, dkk., 2019).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien anak dengan Autisme

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Menjelaskan definisi Autisme
2. Menjelaskan klasifikasi Autisme
3. Menjelaskan etiologi Autisme
4. Menjelaskan manifestasi klinis Autisme
5. Menjelaskan patofisiologi Autisme
6. Menjelaskan penatalaksanaan Autisme

1
1.3 Manfaat
1.3.1 Untuk mahasiswa
Meningkatkan wawasan tentang konsep penyakit dan asuhan
keperawatan pada kasus klien dengan Autisme
1.3.2 Untuk pembaca
Mengetahui tentang Autisme dan cara penanganannya.

2
BAB II
STUDI LITERATUR (KONSEP PENYAKIT)

2.1 Definisi Autisme

Gambar 1. Anak dengan autisme


Autisme atau ASD (Autistic Spectrum Disorder) merupakan gangguan
perkembangan fungsi otak yang komplek dan sangat bervariasi, biasanya gangguan
ini meliputi cara berkomunikasi, berinteraksi sosial dan kemampuan berimajinasi
(Pangestu &Febriana, 2017). Autisme ditunjukkan oleh karakteriktik perilaku
sebagai berikut: keterbatasan pada interaksi sosial, abnormalitas pada komunikasi
verbal dan non-verbal, serta perilaku dan minat yang terbatas (Ballerina, 2016).
Anak autis termasuk salah satu jenis Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang
mengalami gangguan neurobiologis dengan adanya hambatan fungsi syaraf otak
yang berhubungan dengan fungsi komunikasi, motorik sosial dan perhatian.
Hambatan yang dialami anak autis merupakan kombinasi dari gangguan
perkembangan syaraf otak dan perilaku yang muncul pada tiga tahun pertama usia
anak (YPAC , 2011).
2.2 Klasifikasi Autisme
Klasifikasi Autisme dapat dibagi berdasarkan berbagai pengelompokan kondisi
(YPAC , 2011) :
1. Klasifikasi berdasarkan saat munculnya kelainan
a. Autisme infantil merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut anak
autis yang kelainannya sudah nampak sejak lahir
b. Autisme fiksasi adalah anak autis yang pada waktu lahir kondisinya normal,
tanda-tanda autisnya muncul kemudian setelah berumur dua atau tiga tahun.

3
2. Klasifikasi berdasarkan intelektual
a. Autis dengan keterbelakangan mental sedang dan berat (IQ dibawah 50).
Prevalensi 60% dari anak autistik
b. Autis dengan keterbelakangan mental ringan (IQ 50-70) Prevalensi 20%
dari anak autis c. Autis yang tidak mengalami keterbelakangan mental
(Intelegensi diatas 70) Prevalensi 20% dari anak autis
3. Klasifikasi berdasarkan interaksi sosial
a. Kelompok yang menyendiri
banyak terlihat pada anak yang menarik diri, acuh tak acuh dan kesal bila
diadakan pendekatan sosial serta menunjukkan perilaku dan perhatian yang
tidak hangat
b. Kelompok yang pasif
dapat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan anak lain jika pola
permainannya disesuaikan dengan dirinya
c. Kelompok yang aktif tapi aneh
secara spontan akan mendekati anak yang lain, namun interaksinya tidak
sesuai dan sering hanya sepihak.
2.3 Etiologi
Ada tiga faktor risiko yang dapat menyebabkan anak menjadi autis (Guinchat,
Thorsen, Laurent, Cans, Bodeau, & Cohen, 2012), yaitu:
a. Faktor prenatal meliputi kondisi genetik dan kehamilan. Usia ibu yang tua pada
saat kehamilan memiliki risiko yang lebih, riwayat penggunaan obat
antidepresan, riwayat paparan asap rokok pada ibu hamil dan pendarahan pada
saat kehamilan juga dapat menyebabkan autisme.
b. Faktor perinatal adalah kondisi saat proses kelahiran. Bayi yang lahir prematur,
terlalu lama dalam proses kelahiran, kekurangan oksigen saat lahir, dapat
menyebabkan anak mengalami autisme.
c. Faktor neonatal adalah kondisi saat awal sesudah bayi lahir. Berat badan bayi
terlalu ringan, keracunan, mengalami infeksi, dan kekurangan nutrisi, riwayat
asfiksia.
Menurut Ballerina (2016) Faktor risiko yang dapat menyebabkan adanya
gangguan autistik, yaitu:

4
a. Faktor genetik, dimana terdapat gen patologis yang dapat diturunkan,
contohnya adanya anomali pada kromosom.
b. Faktor lingkungan, dimana terdapat pengaruh lingkungan yang dapat
menyebabkan gangguan autis. Pada saat sebelum kelahiran dapat disebabkan
oleh infeksi pada intrauterine, keracunan saat di kandungan, penggunaan
alkohol dan narkoba. Penyebab sesudah kelahiran antara lain anak terkena
penyakit rubella, terpapar merkuri dalam waktu yang lama, dan pola asuh
yang tidak memadahi. Penyebab lain yang disebutkan adalah adanya
gangguan pada saat masa perkembangan anak, sehingga menghambat
perkembangan anak.
Menurut Anurogo (2016) Faktor lain dari anak autisme, yaitu :
a. Gangguan neurologis, seperti menurunnya jumlah sel Purkinje pada hemisfer
serebelum dan vermis. Otak membesar secara abnormal, pada usia 2-3 tahun,
terutama pada lobus frontalis dan otak kecil karena pertumbuhan white matter
dan gray matter yang berlebihan.
b. Kekurangan zinc dan selenium disertai rendahnya kalsium dan magnesium
c. Riwayat terpaparnya dicofol dan endosulfan, suatu peptisida organoklorin
pada trimester pertama kehamilan

2.4 Manifestasi klinis


Menurut Ballerina (2016) Gangguan autistik sebagai berikut:
a. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial, yaitu:
1) Adanya gangguan yang jelas dalam penggunaan berbagai perilaku non-
verbal (bukan lisan), seperti kontak mata, ekspresi wajah, gestur, dan gerak
isyarat untuk melakukan interaksi sosial.
2) Ketidakmampuan mengembangkan hubungan pertemanan sebaya yang
sesuai dengan tingkat perkembangan.
3) Ketidakmampuan untuk ikut merasakan kegembiraan orang lain
4) Keterbatasan dalam berhubungan emosional secara timbal-balik dengan
orang lain.
b. Gangguan kualitatif dalam berkomunikasi, yaitu:
1) Keterlambatan secara menyeluruh dalam berbahasa lisan

5
2) Munculnya kebiasaan mengulang (Stereotyped) dalam menggunakan kata
atau kalimat atau bahasa yang aneh, seperti meniru percakapan dari televise
atau video
3) Adanya gangguan yang jelas pada kemampuan untuk memulai atau
melanjutkan pembicaraan dengan orang lain meskipun dalam percakapan
sederhana.
4) Menggunakan bahasa yang repetitif atau meniru-niru, atau bersifat
idiosinkratik (aneh).
5) Kurang beragamnya spontanitas dalam permainan pura-pura atau meniru
orang lain yang sesuai dengan tingkat perkembangannya.
c. Pola minat perilaku yang terbatas, repetitif, dan stereotype, yang ditunjukkan
oleh, yaitu:
1) Meliputi keasyikan dalam satu atau lebih pola minat yang terbatas atau
stereotype yang bersifat abnormal, baik dalam intensitas maupun fokus.
2) Tidak fleksibel dalam rutinitas atau ritual spesifik (kebiasaan tertentu) yang
non-fungsional.
3) Perilaku gerakan repetitif atau stereotype (misal membuka menutup
genggaman, memuntir jari atau tangan atau menggerakkan tubuh dengan
cara yang kompleks).
4) Adanya keasyikkan yang terus-menerus pada bagian-bagian suatu benda.

2.5 Patofisiologi
Sel saraf otak terbentuk saat usia kandungan 3 – 7 bulan. Saat trimester
ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrite,
dan sinaps yang berlanjut higga usia anak 2 tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses
pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah atau berkurangnya struktur akson,
dendrite, dan sinaps. Kelainan genetic, keracunan logam berat, dan nutrisi yang
tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya proses tersebut sehingga terjadi
pertumbuhan sel saraf abnormalitas.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan
abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autism terdapat kondisi growth
without guidance, dimana bagian-bagian otak tumbuh san mati secara tidak

6
beraturan sehingga akan menekan sel saraf lainnya. Berkurangnya sel purkinye
dapat merangsang pertumbuhan akson, glia, myelin yang abnormal di otak kecil.
Gangguan pada sel purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal
kehamilan karena ibu mengonsumsi makanan yang mengandung logam berat
(Jamal, 2018)
2.6 Penatalaksanaan (termasuk obat-obatan dan non farmakologinya)
Obat-obatan atau farmakologi
1. Obat gangguan pemusatan perhatian untuk mengatasi masalah konsentrasi pada
anak autisme, contoh metilfenidat hidroklorida dan deksafetamin.
2. Obat dari golongan antipsikotik atipikal yaitu risperidone. Tujuan diberikan
obat ini supaya mengembalikan senyawa alami di dalam otak jika membaik
maka anak autisme bisa berpikir lebih baik dan menunjukkan kemampuan yang
lebih baik dalam mengontrol tingkah lakunya.
3. Obat golongan selective serotonin re-uptake inhibitor (SSRI) termasuk
golongan antidepresan yang diberikan dengan tujuan mengurangi depresi pada
anak autisme. Contoh obat ini yaitu sitalopram, fluoksetin, fluvoksamin,
paroksetin.
4. Obat untuk gangguan tidur digunakan karena cenderung anak autisme
mengalami kesulitan untuk tidur, tidak segar pada saat bangun tidur. Jenis obat
ini yaitu jenis benzodiazepine. (Samiadi, 2017)
Non farmakologi
1. Metode ABA (Applied Behaviour Analysis)

Gambar 2. Terapi ABA (Applied Behaviour Analysis)

7
Metode ini merupakan metode penatalaksanaan perilaku menggunakan
metode pengajaran tanpa kekerasan yang bertujuan membantu anak autisme
dalam mempelajari keterampilan sosial seperti memperhatikan,
memepertahankan kontak mata, dan mengontrol perilaku. Dasar penggunaan
metode ini menggunakan pendekatan teori behavioral yaitu pada awalnya
menekankan pada kepatuhan, keterampilan dalam meniru, dan membangun
kontak mata yaitu dengan berlatih komunikasi, berbicara, melakukan interaksi,
dan berbahasa. Metode ini dapat melatih setiap keterampilan yang tidak
dimiliki oleh anak mulai dari respon sederhana misalnya memandang orang lain
sampai yang kompleks seperti interaksi sosial. Metode ini diajarkan secara
sistematik, terstruktur, dan terukur. (Adjeng, 2015)
Cara melakukan metode ini yaitu:
a. Duduk berhadapan sejajar dengan anak bersama dengan asisten terapis yang
biasanya ada dibelakang anak.
b. Selama dilakukan terapi, panggil nama anak sambil memegang benda yang
menarik perhatian anak. Benda diletakkan sejajar dengan mata terapis untuk
memancing anak melihat kearah mata terapis.
c. Terapis akan memanggil nama anak sambil mengatakan kalimat perintah
sederhana. Seperti “ Riri, lihat!” sambil mengarahkan benda ke arah mata
terapis.
d. Terapis mengulang perkataan kalimat perintah hingga dapat
mempertahankan kontak mata.
e. Setiap respon yang tidak sesuai maka terapis akan berkata tidak.
f. Jika anak berhasil maka akan diberikan pujian. (Setiaji, 2018)
2. Model perceptual motor program
Model perceptual motor program merupakan metode yang memiliki tujuan
untuk meningkatkan kemampuan motorik anak yaitu dengan mengembangkan
keterampilan persepsi dalam bentuk dan meningkatkan keseimbangan sikap
tubuh. Sebelum proses persepsi terbentuk, maka terlebih dahulu terjadi proses
atensi atau perhatian atau pemfokusan pada suatu hal. Proses ini terbentuk jika
seseorang tersebut mendapatkan rangsangan yang diterima oleh organ
selanjutnya akan diorganir dan diintegrasikan atau karena adanya proses

8
rangsangan melalui saraf sensoris yang kemudian diteruskan ke dalam otak
dalam bentuk pola energi saraf.Model ini menggunakan media mainan untuk
meningkatkan proses atensi setelah fokus anak sudah mulai meningkat pada
suatu hal maka akan terbentuk proses persepsi. ( Nugroho, 2018)
3. Terapi snoezelen
Snoezelen berasal dari 2 kata yaitu snoeffelen yang artinya mencium bau,
aktif serta dozelen yang berarti tidur sebentar, nyaman. Snoezelen yaitu
lingkungan atau tempat dalam mengembangkan multisensorus dengan cara
yang rileks. Snoezelen ini merupakan sebuah kegiatan yang bertujuan untuk
merangsang sistem susunan saraf pusat atau otak melalui pemberian stimulasi
sensori seperti penglihatan, pendengaran, sentuhan, penciuman, keseimbangan
supaya anak dapat beraktifitas dan menumbuhkan ketenangan psikisnya dalam
meningkatkan kualitas hidupnya. Media penggunaan terapi ini yaitu permukaan
taktil, efek lampu, musik lembut, dan aroma terapi. Beberapa metode yang
digunakan yaitu :
a. Penglihatan
Dalam penglihatan terang, gelap, bentuk, sudut, warna, dan bayangan
sangat penting dalam menstimulasi dan membuat ketenangan. Warna dasar
yang diganti akan dirasa cukup bagus. Kombinasi dalam pencahayaan dan
image visual yang digunakan akan menambah efek bervariasi dalam
menciptakan suasana hangat dan dingin. Sehingga anak autisme merasa
tertarik, senang, dan rileks serta terstimulasi. Kategori warna yaitu warm
color dan cool color.
b. Pendengaran
Warna suara, nada, irama dan keheningan sangat penting terlebih musik
relaksasi merupakan hal yang menyenangkan. Irama yang mudah
dibutuhkan oleh anak yang memiliki intelektual yang rendah. Stimulasi
pendengaran dibagi menjadi soft musik ( rasa hangat, aman, nyaman, rileks)
dan cherfull musik ( riang, dapat membuat bergerak aktif dan dinamis).
c. Sentuhan
Permukaan yang kasar, lembut, basah, kering, hangat, dan dingin sangat
penting dalam menstumuli sensor sentuhan atau peraba. Kontak antara

9
terapis dan anak sangat diperlukan karena akan menunjukkan rasa peduli
pada anak untuk merasa aman dan nyaman.
d. Penciuman
Aroma yang pekat akan mampu membuat memori yang sangat kuat. Contoh
stimulasi penciuman yaitu peppermint, mawar, camelia, patchouli ( minyak
tumbuh-tumbuhan), lavender, eucalyptus, melati, basikila (kemangi).
(Martiyani,2017)
4. Terapi visual
Terapi visual dengan teknik Picture Exchange Communication System
(PECS) adalah salah satu terapi terpadu yang memadukan antara pengetahuan
yang mendalam dan terapi berbicara dengan memahami komunikasi dimana
anak tidak bisa mengartikan kata dan pemahaman yang kurang dalam
berkomunikasi. Terapi ini dilakukan dengan perlakuan pendampingan denga
melatih pengucapan beberapa kata-kata dengan tujuan anak autis mampu
mengenal kebutuhan sehari-hari mereka sehingga dapat menjadi mandiri.
Terapi ini sangat bermanfaat bagi anak autis karena diketahui bahwa pusat
berbahasa berada di lobus pariental kiri, apabila mengalami kelainan atau
kerusakan maka anak akan kesulitan untuk berkata-kata. Pendekatan PECS
bukanlah program untuk mengajarkan anak autis untuk langsung berbicara
namun diharapkan dapat mendorong kemampuan anak untuk mengucapkan
kosa kata sehingga mau untuk berbicara. ( Hanum, 2016)
5. Terapi komunikasi
Proses komunikasi terjadi jika komunikan dan komunikator menjalin
hubungan yang saling memahami bahasa yang digunakan sebagai perantara
penyampaian pesan. Anak autisme memiliki kesulitan dalam memahami dan
menggunakan bahasa dalam berkomunikasi dengan orang lain. Kesulitan
berkomunikasi anak autisme dalam menggunakan bahasa menyangkut dua
aspek yaitu aspek receptive language (bahasa reseptif) dan expresive language
(bahasa ekspresif). Bahasa reseptif adalah kemampuan anak dalam mendengar
dan memahami bahasa, sedangkan bahasa ekspresif adalah kemampuan anak
dalam menggunakan bahasa verbal, tulisan, maupun gestur. Contoh anak
autisme kesulitan dalam memahami komunikasi menggunakan bahasa lisan

10
dalam aspek reseptif ketika seseorang meminta anak autisme untuk melakukan
sesuatu seperti “ambil gelas biru!”, anak autisme kesulitan untuk melakukan
perintah tersebut karena ia kesulitan memahami kata ambil, gelas, dan biru.
Terlebih jika kata tersebut menjadi kalimat perintah yang lebih rumit. Lalu,
kesulitan anak autisme dalam berkomunikasi menggunakan bahasa ekspresif
ketika ia menginginkan sesuatu seperti minum susu maka anak autisme
cenderung mondar-mandir, diam saja, bahkan hanya menangis. Karena anak
autisme memiliki kesulitan dalam mengungkapkan keinginan kepada orang
lain. Terapi ini dapat dilakukan dengan ilustrasi seperti menyuruhnya untuk
“duduk” maka anak autisme kurang dapat merespon dengan baik namun jika
kita dapat membantunya dengan menepuk kursi sebagai tanda bahwa anak
bergerak menuju kursi dan duduk di kursi tersebut. Contoh lain yaitu ketika
menyuruh sesuatu seperti mengambil bola ini, anak autisme kesulitan
memahami hal tersebut. Kita dapat membantunya dengan memberi isyarat
menyentuh atau menunjuk bola dan jika anak melihatnya maka anak akan
melakukannya dengan menghampiri dan mengambil bola yang dipegang.
Terapi ini dapat dilakukan dengan menggunakan isyarat, tulisan, maupun
gambar. (Yuwono, 2016)

11
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan proses yang terstruktur dan sistematis, mulai dari


pengumpulan data, verifikasi data, dan komunikasi data tentang klien. Pada fase
pengkajian ini terdapat 2 langkah yaitu pengumpulan data dari klien (sumber
primer) dan keluarga, tenaga kesehatan (sumber sekunder) serta analisa data untuk
diagnosa keperawatan.
1. Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi nama, tanggal lahir atau umur, jenis kelamin, usia,
alamat, agama, pendidikan, pekerjaan, nomor rekam medis, tanggal masuk
rumah sakit, tanggal pengkajian, serta diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang menyebabkan pasien mencari pertolongan kesehatan.
Pasien dengan autis mengalami keterlambatan berbicara dengan jelas di usianya
yang 2 tahun.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan riwayat yang saat ini dialami pasien. Anak autis mengalami
keterlambatan bicara dengan jelas atau tidak dapat berbicara sama sekali.
Berkomunikasinya hanya menggunakan bahasa tubuh dalam waktu singkat,
tidak senang bahkan menolak untuk dipeluk, ketika bermain jika didekati ia
menjauh, menjilat atau menggigit mainan yang dimiliki. Memiliki IQ dibawah
70 dari 70% penderita dan dibawah 50 dari 50%.
b. Riwayat penyakit dahulu
1. Prenatal care
Usia ibu yang tua pada saat hamil, adanya riwayat penggunaan obat
antidepresan, riwayat paparan asap rokok pada ibu hamil dan pendarahan
pada saat kehamilan
2. Perinatal
Bayi lahir dengan keadaan prematur kurang dari 2500 gram, terlalu lama
dalam proses kelahiran, kekurangan oksigen saat lahir

12
3. Neonatal
Berat badan bayi terlalu ringan, keracunan, mengalami infeksi, dan
kekurangan nutrisi, riwayat asfiksia, dan riwayat penyakit keluarga
c. Riwayat penyakit keluarga
Pada riwayat keluarga yang dikaji adalah riwayat dari anggota yang memiliki
penyakit sama seperti pasien, penyakit menular, penyakit keturunan seperti
DM, hipertensi, jantung dan asma. Jika ada riwayat penyakit keturunan
selanjutnya dibuat genogram
4. Pola Fungsional
Kaji pola fungsional kesehatan pasien menurut pola Gordon yang berjumlah 11
poin, yaitu:
a. Pola Kesehatan dan manajemen kesehatan
Menggambarkan pola pikir kesehatan pasien, keadaan sehat dan bagaimana
memelihara kondisi kesehatan. Pada pasien anak data dapat diperoleh dengan
anamnesis yang dilakukan pada ibu/keluarga/pengasuh tentang bagaimana
keseharian dan pola hidup di keluarga tersebut.
b. Pola Metabolik – Nutrisi
Menggambarkan konsumsi relatif terhadap kebutuhan metabolik dan suplai gizi:
meliputi pola konsumsi makanan dan cairan, keadaan kulit, rambut, kuku dan
membran mukosa, suhu tubuh, tinggi dan berat badan. Biasanya pada anak autis
c. Pola Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi ekskresi (usus besar, kandung kemih, dan kulit),
termasuk pola individu sehari - hari, perubahan atau gangguan, dan metode yang
digunakan untuk mengendalikan ekskresi.
d. Pola Aktivitas – Olahraga
Menggambarkan pola olahraga, aktivitas, pengisian waktu senggang, dan
rekreasi; termasuk aktivitas kehidupan sehari-hari, tipe dan kualitas olahraga,
dan faktor-faktor yang mempengaruhi pola aktivitas (seperti otot-saraf, respirasi,
dan sirkulasi).

e. Pola Tidur - Istirahat

13
Menggambarkan pola tidur, istirahat, relaksasi dan setiap bantuan untuk
merubah pola tersebut.
f. Pola Persepsi – Kognitif
Menggambarkan pola persepsi-sensori dan pola kognitif ; meliputi keadekuatan
bentuk sensori (penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, dan
pembauan), pelaporan mengenai persepsi nyeri, dan kemampuan fungsi kognitif.
g. Pola Persepsi Diri - Konsep Diri
Menggambarkan bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri; kemampuan
mereka, gambaran diri, dan perasaan.
h. Pola Hubungan Peran
Menggambarkan pola keterikatan peran dengan hubungan; meliputi persepsi
terhadap peran utama dan tanggung jawab dalam situasi kehidupan saat ini.
i. Pola Reproduksi – Seksualitas
Menggambarkan kepuasan atau ketidakpuasan dalam seksualitas; termasuk
status reproduksi wanita, pada anak-anak bagaimana dia mampu membedakan
jenis kelamin dan mengetahui alat kelaminnya.
j. Pola Koping - Toleransi Stress
Menggambarkan pola koping umum, dan keefektifan ketrampilan koping dalam
mentoleransi stress.
k. Pola Nilai dan Keyakinan
Menggambarkan pola nilai, tujuan atau kepercayaan (termasuk kepercayaan
spiritual) yang mengarahkan pilihan dan keputusan gaya hidup.
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Terkait dengan keadaan klien secara umum terlihat.
b. Tanda-tanda vital
TTV klien biasanya normal baik suhu, tekanan darah, nadi dan frekuensi napas,
BB menurun akibat keengganan untuk makan dan tidak diimbangi dengan
intake yang adekuat.
C. Pemeriksaan Head to toe
1. Kepala dan rambut :

14
Meliputi bentuk kepala, keadaan kulit kepala, aopakah adanya massa atau
nyeri tekan.
2. Rambut :
Bagaimana keadaan rambut terkait kebersihan, warna dan persebaran.
3. Wajah :
Bagaimana warna kulit di wajah, bagaimana bentuk wajah dan kesimetrisan
wajah.
4. Mata :
Meliputi kelengkapan dan kesimetrisan, keadaan dan fungsi masing – masing
bagian mata, apakah ada kelainan atau tidak .
5. Hidung :
Terkait keadaan hidung dan lubang hidung, adakah pergerakan cuping hidung
serta adakah nyeri tekan atau massa pada hidung.
6. Telinga :
Bentuk dan ukuran telinga, ketajaman pendengaran.
7. Mulut dan faring:
Mengetahui keadaan mukosa bibir terlihat kering atau tidak, periksa juga
keadaan lidah, gigi dan gusi.
8. Leher :
Periksa keadaan leher, adakah massa di daerah leher, periksa adanya
pembengkakan kelenjar limfe dan bagaimana suara yang dikeluarkan anak,
apakah ada kelainan atau tidak.
9. Integument :
Lihat warna kulit klien, periksa juga kehangatan, kelembaban, dan turgor
kulit
10. Payudara dan ketiak :
Periksa ukuran, bentuk, warna, adanya pembengkakan, periksa kesimetrisan
aksila dan clavicula.
11. Thoraks/dada :
Meliputi inspeksi secara umum, bagaimana pernapasannya, adakah tanda
kesulitan bernapas atau tidak.

15
12. Paru-paru :
Pemeriksaan meliputi palpasi, perkusi bagaimana resonansinya dan auskultasi
untuk memeriksa adakah suara tambahan napas atau tidak
13. Jantung :
Meliputi palpasi untuk memeriksa adakah pembengkakan, perkusi untuk
menentukan ukuran jantung, dan auskultasi untuk memeriksa bunyi jantung
normal
14. Abdomen :
Meliputi inspeksi secara umum terkait kesimetrisan, auskultasi untuk
mendengarkan gerakan peristaltik yang biasanya meningkat dalam kasus ini,
palpasi adanya nyeri tekan, benjolan dan ascites, dan perkusi
15. Genitalia:
Periksa keadaan genetalia, anus dan perineum, apakah ada nyeri tekan atau
massa.
16. Muskuloskeletal/ekstremitas (kesimetrisan, kekuatan otot, edema)
6. Status Perkembangan Anak
a. Psikososial
- Menarik diri dan tidak merespon terhadap orang lain di hadapannya
- Tantrum yang sering
- Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suara pembicaraan
- Dalam berbicara menurun
- Menolak makanan yang kasar
b. Neurologis
- Tidak merepon sesuai stimulasi
- Reflek mengisap buruk
- Tidak dapat menangis saat lapar
c. Gastrointestinal
- Mengalami penurunan nafsu makan
- Mengalami penurunan berat badan anak
d. Gangguan Tingkah Laku
-Gangguan dalam komunikasi seperti, bicara tidak jelas atau berbicara
mengulang –ulang.

16
-Gangguan pola bermain seperti, anak tidak suka bermain dengan temannya
e. Ganguan Sensori
Tidak merasakan atau sensitifitasnya rasa sakit atau takut
f. Gangguan respon emosi seperti, sering marah dan tertawa tanpa alasan

3.2 Diagnosa (NANDA)

Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis atas respon pasien, keluarga,


atau komunitas terhadap kesehatan dan proses kehidupan aktual atau potensial.
Diagnosa keperawatan merupakan dasar atas pemilihan intervensi keperawatan
untuk mencapai hasil yang mana perawat bertanggung jawab dan bertanggung
gugat.
Berikut adalah diagnosa keperawatan pada anak autisme menurut NANDA (2018)
a. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakcukupan stimuli
ditandai dengan tidak ada kontak mata, kesulitan memahami komunikasi dan
ketidaktepatan verbalisasi
b. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan gangguan proses pikir ditandai
dengan disfungsi interaksi dengan orang lain dan ketidaknyamanan dalam situasi
sosial.
c. Ketakutan berhubungan dengan lingkungan tidak dikenal ditandai dengan rasa
takut dan perilaku menghindar

3.3 Intervensi (NOC, NIC)


Perencanaan adalah tindakan yang direncanakan dan disusun sesuai dengan
keluhan pasien untuk membantua dalam penyembuhan serta meningkatkan kualitas
kesehatan ke tingkat yang diinginkan dalam hasil yang diharapkan.
Tujuan dan Diagnosa
Intervensi
Rasional Kriteria Hasil Keperawat No
( NIC )
( NOC ) an
Peningkatan Setelah dilakukan Hambatan
1.
1. Untuk Komunikasi : Kurang tindakan komunikasi
mengetahui Bicara keperawatan 7 x verbal b.d
bagaimana 1. Monitor proses 24 jam, ketidakcuku

17
kognitif, anatomis, kognitif, diharapkan stimuli pan
anatomis dan dan fisiologi terkait komunikasi tidak d.d
fisiologi anak kemampuan dengan dapat verbal kontak ada
dalam (misalnya, bicara dengan efektif mata,
kesulitan kriteria hasil memori, berbicara
memahami Komunikasi pendengaran, dan
komunikasi Mengespresikan bahasa 2. Untuk
dan 1) Menggunakan 2. Sesuaikan gaya menentukan
ketidaktepat bahasa lisan : komunikasi untuk komunikasi
an vokal memenuhi kebutuhan yang tepat
verbalisasi dipertahankan klien (misalnya, yang
pada skala 2 berdiri di depan dibutuhkan
(banyak pasien saat berbicara, pasien
terganggu) mendengarkan 3. Untuk
ditingkatkan ke dengan penuh mengidentifika
skala 4 (sedikit perhatian dan si aktivitas
terganggu). lainnya) yang akan
2) Kejelasan Terapi Kesenian dilakukan anak
berbicara 3. Identifikasi bentuk untuk
dipertahankan aktivitas kesenian meningkatkan
pada skala 2 (misalnya, yang komunikasinya
(banyak sebelumnya sudah
terganggu) ada, yang dilakukan 4. Untuk
ditingkatkan tanpa direncanakan mendapatkan
ke skala 4 sebelumnya kesepakatana
(sedikit diarahkan, spontan) ntara pasien
terganggu). 4.Diskusikan dengan dan perawat
pasien apa yang akan mengenai
dibuat menggunakan pendekatan
pendekatan langsung yang
atau tidak langsung dilakukan
dengan cara yang 5. Untuk

18
mengetahui tepat
perkembangan 5.Monitor keterlibatan
pasien selama pasien selama proses
terapi kegiatan kesenian
dilakukan meliputi komentar
verbal dan perilaku
pasien
Peningkatan Setelah dilakukan Hambatan
2.
perkembangan: Anak tindakan interaksi
1. Agar pasien
1. Bangun hubungan keperawatan 7 x sosial b.d
merasa
saling percaya dengan 24 jam, gangguan
nyaman dan
anak diharapkan proses pikir
tidak takut
2. Lakukan interasksi hambatan d.d
2. Agar pasien
personal dengan anak interaksi sosial disfungsi
dan perawat
3. Dukung anak untuk dapat teratasi interaksi
dapat
berinteraksi dengan dengan kriteria dengan
melakukan
teman-temannya hasil orang lain
tindakannya
melalui keterampilan Keterlibatan dan
dengan focus
bermain peran Sosial ketidaknya
3. Agar anak
Modifikasi perilaku : ) Berinteraksi manan 1
bisa semangat
kecakapan sosial dengan teman dalam
dalam proses
4. Bantu pasien untuk dekat situasi
intervensi
mengidentifikasi dipertahankan sosial.
dilakukan
langkah-langkah pada skala 2
4. Untuk
dalam berperilaku (jarang
mengetahui
dalam rangka menunjukkan)
langkah atau
mencapai ditingkatkan ke
cara yang
(kemampuan) skala 4 (sering
tepat untuk
keterampilan sosial menunjukkan)
meningkatkan
5. Bantu pasien bermain Ketrampilan
keterampilan
peran dalam setiap nteraksi Sosial
sosial anak
langkah berperilaku 2) Menunjukkan

19
5. Memfasilitasi 6. Sediakan umpan balik penerimaan di
pasien untuk (penghargaan atau dipertahankan
bisa reward) bagi pasien. pada skala 2
berinteraksi 7. Berikan lingkungan (jarang
di kehidupan yang tenang dan menunjukkan)
sosialnya bebas dari gangguan ditingkatkan ke
6. Agar pasien skala 4 (sering
merasa di menunjukkan)
sayangi dan 3) Menunjukkan
di pedulikan kepercayaan
serta merasa dipertahankan
senang pada skala 2
7. Mendapatkan (jarang
suasana atau menunjukkan)
lingkunagn ditingkatkan ke
yang nyaman skala 4 (tsering
dan aman menunjukkan)
ketika
intervensi
dilakukan
Pengurangan Setelah dilakukan Ketakutan
1. Agar klien 3.
kecemasan tindakan b.d
merasakan
1. Gunakan pendekatan keperawatan 7 x lingkungan
kenyamanan
yang tenang dan 24 jam, tidak
dan
meyakinkan diharapkan dikenal d.d
ketenangan
2. Berada di sisi klien ketakutan klien rasa takut
bersama
untuk meningkatkan dapat teratasi dan perilaku
perawat
rasa aman dan dengan kriteria menghindar
2. Membantu
mengurangi hasil
klien
ketakutan Tingkat rasa
mengurangi
3. Dorong keluarga takut : anak
rasa cemas dan
untuk mendampingi 1. Perilaku

20
takut akan klien dengan cara menghindar
dunia luar yang tepat dipertahankan
3. Mengoptimalk 4. Lakukan usapan pada skala 2
an peran orang pada punggung/leher (cukup berat)
tua dalam dengan cara yang ditingkatkan ke
mendampingi tepat skala 4 (ringan)
klien selama 5. Dukung penggunaan 2. Menarik diri di
perawatan mekanisme koping dipertahankan
4. Memberikan yang sesuai pada skala 2
kehangatan 6. Instruksikan klien (cukup berat)
dan keamanan untuk menggunakan ditingkatkan ke
pada klien teknik relaksasi skala 4 (ringan)
5. Menghilangka 7. Kaji untuk tanda 3. ketakutan
n rasa takut tanda verbal dan non dipertahankan
dan cemas verbal kecemasan. pada skala 2
akan suatu hal (cukup berat)
6. Mengevaluasik ditingkatkan ke
an tindakan skala 4 (ringan)
yang telah
dilakukan oleh
perawat dank
lien melalui
data objektif
dan subjektif

21
BAB IV

PATHWAY

Partus lama Genetik Infeksi GIT Keracunan logam


(Gastrointestinal Neutropin dan
Gangguan Tract) neuropeptida
nutrisi dan
Kebocoran usus
oksigenasi

Kurang nutrisi ke

Gangguan pada otak Kerusakan pada sel purkinje dan


hippocampus
Abnormalitas pertumbuhan
sel saraf Gangguan keseimbangan serotonin
dan dopanim
Peningkatan neurokimia
Gangguan otak kecil
secara abnormal
Reaksi atensi melambat

AUTIS
Gangguan dalam Ketidakmampuan
berkomunikasi menyesuaikan dengan
Gangguan berinteraksi
Keterlambatan dalam Bingung terhadap kondisi
berbahasa
Mengabaikan dan Takut melihat orang
Kesulitan dalam menghindari orang yang tidak dikenali
mengucapkan kata
Acuh tak acuh
terhadap lingkungan Cenderung berdiam
Bicara monoton dan diri dan menghindar
susah dipahami orang
lain Perilaku yang aneh
Ketdakmampuan
mengontrol diri
Hambatan
Hambatan
komunikasi verbal Ketakutan
interaksi sosial

22
BAB V

PENUTUP

1.1 Simpulan

Autisme atau ASD (Autistic Spectrum Disorder) merupakan gangguan


perkembangan fungsi otak yang komplek dan sangat bervariasi, biasanya gangguan
ini meliputi cara berkomunikasi, berinteraksi sosial dan kemampuan berimajinasi
(Pangestu &Febriana, 2017). Untuk penanganan anak autis sendiri dapat dengan
cara farmakologis, yaitu dengan obat – obatan golongan antipsikotik atipika, Obat
golongan selective serotonin re-uptake inhibitor (SSRI) dan lainnya dan non
farmakologi yaitu, terapi ABA, Terapi snoezelen, terapi visual dan terapi
komunikasi. Sebagai perawat harus mampu dalam meningkatkan dukungan pada
orang tua terhadap anak yang autis, dengan dukungan penuh dari orang tua dan
kesabaran maka anak akan termotivasi untuk sembuh.

7.2 Rekomendasi Isu Menarik

Gambar 3. Anak autis yang berhasil sembuh


https://www.kompasiana.com/pewarisnegri/54f77e25a333111a648b4690/mereka-
berhasil-sembuh-dari-autis#

Mantan penyandang autis Muhammad Valdi yang kini merupakan mahasiswa


semester II Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam Universitas Islam Negeri Jakarta.
Berkat terapi yang dilakukan secara intensif dan terpadu, serta dukungan semua
pihak, berhasil sembuh dari autis. Tidak hanya dapat menjalani keseharian
sebagaimana anak normal, pria kelahiran 24 Mei 1994 itu juga menorehkan
sejumlah prestasi. Tercatat ia beberapa kali turut memperkuat DKI Jakarta dalam
sejumlah kejuaraan renang.
Valdi tampil sebagai pembicara pada gebyar hari autis sedunia 2014 di Padang,
mantan penderita autis ini dapat berkomunikasi dengan baik dan tampil sebagai
pembicara memaparkan perjuangannya melawan autisme. Sementara, Rendy
Ariesta kelahiran Jakarta, 8 Oktober 1997 juga merupakan penderita autis yang
berhasil sembuh melalui terapi Aplied Behaviro Analisis (ABA). Kini Rendy
merupakan pelajar SMA 71 Jakarta Timur dan dapat menjalani kehidupan normal
sebagaimana pelajar lainnya dengan perolehan nilai yang bagus. Hal serupa
juga dialami oleh Hasan Al Faris yang lahir pada 14 Juni 1998 Tanjung dia
merupakan pelajar kelas IX SMP Alfikri Depok yang juga berhasil sembuh dari
autis. Faris berhasil sembuh setelah menjalani terapi ABA serta diet dan intervensi
biomedis sejak usia 1,5 tahun.
DAFTAR PUSTAKA

Adjeng, R.R.J., dan M. I. Hatta.2015. Pengaruh Terapi ABA terhadap Interaksi Sosial
Anak Autis di SLB Autis Pranada Bandung. Prosiding Psikologi. 2460-6448.

Anurogo, D. 2016. The Art of Medicine : Seni mendeteksi, Mengobati, dan


Menyembuhkan 88 Penyakit dan Gangguan Kesehatan. Edisi Pertama. Jakarta :
PT Gramedia Pustaka Utama

Ballerina, T. 2016. Meningkatkan Rentang Perhatian Anak Autis Dalam Pembelajaran


Pengenalan Huruf. Journal of Disability Studies. 3(2) : 245 - 266

Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochterman, C. M. Wagner. 2013 Nursing


Intervensions Classification (NIC).United Kingdom : Elsevier Inc.
TerjemahanolehNurjannah, I., R. D. Tumanggor, S. Mulyani, M. Perdana, A.
Kasfi, W. Winarti, I. A. Azis, F. Sabrina, H. Yulianingsih, M. S. Kristantidan S.
Warsini. 2016. Yogyakarta: Mocomedia.
Guinchat, V., Thorsen, P., Laurent, C., Cans, C., Bodeau, N., & Cohen, D. (2012). Pre-,
Peri-, and Neonatal Risk Factors for Autism. Acta Obstet Gynecol Scand,
91:287-300.

Hanum, F., Mutdasir, dan R. Yusuf. 2016. Terapi Visual Terhadap Perkembangan
Bahasa Reseptif dan Ekspresif pada Anak Autis. Jurnal Ilmu Keperawatan.
2338-6371.

Herdman, T.H. (2018). NANDA International Nursing Diagnoses: definitions and


classification 2018-2020. Jakarta: EGC.

Jamal, S. N. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Anak Kebutuhan Khusus Autisme.


Makalah. Makassar : Universitas Moslem Indonesia.
Martiyani. 2017. Pelaksanaan Terapi Snoezelen pada Anak Autis di YPAC Nasional
Sekolah Luar Biasa (SLB) Autisme Mitra Ananda Colomadu. Surakarta: Institut
Agama Islam Negeri Surakarta.

Moorhead, S., M. Johnson, M. L. Maas, dan E. Swanson. 2013. Nursing Outcomes


Classification (NOC) ; Measurement of Health Outcomes. United Kingdom :
Elsevier Inc. TerjemahanolehNurjannah, I., R. D. Tumanggor, M. Perdana, A.
Kasfi, I. A. Azis, F. Sabrina, H. Yulianingsih, W. Winarti, dan A. Fathi. 2016.
Pengukuran Outcomes Kesehatan. Yogyakarta: Mocomedia.
Nugroho, Kendy Awan. 2018. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Autis di Pusat
Layanan Autis Kab. Sragen. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pangestu, N dan A. I. Fibriana. 2017. Faktor Risiko Kejadian Autisme. HIGEIA 1 (2) :
141 – 150.
Samiadi, Lika Aprilia. 2017. Mengenal 4 Macam Kelompok Obat-Obatan untuk
Autisme.https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/autisme/4-jenis-pengobatan-
autisme/. (diakses pada tanggal 6 Oktober 2019)
Setiaji, Bamandhita Rahma. 2018. Seberapa Efektif Terapi Applied Behaviour Analysis
(ABA) untuk Anak Autisme?
https://hellosehat.com/parenting/kesehatan- anak/terapi-autisme-aba/. (diakses
pada tanggal 6 Oktober 2019)
YPAC (2011) Buku Pedoman Penanganan dan Pendidikan Autisme.

Yuwono, Joko. 2016. Pembelajaran Komunikasi Anak Autis. Jakarta: Universitas


Sultan Ageng Tirtayasa.
Gel
h dine Hal-Hal Ter
B
Rau
dina api
diperhatikan
Fres
hta AB
Del Y
end
Persiapan
A
ra
(0812 ada
3020
6575 lah
)
T ...
A
n
C
o
A T
e

Be
r
n
a
a t
p
a
k c i
t A
a P B
e A
d r
al s s
o e
a n b
u
ah me a is ak t elih
program nga k ya sam e at
bagi jark
an
Car b
ng
bia
bil
me
r
a
kea
rah
anak kete a e san me p mat
Autisme ram r ya gan i a
yang pila Pen s ada g s tera
berfokus n ang a
m
dib
ela
ben
da u 3.
pis.

ana a ka yan n
t
Ter
ng g apis
n.. d an me u aka
e ak. nari k n
. n 2. k me
g Se per m ma
1. a e
la hati ngg
Du n m
ma an il
du a
dil ana na
k a n
ak k. ma
be s c
uk Ben ana
rh i i
an da k
ad s n
ter dile sam
ap t g
api tak bil
an e , kan me
sej n a
pa seja nga
aja n
ng jar tak
r t a
gil den an
de e k
na gan kali
ng r ma mat mat
an a m
an a peri
an p
nta 4. t ata n P` n yang n angat.
h T peri tid osisik
an nyama yang
sed e ntah ak. d
anak n efek
erh r hing 6. i dan
ana a ga J b terapi dengan tif
. p dapa i e s suhu Beri
Sep is t k r senya yang anak
erti m mem a i tidak hadi
man
“ e perta k
mungk terlalu ah
Riri n hank a a
, g an n n in dan panas kare
liha u kont a pastik atau na
t!” l ak k p an dingin. dia
sa a mat u
anak usahan telah
mbi n a. b j
e i memer ruanga men
l g 5.
me p Setia r a hatika n tidak giku
nga e p h n n terlalu ti
rah r resp a . terapis luas tera
kan k on s
. agar pi
ben a yang i
l Persia konsen deng
da t tidak
ke a sesu pan trasi an
ara a ai m ruang anak baik.
h n mak a tetap beri
an
ma k a k
terapi terjaga. dia
ta al tera a
Siapka Persiap pujia
ter i pis
api m akan a n an n dan
s. a berk k ruanga imbala sem
a
khus ta a n M pe ujua m gont
us an n e nat n e rol
sehin or g b t ala me m peril
gga an a o ksa mba e aku.
dapat g l c d naa ntu p
mem lai a a e n anak er
aham n, i peri autis ta
i dan m n t i lak me h
meng en u n u dala a
ikuti iru h l i me m n
instr uc i i m ngg me k
uksi ap n s e una mpe a
g . r kan lajar n
verba an
g u met i k
l, da
a p ode kete o
mend n
eskri g Tuju a pen ram nt
m k gaja pila a
psika e
e an a ran n k
n r
sebua a
n Tera n tan sosi m
g
h k
a
pi m
pa
kek
al
sepe
at
a,
bend a
a, n
j ABA e eras rti da
t
mere
a
r
... o
an me n
o yan mpe m
spon d
r k g rhati e
perka e
a bert kan, n

Anda mungkin juga menyukai