Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

GASTRITIS DAN ULKUS PEPETIKUM

Oleh :

Aldi Fauzan Lazuardi

1102009019

Pembimbing

dr. Nugroho Budi Santoso, Sp.PD

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran


Universitas Yarsi
RSUD PASAR REBO Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN

Makan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib di penuhi seorang
manusia untuk bertahan hidup. Keadaan ini dibuktikan dengan adanya sistem pencernaan
atau traktus gastrointestinal yang merupakan salah satu sistem yang mendukung tubuh
manusia. Sistem pencernaan atau gastrointestinal terdiri dari beberapa organ, yaitu mulut,
esofagus, gaster, colon dan anus.
Sistem pencernaan akan terganggu apabila salah satu atau beberapa organ pencernaan
terjadi inflamasi, kerusakan, maupun ketidaknormalan. Salah satu gangguan pencernaan yang
paling sering dijumpai dan diderita masyarakat adalah gastritis atau di masyarakat umum
sering disebut dengan penyakit maag atau dalam istilah kesehatan dikenal dengan gastritis.
Gastritis merupakan penyakit yang sering kita jumpai dalam masyarakat maupun
dalam bangsa penyakit dalam. Kurang tahunya dan cara penanganan yang tepat merupakan
salah satu penyebabnya. Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub
mukosa pada lambung. Pada orang awam sering menyebutnya dengan penyakit maag.
Gastritis merupakan salah satu yang paling banyak dijumpai klinik penyakit dalam pada
umumnya. Masyarakat sering menganggap remeh panyakit gastritis, padahal ini akan
semakin besar dan parah maka inflamasi pada lapisan mukosa akan tampak sembab, merah,
dan mudah berdarah.
Penyakit gastritis sering terjadi pada remaja, orang-orang yang stres, karena stres
dapat meningkatkan produksi asam lambung, pengkonsumsi alkohol dan obat-obatan anti
inflamasi non steroid. Gejala yang timbul pada penyakit gastritis adalah rasa tidak enak pada
perut, perut kembung, sakit kepala, mual, lidah berlapis. Penyakit gastritis sangat menganggu
aktifitas sehari -hari, karena penderita akan merasa nyeri dan rasa sakit tidak enak pada perut.
Selain dapat menyebabkan rasa tidak enak, juga menyebabkan peredaran saluran cerna atas,
ulkus, anemia kerena gangguan absorbsi vitamin B12. Ada berbagai cara untuk mengatasi agar
tidak terkena penyakit gastritis dan untuk menyembuhkan gastritis agar tidak menjadi parah
yaitu dengan banyak minum kurang lebih 8 gelas/hari, istirahat cukup, kurangi kegiatan fisik,
hindari makanan pedas dan panas dan hindari stres.
ANATOMI DAN FISIOLOGI LAMBUNG

Anatomi Lambung
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di bawah
diafragma. Dalam keadaan kosong lambung menyerupai bentuk J, dan bila penuh, berbentuk
seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1 sampai 2 liter. Secara anatomi
lambung terdiri dari :
a. Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak sebelah kiri osteum kardium
dan biasanya penuh terisi gas.
b. Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah
kurvatura minor.
c. Antrum pilorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot tebal membentuk
spinter pilorus.
d. Kurvatura minor, terdapat disebelah kanan lambung terbentang dari osteum kardiak
sampai pilorus.
e. Kurvatura mayor, lebih panjang dari kurvatura minor terbentang dari sisi kiri osteum
kardiakum melalui fundus ventrikuli menuju kanan sampai ke pilorus inferior.
Ligamentum gastro lienalis terbentang dari bagian atas kurvatura mayor sampai ke
limpa.
f. Osteum kardiakum, merupakan tempat dimana eosofagus bagian abdomen masuk ke
lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik.

Lambung tersusun juga atas 4 lapisan , yakni :


a. Tunika Serosa (Lapisan luar)
Merupakan bagian dari peritonium viseralis. Dua lapisan peritonium viseralis
menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum kemudian terus memanjang
ke hati membentuk omentum minus. omentum minus adalah tempat yang sering terjadi
penimbunan cairan (pseudokista pankreatikum) akibat penyakit pankreatitis akut.
Lipatan peritonium yang keluar dari satu organ menuju organ lain disebut
ligamentum. Pada kurvatura mayor, peritonium terus ke bagian bawah membentuk
omentum majus yang menutupi usus halus dari depan seperti sebuah apron besar.
b. Muskularis
Terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan longitudinal (bagian luar), lapisan sirkular
(bagian tengah), dan lapisan oblik (bagian dalam). Susunan serabut otot yang unik ini
memungkinkan berbagai macam kontraksi yang diperlukan untuk memecah makanan
menjadi partikel partikel yang kecil, mengaduk, dan mencampur makanan tersebut
dengan cairan lambung, dan mendorongnya ke arah duodenum.
c. Submukosa
Tersusun atas areolar longgar yang menghubungkan lapisan mukosa dengan
lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak peristaltik. Lapisan
ini juga mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe.
d. Mukosa
Tersusun atas lipatan lipatan longitudinal disebut rugae, yang
memungkinkan terjadinya distensi lambung sewaktu diisi makanan. Terdapat
beberapa kelenjar pada lapisan ini, yakni :
a. Kelenjar kardia, berada di dekat orifisium kardia dan mensekresikan mucus.
b. Kelenjar fundus atau gastric,terletak di fundus dan pada hamper seluruh
korpus lambung. kelenjar gastri memiliki tiga tipe utama sel. Sel-sel parietal
menyekresikan HCl dan factor intrinsik. Factor intrinsik diperlukan untuk
absorbsi vitamin B12 di dalam usus halus. Kekurangan factor intrinsic akan
mengakibatkan terjadinya anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher)
ditemukan di leher kelenjar fundus dan menyekresikan mukus.
Fisiologi Lambung
Lambung melakukan beberapa fungsi. Fungsi terpenting adalah mrnyimpan
makanan yang masuk sampai disalurkan ke usus halus dengan kecepatan yang sesuai
untuk pencernaan dan penyerapan optimal. Karena usus halus merupakan tempat utama
pencernaan dan penyerapan, lambung perlu menyimpan makanan dan menyalurkannya
sedikit demi sedikit ke duodenum dengan kecepatan yang tidak melebuhi kapasitas usus.
Fungsi kedua lambung adalah untuk mensekresikan asam hidroklorida (HCl) dan enzim-
enzim yang memulai pencernaan protein.
Terdapat empat aspek motilitas lambung:
1. Pengisian Lambung (gastic filling).
Jika kosong, lambung memiliki volume sekitar 50 ml, tetapi organ ini dapat
mengembang hingga kapasitasnya mencapai sekitar 1 liter ketika makan. Hal ini
terjadi karena terdapat dua faktor, yaitu:
a. Plastisitas otot polos yang mengacu pada kemampuan otot polos mempertahankan
ketegangan konstan. Dengan demikian, pada saat serat-serat otot polos lambung
teregang pada pengisian lambung, serat-serat tersebut akan melemas tanpa
menyebabkan peningkatan ketegangan otot.
b. Relaksasi reseptif lambung saat ia terisi. Di dalam lambung terdapat lipatan-
lipatan yang dikenal sebagai rugae. Selama makan, lipatan-lipatan tersebut
mengecil dan mendatar saat lambung sedikit demi sedikit melemas karena terisi.
Relaksasi refleks lambung sewaktu menerima makanan ini disebut relaksasi
reseptif. Relaksasi ini meningkatan kemampuan lambung untuk menambah
volume sehingga makanan bisa disimpan. Apabila kapasitas lebih dari 1 liter
makanan yang masuk, lambung akan teregang dan individu tersebut akan merasa
tidak nyaman.

2. Penyimpanan Lambung
Sebagian sel otot polos mampu mengalami depolarisasi parsial yang otonom dan
berirama. Salah satu kelompok sel-sel pemacu tersebut terletak di lambung di daerah
fundus bagian atas. Sel-sel tersebut menghasilkan potensial gelombang lambat yang
menyapu ke bawah di sepanjang lambung menuju sfingter pilorus dengan kecepatan
tiga kali per menit. Pola depolarisasi spontan ritmik tersebut yaitu irama listrik dasar
atau BER (basic electical rhythm) lambung, berlangsung secara terus-menerus dan
mungkin disertai oleh kontraksi lapisan otot polos sirkuler lambung. Bergantung pada
tingkat eksitabilitas otot polos, BER dapat dibawa ke ambang oleh aliran arus dan
mengalami potensial aksi yang kemudian memulai kontraksi otot yang dikenal
sebagai gelombang peristaltik. Gelombang peristaltik menyebar ke seluruh fundus dan
korpus lalu ke antrum dan sfingter pilorus. Karena lapisan otot di fundus dan korpus
tipis, kontraksi peristaltik di kedua daerah tersebut melemah sedangkan di antrum
memiliki gelombang yang lebih kuat karena lapisan otot di antrum lebih tebal. Oleh
karena itu, makanan yang masuk ke lambung dari esofagus tersimpan relatif tenang
tanpa mengalami pencampuran. Makanan secara bertahap disalurkan dari korpus ke
antrum, tempat berlangsungnya pencampuran makanan.

3. Pencampuran Lambung
Kontraksi peristaltik lambung yang kuat merupakan penyebab makanan bercampur
dengan sekresi lambung dan menghasilkan kimus. Setiap gelombang peristaltik
antrum mendorong kimus ke depan ke arah sfingter pilorus. Kontraksi tonik sfingter
pilorus dalam keadaan normal menjaga sfingter hampir, tetapi tidak seluruhnya,
tertutup rapat. Lubang yang tersedia cukup besar untuk air dan cairan lain lewat,
tetapi terlalu kecil untuk kimus yang kental lewat, kecuali apabila kimus terdorong
oleh kontraksi peristaltik yang kuat. Walaupun demikian, dari 30 ml kimus yang
dapat ditampung oleh antrum, hanya beberapa mililiter isi antrum yang terdorong ke
duodenum setiap gerakan peristaltik. Sebelum lebih banyak kimus dapat diperas
keluar, gelombang peristaltik sudah mencapai sfingter pilorus dan menyebabkan
sfingter tersebut berkontraksi lebih kuat sehingga aliran kimus ke duodenum
terhambat. Bagian terbesar kimus antrum yang terdorong ke depan, tetapi tidak dapt
didorong ke dalam duodenum dengan tiba-tiba berhenti pada sfingter yang tertutup
dan tertolak kembali ke dalam antrum, hanya untuk didorong ke depan dan tertolak
kembali pada saat gelombang peristaltik baru datang. Gerakan maju mundur tersebut
disebut retropulsi, menyebabkan kimus tercampur merata di antrum.

4. Pengosongan Lambung
Kontraksi peristaltik antrum, selain menyebabkan pencampuran lambung, juga
menghasilkan gaya pendorong untuk mengosongkan lambung. Pengosongan
lambung diatur oleh faktor lambung (jumlah kimus dalam lambung dan derajat
keenceran dari kimus dan faktor dudenum (lemak, asam, hipertonisitas, dan
peregangan). Semakin tinggi eksitabilitas, semakin sering BER menghasilkan
potensial aksi, semakin besar aktivitas di antrum, dan semakin cepat pengosongan
lambung.

Getah Cerna Lambung


HCl : untuk mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin, sebagai disinfektan,
serta merangsang pengeluaran sekretin dan kolesistokinin pada usus halus.
Lipase : memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
Renin : mengendapkan protein pada susu (kasein) dari air susu (ASI)
Pepsin : memecah putih telur menjadi asam amino ( albumin dan pepton).
Mukus : untuk melindungi dinding lambung dari kerusakan akibat asam HCl.

Pengaturan Sekresi Lambung


Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi fase sefalik, gastric, dan intestinal.
a. Fase sefalik, sudah dimulai bahkan sebelum makanan masuk ke lambung, yaitu
akibat melihat, mencium, dan memikirkan, atau mengecap makanan. Fase ini
diperantarai seluruhnya oleh saraf vagus dan dihilangkan dengan vagotomi. Sinyal
neurogenik yang menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebsi atau pusat
nafsu makan. Impuls eferen kemudian dihantarkan melalui saraf vagus ke lambung.
Hal ini mengakibatkan kelenjar gastric terangsang untuk menyekresikan HCl,
pepsinogen, dan menambah mucus. Fase sefalik menghasilkan sekitar 10% dari
sekresi lambung normal yang berhubungan dengan makanan.
b. Fase gastric, dimulai saat makanan mencapai antrum pylorus. Distensi antrum juga
dapat menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari reseptor-resptor pada dinding
lambung. Impuls tersebut berjalan menuju medulla melalui aferen vagus dan kembali
ke lambung melalui eferen vagus; impuls ini merangsang pengeluaran hormone
gastrin dan secara langsung juga merangsang kelenjar-kelenjar lambung. Gastrin
dilepas di antrum dan kemudian dibawa oleh aliran darah menuju kelenjar lambung,
untuk merangsang sekresi. Pelepasan gastrin juga dirangsang oleh pH alkali, garam
empedu di antrum, dan terutama oleh protein makanan dan alcohol. Membrane sel
parietal di fundus dan korpus lambung mengandung reseptor untuk gastrin, histamine,
dan asetilkolin, yang merangsang sekresi asam. Setelah makan, gastrin dapat beraksi
dan juga dapat merangsang pelepasan histamine dari sel enterokromafin dari mukosa
untuk sekresi asam.
Fase sekresi gastric menghasilkan lebih dari duapertiga sekresi total lambung setelah
makan, sehingga merupakan bagian terbesar dari total sekresi lambung harian yang
berjumlah sekitar 2.000ml. fase gastric dapat terpengaruh oleh reseksi bedah pada
antrum pylorus, sebab disinilah pembentukan gastrin.

c. Fase intestinal, dimuali oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Fase sekresi
lambung diduga sebagian besar bersifat hormonal. Adanya protein yang tercerna
sebagian dalam duodenum merangsang pelepasan gastrin di usus, suatu hormone yang
menyebabkan lambung terus-menerus menyekresikan sejumlah kecil cairan lambung.
Distensi usus halus menimbulkan refleks enterogastrik, diperantarai oleh pleksus
mienterikus, saraf simpatis, dan vagus, yang menghambat sekresi dan pengosongan
lambung. Adanya asam (pH kurang dari 2,5), lemak, dan hasil-hasil pemecahan
protein menyebabkan lepasnya beberapa hormone di usus. Sekretin, koleksitokinin,
dan peptida pengahambat gastric, semuanya memiliki efek inhibisi terhadap sekresi
lambung.
GASTRITIS

DEFINISI
Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronik difus,
atau lokal dengan karakteristik anoreksia, rasa penuh, tidak enak pada epigastrium,
mual dan muntah.

PATOFISIOLOGI
Terdapat gangguan keseimbangan faktor agresif dengan faktor defensif yang
berperan dalam menimbulkan lesi pada mukosa. Faktor-faktor tersebut yang berperan
menimbulkan lesi pada mukosa. Dalam keadaan normal, faktor defensif dapat mengatasi
faktor agresif sehingga tidak terjadi kerusakan atau kelainan patologi.

Tabel (1) : Faktor agresif dan protektif

Faktor agresif Faktor defensif

Asam lambung Mukus


Pepsin Bikarbonas mukosa
OAINS Prostaglandin mikrosirkulasi
Empedu
Infeksi virus
Infeksi bakteri H. pylori
Bahan korosif : asam dan basa kuat

Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan keseimbangan faktor agresif (asam
lambung dan pepsin) dan faktor defensif (ketahanan mukosa). Penggunaan aspirin atau obat
anti inflamasi non steroid (AINS) lainnya, obat-obatan kortikosteroid, penyalahgunaan
alkohol, menelan substansi erosif, merokok, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat
mengancam ketahanan mukosa lambung. Gastritis dapat menimbulkan gejala berupa nyeri,
sakit, atau ketidaknyamanan yang terpusat pada perut bagian atas.
Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh berbagai
faktor endogen yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya, seperti asam lambung,
pepsinogen/pepsin dan garam empedu. Sedangkan faktor eksogennya adalah obat-obatan,
alkohol dan bakteri yang dapat merusak integritas epitel mukosa lambung,
misalnya Helicobacter pylori. Oleh karena itu, gaster memiliki dua faktor yang sangat
melindungi integritas mukosanya,yaitu faktor defensif dan faktor agresif. Faktor defensif
meliputi produksi mukus yang didalamnya terdapat prostaglandin yang memiliki peran
penting baik dalam mempertahankan maupun menjaga integritas mukosa lambung, kemudian
sel-sel epitel yang bekerja mentransport ion untuk memelihara pH intraseluler dan produksi
asam bikarbonat serta sistem mikrovaskuler yang ada dilapisan subepitelial sebagai
komponen utama yang menyediakan ion HCO3- sebagai penetral asam lambung dan
memberikan suplai mikronutrien dan oksigenasi yang adekuat saat menghilangkan efek
toksik metabolik yang merusak mukosa lambung. Gastritis terjadi sebagai akibat
dari mekanisme pelindung ini hilang atau rusak, sehingga dinding lambung tidak memiliki
pelindung terhadap asam lambung.
Obat-obatan, alkohol, pola makan yang tidak teratur, stress, dan lain-lain dapat
merusak mukosa lambung, mengganggu pertahanan mukosa lambung, dan memungkinkan
difusi kembali asam pepsin ke dalam jaringan lambung, hal ini menimbulkan peradangan.
Respons mukosa lambung terhadap kebanyakan penyebab iritasi tersebut adalah dengan
regenerasi mukosa, karena itu gangguan-gangguan tersebut seringkali menghilang dengan
sendirinya. Dengan iritasi yang terus menerus, jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi
perdarahan. Masuknya zat-zat seperti asam dan basa kuat yang bersifat korosif
mengakibatkan peradangan dan nekrosis pada dinding lambung. Nekrosis dapat
mengakibatkan perforasi dinding lambung dengan akibat berikutnya perdarahan dan
peritonitis.
Gastritis kronik dapat menimbulkan keadaan atropi kelenjar-kelenjar lambung dan
keadaan mukosa terdapat bercak-bercak penebalan berwarna abu-abu atau kehijauan (gastritis
atropik). Hilangnya mukosa lambung akhirnya akan mengakibatkan berkurangnya sekresi
lambung dan timbulnya anemia pernisiosa. Gastritis atropik boleh jadi merupakan
pendahuluan untuk karsinoma lambung. Gastritis kronik dapat pula terjadi bersamaan dengan
ulkus peptikum (Suyono, 2001).

KLASIFIKASI
1. Gastritis Akut
Definisi
Proses peradangan mukosa akut, biasanya bersifat transien.
Peradangan superficial akibat terpapar oleh zat iritant seperti alcohol, aspirin, steroid,
asam empedu atau terinfeksi oleh Helicobacter Pylori.
Peradangan pada mukosa lambung yang menyebabkan erosi dan perdarahan mukosa
lambung dan setelah terpapar pada zat iritan. Erosi tidak mengenai lapisan otot
lambung.

Klasifikasi
a. Gastritis stress akut
yaitu disebabkan akibat pembedahan besar, luka, trauma, luka bakar atau infeksi berat
yang menyebabkan gastritis serta perdarahan pada lambung.
b. Gastritis erosife hemoragik difus
Biasanya terjadi pada peminum berat dan pengguna aspirin, dan dapat menyebabkan
perlunya reseksi lambung. Penyakit yang serius ini akan dianggap sebagai ulkus
akibat stress, karena keduanya memiliki banyak persamaan.

Etiologi
- Kesembronoan diit, misalnya: makan terlalu banyak, terlalu cepat, makan makanan
yang terlalu banyak bumbu, atau makanan yang terinfeksi
- Alkohol
- Aspirin
- Refluks empedu
- Terapi radiasi
- Gastritis akut yang lebih parah disebabkan oleh asam kuat atau alkali, yang dapat
menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi

Manifestasi Klinis
1. Dapat terjadi ulserasi superficial dan mengarah pada hemoragi
2. Rasa tidak nyaman pada abdomen dengan sakit kepala, kelesuan, mual, dan anoreksia.
Mungkin terjadi muntah dan cegukan
3. Beberapa pasien menunjukkan asimptomatik
4. Dapat terjadi kolik dan diare jika makanan yang mengiritasi tidak dimuntahkan, tetapi
malah mencapai usus
5. Pasien biasanya pulih kembali sekitar sehari, meskipun napsu makan mungkin akan
hilang selama 2 sampai 3 hari

2. Gastritis Kronis
Definisi
Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang menahun.
Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang
berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung jinak maupun ganas atau oleh
bakteri Helicobacter pylori.

Etiologi
Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga terjadi iritasi mukosa
lambung yang berulang-ulang dan terjadi penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan
terjadi atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena sel pariental
dan sel chief hilang maka produksi HCL, Pepsin dan fungsi intrinsik lainnya akan menurun
dan dinding lambung juga menjadi tipis serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan
juga bisa terjadi perdarahan serta formasi ulser.
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel
permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon radang
kronis pada gaster yaitu : destruksi kelenjar dan metaplasia. Metaplasia adalah salah satu
mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster,
misalnya dengan sel desquamosa yang lebih kuat. Karena sel desquamosa lebih kuat maka
elastisitasnya juga berkurang. Pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan
peristaltic tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada
akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa
pada lapisan lambung, sehingga akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisan
mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan.
a. Gastritis tipe A:
- Dihubungkan dengan penyakit autoimun, misalnya anemia pernisiosa.
b. Gastritis tipe B:
- Dihubungkan dengan bakteri Helicobacter pylori.
- Faktor diet, seperti minum panas dan pedas.
- Penggunaan obat
- Alkohol
- Merokok
- Refluks isi usus ke lambung

Manifestasi klinis
- Bervariasi dan tidak jelas
- Perasaan penuh, anoreksia
- Distress epigastrik yang tidak nyata
- Cepat kenyang
- Mual dan muntah
- Nyeri epigastrium setelah makan
- Rasa pahit pada mulut

Klasifikasi
Klasifikasi gastritis kronis berdasarkan :
1. Gambaran histopatology
- Gastritis kronik superficial
- Gastritis kronik atropik
- Atrofi lambung
- Metaplasia intestinal
- Perubahan histology kalenjar mukosa lambung menjadi kalenjar-kalenjar
- mukosa usus halus yang mengandung sel goblet.

2. Distribusi anatomi
- Gastritis kronis korpus ( gastritis tipe A).
Sering dihubungkan dengan proses autoimun dan berlanjut menjadi anemia pernisiosa
karena terjadi gangguan absorpsi vitamin B12 dimana gangguan absorpsi tersebut
disebabkan oleh kerusakan sel parietal yang menyebabkan sekresi asam lambung
menurun.
- Gastritis kronik antrum (gastritis tipe B)
Paling sering dijumpai dan berhubungan dengan kuman Helicobacter pylori.
- Gastritis tipe AB
Anatominya menyebar ke seluruh gaster dan penyebarannya meningkat seiring
bertambahnya usia.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran endoskopi dan histopatologi. Gambaran
endoskopi yang dapat dijumpai adalah eritema, eksudatif, flat-erosion, raised erosion,
perdarahan, endematous rugae. Perubahan-perubahan histopatologi selain
menggambarkan perubahan morfologi sering juga dapat menggambarkan proses yang
mendasari, misalnya otoimun atau respon adaptif mukosa lambung. Perubahan-perubahan
yang terjadi berupa degradasi epitel, hyperplasia foveolar, infiltrasi netrofil, inflamasi sel
mononuklear, folikel limpoid, atropi, intestinal metaplasia, hyperplasia sel endokrin,
kerusakan sel parietal. Pemeriksaan histopatologi sebaiknya juga menyertakan pemeriksaan
kuman H. pylori.

Untuk Gastritis akut, ada 3 cara dalam menegakkan diagnosis, yaitu gambaran
klinis, gambaran lesi mukosa akut di mukosa lambung berupa erosi atau ulkus dangkal
dengan tepi rata pada endoskopi, dan gambaran radiologi (atrofi; mukosa yg menipis,
hipertrofi; mukosa kasar bisa disertai dengan hipersekresi, foto 3 lapis).

Diagnosis gastritis kronik ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan


dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi biopsi mukosa lambung. Perlu pula dilakukan
kultur untuk membuktikan adanya infeksi H. pylori apalagi jika ditemukan ulkus baik pada
lambung ataupun pada duodenum mengingat angka kejadianya cukup tinggi yakni 100 %.

Pemeriksaan penunjang :

1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap ( bila ditemukan leukositosis terdapat tanda


infeksi)

2. Radiologis : gambaran atrofi/hipertrofi mukosa gaster , foto 3 lapis khas untuk gastritis
(dengan kontras ganda)

3. Endoskopi : lokasi terbanyak kelainan di lambung ialah sekitar angulus, antrum, dan
prepilorus.

4. Gastroskopi : untuk melihat mukosa lambung, misalnya warna, licin tidaknya mukosa
lambung, ada tidaknya kelainan, dimana letak kelainan ditemukan. (mulai dari fundus,
korpus, dinding anterior, dan posterior, kurvatura minor dan mayor, angulus, antrum,
prepilorus, dan pilorus)
4. pemeriksaan histopatologi

PENATALAKSANAAN
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), penatalaksanaan medikal untuk gastritis
akut adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet lambung dengan posisi kecil dan sering.
Obat-obatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung berupa antagonis reseptor
H2 inhibition pompa proton, antikolinergik dan antasid juga ditujukan sebagai sifoprotektor
berupa sukralfat dan prostaglandin.
Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap pasien dengan resiko
tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan menghentikan obat yang dapat
menjadi kuasa dan pengobatan suportif. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian
antasida dan antagonis H2 sehingga mencapai pH lambung 4. Meskipun hasilnya masih jadi
perdebatan, tetapi pada umumnya tetap dianjurkan.
Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit dengan keadaan klinis
yang berat. Untuk pengguna aspirin atau anti inflamasi nonsteroid pencegahan yang terbaik
adalah dengan Misaprostol, atau Derivat Prostaglandin Mukosa.
Pemberian antasida, antagonis H2 dan sukralfat tetap dianjurkan walaupun efek
teraupetiknya masih diragukan. Biasanya perdarahan akan segera berhenti bila keadaan si
pasien membaik dan lesi mukosa akan segera normal kembali, pada sebagian pasien biasa
mengancam jiwa. Tindakan-tindakan itu misalnya dengan endoskopi skleroterapi, embolisasi
arteri gastrika kiri atau gastrektomi. Gastrektomi sebaiknya dilakukan hanya atas dasar
absolut.
Penatalaksanaan untuk gastritis kronis adalah ditandai oleh progesif epitel kelenjar
disertai sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai
permukaan yang rata, Gastritis kronis ini digolongkan menjadi dua kategori tipe A (altrofik
atau fundal) dan tipe B (antral).
Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit yang dicurigai. Bila
terdapat ulkus duodenum, dapat diberikan antibiotik untuk membatasi Helicobacter Pylory.
Namun demikian, lesi tidak selalu muncul dengan gastritis kronis alkohol dan obat yang
diketahui mengiritasi lambung harus dihindari. Bila terjadi anemia defisiensi besi (yang
disebabkan oleh perdarahan kronis), maka penyakit ini harus diobati, pada anemia pernisiosa
harus diberi pengobatan vitamin B12 dan terapi yang sesuai.
Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet dan meningkatkan istirahat,
mengurangi dan memulai farmakoterapi. Helicobacter Pylory dapat diatasi dengan antibiotik
(seperti Tetrasiklin atau Amoxicillin) dan garam bismut (Pepto bismol). Pasien dengan
gastritis tipe A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B12.

TERAPI NON-MEDIKAMENTOSA
DIET. Walaupun tidak diperoleh bukti yang kuat terhadap berbagai bentuk diet
yang dilakukan, namun pemberian diet yang mudah cerna khususnya pada ulkus
yang aktif perlu dilakukan. Makan dalam jumlah sedikit dan lebih sering, lebih
baik daripada makan yang sekaligus kenyang.
Mengurangi makanan yang merangsang pengeluaran asam lambung/ pepsin,
makanan yang merangsang timbulnya nyeri dan zat-zat lain yang dapat
mengganggu pertahanan mukosa gastroduodenal. Beberapa peneliti menganjurkan
makanan biasa, lunak, tidak merangsang dan diet seimbang.
Merokok menghalangi penyembuhan ulkus, menghambat sekresi bikarbonat
pankreas, menambah keasaman bulbus duodeni, menambah refluks dudenogastrik
akibat relaksasi sfingter pilorus sekaligus meningkatkan kekambuhan ulkus.
Merokok sebenarnya tidak mempengaruhi sekresi asam lambung tetapi dapat
memperlambat pemyembuhan luka serta meningkatkan angka kematian karena
efek peningkatan kekambuhan penyakit saluran pernafasan dan penyakit jantung
koroner.
Alkohol belum terbukti mempunyai bukti yang merugikan. Air jeruk yang asam,
coca-cola, bir, kopi tidak mempunyai pengaruh ulserogenik tetapi dapat menambah
sekresi asam lambung dan belum jelas dapat menghalangi penyembuhan luka dan
sebaiknya jangan diminum sewaktu perut kosong.
OBAT-OBATAN. OAINS sebaiknya dihindari. Pemberian secara parenteral
(supositorik dan injeksi) tidak terbukti lebih aman. Bila diperlukan dosis OAINS
diturunkan atau dikombinasikan dengan ARH2/PPI/misoprostrol. Pada saat ini
sudah tersedia COX 2 inhibitor yang selektif untuk penyakit OA/RA yang kurang
menimbulkan keluhan perut. Agen inhibitor COX-2 selektif dibedakan menurut
susunan sulfa (rofecoxib, etoricoxib) dan sulfonamida (celecoxib, valdecoxib).
Penggunaan parasetamol atau kodein sebagai analgesik dapat dipertimbangkan
pemakaiannya.
TERAPI MEDIKAMENTOSA
ANTASIDA. Pada saat ini antasida sudah jarang digunakan, antasida sering
digunakan untuk menghilangkan keluhan rasa sakit/dispepsia. Preparat yang
mengandung magnesium tidak dianjurkan pada gagal ginjal karena menimbulkan
hipermagnesemia dan kehilangan fosfat sedangkan alumunium menyebabkan
konstipasi dan neurotoksik tapi bila dikombinasi dapat menghilangkan efek
samping. Dosis anjuran 4 x 1 tablet, 4 x 30 cc.

KOLOID BISMUTH (COLOID BISMUTH SUBSITRAT/CBS DAN


BISMUTH SUBSALISILAT/BSS). Mekanisme belum jelas, kemungkinan
membentuk lapisan penangkal bersama protein pada dasar ulkus dan
melindunginya terhadap pengaruh asam dan pepsin, berikatan dengan pepsin
sendiri, merangsang sekresi PG, bikarbonat, mukus. Efek samping jangka panjang
dosis tinggi khusus CBS neuro toksik.
Obat ini mempunyai efek penyembuhan hampir sama dengan ARH2 serta adanya
efek bakterisidal terhadap Helicobacter pylori sehingga kemungkinan relaps
berkurang. Dosis anjuran 2x2 tablet sehari dengan efek samping berupa tinja
berwarna kehitaman sehingga menimbulkan keraguan dengan perdarahan.

SUKRALFAT. Suatu kompleks garam sukrosa dimana grup hidroksil diganti


dengan aluminium hidroksida dan sulfat. Mekanisme kerja kemungkinan melalui
pelepasan kutub aluminium hidroksida yang berikatan dengan kutub positif
molekul protein membentuk lapisan fisikokemikal pada dasar ulkus, yang
melindungi ulkus dari pengaruh agresif asam dan pepsin. Efek lain membantu
sintesa prostaglandin, menambah sekresi bikarbonat dan mukus, meningkatkan
daya pertahanan dan perbaikan mukosal. Dosis anjuran 4x1 gr sehari.

PROSTAGLANDIN. Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung


menambah sekresi mukus, bikarbonat, dan meningkatkan aliran darah mukosa serta
pertahanan dan perbaikan mukosa. Efek penekanan sekresi asam lambung kurang
kuat dibandingkan dengan ARH2. Biasanya digunakan sebagai penangkal
terjadinya ulkus lambung pada pasien yang menggunakan OAINS. Dosis anjuran
4x200 mg atau 2x400 mg pagi dan malam hari. Efek samping diare, mual, muntah,
dan menimbulkan kontraksi otot uterus sehingga tidak dianjuran pada orang hamil
dan yang menginginkan kehamilan.

ANTAGONIS RESEPTOR H2/ARH2. (Cimetidin, Ranitidine, Famotidine,


Nizatidine), struktur homolog dengan histamin. Mekanisme kerjanya memblokir
efek histamin pada sel parietal sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk
mengeluarkan asam lambung. Inhibisi ini bersifat reversibel. Pengurangan sekresi
asam post prandial dan nokturnal, yaitu sekresi nokturnal lebih dominan dalam
rangka penyembuhan dan kekambuhan ulkus.
Dosis terapeutik :
Cimetidin : dosis 2x400 mg atau 800 gr malam hari
Ranitidin : 300 mg malam hari
Nizatidine : 1x300 mg malam hari
Famotidin : 1x40 mg malam hari
Roksatidin : 2x75 mg atau 150 mg malam hari
Dosis terapetik dari keempat ARH2 dapat menghambat sekresi asam dalam potensi
yang hampir sama, tapi efek samping simetidin lebih besar dari famotidin karena
dosis terapeutik lebih besar.

PROTON PUMP INHIBITOR/ PPI (Omeprazol, Lanzoprazol, pantoprazol,


Rabeprazol, Esomesoprazol). Mekanisme kerja PPI adalah memblokir kerja enzim
K+ H+ ATPase yang akan memecah K+ H+ ATP menghasilkan energi yang
digunakan untuk mengeluarkan asam HCl dari kanalikuli sel parietal ke dalam
lumen lambung. PPI mencegah pengeluaran asam lambung dari sel kanalikuli,
menyebabkan pengurangan rasa sakit pasien ulkus, mengurangi aktivitas faktor
agresif pepsin dengan pH>4 serta meningkatkan efek eradikasi oleh triple drugs
regimen.
Dosis Terapetik :
Rabeprazole 2x 20 mg/ hari
Omeprazole 2x 20 mg/ hari
Esomesoprazole 2x 20 mg/ hari
Lanzoprazole 2x 30 mg/ hari
Pantoprazole 2x 40 mg/ hari
REGIMEN TERAPI HELICOBACTER PYLORI
Terapi Triple. Secara historis regimen terapi eradikasi yang pertama digunakan
adalah: bismuth, metronidazole, tetrasiklin. Regimen triple terapi (PPI 2x1,
Amoxicillin 2x1000, klaritromisin 2x500, metronidazole 3x500, tetrasiklin 4x500)
dan yang banyak digunakan saat ini:
1. Proton pump inhibitor (PPI) 2x1 + Amoksisilin 2 x 1000 + Klaritromisin 2x500
2. PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Claritromisin 2x500 (bila alergi penisilin)
3. PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Amoksisilin 2x 1000
4. PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Tetrasiklin 4x500 bila alergi terhadap
klaritromisin dan penisilin
Lama pengobatan eradikasi HP 1 minggu (esomesoprazol), 5 hari rabeprazole. Ada
anjuran lama pengobatan eradikasi 2 minggu, untuk kesembuhan ulkus, bisa
dilanjutkan pemberian PPI selama 3-4 minggu lagi. Keberhasilan eradikasi
sebaiknya di atas 90%. Efek samping triple terapi 20-30%.
Kegagalan pengobatan eradikasi biasanya karena timbulnya efek samping dan
compliance dan resisten kuman. Infeksi dalam waktu 6 bulan pasca eradikasi
biasanya suatu rekurensi denfan infeksi kuman lain.
Tujuan eradikasi HP adalah mengurangi keluhan/gejala, penyembuhan ulkus,
mencegah kekambuhan. Eradikasi selain dapat mencegah kekambuhan ulkus, juga
dapat mencegah perdarahan dan keganasan.
Terapi Quadripel. Jika gagal dengan terapi triple, maka dianjurkan memberikan
regimen terapi Quadripel yaitu: PPI 2x sehari, Bismuth subsalisilat 4x2 tab, MNZ
4x250, Tetrasiklin 4x500, bila bismuth tidak tersedia diganti dengan triple terapi.
Bila belum berhasil, dianjurkan kultur dan tes sensitivitas.

KOMPLIKASI
1. Gastritis akut
Komplikasi yang dapat timbul pada gastritis akut adalah hematemesis atau melema.
2. Gastritis kronis
Pendarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi dan anemia karena gangguan
absorpsi vitamin B12 (anemia pernisiosa).
PENDIDIKAN KESEHATAN
Makan dengan porsi sedikit tapi sering.
Jika pasien merasa lapar, jangan langsung minum minuman yang mengandung
kafein seperti teh, tapi digantikan dengan air putih hangat.
Bila maag kambuh karena terlambat makan, jangan langsung makan makanan berat
misalnya nasi, tapi digantikan dengan makanan ringan seperti crackers.
Makan secara benar, hindari makan makanan yang dapat mengiritasi terutama
makanan yang pedas dan asam
Makan dengan jumlah yang cukup, pada waktunya dan lakukan dengan santai.
Mengunyah makanan sampai benar benar lumat.
Minum air putih yang banyak atau dapat digantikan dengan minuman ber-ion.
Meminum obat sesuai dengan anjuran dokter.
Menjaga kebersihan lingkungan seperti alat alat makan, tempat tidur,dll.
Hindari untuk meminum alkohol,karena alkohol dapat mengiritasi dan mengikis
lapisan mukosa dalam lambung serta dapat mengakibatkan peradangan dan
perdarahan.
Hindari untuk merokok, karena dapat mengganggu kerja lapisan pelindung lambung.
Lakukan olahraga secara teratur, misalnya senam aerobik. Senam aerobik dapat
meningkatkan kecepatan jantung dan pernafasan juga dapat menstimulasi aktivitas
otot usus sehingga membantu mengeluarkan limbah makanan dari usus secara lebih
cepat.
Menghindari pemakaian aspirin saat merasa tidak enak badan, digantikan dengan
istirahat yang cukup.
Hindari pemakaian obat gabungan, untuk mengurangi efek negatif obat.
Hindari stress yang berlebihan.
Selalu memperhatikan pola makan pasien.
Membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya untuk mengurangi rasa stress.
Memperhatikan pemakaian obat dan efek sampingnya.

Prognosis

1. Gastritis akut umumnya sembuh dalam waktu beberapa hari.


2. Insidensi ulkus lambung dan kanker lambung meningkat pada gastritis kronis tipe A.
3. Gastritis dapat menimbulkan komplikasi pedarahan saluran cerna dan gejala klinis
yang berulang.

Daftar Pustaka

Sylvia Price. 2005. Edisi 6 Vol 1 Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: EGC
Diane C. Baughman & Joann C. Hackley. 2000. Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC
LM, Wilson, Dkk.1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses proses Penyakit. Jakarta
: EGC
Setiadi. 2007. Anatomi Fisiologi Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu
Price, and Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC.
Hirlan. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi Ketiga. Jakarta: EGC.
Del John. Peptic ulcer disease and related disorders. In: Kasper DL, Braunwald E, et
al (eds). Harrisons principles of internal medicine 16th editions. United States:
McGraw-Hill Companies; 2005. p. 1746- 56.
Keshav Satish. The gastrointestinal system at a glance 1st ed. British: Blackwell
Science Ltd; 2004. p. 20-3; 72-3.
Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem edisi 2. Jakarta: EGC; 1996.
Hal. 551- 2; 556-9.

Anda mungkin juga menyukai