Anda di halaman 1dari 11

PROPOSAL

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERILAKU


TEMPERTANTRUM DI RUANG POLI KLINIK ANAK
PUSKESMAS TANAH LUAS KABUPATEN
ACEH UTARA

DISUSUN OLEH

PUTRI RAHMAYANI
NIM : 18010605

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BUMI PERSADA LHOKSEUMAWE
2022

1
2

A. Latar Belakang.

Anak usaia 0-3 tahun merupakan masa untuk berkenalan belajar

menghadapi rasa kecewaan, marah, sedih dan sebagainya merupakan suatu

rasa yang wajar dan natural. Namun sering kali, tanpa di sadari orang tua

melampiaskan emosi yang di rasakan oleh anak. Misalnya saat anak

menangis karena kecewa, orang tua dengan berbagai cara berubah

menghibur, mengalihkan perhatian, memarahi dan sebagainya demi

menghentikan tangisan anak. Jika hal ini berlangsung terus menerus,

akibatnya timbullah yang disebut dengan tumpukan emosi. Meluapkan

kemarahan dalam tindakan-tindakan yang berbahaya dan menimbulkan

cedera adalah salah satu bentuk tantrum agar anak mendapatkan apa yang ia

inginkan. Tantrum pada anak yang dapat menimbulkan resiko cedera berupa

menjatuhkan badan kelantai, memukul kepala, atau melempar barang, ini

merupakan bentuk awal dari tempertantrum pada saat anak sudah mampu

mengekspresikan rasa frustasinya. Jika tempertantrum telah terlanjur

muncul dalam bentuk perilaku yang membahayakan dan menimbulkan

kerusakan, maka tindakan intervensi harus dilakukan. timbunan emosi ini

dapat mengarah pada “kerusakan” lain baik secara fisik atau pun bentuk

perilaku berbohong, menyalahkan orang lain, menutup dari, merebut milik

orang lain secara paksa dan sebagainya (Rulie, 2015).

Ekspresi emosi yang baik pada anak dapat menimbulkan penilaian

social yang menyenangkan, sedangkan ekspresi emosi yang kurang baik

seperti cemburu, marah, atau takut dapat menimbulkan penilaian social yang
3

tidak menyenangkan atau disebut dengan tantrum. Anak yang bersikap

seperti itu akan dijauhi teman, dinilai sebagai anak yang cengeng ,

pemarah, atau julukan- julukan lain. Penilaian yang diperoleh anak dari

lingkungannya dapat membentuk konsep diri negatif, dan pada akhirnya

anak tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Raufi,

2017).

Temper tantrum (emosi yang meledak) adalah problem normal pada

prilaku anak kecil dalam mengungkapkan kejengkelannya ketika belum

memiliki kata-kata yang memadai untuk mengungkapkan frustasinya atau

belum memiliki kemampuan mengontrol dirinya. Bentuknya banyak,

misalnya berguling-guling saat menangis, menendang-nendang benda, atau

membanting pintu saat ngambek.Menurut penjelasan R.J.Fetsch, dari

Colorado State University, 23 - 83% anak-anak yang masih berusia 2 - 4

tahun biasa mengalami ini. Bagaiamana kalau usianya sudah 5 atau 6

tahun? Pada usia 4 tahun dikatakan baru mulai berhenti, tapi belum hilang

seluruhnya. Mungkin ada yang sudah duduk di bangku SD dan masih

membawa kebiasaan kecilnya. (Christy, 2014 ).

Beberapa ahli memperkirakan 1 diantara 5 anak usia 0- 3 tahun

menunjukkam tempertantum 2 kali dalam sehari. Hasil penelitan The British

Birth Survey menunjukkan bahwa pada usia 3 tahun sekitar 10 % dari anak

yang dilaporkan sering membangkan dan cepat marah ( Tempertantum).

Survey terhadap anak berusia 3 tahun di Waltham stow London

menunjukkan hasil 7 % dari anak yang pertama. Sedangkan anak kedua


4

mengalami masalah prilaku, berupa tempertantum. Penelitian yang

dilakukan pada 100 orang anak usia 0- 3 tahun di Jakarta menunjukkan hasil

bahwa sebahagian besar anak usia 0- 3 tahun (56%) mengalami

tempertantum.

Akibat yang dapat ditibulkan dari tindakan tempertantrum ini cukup

berbahaya. Misalnya anak yang melampiaskan kekesalannya dengan cara

berguling-guling dilantai yang keras dapat menyebabkan anak mejadi

cedera. Anak yang melampiaskan temperamentalnya dapat menyakiti

dirinya sendiri, menyakiti orang lain atau merusak benda yang ada

disekitarnya. Jika benda-benda yang ada disekitar aman merupakan

benda keras maka akan sangat berbahaya karena anak dapat tersakiti dan

mengalami cedera akibat dari tindakan tantrumnya. Anak yang mengalami

tantrum ini sebenarnya digunakan untuk mencari perhatian sehingga orang

tua sebisa mungkin untuk menjauhkan anak dari perhatian umum ketika

mengalami tantrum dan sekaligus menjauhkan anak dari benda benda yang

berbahaya agar anak tidak mengalami cedera. Pada usia 5-6 tahun, emosi

anak mulai matang dimana pada usia ini anak mulai menyadari akibat-akibat

dari tampilan emosinya. Serta anak mulai memahami perasaan orang lain.

Ekspresi emosi pada anak mudah berubah dengan cepat dari satu bentuk

ekspresi kebentuk ekpresi yang lain. Anak dalam keadaan gembira secara

tiba- tiba dapat langsung berubah menjadi marah karena ada sesuatu yang

dirasakan tidak menyenangkan, sebaliknya apabila anak dalam keadaan


5

marah, melalui bujukan dengan sesuatu yang menyenangkan bisa berubah

menjadi riang (Raufi, 2017).

Anak yang lebih aktif dan berkemauan kuat memiliki kemungkinan

lebih tinggi mengalami tantrum. Diperkirakan 1 dari 5 anak berusia 2 tahun

minimal mengalami dua kali tantrum perhari. semakin dini orang tua

menangani tantrum pada anak- anak mereka Semakin jarang terjadi tantrum

pada anak-anak itu ketika beranjak besar. Anak usuia 4 atau 5 tahun

biasanya sudah dapat mengungkapkan amarah dan kepuasannya, serta

mengendalikan perasaannya itu, sehingga tak lagi menggunakan tantrum

untuk menyalurkan emosinya. Tantrum sering terjadi ketika perasaan anak

lepas kendali. Diperkirakan tiga perempat dari seluruh tingkah laku tantrum

terjadi rumah (Raufi, 2017).

Perubahan perilaku tidak akan menjadi masalah bagi orang tua

apabila anak tidak menunjukkan tanda penyimpangan.Akan tetap, apabila

anak telah menunjukkan tanda yang mengarah ke hal negative akan

membuat cemas bagi sebagian orang tua. Penyimpangan-penyimpangan

perilaku pada anak tersebut dapat terjadi karena pemilihan bentuk pola

asuh yang kurang tepat. Proses pengasuhan anak bagi orang tua bukan

hanya mampu mengkomunukasikan fakta, gagasan dan pengetahuan saja,

melainkan membantu menumbuh kembangkan kepribadian anak ( Riyanto,

2015).

bahwa terjadinya penyimpangan perilaku anak di sebabkan

kurangnya ketergantungan antara anak dengan orang tua. Hal ini terjadi
6

karena anak dan orang tua tidak pernah sama dalam segala

hal .Ketergantungan anak kepada orang tua ini dapat terlihat dari keinginan

anak untuk memperoleh perlindungan, dukungan dan asuhan dari orang

tua dalam segala aspek kehidupan. Selain itu, anak yang menjadi masalh

kemungkinan terjadi akibat dari tidak berfungsinya sistem sosial

dilingkungan tempat tinggal. Dengan kata lain perilaku anak merupakan

reaksi atas perilaku lingkungan terhadap dirinya. (Clemes, 2011).

Bentuk pola asuh orang tua sangat erat hubungannya dengan

kepribadian anak setelah menjadi dewasa. Hal ini dikarnakan cirri-ciri dan

unsur-unsur watak seorang individu dewasa sebenarnya sudah diletakkan

benih-benihnya kedalam jiwa seseorang individu sejak sangat awal, yaitu

pada masa ia masih kanak-kanak. Watak juga ditentukan oleh cara-cara

pada waktu kecil diajar maka, diajar kebersihan, disiplin, diajar main dan

bergaul dengan anak lain dan sebagainya (Koentjaraningrat, 2007).

Berdasarkan hasil pengamatan penulis di ruang perawatan anak di

RSU Prima Inti Medika tersebut dapat diketahui bahwa dari 30 anak usia 0-

3 tahun yang di amati terdapat 8 anak pernah mengalami tindakan-tindakan

yang mengarah pada tempertantrum seperti rewel, merengek, ngambek,

bahkan tindakan agresif seperti memukul teman atau merebut sesuatu milik

temannya. Hasil wawancara dengan 8 orang ibu anak usia 0-3 tahun yang

mengalami tempertantrum tersebut, 5 0rang ibu merasa sulit untuk

menghadapi perilaku anaknya.mereka sering memarahi dan membentak


7

anaknya saat anak berperilaku tempertantrum. pola asuh yang sering

digunakan membentak dan memarahinya.

Berkaitan dengan fenomena diatas maka dalam penelitian

mengambil judul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku

Tempertantrum di Ruang Poli Klinik Anak Puskesmas Tanah Luas

Kabupaten Aceh Utara”

B. Rumusan Masalah.

Pola asuh yang baik dan konsisten akan membentuk pola dalam diri

anak sehingga anak dapat memahami batasan-batasan yang diperbolehkan

bagi dirinya. Pola asuh dan pemahaman tentang pencegahan tempertantrum

pada anak ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik orang tua seperti usia

orang tua yang terlalu muda, latar belakang pendidikan yang rendah serta

status ekonomi rendah menyebabkan kecenderungan penerapan pola asuh

yang salah seperti ototiter atau bahkan terjadi pembiaran pada anak jika

melakukan tindakan-tindakan tempertantrum. Hasil wawancara dengan 8

ibu diketahui bahwa anak-anaknya sering melampiaskan kemarahan dengan

cara-cara yang kasar seperti memukul atau membanting benda serta

menangis dengan keras. Berkaitan dengan hal tersebut maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “ Adakah Hubungan Pola Asuh Orang

Tua dengan Perilaku Tempertantrum pada Anak Usia 0 -3 Tahun di Ruang

Poli Klinik Anak Puskesmas Tanah Luas Kabupaten Aceh Utara ”.


8

C. Tujuaan

1. Tujuan Umum.

Untuk mengetahuai Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua

dengan perilakuTempertantrum pada Anak di Ruang Poli Klinik Anak

Puskesmas Tanah Luas Kabupaten Aceh Utara.

2. Tujuan Khusus.

1. Untuk mengetahui Pola Asuh Orang Tua Pada anak Usia 0-3 Tahun

2. Untuk mengetahui Perilaku Tempertantrum Pada anak Usai 0-3 Tahun

3. Untuk mengetahui Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku

Tempertantrum Pada Anak Usia 0-3 Tahun.

D. Manfaat Penelitian.

1. Orang Tua

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan

bagi ibu dalam menerapkan Pola Asuh yang benar dalam mendidik anak

agar tidak terjadi tempertantrum dalam insensitas yang tinggi.

2. Institusi Pendidikan.

Institusi pendidikan dapat memahami hal-hal yang menjadi

penyebab terjadinya tempertantrum sehingga dapat mengarahkan anaknya

untuk memahami kebersamaan dan mengendalikan emosi

3. Profesi Keperawatan.

Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi tambahan bagi profesi

keperawatan khususnya berkaitan dengan keperawatan anak demi

tercapainya derajat keperawatan anak yang optimal.


9

4. Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi penelitian

selanjutnya yang berkaitan dengan Perilaku Tempertantum pada Anak

Usia 0-3 Tahun serta Hubungannya dengan Pola Asuh Orang Tua..

E. Kerangka Kerja Penelitian

Berdasarkan dari kerangka teori maka kerangka konsep penelitian ini

disusun secara sistematis, yang menjelaskan bahwa prilaku tempertrantum

pada anak usia 0-3 tahun memerlukan penangganan sedini mungkinmelalui

pola asuh orang tua yang tepat dibagi menjadi empat yaitu : pola asuh

otoriter, pola asuh demokratif, pola asuh permisif, pola asuh campuran.

Setiap pola asuh tertentu membawa dampak yang berbeda terhadap tumbuh

kembang anak secara fisik dan mental. Perilaku tempertantrum pada anak

usia 0-3 tahun terlihat jelas bahwa banyak factor dan salah satu pola asuh

orang tua (Hasan, 2017).

Berdasarkan teori diatas, maka variable penelitian ini dapat

digambarkan sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Perilaku Tempertentrum pada


Pola Asuh Orang Tua
anak usia 0-3 tahun
10

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, M. (2012). Peranan Gizi dan Pola Asuh dalam Meningkatkan Kualitas
Tumbang anak,
http://anak.ad.co.k/berita baru/berita. (diakses Mei 2019).

Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek .


Jakarta;Rineka Cipta.

Clemes, Harris. (2001). Mengajarkan Disiplin Kepada Anak. Jakarta: Mitra


utama.

Drey, C. Edward. (2006). Ketika anak sulut diatur: Panduaan orang tua
mengbah masalah perilaku anak. Bandung: PT. Mizan Pustaka.

Hurlock, E. B. (2010). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan sepanjang


rentang kehidupan. Edisi kelima.jakarta:Erlangga.

Jas & Rahmadiana. (2004). Mengkomunikasikan Moral Pada Anak. Jakarta:


PT. Elex Komputindo.

Kartono, Kartini. (2012). Psikologi Anak. Bandung : Alumni.

Koentjaraningrat,(2000). Manusia dan kebudayaan di Indonesia. Jakarta:


Djambatan.

Notoatmodjo, S. (2012). Metodelogi Peneletian Kesehatan. Edisi Revisi.


Jakarta:Rineka Cipta

Nursalam. (2010). Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Salemba Medika: Bandung.

Patmonodewo, S. (2013). Penekatan Anak Prasekolah. Cetakan Kedua.


Jakarta: PT.Rineka Cipta.

Riyanto, T. (2012). Pembelajaran Sebagai Proses Bimbingan Pribadi.


Jakarta:Gramedia Widiasarana Indonesia.

Rulie, (2013). Selesaikan Tantrum Sejak Dini.


http;//mommiesdaily.com/selesaikan tantrum-sejak-Diniyuk/html.
(diakses mei 2014).

Soetijiningsih (2000). Tumbuh kembang Anak. Jakarta: EGC.


11

Sugiyono (2007). Statistika untuk penelitian. Bandung : CV ALFABETA.

Wong, L. D (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

Zaviera, Ferdinand. (2008). Mengenali dan Memahami Tumbuh Kembang


Anak. Jogjakarta: Katahati.

Anda mungkin juga menyukai