Anda di halaman 1dari 10

KOPING TEMPER TANTRUMS PADA ANAK USIA TODDLER

DAN PRASEKOLAH

Kelompok 2
Banan Hasanah            1006698736
Bismala Dewi Nurul Hidayani        1106005931
Fatika Nurul Fajrina            1106015806
Rahma Kusuma Dewi            1106076966
Raisatul Umami            1106017175
Sri Bandoro Siswayudha        0906530264

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS INDONESIA
2013
BAB I
PENDAHULUAN

Temper tantrums umumnya dialami pada anak usia satu sampai lima tahun.
Usia ini juga disebut sebagai toddler yaitu usia satu sampai tiga tahun dan preschool
atau prasekolah yaitu usia tiga sampai lima tahun. Temper tantrums sebenarnya
merupakan masalah umum yang pasti dialami pada anak usia toddler dan prasekolah.
Walaupun terkesan biasa, masalah temper tantrums harus ditangani dengan baik
karena temper tantrums dapat dijadikan indikator perilaku agresif pada
perkembangan anak kedepannya. Ironisnya, masih banyak orang tua yang tidak tahu
bagaimana cara menangani anak yang mengalami temper tantrums sehingga
menganggap tantrums sebagai kenakalan pada anak.
Tiap-tiap anak mempunyai karakter yang berbeda sehingga setiap anak
mengalami bentuk temper tantrums yang berbeda pula. Cara penanganan temper
tantrums bagi masing-masing anak pun tidak sama. Bahkan pada beberapa kasus
apabila temper tantrums tidak ditangani dengan sesuai maka akan berlanjut hingga
dewasa.
Orang tua pastilah membutuhkan pengetahuan yang mendalam bagaimana cara
menangani temper tantrums pada anak. Sebenarnya bukan hanya anak yang
membutuhkan penanganan temper tantrums namun kesabaran orang tua dalam
menanganinya juga sangat penting. Oleh sebab itu, makalah ini disusun agar
masyarakat lebih paham mengenai temper tantrums agar temper tantrums dapat
ditangani dengan tepat.
BAB II
ISI

1. Karakteristik Anak Usia Toddler dan Prasekolah


Rentang usia 1-3 tahun (masa-masa toddler) dan 3-5 tahun (preschool)
merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan anak yang paling kuat. Masa
ini adalah masa yang sulit bagi kedua orangtua dan anak, sebab sangat penting
untuk mengembangkan kepandaian dan pertumbuhan intelektual anak pada usia
emas (golden age) ini.

Pada masa-masa toddler dan preschool ini, peningkatan kemandirian anak


mulai diperkuat dengan meningkatnya kemampuan kognitif dan perkembangan
keterampilan motorik. Otak dan sistem tubuh anak mulai mengalami maturasi,
sehingga memungkinkan mereka untuk terhindar dari persoalan seperti infeksi
atau kekurangan cairan, serta dapat menjaga suhu tubuh mereka sendiri. Selain
itu, sistem imunitas anak telah mencapai level imunitas orang dewasa ketika usia
mereka mendekati akhir 2 tahun. Meskipun begitu, anak masih belum memahami
dan menguasai tubuh mereka sendiri. Mereka belum dapat mengatasi
kekhawatiran terhadap jarum suntik dan keterampilan-keterampilan seperti
toileting dan sebagainya.

Pada perkembangan moral dan spiritual anak, orangtua memiliki pengaruh


yang sangat besar. Penetapan aturan-aturan, serta sistem pemberian imbalan atau
hukuman akan melekat dalam diri anak. Pengarahan dari orangtua akan sangat
berarti, misalnya ketika mengajarkan anak untuk membaca do’a sebelum makan
atau tidur. Mengajari anak mengenai permainan dengan peraturan-peraturan
sederhana seperti dengan bekerjasama atau mengorganisir sesuatu juga dapat
melatih pemahaman anak terhadap aturan, di samping melatih perkembangan
fisiknya. Dengan demikian, anak juga akan mampu mempelajari tata krama dan
disiplin yang baik.
Perkembangan kognitif toddler dapat terlihat dari tingkah laku mereka yang
mulai aktif bereksperimen. Dengan menyadari bahwa ia dapat menggunakan
kekuatannya untuk dapat bergerak dan berbuat sesukanya, anak akan mulai
berlarian ke segala penjuru, mencoba segala sesuatu dengan menggunakan
seluruh panca indra yang dimilikinya. Pada masa seperti ini anak harus dibiarkan
mengeksplorasi lingkungannya, tapi tetap dengan pengawasan orangtua.

Kegiatan eksplorasi anak juga dipengaruhi oleh perkembangan sosialnya.


Apabila anak mulai bereksplorasi, penting baginya untuk memahami di mana
orangtuanya berada. Anak bisa mengakrabkan diri dengan orang asing selama
orangtuanya ada di dekatnya, tapi ia juga mulai dapat memberikan toleransi akan
perpisahan yang sifatnya sementara. Anak juga mulai menunjukkan ego pada
benda-benda yang dinyatakan sebagai miliknya dan meniru apa yang dilakukan
oleh orang dewasa. Kemampuan simbolisasi bahasa anak juga mulai berkembang
sehingga anak mulai dapat berkomunikasi dengan lingkungannya. Permainan-
permainan yang dilakukan anak biasanya bersifat umum, tidak spesifik pada jenis
permainan gender.

2. Definisi dan Penyebab Temper tantrums


Temper tantrums merupakan perilaku alamiah dan bukan merupakan suatu
behavioral problem pada anak pada usia toddler dan prasekolah. Temper
tantrums biasa dijumpai pada anak-anak usia antara 18 bulan hingga 4 tahun dan
berangsur-angsur menghilang sesuai perkembangan usianya. Family-Centered
Care of the Young Children menjabarkan bahwa temper tantrums muncul karena
anak toddlers dan prasekolah memiliki keterbatasan dalam memecahkan
masalahnya (psysical inability) sehingga menimbulkan letih dan kemudian
memicu frustasi. Ketika frustasi yang mereka rasakan telah maksimal, temper
tantrums merupakan sarana katarsis anak untuk melepaskan tensinya.
Potegal, Kosorok, dan Davidson (2003) menyatakan adanya elemen-elemen
utama ketika anak menunjukan temper tantrums yaitu terjadinya pengerasan
tungkai, lengan dan anggota badan, menjatuhkan diri ke lantai, menjerit,
berteriak, menangis, menghentak-hentakan kaki, mendorong, memukul,
menendang, melempar, hingga berlari. Ada pula elemen tambahan ketika anak
mengalami tantrums, yaitu merengek namun tidak semua anak tantrum
menunjukan perilaku tersebut. Perlu digarisbawahi bahwa merengek bukanlah
indikator anak menunjukan tantrums melainkan elemen subjektif yang belum
tentu semua anak tunjukan ketika mengalami tantrums.

3. Strategi Koping Bagi Anak Temper tantrums


Pada dasarnya temper tantrums adalah suatu hal yang normal terjadi pada
anak usia toddler yang merupakan bagian proses perkembangan dalam periode
perkembangan fisik, emosional, kognitif pada anak. Sebagai bagian tahap
perkembangan tersebut, episode temper tantrums yang terjadi pada anak akan
berakhir dengan sendirinya.

Beberapa sisi positif yang perlu kita ketahui dari temper tantrums ini yaitu
anak ingin menunujukan sisi kemandiriannya, menunjukkan individualitasnya,
mengungkapkan pendapatnya, meluapkan amarah, dan frustasinya dan membuat
orang dewasa mengerti jika mereka sedang bingung, lelah atau sakit. Adanya sisi
positif tersebut bukan berarti orang tua sebaiknya harus mendukung temper
tantrums terjadi. Apabila orang tua membiarkan temper tantrums dengan
membolehkan apapun yang diinginkan oleh anak ketika tantrum atau bereaksi
dengan hukuman yang kasar dan keras, maka secara tidak langsung orang tua
mengajarkan atau memberikan contoh pada anak untuk bertindak agresif dan
kasar. Oleh karena itu, orang tua pun harus mengetahui bagaimana tindakan yang
tepat dalam menangani kasus seperti ini.

Pada umumnya, cara terbaik untuk mengatasi tantrum pada anak adalah
dengan cara mengabaikannya. Hal yang perlu diingat adalah sikap yang tenang
pada diri kita dan terkendali sehingga membuat anak merasa aman. Jika kita
mengikuti apa yang diinginkan oleh anak atau menanggapi tantrum anak, anak
akan mengira bahwa jika dia berbuat demikian maka apa yang diinginkannya
dapat dicapai. Selain itu anak akan belajar marah dan menjerit agar mendapatkan
apa yang mereka inginkan. Nasehat tidak dianjurkan ketika tantrum sedang terjadi
karena anak tidak akan mendengarkan nasehat kita. Oleh karenanya, beri mereka
pengertian ketika tantrum sudah mulai mereda.

Ada alternatif bagi orangtua yang memiliki anak dengan tipe kooperatif,
antara lain :

1. Hadapi anak dengan tenang


2. Abaikan amukan anak
3. Memperjelas perintah
4. Beri reinforcement (pengharagaan) baik berupa hal yang konkret (misalnya
permen atau mainan) maupun abstrak (seperti pujian dan pelukan)
5. Bicara dari hati ke hati

Apabila kondisi tantrum pada anak semakin parah dan tidak terkontrol, hal
yang dapat dilakukan orang tua antara lain :

1. Gunakan sudut diam/ time out spot


Sudut diam disini bukan berarti membiarakan anak dikunci di dalam kamar
mandi atau di suatu tempat yang tidak dia suka, tapi cukup saat dia
mengamuk dengan letakkan dia di sebuah kursi di sudut ruangan dan tidak
boleh pergi kemana- mana sampai dia berhenti menangis.
2. Setelah time-out selesai, dekatilah si anak dengan lembut dan penuh kasih
sayang. Disini orang tua bisa mulai berbicara padanya dari hati ke hati.
3. Berikan ucapan pujian, jika si anak berhenti menangis atau berilah hadiah
atas sikap baiknya.

Walaupun temper tantrums terjadi secara alamiah, orang tua tetap mampu
melakukan pencegahan. Bentuk pencegahan yang mampu dilakukan orangtua
antara lain mengenali kebiasan-kebiasan anak atau kondisi yang menyebabkan
anak tantrum dan kenali bagaimana cara orang tua mendidik anaknya, baik secara
authoritarian, autoritatif maupun permisif.

4. Efek Temper tantrums apabila Penanganan Tidak Sesuai pada Anak


Temper tantrum harus ditangani secara cepat dan tepat terutama oleh orang
tua agar perkembangannya dapat berjalan dengan baik (Alitani, 2009). Perilaku
dari temper tantrum anak seperti menangis, menendang, memukul, melukai diri
dan membenturkan kepala dapat membahayakan anak jika tidak ditangani secara
cepat (Leung & Fagan, 1991). Jika penanganan temper tantrum tidak sesuai dapat
membawa dampak kepada anak baik dari segi fisik maupun psikologisnya
(Maulana, 2007). Efek dari penanganan tidak sesuai kepada anak temper tantrum
yaitu seperti:

1. Jika penangan temper tantrums dengan selalu menuruti segala keinginan


anak, anak akan menjadikan temper tantrums sebagai senjatanya dalam
mendapatkan apa yang ia inginkan. Menurut Hurlock ( 1997 dalam Alitani, 2009)
temper tantrum akan cenderung diulangi dengan intensitas yang semakin
bertambah jika anak berhasil memnuhi kebutuhannya dengan menunjukkan
temper tantrum. Pendapat Hurlock ini menandakan bahwa anak yang ingin
mendapatkan keinginannya baik berupa makanan, mainan dan lainnya akan
menggunakan temper tantrum sebagai sarananya atau fasilitatornya dalam meraih
apa yang ia inginkan dari orang tuanya.
2. Terkadang orang tua yang sulit mengendalikan emosinya, akan memukul
anak sebagai penanganan untuk anak yang temper tantrum. Hal ini jelas sangat
tidak sesuai, karena dengan memukul dapat menimbulkan cacat fisik bagi anak.
Selain itu, dampak psikologis yang sangat dirasakan anak. Anak akan merasa
tidak percaya diri atau memiliki kepercayaan diri yang rendah serta rasa depresi
yang berkelanjutan akibat pukulan tersebut ( Leung & Fagan, 1991).
3. Anak yang memiliki temper tantrums yang ekstrim seperti membenturkan
kepala dan menyakiti diri sendiri tidak bisa ditangani dengan penanganan dengan
cara mengabaikan anak. Anak temper tantrums akan menjadi jauh lebih marah
jika merasa diabaikan (Hayes, 2003). Perilaku menyakiti dan membahayakan
dirinya akan semakin ia lakukan.
4. Anak juga bisa berpotensi menjadi agresif jika penangannya tidak sesuai.
Dalam jurnal yang ditulis Koch (2003) yang memberikan contoh nyata anak yang
mengalami temper tantrum. Dalam jurnal tersebut dicontohkan bahwa seorang
anak yang bernama Jonathan berusia 11 tahun memiliki perilaku yang agresif
ketika sedang menjalani aktivitas konseling dengan psikolog. Jonathan memang
sering tantrum sejak dulu, sehingga ketika dibawa konsultasi, ia menampilkan
respon agresif seperti menendang, memukul bahkan mencekik leher psikolognya.
BAB III
PENUTUP

Temper tantrums merupakan perilaku alamiah yang seringkali ditunjukan oleh


anak usia toddler dan prasekolah. Meskipun hal itu lumrah terjadi, sebagai orangtua
sebaiknya mengetahui bagaimana koping yang sesuai baik dari karakteristik anak
maupun elemen tantrums yang ditunjukan. Banyak koping yang mampu diberikan
kepada anak, mulai dari sikap yang tenang, mengabaikan amukan anak, memperjelas
perintah, memberikan reinforcement (pengharagaan) baik berupa hal yang konkret
(misalnya permen atau mainan) maupun abstrak (seperti pujian dan pelukan) hingga
akhirnya dilakukannya pembicaraan dari hati ke hati antar orangtua dengan anak.
Namun, apabila bentuk koping yang dilakukan orang tua tidak tepat dan sesuai, akan
menimbulkan dampak kepada anak seperti anak dapat menyakiti diri sendiri, anak
menjadikan temper tantrum sebagai senjatanya untuk mendapatkan keinginannya dan
jika bentuk kopingnya dengan memukul dapat menyebabkan cacat fisik dan masalah
psikologis bagi anak. Oleh karena itu, akan lebih baik bagi orang tua untuk
mengetahui bentuk koping yang tepat bagi anak sesuai dengan karakteristiknya.
Sehingga tidak menimbulkan dampak yang negatif bagi anak. Selain itu, orang tua
juga harus menambah pengetahuan tentang anak bagaimana menangani anak temper
tantrum baik melalui buku, internet dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

Potegal, M., Kosorok, M.R., Davidson, R.J. (2003). Temper tantrums in young
children: Tantrum duration and temporal organization. Developmental and
Behavioral Pediatrics 24. doi 0196-206X/00/2403-0148
Alitani, M.B. (2009). Pengaruh Metode Social Story Terhadap Penurunan Temper
Tantrum pada Anak Autis. Retrieved from
http://eprints.unika.ac.id/1418/1/06.92.0088_Mikaela_Berliyana_Alitani.pdf (27
Maret pukul 22.15 WIB)
Hayes, E. (2003). Practical Parenting : Tantrum. London: Octopus Publishing Group
Koch, E. (2003). Reflections on a study of temper tantrums in older children.
Psychoanalytic Psychology 20, 456-471
Leung, A.K.C., Fagan. (1991). Temper Tantrums. American Family Physician.
Retrieved from http://findarticles.com/p/
articles/mi_m3225/is_n2_v44/ai_11197514 (26 Maret pukul 21.09 WIB)
Maulana, M. (2007). Anak Autis :Mendidik Anak Autis dan Gangguan Mental Lain
Menuju Anak Cerdas dan Sehat. Jogjakarta : Katahati
Mayo clinic. (2013). Temper tantrums in toddlers: How to keep the peace. Retrieved
from
http://www.mayoclinic.com/health/tantrum/HQ01622/NSECTIONGROUP= 2
(15 Maret 2013 pukul 21.15WIB)

Pendley, J.S.(2012). Temper Tantrums. Retrieved from


http://kidshealth.org/parent/emotions/behavior/tantrums.html# (21 Maret pukul
18.14 WIB)
Child Welfare Information Gateway. Dealing With Temper Tantrums. Retrieved from
https://www.childwelfare.gov/preventing/. ( 17 Maret pukul 18.14 WIB)

Wong, Donna L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong Ed. 6, Vol 1.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai