PADA ASMA
Disusun oleh
Kelompok 7 A2017
Imaniar Rosyida 172310101005
Icha Yusfi Namami 172310101007
Nurul Izzah Regita Cahyani 172310101032
Rachmatika Widyatama K. 172310101053
0
BAB 1
PENDAHULUAN
Asma bronkial merupakan penyakit inflamasi kronis pada saluran pernafasan yang
melibatkan sel inflamasi, sel mast, limfosit T, eosinofil, neutrofil, makrofag dan sel-sel
epitel. Inflamasi menyebabkan susah bernafas, mengi (wheezing), dada sesak dan
batuk. Selain itu, inflamasi juga dapat mengakibatkan peningkatan respon saluran
pernafasan terhadap berbagai rangsangan (Antoro,B. 2015). Berdasarkan survey Global
Initiave For Asthma (GINA) pada tahun 2004 kasus asma di seluruh dunia mencapai
300 juta orang dan diperkirakan akan meningkat sebesar 100 juta orang pada tahun
2025 mendatang. Menurut data riset kesehatan dasar prevalensi asma di indonesia pada
tahun 2007 sebesar 3,32% per 1000 penduduk. Di Jawa Timur sendiri angka kejadian
asma terdapat 4.264 jiwa atau 2,62%. Berdasarkan data sistem informasi manajemen
Rumah Sakit Paru Kabupaten Jember diperoleh jumlah kunjungan pasien pada tahun
2013 bulan januari hingga bulan november sebanyak 324 kunjungan dengan 241 pasien
dengan kasus baru (Noverin,dkk, 2015). Obstruksi jalan napas pada asma dapat
disebabkan oleh Kontraksi otot sekitar bronkus sehingga terjadi pada jalan nafas ,
Pembengkakan membrane bronkus, dan Bronkus terisi oleh mukus yang kental. Genetik
dapat menjadi faktor resiko orang terkena asma karena Diturunkannya bakat alergi dari
keluarga dekat, meski ditehaui bagaimana penurunannya dengan jelas. Penderita juga
rentan terkena asma pabila terpapar dengan faktor pencetus.
Faktor pencetus penderita asma ada berbagai hal seperti: 1. alergen dibagi menjadi tiga
diantaranya inhalan yang masuk melalui saluran pernapasan contohnya debu, bulu
binatang, serbuk bunga, bakteri, polusi, ingestan yang masuk melalui mulut contohnya
makanan dan obat-obatan, kontaktan yang masuk melalui kontak dengan kulit
contohnya : perhiasan , logam dan jam tangan. 2. Perubahan cuaca, cuaca yang lembab
dan cuaca dingin dapat mempengaruhi asma, perubahan cuaca menjadi pemicu serangan
asma. Serangan yang berhubungan dengan asma diantaranya : musim hujan, musim bunga,
musim kemarau. Hal ini berhubungan dengan angin, serbuk bunga dan debu. 3.
Lingkungan kerja, Lingkungan kerja mempunyai hubungan langsung dengan terjadinya
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya Pak Anton bekerja di
pabrik kayu, polisi lalu lintas. Gejala ini akan membaik waktu Pak Anton libur atau
1
cuti. 4. Olahraga, Penderita asma akan mudah mendapat serangan asma apabila
beraktivitas berat. Serangan asma biasanya segera muncul setelah aktivitas selesai. Seperti
lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. 5. Stress, Gangguan emosi dapat
menjadi pencetus terjadinya serangan. Gejala asma harus segera diobati, penderita asma
yang mengalami setress harus diberi nasehat untuk menyelesaikan masalahnya.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui hipersensitivitas House Dust Mite pada asma.
Hasil penerapan Hygrometer ini dapat menjadi metode edukasi yang baru yang bisa
diterapkan pada pelayanan keperawatan sehingga penerapan edukasi tidak hanya berfokus
pada proses penyembuhan tetapi lebih ditekankan pada proses pencegahan.
2
BAB 2
METODOLOGI PENCARIAN
1.1.2 Intervention
Salah satu tugas perawat adalah memberikan edukasi dan konseling dalam mengatasi
penyebab dari timbulnya asma dengan cara mengontral tingkat kelembapan suhu ruangan di
rumah agar tungau berkurang. Intervensi keperawatan yang bisa dilakukan dengan
menggunakan alat ukur Hygrometer.
1.1.4 Outcome
Apakah edukasi menggunakan alat Hygrometer dapat mengurangi insiden asma saat berada
di rumah?
3
1.3 Metode penelusuran journal
Menggunakan kata kunci dan beberapa sinonimnya dari analisa PICO, peneliti
memasukkannya ke dalam search engine jurnal sebagai berikut :
a. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0091674914014821
b. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/11056
c. https://mrmjournal.biomedcentral.com/articles/10.1186/s40248-015-0036-x
d. https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0091674915011938
e. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2213219815003335
f. https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jkss/article/view/3593
g. http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/view/4210
h. http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/Kutubkhanah/article/view/2502
1.5 Temuan artikel pilihan dari kata kunci PICO yang digunakan untuk digunakan
sebagai rujukan
1.5.1 Respiratory Allergy Caused by House Dust Mites : What Do We Really Know?
4
Penjelasan journal utama pelaksanaan EBN.
Alergi pada Sistem Pernapasan yang Disebabkan oleh Debu Tungau : Apa yang
Harus Kita Ketahui?
Abstrak
Tungau debu merupakan sumber alergen mayor dan penyebab signifikan dari alergi
rhinitis dan alergi asma. Bagaimanapun, kesadaran dari kondisi yang seperti ini
masih relatif kecil. Review ini memaparkan tentang pajanan tungau debu,
perkembangan terhadap respon alergi, dan patologi pasien dengan penyakit alergi
pernapasan. Kami mengidentifikasi epidemiologi dari alergi tungau debu untuk
mengetahui interaksi antara tungau dengan subjek manusia pada populasi, individu,
dan level molekul. Inti dan publikasi terbaru diidentifikasikan menggunakan “house
dust mite/debu tungau” sebagai pencarian utama dan mengetahui epidemiologi dari
House Dust Mite serta mengetahui patofisiologinya. Data prevalensi sensiivitas
alergen HDM bervariasi, mulai dari 60-130 juta populasi individu di dunia yang
mana 50%nya adalah penderita asma. Heterogeneitas dari populasi, terminoologi,
dan poin dalam literatur menunjukkan untuk adanya estimasi yang membingungkan,
diperlukan penelitian untuk menetapkan standarisasi lagi. Pajanan alergen
bergantung pada strata ekologi, termasuk iklim dan habitat dari tungau pada keadaan
tertentu, dengan kesempatan terakhir memberikan kesempatan untuk mengintervensi
untuk mengurangi adanya alergen. Tungau yang dihirup biasanya memiliki sifat
yang ganas, dapat mengaktifkan respon imun adaptif dan respon sistem imun
bawaan, memiliki potesi untuk dilakukan intervensi terbaru. Paparan HDM memiliki
peranan penting dalam perjalanan alergi rhinitis dan asma, tetapi sensitivitas
simptomatik masih belum diketahui sepenuhnya. Meningkatkan pengetahuan dari
HDM, alergennya, dan mikrohabitatnya dapat mempermudah untuk outcome yang
bisa didapatkan oleh pasien dengan alergi HDM.
Kesimpulan : Alergi HDM merupakan prevalensi tertinggi dan merupakan salah satu
manifestasi dalam alergi rhinitis di sistem pernapasan, dan alergi asma, atau keduanya
merupakan manifestasi yang mempengaruhi jalur pernapasan. Populasi tungau
terkendala oleh kelembaban, penyebab penyebaran adaptif HDM, tumpang tindih
dengan tempat tinggal manusia, tungau juga menyukai tempat yang ditinggali oleh
manusia. Mengontrol pajanan ini merupakan sebuah tantangan. Studi mengatakan
5
bahwa level HDM harus dipertahankan kurang dari 2µg/g untuk mengurangi
sensitivitas. Namun, langkah-langkah ini hanya menunjukkan sedikit efektivitas
bahkan tidak menunjukkan sama sekali.
1.5.2 Hubungan Kepadatan Tungau Debu Rumah dengan Derajat Rinitis Alergi
1.5.3 Pengaruh Hubungan Kepadatan Tungau Debu Rumah dengan Derajat Rinitis
Alergi
Abstrak
Tujuan: penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepadatan tungau
debu rumah dengan derajat rinitis alergi.
Hasil : rata-rata jumlah kepadatan tungau debu rumah di kasur sebanyak 192 tungau
per gram debu., di sofa sebanyak 376 tungau per gram debu. Untuk rinitis alergi yaitu
ntermittent adalah sebanyak 17 orang responden (56.76%) dan Persistent sebanyak
13 orang responden (83,33%), sedang-berat adalah sebanyak lima orang responden
(16,67%).
Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara hubungan tungau debu
rumah dengan derajat rinitis alergi.
6
BAB 3
PROSEDUR APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING
4.1 Subyek
Subyek dalam penerapan EBN ini adalah paparan HDM, Pengembangan respon alergi dan
konsekuensi patologis pada pasien yang berfokus pada pengaruh allergen HDM pada system
kekebalan tubuh manusia.
Kriteria inklusi: Diantara wanita latin di amerika serikat dari berbagai usia, prevalensi
sentisasi di dermathophagoides pteronysinus adalah 37% dan untuk 500 tepung adalah 34%
sedangkan Prevalensi lebih besar dari 80% dalam studi Taiwan.
Kriteria eksklusi: saat ini batas tidak baik dalam literature akan mengakibatkan
kemungkinan kemungkinan yang dieperparah oleh adanya allergen lain yang menyertai
seperti faktr predisposisi, infeksi virus, paparan bahan kimia, kerentanan individu dan
pengaruh obat obatan.
7
Sesi Intervensi meningkatkan kewaspadaan paparan alergen.
Pada sesi ini akan membutuhkan waktu sekitar 40-60 menit. Sesi ini berisikan
kemampuan meningkatkan kewaspadaan pasien terpapar alrgen asma yang digali
dari masing masing individu dalam kelompok melalui pertanyaan perawat,
penyusunan dan perumusan tujuan masing masing penyandang asma serta dukungan
dari kelompok. Pada sesi ini perawat bertugas dalam memfasilitasi pencapaian setiap
target yang diinginkan oleh setiap penyandang DM. Kemudian akan ditunjuk
penyandang asma yang mampu melakukan perawatan diri dengan baik di rumah,
yang mampu mengetahui cara mencegah komlikasi akut dan kronik sebagai role
model. Penyandang asma yang akan menjadi role model adalah yang dipilih didalam
group dan disepakati oleh seluruh peserta. Penyandang asma yang menjadi role
model bertugas menceritakan pengalamannya saat didiagnosa asma, hal-hal buruk
yang pernah dialami saat memiliki asma ataupun menceritakan sebuah pengalaman
berharga yang harus dibagikan ke sesama penyandang asma.
8
DAFTAR PUSTAKA
ADA. (2013). Standards of Medical Care in Diabetes-2013. Diabetes Care, 36, S11-66.
Amiel, S. A., Dixon, T., Mann, R., & Jameson, K. (2008). Hypoglycaemia in Type 2
diabetes. [Article]. Diabetic Medicine, 25(3), 245-254. doi: 10.1111/j.1464-
5491.2007.02341.x
Atak, N., Gurkan, T., & Kose, K. (2009). The effect of education on knowledge, self
management behaviours and self efficacy of patients with type 2 diabetes. Australian
Journal of Advanced Nursing (Online), 26(2), 66-74.
Bijl, V. d., & Shortrige, B. (2001). The theory and measurement of the self efficacy
conctruct. Scholarly inquiry for nursing pratice. An international journal, 15, 189-
207.
Biswas, A. (2006). Prevention of type 2 diabetes- life style modification with diet and
physical activity vs physical activity alone. Department of Public Health Sciences.
Karolinska Institute.
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Medical-Surgical Nursing: Clinical Management for
Positive Outcomes (8th ed.). St. Lois Missouri: Saunders Elsevier.
Briscoe, V. J., & Davis, S. N. (2006). Hypoglycemia in Type 1 and Type 2 Diabetes:
Physiology, Pathophysiology, and Management. Clinical Diabetes, 24(3), 115-121.
Cryer, P. E., Davis, S. N., & Shamoon, H. (2003). Hypoglycemia in diabetes. Diabetes Care,
26(6), 1902-1912.
Daniels, R., & Licoll, L. H. (2012). Contemporary Medical Surgical Nursing (second ed.
Vol. 1). Philadelphia: Delmar Cengage Learning.
Delli, A. J., Larsson, H. E., Ivarsson, S. A., & Lernmark, A. (2010). Textbook of Diabetes:
Type 1 Diabetes. The Atrium, Southern Gate, Chichester, West Sussex UK: Blackwell
Publishing.
Diedrich, L., Sandoval, D., & Davis, S. (2002). Hypoglycemia Associated Autonomic
Failure. Clin Auton Res, 12.
9
Dunning, T. (2009). Care of People with Diabetes. A Manual of Nursing Practice (3th ed.).
The Atrium, Southern Gate, Chichester, West Sussex, PO19 8SQ, United Kingdom:
Blackwell’s publishing.
Fauci, S. A. (2009). Harrison's principles of internal medicine (seventeenth ed.). New York:
The McGraw-Hill Companies.
Feist, J., & Feist, J. G. (2008). Theories of Personality (6th ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fitzgerald, J., Gruppen, L., & Anderson, R. (2000). The influence of treatment modality and
ethnicity on attitudes in type 2 diabetes. Diabetes Care. 313–318.
Funnel, M. (2006). The diabetes attitudes, wishes, and needs (DAWN) study. Clin. Diabetes.
154–155.
Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2011). Guyton and Hall textbook of medical physiology (12th
ed.). Philadelphia, Pa: Saunders/Elsevier.
Hansen, T. K., & Moller, N. (2010). Textbook of Diabetes. Acute Metabolic Complications of
Diabetes: Diabetic Ketoacidosis and Hyperosmolar Hyperglycemia (4th ed.):
Blackwell Publishing.
IDF. (2012). IDF. Diabetes Atlas. Country summary table: estimates for 2012 5th. from
www.idf.org/diabetesatlas
Laar, V. d., & Bijl, v. d. (2001). Strategies enhancing self efficacy in diabetes education: A
review. Scholarly inquiry for nursing practice. An international journal, 15, 352-358.
Lenz, E. R., & Baggett, L. M. S. (2002). Self Efficacy in Nursing: Research and
Measurement Perspectives. NY: Sringer Publishing Company.
Moens, A., Grypdonck, M., & Bijl, V. d. (2001). The development and psychometric testing
of an instrument to measure in diabetes management self efficacy in adolescents with
type 1 diabetes. Scholarly inquiry for nursing practice. An international journal, 15,
223-233.
Pajares, F., & Urdan. (2006). Self efficacy beliefs of adolescent. USA: Information age
publishing.
Perkeni. (2011). Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia
2011. Jakarta.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit (6
ed. Vol. 2). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
10
Quigley, M. (2005). Information Security & Ethics: social & organizational issues. US: IRM
Press.
Sigal, R. J. (2006). Physical Activity/Exercise and Type 2 Diabetes a Consensus from The
American Diabetes Association. Diabetes Care, 29(26).
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner & Suddarth's
Textbook Of Medical-Surgical Nursing (12th ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer
Health; Lippincott Wiliams & Wilkins.
Stahl, M., & Berger, W. (1999). Higher incidence of severe hypoglycaemia leading to
hospital admission in Type 2 diabetic patients treated with long-acting versus short-
acting sulphonylureas. Diabetic Medicine, 16(7), 586-590. doi: 10.1046/j.1464-
5491.1999.00110.x
Wiliams, L. S., & Hopper, P. D. (2007). Understanding Medical Surgical Nursing (Third
ed.). Philadelphia: F. A. Davis Company.
Wu, S.-F. V., Lee, M.-C., Liang, S.-Y., Lu, Y.-Y., Wang, T.-J., & Tung, H.-H. (2011).
Effectiveness of a self-efficacy program for persons with diabetes: A randomized
controlled trial. [Article]. Nursing & Health Sciences, 13(3), 335-343. doi:
10.1111/j.1442-2018.2011.00625.x
11