Anda di halaman 1dari 149

KEPERAWATAN KOMUNITAS

LAPORAN AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS AGREGAT


BALITA DI RT 2-3, RW 3, DUSUN SUMBER DUREN, DESA GLAGAHWERO,
KECAMATAN PANTI, JEMBER

Disusun oleh :
Kelompok 2 /A 2017
PBL komunitas

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
KEPERAWATAN KOMUNITAS

LAPORAN AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS AGREGAT


BALITA DI RT 2-3, RW 3, DUSUN SUMBER DUREN, DESA GLAGAHWERO,
KECAMATAN PANTI, JEMBER

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kepererawatan Komunitas dengan


Dosen Pengampu : Latifa Aini Susumaningrum.,S.Kep.,M.Kep.,Sp.KOM

oleh :
Kelompok 2 /A 2017
Intan Rahmawati 172310101001
Riski Hidayaturrohkim 172310101010
Ayu Prisilia Fatimah 172310101011
Nigitha Novia Permatasari 172310101023
Mohammad Arif Kurniawan 172310101029
Yuni Puji Lestari 172310101036
Djuhar Maniek Balasaraswati 172310101046
Geldine Raudina Freshta D. 172310101049
Ika Hestri Purwanti 172310101050
Nova Dwi Saputri 172310101051

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

2
.
Wilayah Kecamatan Panti mempunyai luas wilayah 93,96 Km Kecamatan
panti terdiri dari desa KemuningLor, Glagahwero, Serut, Panti, Pakis, Suci, Kemiri.
Kecamatan Panti terdiri dari 29 Dusun, 100 Rukun Warga (RW), 369 Rukun Tetangga
(RT). Desa Glagahewero mempunyai luas wilayah 288 Km2 dengan ketinggian 180 m,
terbagi menjadi 2 dusun, 6 RW dan 29 RT. Jarak kantor desa Glagahwero ke kantor
kecamatan Panti adalah 0,1 km. Menurut BPS Kabupaten Jember 2016, Desa
Glagahwero terdiri dari 5184 penduduk, dengan jumlah laki-laki sebanyak 2483 dan
perempuan 2701. Desa Glagahwero sendiri terdapat 5 bangunan sekolah dispenduk
dan 2 non dispendik. Terdapat 2 pondok pesantren dan 5 TPQ. Sebanyak 799 warga
Glagahwero tidak mempunyai kemampuan berbahasa Indonesia. Sebanyak 1044
penduduk usia 5 tahun keatas di Desa Glagahwero belum pernah sekolah, 944 masih
bersekolah, 2649 tidak bersekolah lagi. Pendidikan rata-rata warga Desa Glagahwero
adalah SD/MI. Desa Glagahwero memiliki 1 dokter praktek dan 1 puskesmas
pembantu. Jumlah Penduduk Glagahwero yang mengunjungi posyandu sebanyak
317. Sebanyak 96 Bayi Desa Glagahwero mendapatkan imunisasi. (BPS Kab. Jember,
2017).
Menurut data optim bidan desa setidaknya terdapat 9 permasalahan kesehatan
pada balita dari posyandu rambtuan 69 – 75. Berdasarkan data terbaru pada bulan
Januari 2017 setidaknya 30 anak terdata dalam keadaan pendek, yang mana 2
diantaranya ter kategori sangat pendek, dan BGM atau bawah garis merah. 36 anak
terkategori dalam BKK dengan 15 terkategori kurus, 4 anak sangat kurus, dan 23 anak
dalam kategori gemuk. Dari semua data tersimpulkan setidaknya kurang lebih
terdapat 77 anak dengan masalah kesehatan.
Masalah tersebut muncul karena kurangnya pengetahuan serta kemauan dari
masyarakat yang rendah dalam mamanfaatkan layanan kesehatan. Sebagian besar balita
mengalami berat badan kurang sebagai akibat dari kurangnya pemeriksaan rutin ke
pelayanan kesehatan. Setelah ditelusuri lebih lanjut, orang tua memiliki keterbatasan
dalam pemenuhan nutrisi, dikarenakan faktor ekonomi yang rendah dan juga kurangnya
pengetahuan dalam mengolah makanan bergizi dengan memanfaatkan sumber daya
alam disekitarnya. Penggunaan air bersih untuk balita juga tidak optimal
karena beberapa keluarga memilih menggunakan air sungai untuk mandi, mencuci,
hingga buang air besar. Banyak keluarga yang di dalamnya masih merupakan perokok
aktif khususnya ayah, kakek atau kakak laki-laki. Beberapa keluarga terdata dan
menolak untuk mengimunisasikan anaknya dikarenakan belum memahami pentingnya
imunisasi. Pola pengasuhan orang tua dan persepsi kesehatan yang tidak sesuai juga
berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan balita. Beberapa dari mereka yang
mengalami stunting telah memperoleh bantuan berupa susu dan makanan tambahan.
Dari permasalahan pada komunitas balita tersebut, kegiatan PBL ini penting
dilakukan karena dapat membantu meningkatkan kesehatan serta pertumbuhan dan
perkembangan pada balita. Merubah persepsi masyarakat RW 03 (RT 02 & 03)
khususnya kesehatan balita memerlukan beberapa tindakan, dengan tujuan mengubah
pola pikir masyarakat yang awalnya menolak layanan kesehatan menjadi
bisa menerima, yang awalnya minim pengetahuan mnejadi banyak pengetahuan
mengenai kesehatan balita, dari keluarga pra sejahtera menjadi keluarga sejahtera, serta
memerlukan beberapa intervensi yang berkaitan dengan kesiapan meningkatkan
manajemen kesehataan.
Perawat harus mampu menjadikan masyarakat sebagi partner dalam mengatasi
permasalahan tersebut. Semua kegiatan yang kami lakukan berdasarkan asas dari, oleh
dan untuk masyarakat dengan harapan pengoptimalan peran masyarakat khususnya
agregat ibu dan balita dapat mengoptimalkan intervensi yang telah kami lakukan.
Pendidikan kesehatan yang kami terapkan diharapkan mampu meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat terkait pentingnya kondisi nutrisi pada balita.
Tidak hanya sekali, kegiatan pendidikan kesehatan kami lakukan dua kali untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat dengan metode demonstrasi dengan kader terkait.
Kegiatan “Masak abereng” diharapkan mamu meningkatkan kemampuan kognitif
serta kesadaran perilaku terhadap penyajian gizi dan nutrisi yang tepat untuk balita
1.2 Rumusan masalah

Bagaimana asuhan keperawatan komunitas yang dilakukan untuk meningkatkan derajat


kesehatan dan melakukan pencegahan pada agregat balita di RT 2-3, RW 3 Dusun
Sumber Duren, Desa Glagahwero, Kecamatan Panti?

1.3 Tujuan

Tujuan dilakukannya asuhan keperawatan pada komunitas balita diantaranya:

1. Mengetahui kondisi kesehatan masyarakat khususnya agregat ibu dengan balita.


2. Mengetahui tingkat pemahaman komunitas terkait penyakit atau kelainan yang
berkaitan dengan nurisi dan gizi pada balita serta penanganan penyakit atau
kelainan yang berkaitan dengan nurisi dan gizi pada balita.
3. Menentukan masalah keperawatan yang menjadi prioritas yang harus
diselesaikan dalam agregat ibu dengan balita.
4. Menentukan rencana atau tindakan yang disepakati bersama dalam mengatasi
masalah pada agregat ibu dengan balita.
5. Meninjau kembali pengetahuan masyarakat serta mengukur sejauh mana
masyarakat mengalami kemajuan.

1.4 Manfaat

Manfaat dilakukannya asuhan keperawatan komunitas pada agregat balita antara lain :

1. Ibu dengan balita mengetahui terkait nutrisi dan gizi untuk balita.
2. Ibu dengan balita dapat menyajikan atau memberikan nutrisi pada balita sesuai
dengan kriteria gizi seimbang.
3. Balita di Dusun Sumberduren RW 03 (RT 02&03) terhindar dari penyakit atau
kelainan penyerta terkait gizi untuk balita.
BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep singkat tentang komunitas, agregrat, serta permasalahan

Komunitas adalah suatu kumpulan orang-orang yang berbagi informasi penting


untuk peningkatan kualitas hidup mereka. Komunitas merujuk pada orang-orang yang
melakukan interaksi satu sama lain yang memiliki kepentingan atau karakteristik yang
sama untuk membentuk dasar guna mempersatukan rasa kepemilikan. Klien dalam
keperawatan komunitas adalah suatu kumpulan masyarakat dalam suatu wilayah yang
terjadi proses pengkajian komunitas data terkait komunitas yang dikaji secara
menyeluruh terkait faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan di komunitas tersebut
baik faktor positif atau faktor negatif (Anderson & McFarlane, 2011).

Komunitas dapat dimaksnai dengan sebuah kelompok atau masyarakat yang


berada disuatu wilayah yang memiliki karakteristik budaya yang sama. Ciri utama
sebuah komunitas adalah adanya keharminisan, egalitarian serta sikap saling berbagai
nilai kehidupan. Kareakteristik dari komunitas adalah :

1. Besar atau Kecil

Dalam sebuah komunitas hanya memiliki keanggotaan yang terdiri beberapa anggota
saja dan ada beberapa komunitas yang memiliki anggota mencapai 1000 anggota. Besar
dan kecil keanggotaan sebuah komunitas tidak menjadi masalah.

2. Terpusat Atau Tersebar

Sebuah komunitas biasanya berawal dari sebuah sekelompok orang yang bekerja
ditempat yang sama atau pun memeiliki tempat tinggal yang berada di area yaang sama.
Setiap anggota komunitas saling berinteraksi meskipun tersebar di berbagai wilayah.

3. Berumur panjang atau pendek

Beberapa komunitas memelukan waktu yang cukup lama dalam perkembangannya


sedangkan jangka waktu keberadaan sebuah komunitas cukup lama dan ada beberapa
komunitas dapat bertahan lama dan ada yang cuman bertahan sebentar atau pendek.
4. Internal dan eksternal

Sebuah komunitas dapat bertahan lama bisa dari unit bisnis atau bekerjasama dengan
beberapa organisasi yag berbeda.

5. Homogen atau Heterogen

Beberapa anggota komunitas berasal dari latar belakang beranekaragam yang sama dan
ada yang memiliki latar belakag berbeda. Pada umumnya sebuah komunitas berasal
dari latar belakang yang sama akan lebih mudah terjalin hubungan antara sesama
anggota, akan tetapi sebaliknya jika komunitas berasal dari anggotaan yang memiliki
latar belakang berbeda atau berbagai macam harus menjalin hubungan saling percaya
dan rasa toleransi yang cukup bersar antara setiap anggota.

6. Spontan atau disengaja

Terdapat komunitas yang didirikan tanpa adanya intervensi atau usaha untuk
mengembangkan suatu organisasi. Ada anggota yang bergabung dengan sebuah
komunitar dikarenakan kebutuhan dengan informasi dan minat yang sengaja didirikan
secara sepontan atau yang disengaja karena formal atau tidaknya sebuah komunitas

7. Tidak dikenal atau dibawahi sebuah institusi

Didalam sebuah komunitas memiliki berbagai macam hubungan baik dengan


organisasi yang berdiri sendiri atau organisasi yang dibawah institusi.

AGREGRAT BALITA

Usia balita merupakan periode emas pada anak saat menginjak usia diatas 1
tahun sampai 5 tahun. Balita merupakan agregat yang cukup rentang terhadap
berbagai serangan penyakit, yang paling sering terjadi adalah masalah gizi baik
malnutrisi hingga obesitas beserta penyakit bawaan lainya (Infodatin, 2015). Menurut
data profil kesehatan Jember tahun 2016 Angka Kematian Balita (AKB) adalah jumlah
anak yang dilahirkan pada tahun tertentu dan meninggal sebelum mencapai usia 5
tahun. AKB menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak dan faktor-faktor
lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan anak Balita seperti gizi, sanitasi,
infeksi dari penyakit menular dan kecelakaan. Indikator ini menggambarkan tingkat
kesejahteraan sosial, dalam arti besar dan tingkat kemiskinan penduduk. Kurangnya
pengetahuan tentang pengolahan makanan yang bergizi namun disukai anak serta
kemampuan dalam pengasuhan juga menjadi faktor utama tidak terpenuhinya
kebutuhan nutrisi pada balita (Dinkes Jember, 2017).

Dari hasil pengkajian yang dilakukan, permasalahan komunitas balita di RW 3


berfokus pada permasalahan gizi buruk. Beberapa balita ditemukan dengan
keadaan stunting dan kurang gizi. Kurangnya pengetahuan serta kemauan dari
masyarakat yang rendah dalam mengakses layanan kesehatan juga menjadi
permasalahan yang mendasari terjadinya gizi buruk di RW 3. Dari 57 balita di RW 3
yang masuk ke data kader, sebagian besar balita mengalami gizi buruk akibat kurangnya
pemeriksaan rutin ke pelayanan kesehatan. Beberapa dari mereka yang mengalami
stunting telah memperoleh bantuan berupa susu dan makanan tambahan. Dari hasil data
yang diberikan oleh kader melalui buku KIA (Kesehatan Ibu Dan Anak) kondisi balita
khususnya di RT 02 dan RT 03 yaitu, balita pendek 1, balita sangat pendek 1, balita
BGM 1, balita BBK 4, balita kurus 1, balita sangat kurus 1, balita gemuk 4, balita
bersmasalah gizi 9, dan balita calon kurus, 1. Setelah ditelusuri lebih lanjut, orang
tua memiliki keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan gizi pada anak, hal ini
disebabkan oleh faktor ekonomi yang rendah dan juga kurangnya pengetahuan
pengolahan makanan bergizi dengan memanfaatkan sumber daya alam disekitarnya.
Penggunaan air bersih untuk anak juga kurang optimal karena beberapa keluarga
memilih menggunakan air sungai untuk mandi, mencuci, hingga buang air besar.
Banyak keluarga yang masih memiliki perokok aktif di lingkungan rumah terutama
ayah, kakek atau kakak laki-laki. Beberapa keluarga terdata tidak secara rutin
memeriksakan balitanya ke Posyandu dan menolak mengimunisasikan anaknya
dikarenakan belum memahami pentingnya imunisasi. Pola pengasuhan orang tua dan
persepsi kesehatan yang tidak sesuai juga berpengaruh dalam pertumbuhan dan
perkembangan balita.
2.2 Konsep Community as Partner yang diaplikasikan

Empat konsep utama keperawatan yaitu individu, lingkungan, kesehatan dan


keperawatan, menyediakan kerangka kerja dengan model Community as Partner atau
komunitas sebagai mitra. Kesehatan dalam model ini dipandang sebagai kekuatan untuk
kehidupan sehari – hari. Model ini menekankan pada sosial, kekuatan pribadi, serta
kapasitas fisik. Community as Partner merupakan pengembangan model Neuman
(1972) menekankan filosofi perawatan kesehatan primer dalam komunitas. Pencegahan
artinya semua perawatan dianggap preventif meliputi pencegahan primer ditujukan
untuk mengurangi pertemuan dengan pemicu stress atau memperkuat garis pertahanan
seperti tabir surya untuk mencegah kanker kulit dan imunisasi. Pencegahan sekunder
terjadi setelah stressor melewati garis pertahanan dan mempengaruhi komunitas, dan
ditujukan untuk deteksi dini seperti pemeriksaan payudara sendiri. Pencegahan tersier
ditujukan untuk mempertahankan dan memulihkan kondisi yang lebih atau kurang sehat
seperti rehabilitasi meditasi (Anderson et all., 2011).

Garis pertahanan normal dapat mencakup karakteristik seperti tingkat kekebalan


yang tinggi, kematian bayi yang rendah, atau tingkat pendapatan menengah. Garis
pertahanan normal juga mencakup pada pola koping, bersama dengan kemampuan
memecahkan masalah kesehatan dari komunitas. Stres adalah rangsangan penghasil
ketegangan yang berpotensi mengakibatkan ketidakseimbangan dalam sistem
komunitas. Stres dapat bersumber dari dalam atau luar komunitas. Stres menembus
garis pertahanan fleksibel dan normal sehingga berdampak gangguan pada masyarakat.
Layanan yang tidak memadai, tidak dapat diakses atau tidak terjangkau merupakan
tekanan pada kesehatan masyarakat (Anderson et all., 2011).

Pengkajian community as partner difasilitasi dengan menggunakan metode


dalam bentuk survey yaitu windshield survey. Windshield survey disesuaikan dari versi
sebelumnya yang telah diperluas untuk mencakup setiap komponen pengkajian meliputi
inti komunitas, sub sistem komunitas, dan presepsi. Pengkajian dengan pendekatan
Community as Partner dapat diaplikasikan pada agregat balita sebagai berikut
(Anderson et all., 2011):
Gambar . community as partner

Sumber : (Anderson et all., 2011)

a. Inti komunitas

Pengkajian pada inti komunitas meliputi sejarah, karakteristik, nilai – nilai dan
kepercayaan mereka. Tahap pertama mengkaji suatu komunitas adalah belajar tentang
orang – orangnya , dan bermitra dengan individu dalam komunitas (Anderson et
all., 2011).
1. Komponen sejarah dapat bersumber dari perpustakaan, wawancara pada
tokoh sejarawan yang ada di masyarakat, dan bupati.Pada agregat balita data yang dapat
digali adalah kondisi balita selama kurun waktu tertentu, riwayat perkembangan
penyakit pada balita, angka kejadian penyakit di suatu daerah, riwayat pengasuhan
orang tua yang mendukung terjadinya suatu penyakit.

2. Demografi dan etnis menunjukkan data usia, jenis kelamin, ras dan etnis sumber
data dapat diperoleh dari sensus penduduk, Badan kependudukan dan keluarga
berencana nasional, secretariat daerah dan arsip dokumen.

3. Vital statistic sumber data berasal dari departemen kesehatan negara


(didistribusikan melalui departemen kesehatan kota dan kabupaten). Data yang digali
adalah jumlah balita berdasarkan jenis kelamin, agama, rentang umur, akibat kejadian
penyakit dan resiko kejadian penyakit.

4. Nilai, keyakinan, agama meliputi nilai – nilai kepercayaan dan praktik


keagamaan orang – orang. Semua kelompok etnis dan ras memiliki nilai dan keyakinan
sistem komunitas untuk mempengaruhi kesehatan masyarakat, metode yang dipakai
adalah observasi. Data yang digali adalah kebiasaan dan perilaku balita terkait dengan
pemenuhan nutrisi.

b. Sub sistem

1. Lingkungan fisik, pada pengkajian masyarakat dibutuhkan panca indra seperti


komponen inspeksi yaitu semua indra, metode whindshield survey dan terjun langsung
di masyarkat. Aukultasi (menerima keluhan dari komunitas), tanda vital termasuk
termometer (mengamati iklim, medan, batas alam, dan sumber daya), sistem review
(mengamati sistem sosial, perumahan, bisnis, gereja dan tempat nongkrong), dan studi
laboratorium (data sensus, survei) (Anderson et all, 2011). Data yang digali kondisi
lingkungan balita.

2. Sistem Kesehatan, Metode mengklasifikasikan layanan kesehatan dan sosial


yaitu membedakan fasilitas yang berada di luar komunitas (ekstra komunitas) dan
dalam komunitas (komunitas). Setelah diidentifikasi kemudian dikategorikan
menurut jenis layanan yang ditawarkan (rumah sakit, klinik, perawatan mandiri),
berdasarkan ukuran (publik dan penggunaan pribadi) (Anderson et all., 2011). Data
yang digali adalah posyandu, polindes, kader, bidan, puskesmas yang menunjang
kesehatan balita.

3. Ekonomi, Sub sistem ekonomi mencakup kekayaan yaitu barang dan layanan
yang tersedia bagi masyarakat serta biaya, manfaat dari peningkatan alokasi sumber
daya juga persentase tingkat kemiskinan dan pengangguran Sumber data diperoleh dari
sensus (Anderson et all., 2011). Data yang digali adalah tingkat pendapatan keluarga
balita, sumber pendapatan dan pekerjaan keluarga balita.

4. Transportasi dan keamanan, Pada sub sistem ini yang dikaji adalah wilayah
daerah yang mempunyai akses transportasi yang disediakan oleh pemberi bantuan
untuk dimanfaatkan komunitas dalam layanan kesehatan. Data yang digali adalah jenis
alat transportasi yang digunakan balita dalam akses layanan kesehatan dan karakteristik
keamanan balita dalam komunitas tersebut

5. Politik dan Pemerintahan, Pada sub sistem ini mengkaji kebijakan layanan
kesehatan yang ada di komunitas tersebut. Kebijakan berupa pengoperasian semua
layanan kesehatan. Aspek politik berhubungan pada kegiatan kampanye – kampanye
tertentu seperti terkait program pencegahan merokok di sekolah atau kampanye
antipolusi yang diarahkan ke luar komunitas. Peletakkan poster kampanye dimana –
mana (Anderson et all., 2011). Data yang digali adalah kebijakan komunitas yang
mengatur kesehatan balita.

6. Komunikasi, Komunikasi bisa terjadi secara formal atau informal. Komunikasi


formal berasal dari luar komunitas sebagai lawan dari komunikasi informal. Perawat
mengkaji ketersediaan sarana komunikasi seperti radio, televisi dan lainnya. Selain
itu juga jenis bahasa yang digunakan untuk penyampaian kesehatan pada balita
(Anderson et all., 2011). Data yang digali adalah ketersediaan sarana komunikasi pada
keluarga balita dan media informasi yang digunakan

7. Pendidikan, Status pendidikan pada suatu komunitas dapat diperoleh dari sensus.
Informasi sensus mencantumkan jumlah penduduk yang menempuh pendidikan, tahun
sekolah yang terselesaikan dan persentase penduduk yang dapat berbahasa,
untuk melengkapi pengkajian diperlukan informasi tentang sumber pendidikan (sekolah,
perguruan tinggi dan lainnya) yang terletak di dalam komunitas. Data yang digali yaitu
tingkat pendidikan orang tua balita tentan kesehatannya, dan pengetahuan orang tua
terkait penyakit pada balita.

8. Rekreasi, Mengkaji area rekreasi yaitu tersedianya untuk anak – anak,


memfasilitasi taman kanak – kanak dan tempat olahraga. Menyediakan peluang rekreasi
terorganisir yang berkualitas untuk masyarakat setempat seperti kelas olahraga, kelas
dan kerajinan tangan (Anderson et all., 2011). Data yang digali tingkat partisipasi atau
kemanfaatan dari sarana serta jaminan keamanan pada balita.

c. Persepsi

Presepsi masyarakat serta keluarga pada stressor yaitu penyakit pada keluarga yang
dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pendidikan masyarakat ataupun kurangnya
pengetahuan kesehatan mengenai penyakit. Data yang digali adalah presepsi orang tua
balita terhadap komunitas sebagai kekuatan dalam mengatasi permasalahan kesehatan
balita, kesadaran warga terhadap masalah pada lingkup komunitas dan pandangan
masyarakat terkait komunitas balita yang sehat
BAB 3. TINJAUN KASUS BERDASARKAN ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian keperawatan

a. Instrumen community as partner

Variable Sub Variable Metode


Sub – sub variabel / Sumber
No Komponen W S I L fg PF Ket
Pertanyaan Data
S R d

Sejarah 1. Kaji sejarah 1. Bagaimana kondisi √ √


masyarakat terkait balita selama 3 tahun
kondisi balita terkahir?
2. Perkembangan Balita 2. Bagaimana
: Kondisi dan perkembangan Tokoh

perkembangan penyakit pada balita? masyakara


1. Inti
penyakit stunting di 3. Apakah kejadian t, Bidan, √ √
RW 3 stunting penah terjadi kader

sebelumnya?
4. Apakah balita stunting
diberikan perhatian
√ √
atau pengasuhan
khusus?
5. Apakah dalam
keluarga pernah
mengalami stunting? √ √
6. Apakah stunting
pernah menjadi
momok yang
menaakutkan di RW
√ √
3?
7. Berapa lama stunting
sudah berlangsung?

√ √
√ √

Demografi: a. Demografi dan 1.Berapa jumlah balita di √ √


Statistic vital Statistik Vital komunitas
1. Jumlah penderita 2.Berapa jumlah balita
stunting sesuai stunting √ √
jenis kelamin 3.Berapa jumlah balita
2. Jumlah balita stunting berdasarkan
dengan stunting agama? Keluarga,R
rentang umur 4.Apakah ada masalah T/RWKelu
√ √
3. Jumlah kematian selain stunting terkait rahan,
akibat stuning kesehatan pada balita? Puskesmas
4. Jumlah balita 5.Berapa jumlah
dengan resiko kematian akibat
stunting stunting √ √
6.Bagaimana perilaku
balita dan orang tua
terhadap stunting
7.Bagaimana
pengetahuan orang tua
√ √
terkait stunting pada
balita

√ √

√ √

Etnisitas 1. Budaya di 1.Apakah terdapat √ √


masyarakat yang budaya untuk balita Keluarga,
dianut terhadap yang berkaitan dengan balita,
stunting pada balita stunting? Tokoh
2. Gaya hidup balita 2.Bagaimana gaya hidup masyaraka
yang berpengaruh balita terkait konsumsi t
pada masalah gizi? √ √
stunting 3.Bagaimana gaya hidup
balita terkait
pengawasan terhadap
makanan dan minuman
yang dikonsumsi? √ √

Nilai dan 1. Kebiasaan baik dan 1. Bagaimana kebiasaan √ √


Keyakinan buruk yang balita yang berkaitan
dilakukan balita dengan masalah gizi
berhubungan dengan dan kesehatan?
stunting 2. Bagaimana perilaku Keluarga
2. Perilaku konsumsi balita yang berkaitan dan Balita
gizi pada balita dengan konsumsi gizi
yang sesuai?

√ √
Lingkungan 1. keadaan lingkungan 1. keadaan lingkungan √ √ √
2 Sub
Fisik tempat tinggal balita tempat tinggal balita
Sistem
yang beresiko untuk dengan stunting?
stunting 2. Apakah lingkungan
sudah sesuai untuk
anak dengan stunting? Keluarga,
3. Bagaimana RT, RW, √ √ √
pengoptimalan Kelurahan
lingkungan sekitar
untuk pemanfaatan
pemenuhan gizi pada
balita?
√ √
Ekonomi 1. Pendapatan 1. Berapakah rata-rata √ √
keluaraga dengan pendapatan keluarga
balita stunting dengan anak balita
2. Sumber pendapatan stunting?
keluarag balita 2. Darimana sumber
stunting pendapatan keluarga
3. Pekerjaan orang tua stunting? √ √
balita dengan 3. Apakah keluarga
Keluarga,
menerima bantuan
Balita,
terkait perbaikan gizi
RT/RW,
pda balita?
Kelurahan
4. Apa pekerjaan orang
tua balita stunting?
5. Apakah ada bantuan
√ √
yang ditawarkan
pemerintah terkait
stunting?

√ √
√ √

Transportasi 1. Alat trasportasi yang 1. Apa jenis alat Balita, √ √


dan digunakan transportasi yang Keluarga,
Keamanan digunakan untuk RT/RW,Ke
2. Karakteristik memeriksakan balita lurahan
keamanan di dengan stunting?
komunitas terkait 2. Apakah kendaraan
masalah balita cukup aman
stunting digunakan balita
stunting berkaitan
dengan jarak tempuh
√ √
yankes dengan tempat
tinggal?
3. Apakah ada
trasportasi umum
yang memadai seperti
ambulan untuk balita
dengan stunting?
√ √

Politik dan 1. Kebijakan komunitas 1. Apakah terdapat √ √


pemerinahan yang mengatur kebijakan yang
tentang masalah mengatur
stunting pada balita permasalahan stunting
2. Peraturan dalam pada balita?
masyarakat atau 2. Apakah tedapat Balita,

keluarga yang peraturan terkait Keluarga,

mengatur masalah konsumsi gizi pada RT,RW,

stunting balita dalam Kelurahan

masyarakat? √ √
3. Apakah tedapat
peraturan dalam
keluarga terkait
konsumsi gizi pada
balita?

√ √

Komunikasi 1. Sarana komunikasi 1. Apa saja sarana √ √


yang ada di keluarga komunikasi yang
dan komunitas pada dapat diakses dalam
balita stuning memperoleh Balita,
2. Media informasi informasi tentang Keluarga,
yang digunakan stunting pada balita di RT,RW,
keluarga dan RW 3? Kelurahan
komunitas 2. Berupa apa media
yang telah diakses?
3. Apakah terdapat
tokoh atau sumber
yang digunakan √ √
dalam mengakses
informasi tentang
stunting? √ √
4. Apakah terdapat
sarana komunikasi
yang terhubung
langsung dengan
yankes?

√ √
Pendidikan 1. Tingkat pendidikan 1. Apa saja tingkat √ √
orangtua balita pendidikan orang tua
dengan stunting balita stunting?
2. Pengetahuan 2. Bagaimana
orangtua tentang pengetahuan orang
kondisi balita tua terkait balita
dengan stunting? dengan stunting? √ √
3. Apakah keluaraga Balita,
atau komunitas telah Keluarga
mendapatkan
informasi kesehatan
√ √
tentang stunting pada
balita?

Rekreasi 1. Jenis rekreasi yang 1. Apakah balita dengan √ √


Balita,
dilakukan oleh stunting pernah
Keluarga,
balita dengan mengakes rekreasi?
RT,RW,
stunting 2. Apakah ada taman
2. Tempat rekreasi bermain terdekat yang Kelurahan
balita dengan dapat menstimulasi
stunting perkembangan balita?
3. Frekuensi balita 3. Apakah balita dengan √ √
stunting untuk stunting memperoleh
rekreasi rekreasi yang cukup?
4. Penggunaan hari 4. Seberapa sering balita
libur orang tua berekreasi?
dalam bekerja untuk
rekreasi balita 5. Bagaimana
dengan stunting penggunaan waktu
libur oleh orangtua?

√ √
√ √

√ √

Penduduk 1. Presepsi orang tua, 1. Bagaimana persepsi √ √


keluarga, komunitas orang tua balita
tentang masalah terhadap komunitas
stunting dan gizi sebagai kekuatan
Balita,
pada balita dalam mengatasi
Keluarga,
3 Presepsi stunting dan gizi
Komunita
buruk?
s
2. Apakah ada
kesadaran warga
terhadap
permasalahan balita
√ √
beserta solusinya?
3. Apakah pandangan
masyarakat terkait
komunitas balita di
desanya sudah sehat?

√ √
b. Hasil Pengkajian Community As Partner :
1. Data yang digali
INTI
a. Sejarah
Menurut keterangan dari kader sudah 3 tahun terakhir desa glagahwero
mengalami kurang gizi. Terakhir kali telah ditemukan sebanyak tiga balita
diantarnya saat ini mengalami stunting. Dari hasil wawancara pada beberapa
orang tua bayi dan yankes terkait ditemukan balita paling sering mengalami
kejadian batuk pilek. Hal ini diduga disebabkan balita mengalami BGM. Untuk
kejadian stunting sendiri sudah pernah ada di RW 3 namun hal itu juga dibarengi
dengan penyakit AIDS bawaan yang diturunkan oleh oang tua. Pada balita dengan
stunting diberikan perlakuan khusus dengan rutin memberikan susu selama 2
minggu sekali disertai makanan tambahan oleh yankes terkait.

1. Kondisi balita selama 3 tahun terakhir

2. Perkembangan penyakit pada balita


3. Kejadian stunting penah terjadi sebelumnya

4. Balita stunting diberikan perhatian atau pengasuhan khusus

5. Keluarga pernah mengalami stunting


6. Stunting menjadi momok yang menakutkan di RW 3

7. Stunting sudah berlangsung

b. Demografi : Statistic Vital


Jumlah balita total di glagaahwro sebanyak 324 balita dan tersebar di 6 RW di
RW 3 (Posyandu 74) terdapat 57 balita. Dari penuturan kader RW 3 balita
posyandu 74 mengalami bermasalah namun tidak separah di posyandu lainnya.
Kader mengatakan masih belum ada balita meninggal akibat stunting namun
perbaikan gizi memang harus ditingkatkan karena cenderung tidak mengalami
kenaikan signifikan tiap bulan pengukuran berat badan.
1. Jumlah balita

Jumlah Balita
32

31

30

29

28
Perempuan
27
laki-laki
26

25

24

23
Perempuan laki-laki

2. Masalah selain stunting terkait kesehatan pada balita

3. Perilaku balita dan orang tua terhadap stunting


4. Tingkat pengetahuan orang tua terkait stunting pada balita

c. Etnisitas
Kader mengatakan tidak terdapat budaya khusus mengenai masalah gizi atau hal
hal yang berkaitan dengan makanan di RW 3. Terkait konsumsi, balita tidak
dibatasi dalam makan maupun minum. Terdapat emo-demo mengenai
pembatasan konsumsi makaKan ringan namun hal tersebut tidak dapat diterapkan
dengan baik. Orang tua terkesanna membiarkan konsumsi dan memberikan
kmaknan seadanya pada balita. Menu yang diberikan relatif sama dengan menu
yang disediakan untuk anggota keluarga lainnya. Dari yankes maupun peraturan
setempat tidak memiliki peratutran khusus. Balita terliat mengkonsumsi makanan
ringan taanpa adanya batasan dari orang tua. Balita yang terlihat juga
mengkonsumsi mkanan dengan 5P (pengawet, penyedap, pewarna,pemanis dan
pengental ) dan tanpa adanya pengawasan dari orang tua

1. Budaya untuk balita yang berkaitan dengan stunting


2. Tingkat pemenuhan gizi balita

3. Kualitas pemenuhan balita terkait pengawasan terhadap makanan dan minuman


yang dikonsumsi

d. Nilai Dan Keyakinan


Terkait konsumsi gizi dan kesehatan kader mengatakan masih rendah terkait
pembatasan makanan atau minuman yang kurang baik bagi balita. Dalam
mengakses kesehatan orang tua balita juga terkesan kurang kooperatif dan rendah
engetaahuan terkait gizi seimbang pada balita Tidak terdapat kematian yang
diakibatkan oleh stunting. Kematian balita disebakan oleh penyakt komplikasi
seperti AIDS (1 orang) dan disertai stunting. Sebagian besar orangtua tidak
mengetahui mengenai spesifik stunting.

1. Kebiasaan balita yang berkaitan dengan masalah gizi dan kesehatan :


a. pola makan yang tidak teratur, suka memilih milih makanan yang justru
makanan yang disukai kurang terdapat nilai gizi yang terkandung
b. Makan yang sesuai preferensi rasa pada balita saja
c. balita kurang asupan MP-ASI gizi bervariasi
d. Sering mengkonsumsi jajanan yang kurang sehat dan tidak higienis
e. Beberapa balita masih terlihat mengkonsumsi makanan dengan 5P tanpa
pengawasan orang tua
f. Tidak mementingkan kebutuhan nutrisi yang sesuai untuk anak
g. balita biasanya dalam tiap harinya makan dengan nasi kemudian lauk
garam dan kerupuk
h. Terbiasa mengkonsumsi makanan dengan kandungan 5P

2. Tingkat perilaku balita yang berkaitan dengan konsumsi gizi yang sesuai

SUB SISTEM
a. lingkungan fisik
Berdasarkan survey sungai terlihat masih banyaknya sampah yang dibuang
sembarang. Tidak adanya tempat pembuangan sampah setempat yang terjangkau
oleh komunitas. Kebanyakan sanitasi dan ventilasi rumah dengan balita masih
belum ideal. Masih banyak terlihat halaman rumah yang tandus dan tidak
dimanfaatkan untuk menanam sayuran. Masyarakat mengatakan karena tidak
memiliki tempat sampah terjangkau, mereka terbiasa membuang di sungai. orang
tua mengatakan tidak memiliki waktu untuk menanam sayuran.
1. Keadaan lingkungan tempat tinggal balita

2. Keadaan lingkungan sudah sesuai untuk anak dengan stunting

3. Tingkat pengoptimalan lingkungan sekitar untuk pemanfaatan pemenuhan gizi


pada balita

b. ekonomi
Berdasarkan hasil wawancara mayoritas masyarakat berkerja sebagai petani atau
buruh yang memiliki gaji kurang dari Rp 500.000 perbulan sehingga untuk
pemenuhan gizi pada balita kurang bercariasi. Banyak orang tua yang tidak
membelikan susu untuk anaknya karena tidak punya uang. Masyarakat mengatakan
sehari bisa bekerja dari pukul tujuh hingga empat sore sehingga waktu untuk
dirumah sedikit, untuk balita diatas lima tahun sudah mulai ditinggal untuk bekerja
oleh para ibu dan dititipkan ke orang terdekat misalnya neneknya.

1. Rata-rata pendapatan keluarga dengan anak balita

2. Rata-rata jumlah nominal yang dikeluarkan untuk pemenuhan gizi balita

3. Keluarga menerima bantuan terkait perbaikan gizi pada balita dari posyandu
4. Mayoritas pekerjaan orang tua balita

c. Trasportasi dan Keamanan


Terdapat trasportasi milik desa berupa ambulance yang digunakan untuk
mobilisasi dalam keadaan darurat. Orang tua sendiri terlihat tidak membatasi
konsumsi makanan atau minuman pada balita. Kebanyakan warga setempat
menggunakan kendaraan bermotor sebagai sarana transportasi. Beberapa dari
mereka memilih untuk berjalan kaki dalam mengakses posyandu terdekat.
Posyandu juga rutin memberikan penyuluhan kepada orangtua balita terkait
penentuan jenis makanan/asupan yang diwajibkan untuk anak, posyandu
membuat kebijakan bahwa pada setiap pertemuan sudah diberikan makanan yang
dapat memenuhi gizi balita. Akan tetapi program ini hanya tersampaikan kepada
keluarga yang rutin membawa anaknya ke posyandu, tidak menjangkau untuk
dilakukan door to door.

1. Adanya pemberian bantuan yang ditawarkan pemerintah terkait stunting


2. Jenis alat transportasi yang digunakan untuk memeriksakan balita

3. Keamanan digunakan balita berkaitan dengan jarak tempuh layanan kesehatan


dengan tempat tinggal

4. Trasportasi umum yang memadai seperti ambulan untuk balita dengan stunting

d. Politik dan Pemerintahan


Dalam pemerintahan sendiri, terdapat kebijakan yang mengatur konsumsi ada
balita yakni Permenkes No. 23 tahun 20014 yang mengatur tentang upaya
perbaikan gizi pada balita. Di desa sendiri telah memeberikan bantuan berupa
susu dan makanan penambah nutrisi lainnya kepada balita yang kurang gizi.
Posyandu menerapkan untuk rutin memberikan asupan yang menenuhi gizi pada
balita, pemerintah secara rutin memberikan bantuan untuk balita stunting melalui
kader posyandu. Keluarga dianjurkan untuk memenuhi setiap kebutuhan balita,
tidak membiarkan anaknya jajan sembarangan, dan menjaga sanitasi lingkungan
khususnya di dalam rumah.

1. Kebijakan yang mengatur permasalahan stunting pada balita

2. Terdapat peraturan terkait konsumsi gizi pada balita dalam masyarakat

3. Tedapat peraturan dalam keluarga terkait konsumsi gizi pada balita


f. Komunikasi
Untuk sarana komunikasi terkait penyuluhan tentag stunting terdapat Emo demo
dan Posyandu balita. Terdapat komunikasi , melalui kader dan ibu bidan setempat.
Warga RW 3 beberapa telah mengakses informasi kesehatan melalui telepon
genggam. Perolehan informasi terkait balita melalui berbagai sumber yaitu
posyandu, internet, dan penyuluhan.
1. Sarana komunikasi yang dapat diakses dalam memperoleh informasi tentang
stunting pada balita di RW 3

2. Terdapat tokoh atau sumber yang digunakan dalam mengakses informasi


tentang stunting

g. Pendidikan
Sebagian besar orang tua balita merupakan SD-SMP. Sebagian dari mereka belum
mengetahui terkait balita dengan stunting dan gizi seimbang serta pengolahan
bahan makanan yang sehat. Orang tua mengungkapkan ada penyuluhan atau
informasi yang lengkap tentang balita stunting. Namun mereka terkesan lupa dan
belum memahami betul tentang apa itu stunting.
1. Tingkat pendidikan orang tua balita

2. Tingkat pengetahuan orang tua terkait balita dengan stunting

3. Keluaraga atau komunitas telah mendapatkan informasi kesehatan tentang


stunting pada balita

h. Rekreasi
Di Desa glagahwero terdapat sarana rekreasi yang terletak di RA atau TK/Paud
terdekat. Terdapat Paud Kemuning Lor merupakan jarak paling dekat dengan
tempat rekreasi. Beberapa nak sumber duren mengggunakan sungai yang terletak
di jembatan sebagai sarana untuk rekreasi keluarga seperti memancing. Balita
mmegungkapkan mereka paling sering rekreasi dengan bermain di TK/ Paud saat
mereka bersekolah.
1. Balita pernah mengakes rekreasi

2. Terdapat taman bermain terdekat yang dapat menstimulasi perkembangan


balita

3. Tingkat balita berekreasi


4. Penggunaan waktu libur oleh orangtua

PRESEPSI
Berdasarkan tokoh masyarakat dan tokoh agama setempat mengatakan balita di
RW 3 mengalami permasalahn khususnya pada gizi. Mereka juga mengungkapkan
membutuhkan bantuan terkait pemulihan dan pencegahan kondsi balita dengan
stunting. Kader sendiri menyatakan sebagian besar balita mengalami gizi rendah
BGM dikarenkan kurangnya intervensi primer sehingga mempengaruhi kondisi
balita lainnya. Kejadian gizi balita di glagahwero lebih menjurus pada gizi
kurang, bukan stunting karena dari data yang diperoleh dari puskesmas, kejadian
stunting di RW 3 dialami oleh 1 balita sedangkan lainnya mengalami gizi kurang
atau beresiko stunting.

1. Tingkat kepercayaan pada persepsi orang tua balita terhadap komunitas sebagai
kekuatan dalam mengatasi stunting dan gizi buruk
2. Terdapat kesadaran warga terhadap permasalahan balita beserta solusinya

3. Terdapat pandangan masyarakat terkait komunitas balita di desanya sudah sehat


3.2 Analisis data dan pathway

No Pengelompokan Data Kemungkinan Penyebab Masalah Keperawatan Komunitas


1. DS : 1. kurang pemahaman Perilaku kesehatan cenderung beresiko
2. kurungan dukungan sosial
- Masyarakat mengatakan karena tidak 3. pencapaian komunitas rendah
memiliki tempat sampah terjangkau,
mereka terbiasa membuang di sungai
- Orang tua mengatakan tidak memiliki
waktu untuk menanam sayuran.
- Kader mengatakan Tidak terdapat
budaya khusus mengenai masalah
gizi atau hal hal yang berkaitan
dengan makanan di RW3. Terkait
konsumsi, balita tidak dibatasi dalam
makan maupun minum. Orang tua
terkesan membiarkan konsumsi dan
memberikan kmaknan seadanya
pada balita. Menu yang diberikan
relatif sama dengan menu yang
disediakan untuk anggota keluarga
lainnya.
DO :
- Sungai terlihat masih banyaknya
sampah yang dibuang sembarang.
Tidak adanya tempat pembuangan
sampah setempat yang terjangkau
oleh komunitas. Kebanyakan sanitasi
dan ventilasi rumah dengan balita
masih belum ideal. Masih banyak
terlihat halaman rumah yang tandus
dan tidak dimanfaatkan untuk
menanam sayuran.
- Balita terlihat mengkonsumsi
makanan ringan dengan 5P dan
tanpa adanya pengawasan dari
orang tua
2, DS : Kesiapan meningkatkan manajemen
1. keinginan menjadi tinggi dalam kesehatan
- Setelah dilakukan diskusi terkait
menyelesaikan masalah komunitas
keadaan balita di desa glagahwero 2. keinginan untuk melakukan tindakan
pencegahan
yang mengalami stunting, masyarakat
3. keinginan untuk menangani faktor
mengungkapkan bahwa ingin risiko
melakukan usaha peningkatkan
kesehatan terutama nutrisi pada balita
- Setelah dilakukannya diskusi dengan
warga desa glagahwero, warga
mengungkapkan mencegah stunting
pada balita
- setelah dilakukannya diskusi dengan
warga desa glagahwero, warga
menyatakan ingin meningkatkan berat
dan tinggi badan balita yang tidak
sama dengan teman seusianya.
DO :
- Masyarakat terlihat antusias dalam
mendiskusikan permasalahan terkait
stunting di desa glagahwero.
- Terdapat beberapa balita masih dalam
kategori kurus, sangat kurus, dan
pendek
Lingkungan Nilai dan keyakinan Nutrisi

Tidak ada budaya Dari 56 balita di


Kurang tersedianya Lahan kosong tidak posyandu RW 3
khusus terkait gizi
pembuangan sampah di dimanfaatkan (posyandu 74) terdapat
RT 2-3 / RW 3 1 balita kurus, 1 sangat
kurus, 9 bermasalah
Masyarakat mengatakan Nutrisi balita tidak
tidak mempunyai waktu dibatasi
luang Status pemenuhan gizi
Kebiasaan membuang
sampah di sungai balita tidak adekuat
Orang tua membiarkan apapun yang
dikonsumsi balita termasuk makanan
ringan dengan 5P (pengawet, BB dan TB balita tidak
pemanis, penyedap, pengental, sesuai teman seusianya
pewarna)

Kurangnya pengetahuan Warga mengungkapkan


warga dalam menekan keinginan untuk Kesiapan meningkatkan
faktor risiko penyebab mencegah kejadian manajemen kesehatan
stunting stunting

Perilaku kesehatan
cenderung berisiko
3.3 Diagnosis keperawatan

Penyusunan urutan diagnose keperawatan didasarkan pada prioritas masalah. Penyusunan prioritas masalah dilakukan bersama masyarakat
saat diskusi MMD II, hasil penyusunan prioritas masalah ini dapat dilihat pada table berikut.

Masalah Hal penting Ketersediaan sumber Skor


kesehatan CHN Sesuai Sesuai Risiko Risiko Minat Kemuda Tempat Dana Waktu Fasilitas Tenaga akhir

dengan dengan terjadi parah masyar han kesehat


program interven akat untuk an
pemerint si diatasi
ah pendkes
Kesiapan
meningkat
kan
manajeme
n
5 5 5 5 5 3 5 5 1 5 5 5 55
kesehatan
pada
status gizi
balita
stunting
Perilaku
kesehatan
cenderung
beresiko
pada 5 5 5 5 5 1 1 1 1 5 5 5 44
pembuang
an sampah
sembaran
g
3.4 Perencanaan keperawatan

No. Diagnosis Tujuan Rencana Kegiatan Aktivitas Evaluasi


Indikator Evaluator
1. Kesiapan Perilaku Pendidikan 1. Melakukan - Waktu dan tempat Pj kegiatan :
meningkatka Promosi kesehatan pendidikan kegiatan sesuai Riski H
n manajemen Kesehatan (5510) : kesehatan tentang sasaran Nigitha N.P
kesehatan (1602) : masalah balita - Kegiatan Ayu Prisilia F
(00162) 1. Targetkan sasaran yaitu stunting , kondusif, sesuai
1. Perilaku pada kelompok gizi kurang dan aturan, peserta Dosen
masyarakat dapat berisiko tinggi dan diskusi yang menghadiri Pembimbing
menghindari rentang usia yang peningkatan gizi lebih dari 10 orang Ns. Latifa Aini
risiko akan mendapat balita di RW 3 - Meningkatnya S.,S.Kep,
2. Menggunakan manfaat besar dari Dusun pengetahuan ibu M.Kep.Sp.Kom
dukungan sosial pendidikan Sumberduren, balita terkait
untuk kesehatan Desa Glagahwero, permasalahan gizi
meningkatkan 2. Identifikasi faktor Panti balita
kesehatan
3. Mengikuti diet internal dan - Menghasilkan
sehat eksternal yang dapat kesepakatan
4. Menggunkan meningkatkan atau program dari hasil
strategi mengurangi motivasi diskusi upaya
pengendalian untuk berperilaku peningkatan gizi
yang efektif hidup sehat balita
5. lakukan 3. rumuskan tujuan - Ibu balita mampu
demontrasi untuk dalam program identifikasi potensi
pengajaran cara pendidikan lingkungan sekitar
mengolah kesehatan dalam upaya
makanan yang 4. berikan penjelasan peningkatan gizi
baik dan teknik tentang materi balita.
penyajian yang terkait
menarik serta 2. Melakukan - Waktu dan tempat Pj kegiatan :
sesuai dengan pendidikan kegiatan sesuai Yuni Puji L
teori yang telah kesehatan tentang sasaran Djuhar Maniek
dijelaskan pemenuhan gizi - Kegiatan Nova D
6. rancanakan seimbang pada kondusif, sesuai
tindak lanjut balita di RW 3 aturan, peserta
jangka pendek Dusun yang menghadiri Dosen
dan panjang Sumberduren, lebih dari 10 orang Pembimbing
untuk Desa Glagahwero, - Meningkatnya Ns. Latifa Aini
memperkuat Panti pengetahuan ibu S.,S.Kep,
perilaku balita terkait M.Kep.Sp.Kom
kesehatan yang pemenuhan gizi
ingin dicapai seimbang balita
- Ibu balita
menyusun gizi
seimbang balita
sesuai pedoman
(metode piramida
makanan bergizi)

3. Melaksanakan - Waktu dan Pj kegiatan :


masak abereng tempat kegiatan Intan R
Guna sesuai sasaran M. Arif
Meningkatkan - Kegiatan Ika Hestri
Gizi Balita kondusif, sesuai Geldine R
Sebagai aturan, peserta
Pencegahan yang menghadiri
Stunting di RW 3 lebih dari 10 orang Dosen
Dusun Pembimbing
Sumberduren, - Ibu balita Ns. Latifa Aini
Desa Glagahwero, berpasrtisipasi S.,S.Kep,
Panti dalam memasak M.Kep.Sp.Kom
makanan untuk
balita sesuai resep
yang
direkomendasikan
- ibu balita mampu
mendemonstrasikan
resep yang
direkomendasikan
untuk balita di
rumah
Table . POA (Plan of Action)

No Rencana Kegiatan Tujuan Kegiatan Sumberdaya

Penanggung Waktu Alokasi Tempat


Jawab Pelaksanaan Dana Pelaksanaan

1 Pendidikan kesehatan : Tujuan Umum Mahasiswa : Minggu, 17 Iuran Rumah Warga

Promosi kesehatan Agar masyarakat agregrat balita di (1) Riski H. November Mahasiswa
tentang stunting dan RW 3 dapat meningkatkan 2019
2) Nigitha N. P.
gizi kurang pengetahuan terkait stunting dan
Pukul 15.00 –
gizi buruk pada balita agar dapat (3) Ika H. P.
menyusun penyelesaian masala 19.00 WIB
(4) Geldine R. F.
berdasarkan permasalahan yang
telah dirumuskan bersama-sama. Masyarakat:

Ketua RW (Bp.
Sukarso)
Tujuan Khusus

- Memahami permasalahan
tentang stunting dan gizi buruk
pada balita

- mengetahui tanda-tanda,
penyebab, dan dampak stunting
dan gizi buruk

- mengetahui pencegahan
terhadap gizi buruk dan stunting

2 Pendidikan kesehatan : Tujuan Umum Mahasiswa : Minggu, 28 Iuran Rumah Warga

Promosi kesehatan Agar masyarakat agregrat balita di (5) Djuhar M. B. November Mahasiswa
tentang gizi seimbang RW 3 dapat meningkatkan 2019
(6) Ayu P. F.
pengetahuan terkait gizi yang
Pukul 15.00 –
dibutuhkan oleh balita agar dapat (7) Yuni L.
menyusun penyelesaian masalah 17.00 WIB
Masyarakat:
berdasarkan permasalahan yang
telah dirumuskan bersama-sama. Kader (Ibu Ida)
Tujuan Khusus

- Memahami perbedaan gizi


seimbang dan 4 sehat 5 sempurna

- mengetahui bahan-bahan yang


mengandung gizi seimbang

- memahami

3 Demontrasi terkait gizi Tujuan Umum Mahasiswa : Minggu, 28 Iuran Halaman


seimbang :
- Agar masyarakat agregrat balita (8) : Nova D. S. (9) November mahasiswa Rumah Warga
Masak bersama di RW 3 dapat meningkatkan : Intan R.
2019 Pukul dan asli
keterampilan mengolah, memasak
“masak abereng” (10) : M. Arif K. bahan lokal
dan menyajikan makanana bergizi 15.00 – 17.00
seimbang untuk mencegah
WIB
stunting dan gizi buruk pada
balita.
Masyarakat: Ketua
RT (Bapak Arif)
Tujuan Khusus
- meningkatkan kemampuan
psikomotor

- orang tua saling berbagi


pengalaman dalam hal memasak

3.5 Tindakan keperawatan

Untuk program pencegahan yang akan dilakukan yaitu Pencegahan primer yang meliputi pendidikan kesehatan yang terdiri dari
promosi kesehatan mengenai stunting dan gizi kurang agar masyarakat terutama agregat balita di RW 3 dapat meningkatkan pengetahuan
terkait stunting dan gizi buruk pada balita serta dapat menyelesaikan masalah berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan bersama-
sama yang bertujuan untuk memahami permasalahan tentang stunting atau gizi kurang pada balita dengan cara mengumpulkan ibu-ibu RT
02 DAN RT 03 yang memiliki anak balita agar saling bertukar informasi tentang stunting. Program keperawatan yang kedua yaitu juga
sama baik system pelaksanaannya serta tujuannya dalam bentuk pencegahan primer yaitu pendidikan kesehatan tentang gizi seimbang
tujuannya agar masyarakat terutama agregat balita di RW 3 dapat mengetahui dan meningkatkan pengetahuan terkait gizi yang dibutuhkan
oleh balita serta agar ibu yang memiliki balita dapat memahami perbedaan gizi seimbang dan 4 sehat 5 sempurna yang harus diberikan
kepada balita. Dan yang terakhir program keperawatan yang ketiga yaitu demonstrasi terkait gizi seimbang melalui masak bersama yang
dinamakan kegiatan “ Masak Abereng” dengan mengajak bersama-sama ibu-bu RT 02 dan RT 03 RW 03 Dusun Sumberduren Desa
Glagahwero tujuannya yaitu sama agar masyarakat di RW 3 terutama agregat balita dapat meningkatkan keterampilan mengolah, memasak
dan menyajikan makanana bergizi seimbang untuk mencegah stunting dan gizi buruk pada balita, orang tua saling berbagi pengalaman
dalam hal memasak serta meningkatkan kemampuan psikomotor dari ibu yang memiliki balita agar memiliki kreatifitas dalam pengolahan
bahan makanan untuk balita
3.6 Evaluasi keperawatan

Masalah Tindakan Evaluasi Faktor Faktor


pendukung Penghambat

Kesiapan 1.Pendidikan 1. pelaksanaan a. terdapat a. kurang


meningkatkan kesehatan kegiatan kumpulan ibu- persiapan

manajemen tentang stunting pendidikan ibu sedang mahasiswa


kesehatan beserta kesehatan bersantai di terkait
pencegahannya tentang stunting teras depan pelaksanaan
pada ibu balita sudah sesuai rumah sehingga acara
rencana mahasiswa
b. pemilihan
dapat langsung
2. kehadiran dan manajemen
melaksanakan
peserta lebih waktu pada sore
pendidikan
dari 50 % dari hari sangat
kesehatan
yang terbatas pada
diharapkan b. kesediaan pergantian
ibu-ibu malam,
3. masyarakat
memperhatikan sehingga
telah
dan bertanya pendidikan
memahami dan
terkait stunting kesehatan tidak
mengetahui
tersebar ke
tentang stunting
semua
dilihat dari nilai
masyarakat
post test yang
naik jika
dibanding nilai
pre test

2.Pendidikan 1. pelaksanaan a. adanya a.penjemputan


kesehatan kegiatan dukungan dari ke rumah-

tentang pendidikan ketua RT 3 (pak rumah oleh


pemenuhan gizi kesehatan Arip) untuk mahasiswa
seimbang pada tentang gizi tempat karena ibu
balita seimbang sesuai pelaksanaan balita tidak
rencana acara kunjung datang

2. kehadiran b. sehari b. beberapa


peserta sebelumacara balita rewel
mencapai lebih undangan telah sehingga
dari 50% tersebar penyampaian
materi tidak
3. Masyarakat c. adanya
tersampaikan
mampu dukungan kader
secara
memahami dan untuk
maksimal
memberi umpan memastikan ibu
balik serta balita c. ibu harus
antusisas untuk mendengarkan
d. ibu bersedia
bertanya terkait materi
datang dan
gizi seimbang pendidikan
menyempatkan
sambil
waktu untuk
menyusui balita
mendengarkan
materi tentang
gizi seimbang

3. Masak 1. Mahasiswa a. adanya a. terjadi hujan


Abereng bersama dukungan dari di tengah-

masyarakat ketua RT 3 (pak tengah acara


mampu Arip) untuk masak
mempersiapkan tempat
b. semua bahan
kegiatan Masak pelaksanaan
baru selesai
Abereng acara
dimasak ketika
2. Kehadiran b. adanya adzan magrib
undangan saat dukungan kader sehingga ibu
acara kegiatan terhadap acara terburu-buru
mencapai lebih c. masyarakat pulang
dari 50% bersedia
dan tidak
membawa
3. Masyarakat mengikuti acara
bahan makanan
sudah makan bersama
untuk masak
mengetahui
abereng c. ada balita
jenis dan cara
yang alergi dan
memasak d. ibu balita
tidak memiliki
makanan yang bersedia
selera pada
benar serta berpartisipasi
makanan
manfaatkan dari selama proses
dengan protein
bahan makanan masak dan
hewani
yang dibuat penyajian
makanan d. beberapa ibu
yang tidak
e. ibu balita
mengikuti acara
mampu
masak tetapi
memasak
menghadiri
makanan
acara makan
dengan proses
yang tepat

dan tanpa
penggunaan
bahan penyedap

f. ibu balita
mampu
membujuk
balita untuk
mau makan
makanan yang
telah dibuat
3.7 Rencana Tindak Lanjut

1. Ibu balita ingin dapat menerapkan dan mengimplemnetasikan hasil pendidikan


kesehatan stunting demi mencegah kejadian stunting.
2. Ibu balita ingin dapat menerapkan pemenuhan gizi seimbang bagi balita pada
makanan sehari-harinya.
3. Ibu balita ingin lebih dapat mengatur porsi makan sesuai kriteria gizi seimbang,
dan mengembangkan kemampuan memasak bahan makanan dengan proses yang
tepat dan tanpa bahan-bahan penyedap.
4. Warga berharap kegiatan ini dapat dilakukan berkelanjutan, minimal sekali
sebulan.
5. Dari kegiatan penyuluhan dapat meningkatkan minat ke posyandu.
BAB 4. PEMBAHASAN ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

4.1 Pengkajian keperawatan

1. Sejarah

Pada agregat balita data yang dapat digali adalah kondisi balita selama kurun waktu
tertentu, riwayat perkembangan penyakit pada balita, angka kejadian penyakit di suatu
daerah, riwayat pengasuhan orang tua yang mendukung terjadinya suatu penyakit.
Sejarah merupakan unur yang . Menurut keterangan dari kader sudah 3 tahun terakhir
desa glagahwero mengalami kurang gizi. Terakhir kali telah ditemukan sebanyak tiga
balita diantarnya saat ini mengalami stunting. Dari hasil wawancara pada beberapa
orang tua bayi dan yankes terkait ditemukan balita paling sering mengalami kejadian
batuk pilek. Hal ini diduga disebabkan balita mengalami BGM. Untuk kejadian stunting
sendiri sudah pernah ada di RW 3 namun hal itu juga dibarengi dengan penyakit AIDS
bawaan yang diturunkan oleh oang tua. Pada balita dengan stunting diberikan perlakuan
khusus dengan rutin memberikan susu selama 2 minggu sekali disertai makanan
tambahan oleh yankes terkait.

2. Etnis

Terdapat lebih dari 300 kelompok etnis atau suku bangsa yang ada di Indonesia atau
tepatnya sekitar kurang lebih 1340 suku bangsa menurut sensus BPS tahun 2010. Suku
yang paling besar di Indonesia yaitu suku Jawa sebesar 41% dari tota populasi.
Berdasarkan data Sensus Penduduk di Indonesia pada tahun 1930, 2000 dan 2010
menyebutkan dinamika etnis di Indonesia yaitu keberagaman etnik. Menurut data
Sensus Penduduk 2010 didapatkan proporsi populasi jumlah suku Jawa sebesar 95,2
juta meliputi Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta dan lampung serta proporsi jumlah
suku Madura sebesar 7,2 juta (Triwahyudi dan Pitoyo, 2017). Dari data pengkajian
Kader mengatakan tidak terdapat budaya khusus mengenai masalah gizi atau hal hal
yang berkaitan dengan makanan di RW 3. Terkait konsumsi, balita tidak dibatasi dalam
makan maupun minum. Terdapat emo-demo mengenai pembatasan konsumsi makaKan
ringan namun hal tersebut tidak dapat diterapkan dengan baik. Orang tua terkesanna
membiarkan konsumsi dan memberikan kmaknan seadanya pada balita. Menu yang
diberikan relatif sama dengan menu yang disediakan untuk anggota keluarga lainnya.
Dari yankes maupun peraturan setempat tidak memiliki peratutran khusus. Balita terliat
mengkonsumsi makanan ringan taanpa adanya batasan dari orang tua. Balita yang
terlihat juga mengkonsumsi mkanan dengan 5P (pengawet, penyedap, pewarna,pemanis
dan pengental ) dan tanpa adanya pengawasan dari orang tua

3. Demografi

Merurut allender dalam buku comunity health nursing, populasi masyarakat desa
sebagian besar merupakan usia lanjut. Namun diperkirakan hingga tahun 2020 jumlah
wanita akan melebihi jumlah laki laki, selain itu pada populasi umur 0 – 14 tahun
diperkirakan akan mendiami sejulah 19% dari populasi desa. Dalam kegiatan PBL
Fakultas keperawatan UNEJ , data demografi yang dikaji oleh elompok 2 berfokus pada
agregat ibu dengan balita,. Jumlah balita total di glagahwero sebanyak 324 balita dan
tersebar di 6 RW di RW 3 (Posyandu 74) terdapat 57 balita. Dari penuturan kader RW 3
balita posyandu 74 mengalami bermasalah namun tidak separah di posyandu lainnya.
Kader mengatakan masih belum ada balita meninggal akibat stunting namun perbaikan
gizi memang harus ditingkatkan karena cenderung tidak mengalami kenaikan signifikan
tiap bulan pengukuran berat badan.

4. Nilai dan keyakinan

Pada masyarakat desa biasanya cederung lebih mendalami agama. Indonesia merupakan
negara dengan dominan penduduk beragama islam yakni hampir 256,820, 000 jiwa.
Jawa timur sendiri merupakan daerah yang dominan pada masyarakat dengan agama
islam. Hal ini selaras dengan data yang diperoleh. Beberapa masyarakat desa masih
menganut budaya dan keyakinan islam yang dipadu padankan dengan agama islam
seperti konsumsi gizi dan kesehatan, kader mengatakan masih rendah terkait
pembatasan makanan atau minuman yang kurang baik bagi balita. Dalam mengakses
kesehatan orang tua balita juga terkesan kurang kooperatif dan rendah engetaahuan
terkait gizi seimbang pada balita Tidak terdapat kematian yang diakibatkan oleh
stunting. Beberapa budaya atau keyakinan terkait gizi, nutrisi atau konsumsi pola makan
yang tidak teratur, suka memilih milih makanan yang justru makanan yang disukai
kurang terdapat nilai gizi yang terkandung. Hal ini selaras degan teori yang
mengungkapkan bahwa masyrakat desa cenderung lebih agamis dan bebudaya beberapa
desa di indonesia masih menerapkan budayanya seperti madura dan bali.

5. Lingkungan fisik

Karakteristik desa memiliki udara yang sejuk, potensi alam yang kaya dan keadaan
tanah yang berlereng. Ciri-ciri wilayah pedesaan yaitu perbandingan luas tanah dengan
jumlah manusia, relatif besar, lapangan kerja agraris serta hubungan penduduk akrab.
Desa dapat dikatakan ideal apabila kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi
selengkapnya, elemen lingkungan yang dibutuhkan di dalam kehidupan dapat
dijabarkan menjadi lima unsur komponen pokok, yaitu kebutuhan perumahan yang
layak, lapangan kegiatan kerja dimana masyarakat desa mencari nafkah atau karya.
Marga atau lingkungan perumahan yang harus mudah dicapai dengan jaringan jalan dan
jembatan yang berfungsi menghubungkan satu desa dengan desa lainnya yang terakhir
yaitu komponen kegiatan untuk memenuhi 76 kebutuhan penduduk desa yaitu hiburan,
bersantai beristirahat dan yang terakhir Penyempurna, yaitu komponen kegiatan yang
penting untuk memenuhi kebutuhan lahir dan batin. kelima unsur pokok ini akan
merupakan kerangka dasar didalam pembentukan lingkungan desa. Berdasarkan survey
sungai terlihat masih banyaknya sampah yang dibuang sembarang. Tidak adanya tempat
pembuangan sampah setempat yang terjangkau oleh komunitas. Kebanyakan sanitasi
dan ventilasi rumah dengan balita masih belum ideal. Masih banyak terlihat halaman
rumah yang tandus dan tidak dimanfaatkan untuk menanam sayuran. Masyarakat
mengatakan karena tidak memiliki tempat sampah terjangkau, mereka terbiasa
membuang di sungai. orang tua mengatakan tidak memiliki waktu untuk menanam
sayuran. Dari teori dan kenyataan di lapangan hal ini jelas bertentangan. Hal ini bisa
jadi disebabkan karena adanya perbedaan kondisi fisik, serta wilayah yang dikaji. Jika
ditelisik lebih jauh hal ini berhubungan dengan ketersediaan tempat samapah di RT 2
dan 3, sehingga mau tidak mau banyak asyarakat yang membuang sampah ke sungai
daripa jauh jauh membuah ke jalan utama desa (hanya disana terdapat tempat sampah).

6. Ekonomi

Sebagian besar masyarakat desa di Indonesia merupakan petani, baik dari petani padi,
perkebunan hingga peternakan. Allender mengungkapkam rata rata pendapatan
masyarakat desa di indonesia lebih rendah daripada mereka yang tinggal di perkotaan.
Dari 386 kabupaten misikin di indonesia, 340 diantaranya merupakan daerah pedesaan.
Pendapatan yag diperoleh petani kurang lebih berjumalah 150.000 per bulannya
Berdasarkan hasil wawancara mayoritas masyarakat berkerja sebagai petani atau buruh
yang memiliki gaji kurang dari Rp 500.000 perbulan sehingga untuk pemenuhan gizi
pada balita kurang bercariasi. Banyak orang tua yang tidak membelikan susu untuk
anaknya karena tidak punya uang. Masyarakat mengatakan sehari bisa bekerja dari
pukul tujuh hingga empat sore sehingga waktu untuk dirumah sedikit, untuk balita
diatas lima tahun sudah mulai ditinggal untuk bekerja oleh para ibu dan dititipkan ke
orang terdekat misalnya neneknya. Teori atau konsep yang kami dapat merupakan hasil
dari pengkajian di Amerika Serikat, namun hal ini selaras juka ditelisik dari segi
pekerjaan dan penghasilan, meskipun daro data yag kami dapat tidak spesif jumlah
pasti dari peghasilan perbulannya.

7. Transportasi dan keamanan

Terdapat trasportasi milik desa berupa ambulance yang digunakan untuk mobilisasi
dalam keadaan darurat. Orang tua sendiri terlihat tidak membatasi konsumsi makanan
atau minuman pada balita. Kebanyakan warga setempat menggunakan kendaraan
bermotor sebagai sarana transportasi. Beberapa dari mereka memilih untuk berjalan
kaki dalam mengakses posyandu terdekat. Posyandu juga rutin memberikan penyuluhan
kepada orangtua balita terkait penentuan jenis makanan/asupan yang diwajibkan untuk
anak, posyandu membuat kebijakan bahwa pada setiap pertemuan sudah diberikan
makanan yang dapat memenuhi gizi balita. Akan tetapi program ini hanya tersampaikan
kepada keluarga yang rutin membawa anaknya ke posyandu, tidak menjangkau untuk
dilakukan door to door.

8. Politik dan Pemerintahan

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 84 tahun 2015
tentang susunan organisasi dan tata kerja pemerintah desa terdiri dari camat atau
sebutan lain dari pemimpin kecamatan ada bertanggung jawab kepada bupati/walikota
melalui sekretaris daerah dan tersusun dari pemerintahan desa, pemerintah desa serta
Kepala Desa. Struktur organisasi pemerintahan desa disesuaikan dengan tingkat
perkembangan desa yaitu Desa Swasembada wajib memiliki 3 urusan dan 3 seksi,
Swakarya wajib memiliki 3 urusan dan 3 seksi dan Swadaya wajib memiliki 2 urusan
dan 2 seksi antara lain :

1. Kepala desa sebagai kepala pemerintah desa


2. Sekretaris desa sebagai unsur pimpinan sekretariat desa yang membantu kepala
desa dalam bidang administrasi pemerintahan
3. Kepala urusan sebagai staf sekretariat yang membantu sekretaris desa dalam
pelayanan administrasi tugas-tugas pemerintahan
4. Kepala seksi sebagai pelaksana teknis dan membantu kepala desa sebagai
pelaksana tugas operasional
5. Kepala kewilayahan sebagai satuan tugas kewilayahan sebagai pembantu kepala
desa

Dalam pemerintahan sendiri, terdapat kebijakan yang mengatur konsumsi ada balita
yakni Permenkes No. 23 tahun 20014 yang mengatur tentang upaya perbaikan gizi pada
balita. Di dusun sumberduren sendiri telah melakukan pendataan serta pemberian
bantuan berupa susu dan makanan penambah nutrisi lainnya kepada balita yang kurang
gizi. Posyandu menerapkan untuk rutin memberikan asupan yang menenuhi gizi pada
balita, pemerintah secara rutin memberikan bantuan untuk balita stunting melalui kader
posyandu. Keluarga dianjurkan untuk memenuhi setiap kebutuhan balita, tidak
membiarkan anaknya jajan sembarangan, dan menjaga sanitasi lingkungan khususnya di
dalam rumah. Jika dikaji antara konsep dan hasil pengkajian, di dusun sumberduren
sudah selaras dengan peraturan pemerintah yang ada. Lembaga lembaga serta susunan
seperti rt dan rw sudah terbbentuk di dusun sumberduren RT 2 dan 3.

9. Komunikasi

Pada era globalisasi, sistem komunikasi semain beragam dan mudah untuk diakses.
Sarana komunikasi yang terdapat di rt 2 dan 3 dusun sumberduren diilai masih kurang
efektif. Terkait penyuluhan tentag stunting terdapat Emo demo dan Posyandu balita.
Dari hasil pengkajian yang dilakukan, komunikasi terkait kesehatan di sumberduren
masih rendah sehingga tingkat pengetahuan pun masih rendah. Masrakat
mengungkapkan memiliki kemauan namun antar komunikasi masih kurang efektif
antara komponen desa dengan masyarakat setempat

10. Pendidikan

System pendidikan ditinjau dalam dunia pedesaan serta perkembangan pertanian, akan
timbul beberapa fakta yang dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Pendidikan pertanian lebih merupakan suatu kesatuan tersendiri yang sangat


berbeda dari pendidikan umum
2. Pendidikan umum sedikit perhatian terhadap usaha untuk mengatasi kelaparan
maupun kepada peranan pertanian didalam perkembangan
3. Penduduk pedesaan pada umumnya kurang berada dan beberapa hal tingkat
pendidikannnya lebih rendah dibandingkan dengan warga negara biasa
4. Berbagai cara sudah ditempuh untuk mengurangi ketimpangan pendidikan
namun banyak himbauan yang dilontarkan terhadap system pendidikan
pertanian itu sendiri
5. Keberhasilan latihan kejuruan untuk petani pada dasaraya ditentukan melalui
proses-yang merangkaikan segi pendidikan, riset, dan penyuluhan serta
penyuluhan pertanian harus dipandang sebagai salah satu unsure pendidikan
seumur hidup

Dari hasil pengkajian di susun sumberduren rt 2 dan rt 3, Sebagian besar orang tua
balita merupakan SD-SMP. Sebagian dari mereka belum mengetahui terkait balita
dengan stunting dan gizi seimbang serta pengolahan bahan makanan yang sehat. Orang
tua mengungkapkan ada penyuluhan atau informasi yang lengkap tentang balita
stunting. Namun mereka terkesan lupa dan belum memahami betul tentang apa itu
stunting.

11. Rekreasi

Desa Swakarsa ialah Desa yang sedang berkembang adalah desa yang mulai
menggunakan dan memanfaatkan potensi fisik dan nonfisik yang dimilikinya tetapi
masih kekurangan sumber keuangan atau dana. Desa swakarsa belum banyak memiliki
sarana dan prasarana desa yang biasanya terletak di daerah peralihan desa terpencil dan
kota namun telah memiliki fasilitas sarana dan prasana untuk rekreasi bagi balita. Di
Desa glagahwero terdapat sarana rekreasi yang terletak di RA atau TK/Paud terdekat.
Terdapat Paud Kemuning Lor merupakan jarak paling dekat dengan tempat rekreasi.
Beberapa nak sumber duren mengggunakan sungai yang terletak di jembatan sebagai
sarana untuk rekreasi keluarga seperti memancing. Balita mmegungkapkan mereka
paling sering rekreasi dengan bermain di TK/ Paud saat mereka bersekolah.

4.2 Diagnosis Keperawatan

Jika ditelisik dari definisi kesiapan meningkatkan mnajemen kesehatan : pola


pengaturan dan pengintegrasian ke dalam kehidupan sehari – hari suatu regimen
terapeutik untuk pengobatan penyakit dan sekuelnya, yang ditingkatkan. Pada skoring
diagnosa, terdapat beberapa item yang mendukung diangkatnya diagnosa ini seperti dari
keamuan dan kesediaan partisipasi masyarakat.

4.3 Perencanaan Keperawatan

Masalah keperawatan komunitas yang didapat di RT 2/ RT 3 RW 03 Dusun


Sumberduren adalah kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan. Masalah ini
berhubungan dengan tingkat status gizi balita dan faktor resiko terjadinya stunting pada
balita RT 2/RT 3 RW 3. Dengan adanya masalah keperawatan ini maka diperlukan
sebuah penyelesaian yang meliputi 3 implementasi. Adapun 3 implementasi yang telah
dilakukan adalah implementasi pertama yaitu pendidikan kesehatan mengenai stunting,
implementasi kedua mengenai pendidikan kesehatan mengenai nutrisi, implementasi
ketiga yaitu masak abereng. Pada implemetasi pertama dan kedua yaitu pendidikan
kesehatan mengenai stunting dan gizi seimbang bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan warga tentang pengertian stunting, penyebab, penanganan, dan pencegahan
dari stunting serta pencegahan stunting dengan pemenuhan nutrisi pada balita. Jika
dikaitkan dengan teori pender implemetasi ini merupakan suatu usaha yang dilakukan
untuk meningkat kesejahteraan warga RT 2/ RT 3 RW 3. Menurut pender terdapat 3
karakteristik yaitu karakteristik dan pengalaman individu warga RT 2/ RT 3 RW 3 yang
meliputi pemenuhan status nutrisi balita. Dari data pengkajian yang didapatkan,
beberapa balita RT 2/ RT 3 RW 3 memiliki status nutrisi gizi kurang. Hal ini dapat
beresiko terhadap kejadian stunting pada balita. Selain itu pemenuhan nutrisi pada balita
RT 2/ RT 3 RW 3 belum sepenuhnya terpenuhi. Hal ini diakibatkan karena beberapa
faktor. Diantaranya yaitu, minimnya ekonomi warga masyarakat RT 2/ RT 3 RW 3,
kurangnya minat untuk makan pada balita RT 2/ RT 3 RW 3, kurangnya pengetahuan
orang tua dalam mengelola makan juga merupakan faktor penghambat seorang balita
tidak terpenuhi nutrisinya. Tidak terpenuhinya nutrisi pada balita dapat menyebabkan
resiko stunting. Pendidikan kesehatan tentang stunting juga dilakukan guna
meningkatkan pengetahuan para ibu yang memiliki balita tentang stunting. Kurangnya
pengetahuan ibu mengenai stunting berpengaruh pada perilaku ibu. Karakteristik yang
kedua yaitu perilaku kognisi spesifik hal ini meliputi pengetahuan yang dimiliki ibu
balita RT 2/ RT 3 RW 3. Pendidikan warga RT 2/ RT 3 RW 3 rata-rata adalah SD.
Tingkat pengetahuan pada ibu balita mempengaruhi perilaku ibu pada balita.
Pendidikan kesehatan yang dilakukan ini dapat meningkatkan pengetahuan pada ibu
balita. Karakteristik yang ketiga yaitu hasil dari perilaku. Pendidikan kesehatan yang
diberikan dapat meningkatkan pengetahuan pada ibu balita dan dengan meningkatnya
pengetahuan ini dapat mengubah perilaku pada ibu balita. Teori pender menjelaskan
mengenai manusia yang menciptakan kondisi agar tetap hidup. Hal ini dapat dilakukan
dengan meningkatkan pengetahuan yang diperlukan agar terbentuk perilaku yang dapat
meningkatkan kualitas hidup. Dalam implementasi ketiga yang dilakukan yaitu masak
abereng merupakan aksi atau wujud dari implementasi pendidikan kesehatan
pemenuhan status nutrisi pada balita. Hal ini sebagai wujud perubahan pada perilaku ibu
balita. Dengan adanya aksi dan wujud masak abereng dapat meningkatkan status nutrisi
pada klien.

4.4. Tindakan Keperawatan

Selama 7 minggu, implementasi yang dilakukan berfokus pada penanganan primer


yakni pendidikan program kesehatan. Dalam tindakannya promosi kesehatan yang kami
lakukan dengan berbagai mekanisme yakni dengan melakukan pendidikan kesehatan
dan juga “Masak Abereng”. Tindakan ini berfokus dalam penyelesaian permasalahan di
garis pertahanan normal. Sasarannya adalah ntuk dapat mengatasi resiko yang mungkin
saja bisa terjadi khususnya dalam hal nutrisi pada balita (stunting).
4.5 Evaluasi Keperawatan

Selama 7 minggu kami melakukan PBL dan melakukan pengkajian hingga


implementasi kerjasama baik dari aparat setempat dan masyarakat dinilai sangat baik.
Hapir keselurahan impelemntasi dan mmd yang kami lakukan dihadiri oleh lebih dari
50% dari target yang kami laukan. Meskipun pada pelaksanaannya tidak selalu tepat
watu namun antusiame masyarakat dinilai sangat baik. Dari hasil pre dan post test pada
implemtasi cenderung meningkat, dari sini kita bisa mngukur hasil dari keseluruhan
implementasi yag meningkat.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Simpulan

Dari pelaksanaan kegiatan PBL keperawatan komunitas dari awal (MMD 1 - MMD 3)
yang berlangsung di RW 03 (RT 02 & 03) Dusun Sumberduren Desa Glagahwero,
Kecamatan Panti Kabupaten Jember ditemukan sebuah masalah yang berhubungan
dengan kondisi gizi buruk pada balita. Dimana gizi buruk adalah faktor pencetus utama
yang menjadikan desa di Glagahwero menjadi desa stunting yang telah menerima
banyak bantuan dari pemerintah. Kendala tersulit dalam merubah desa stunting tersebut
terletak pada pola kehidupan masyarakat yang buruk dalam lingkup dalam hal sanitasi,
persepsi masyarakat yang enggan menerima layanan kesehatan, minimnya pengetahuan
tentang kesehatan, serta rendahnya perekonomian masyarakat. Dalam hal ini,
keperawatan komunitas berperan penting dalam melakukan asuhan keperawatan pada
komunitas khususnya agregat balita guna meningkatkan derajat kesehatan pada balita.
Asuhan keperawatan komunitas yang telah dilakukan adalah pendidikan kesehatan
sebagai preventif pada stunting dan gizi buruk.

5.2 Saran

Untuk masyarakat meliputi :

1. Diharapkan masyarakat dapat merubah pola kebiasaan lama yang buruk untuk
mencapai kesejahteraan dalam konteks komunitas sehat
2. Diharapkan masyarakat dapat mendukung program yang akan dicanangkan oleh
pemerintah
3. Tokoh penting dalam RW 03 (RT 02 & 03) Dusun Sumberduren Desa
Glagahwero, Kecamatan Panti Kabupaten Jember dapat memotivasi warganya

Untuk mahasiswa meliputi :

1. Mahasiswa diharapkan dapat berperan aktif dalam membina komunitas khusus


agregat balita sampai mengalami peningkatan
2. Mahasiswa harus berperan penting dalam mendukung perubahan pola dan
persepsi masyarakat khusus agregat balita
3. Menjadi pendidik yang baik dan di percaya oleh masyarakat guna
meminimalkan masalah gizi buruk pada balita.
REFERENSI

Alender, J.A., C. Rector, K. D. Warner. 2010. Community Health Nursing : Promoting


and protecting the public’s health 7th edition. Philadelphia : Lippincott
Williams and Wilkins.

Triwahyudi, H dan Agus, J.P. 2017. Dinamika Perkembangan Etnis Di Indonesia Dalam
Konteks Persatuan Negara. Populasi. Vol 25(1) : 64-81

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 84 tahun 2015

Rahman M dan Mustari. 2010. Peranan Pesantren dalam pembangunan Pendidikan


Masyarakat Desa. Yogyakarta : Multipress
LAMPIRAN

Lampiran 1. Berita Acara


Lampiran 2 : Daftar Hadir Undangan
Lampiran 3. Daftar Hadir Mahasiswa

Lampi
ran 4 :
Unda
ngan
Lampiran 5 : Media
Lampiran 6 : Dokumentasi MMD I Tingkat RW 3 Dusun Sumber Duren
Lampiran Laporan Pertanggung Jawaban MMD 2

Lampiran 1 : Berita Acara


Lampiran 2 : Daftar Hadir Undangan
Lampiran 3 : Daftar Hadir Mahasiswa
Lampiran 4 : Undangan
Lampiran 5 : Media
Lampiran 6 : Dokumentasi
Lampiran Implementasi 1
Lampiran Implementasi 2
Lampiran Implementasi 3
Lampiran 5 : Media

RESEP MAKANAN UNTUK BAYI 5. Masukkan ikan tongkol yang sudah


DAN BALITA di suwir-suwir atau di belender
kasar
Abon Tongkol
6. Aduk sampai tercampur rata
Bahan : 7. Beri garam dan gula secukupnya
8. Aduk terus sampai suwir-suwir
- 1 kg Ikan Tongkol (disuwir)
tongkolnya berubah warna menjadi
- 12 siung
agak kecoklatan
bawang Putih
- 16 siung
Bawang Merah Tempe Bacem
- 1 ruas Kunyit
Bahan :
- 2 sdt Garam
- 3 sdt Gula - 1 papan Tempe
- 3 lembar Daun salam - 9 siung Bawang
- 3 lembar Daun jeruk putih
Cara memasak : - 7 siung Bawang merah
- 1 sdt Ketumbar bubuk
1. Cuci semua bahan
- 2 sdt Garam
2. Suwir-suwir atau di belender kasar
- 2 sdt Gula
ikan tongkolnya
- 4 lembar Daun salam
3. Haluskan bawang putih, bawang
- 3 sachet kecil Kecap
merah, dan kunyit
Cara memasak :
4. Tumis sampai harum bumbu halus
(bawang putih, bawang merah, dan 1. Cuci semua bahan
kunyit), daun salam, dan daun 2. Haluskan bumbu (bawang putih,
jeruk bawang merah, dan ketumbar)
3. Masukkan bumbu halus (bawang
putih, bawang merah, dan
ketumbar), daun salam, kecap, 7. Masuk air dan jagung parut,
garam, dan gula kedalam wajan lalu tunggu mendidih dan harum. Beri
beri air garam dan gula hingga rasanya
4. Aduk agar bumbu tercampur rata gurih.
5. Masukkan tempe 8. Masukkan wortel
6. Ungkep tempe sampai airnya 9. Kocok telur, masukkan perlahan ke
meresap sup mendidih secara berkala
10. Angkat sup, tunggu sampai hangat.
Sup jagung telur siap dihidangkan
Sop Jagung Telur

Bahan
Sayur Bening Bayam Jagung Manis
- 12 buah Jagung
Bahan :
manis
- 5 buah Wortel - 6 tangkai besar
- 3 tangkai Daun prei Bayam
- 8 siung Bawang putih
- 4 buah Jagung manis
- 3 sdt Garam
- 1,5 sdt Gula - 4 siung Bawang merah
Cara memasak :
- 6 siung Bawang putih
1. Cuci semua bahan
- 2 sdt garam
2. Parut/blender jagung manis,
campur dengan air - 3 sdt gula
3. Iris wortel kecil-kecil.
- 2 ruas kunci
4. Cincang bawang dan daun prei
5. Siapkan wajan, panaskan setengah - 1 L air putih

sendok minyak
Cara Memasak
6. Masukkan bawang dan daun prei
cincang, tumis hingga harum 1. Buang bagian akar bayam

2. Cuci pada air mengalir


3. Ambil ujung daun bayam buang
tangkai bawahnya

4. Kupas bawang merah dan putih


serta iris tipis-tipis

5. Potong jagung dengan pisau


menjadi bagian yang lebih kecil

6. Panaskan air hingga mendidih

7. Masukan irisan bawang putih,


bawang merah, jagung, kunci, gula

8. Tunggu hingga jagung setengah


matang lalu masukan daun bayam

9. Cepat matikan kompor karena


bayam tidak butuh lama pemanasan
(sekitar 5 menit saja)

10. Setelah uap panas masakan tidak


banyak, berikan garam
Lampiran Laporan Pertanggung Jawaban MMD 3

Lampiran 3 : Materi dan Media


Lampiran 4 : Dokumentasi MMD II tingkat RW 3 Dusun Sumber Duren

Anda mungkin juga menyukai