Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MATA KULIAH PENANGANAN ANAK BERKELAINAN (Anak dengan Kebutuhan Khusus)

TEMA : ANAK DENGAN PERILAKU ANTI SOSIAL

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Disusun oleh KELOMPOK 2 Hariyati 823646536 Lesmays Yufrika Feking 823646733 Hajipa 823646084 Nurfin 823646077 Masita 823708753 Ernawati 823783959

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS TERBUKA S1 PENDIDIKAN GURU PAUD TAHUN 2013

RESUME MODUL 5 PERILAKU ANTISOSIAL

Kegiatan Belajar 1 : Anak dengan Perilaku Antisosial Anak yang tidak patuh Kepatuhan adalah melakukan apa yang diminta orang lain. Anak-anak (usia 2 3 tahun) telah memiliki keinginannya sendiri sehingga menjadi hal yang berat baginya ketika harus melakukan apa yang disuruh orang lain (orang tua/ guru), suka ataupun tidak suka. Diminta/disuruh tapi anak menolaknya = dipersepsi orang dewasa sebagai tanda anak sudah berani membantah, sulit diatur, tidak patuh lagi.

Karakteristik The passive resistan type : diam atau menghindari perintah dengan cara pasif, melaksanakan tapi setengah hati. The openly defiant type : menolak secara langsung dengan verbal atau bahkan dengan tantrum. The spiteful type of noncompliance : melakukan yang sebaliknya dari yang diperintahkan (seperti diminta diam malah berteriak).

Penyebab Kurang disiplin, terlalu permisif Disiplin yang sangat keras Disiplin yang tidak konsisten Orangtua dalam keadaan stress dan konflik Anak dalam kelelahan,lapar, sakit, atau sedang ada tekanan emosional.

Penanganan Beri kesempatan anak membuat aturan Menciptakan pola asuh authoritative yaitu aturan yang dikombinasikan dengan cinta dan alasan yang jelas dan cara menyampaikan dapat diterima anak. Responsive maksudnya ketika anak membutuhkan kita (guru/ orangtua) maka kita siap ada untuk dia. Sebab, semakin sering kita menolak maka semakin sering anak menolak instruksi kita (hukum reciprocity/ sebab akibat). Memberi contoh/ model yang baik.

Kegiatan Belajar 2 : Perilaku Temper Tantrum Temper Tantrum adalah mengeluarkan amarah yang hebat untuk mencapai maksudnya. Suatu letupan amarah anak yang sering terjadi pada usia 2 sampai 4 tahun di saat anak menunjukkan kemandirian dan sikap negativistiknya. Perilaku ini seringkali disertai dengan tingkah yang akan membuat orang lain semakin jengkel, seperti menangis dengan keras, berguling-guling di lantai, menjerit, melempar barang, memukul-mukul, menyepak-nyepak, dan sebagainya. Bahkan pada anak yang lebih kecil, diiringi pula dengan muntah atau kencing di celana.

Temper Tantrum Merupakan ekpresi kemarahan yang sangat kuat, yang lepas kontrol, yang disertai dengan perilaku-perilaku seperti menangis, menjerit, menghentakan kaki dan tangan ke tanah, serta agresif (memukul, menendang).

Berarti Temper Tantrum Negatif? Pada dasarnya perilaku temper tantrum memiliki aspek positif. Mengapa? Karena menurut Rini Hildayani, 2009, Tantrum merupakan suatu cara mempertahankan diri ketika anak berada dalam keadaan frustasi, diganggu, atau ketika sesuatu dari miliknya diambil. Dalam hal ini, temper tentrum merupakan release yang tentu saja akan lebih baik daripada keadaan pasif. Respons kemarahan yang dikeluarkan mungkin lebih sehat daripada memendam masalah.

Temper Tantrum akan menjadi masalah serius Bila temper tantrum menjadi cara pemecahan masalah favorit bagi anak untuk memperoleh keinginannya (setiap menginginkan sesuatu maka anak akan menunjukkan temper tantrum).

Jenis Temper Tantrum Manipulative tantrum, terjadi bila tidak memperoleh apa yang diinginkan, dan berhenti apabila keinginannya dituruti. Verbal frustasi tantrum, terjadi ketika anak tahu apa yang ia inginkan tetapi tidak tahu bagaimana cara menyampaikan keinginnya secara jelas. Temperamental tantrum, terjadi ketika tingkat frustasi anak mencapai tahap yang sangat tinggi, anak menjadi sangat tidak terkontrol, sangat emosional. Anak akan sangat merasa lelah dan kecewa. Walaupun mereka nampak tidak meminta tolong, tetapi sesungguhnya mereka sangat membutuhkannya.

Perilaku Tantrum, menurut tingkatan usia: Di bawah usia 3 tahun: Menangis Menggigit Memukul Menendang Menjerit Memekik-mekik Melengkungkan punggung Melempar badan ke lantai Memukul-mukulkan tangan Menahan nafas Membentur-benturkan kepala Melempar-lempar barang

Usia 3 - 4 tahun: Perilaku-perilaku tersebut diatas Menghentak-hentakan kaki Berteriak-teriak Meninju Membanting pintu Mengkritik Merengek

Usia 5 tahun ke atas Perilaku- perilaku tersebut pada 2 (dua) kategori usia di atas Memaki Menyumpah Memukul kakak/adik atau temannya Mengkritik diri sendiri Memecahkan barang dengan sengaja Mengancam

Apa Penyebabnya? Disebabkan karena anak belum mampu mengontrol emosinya dan mengungkapkan amarahnya secara tepat. Tentu saja hal ini akan bertambah parah jika orang tua tidak mengerti apa yang sedang terjadi pada anaknya, dan tidak bisa mengendalikan emosinya karena malu, jengkel, dan sebagainya.

Beberapa penyebab konkrit yang membuat anak mengalami Temper Tantrum Anak terlalu lelah, sehingga mudah kesal dan tidak bisa mengendalikan emosinya. Anak gagal melakukan sesuatu, sehingga anak menjadi emosi dan tidak mampu mengendalikannya. Hal ini akan semakin parah jika anak merasakan bahwa orang tuanya selalu membandingkannya dengan orang lain, atau orang tua memiliki tuntutan yang tinggi pada anaknya. Jika anak menginginkan sesuatu, selalu ditolak dan dimarahi. Sementara orang tua selalu memaksa anak untuk melakukan sesuatu di saat dia sedang asyik bermain, misalnya untuk makan. Mungkin orang tua tidak mengira bahwa hal ini akan menjadi masalah pada si anak di kemudian hari. Si anak akan merasa bahwa ia tidak akan mampu dan tidak berani melawan kehendak orang tuanya, sementara dia sendiri harus selalu menuruti perintah orang tuanya. Ini konflik yang akan merusak emosi si anak. Akibatnya emosi anak meledak. Pada anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan mentalnya, sering terjadi Temper Tantrum, di mana dia putus asa untuk mengungkapkan maksudnya pada sekitarnya. Yang paling sering terjadi adalah karena anak mencontoh tindakan penyaluran amarah yang salah pada ayah atau ibunya. Jika Anda peduli dengan perkembangan anak Anda, periksalah kembali sikap dan sifat-sifat kita sebagai orangtua.

Beberapa cara sederhana menangani anak usia dini tantrum 1. Memahami dan mengerti jenis tantrumnya yang terjadi: Pada Manifulative tantrum ignorin (mengabaikan) seperti untuk tidak melihat ke arah anak, dan tetap tenang dengan melakukan aktivitas kita (guru). time out seperti anak tadi di tempatkan di pojok ruangan/ ke tempat yang lebih tenang lalu katakan kamu boleh bergabung, bila kamu dapat mengendalikan kemarahanmu atau untuk sementara kamu diam dulu di sini, sampai kamu berhenti berteriak-teriak.

Pada verbal frustation tantrum membantu anak mengenali apa yang dia rasakan. Kemudian membantunya untuk memecahkan masalahnya. contoh: anak tantrum dengan melemparkan puzzlenya dan mengacak-acak meja dsb. Kemudian katakan padanya kamu kelihatan sangat marah dan membanting potongan puzzle itu, apa karena potongan itu tidak bisa masuk dengan pas? Jika ia memjawab iya maka katakan coba kamu balik, mungkin potongannya bisa masuk dengan pas Tapi kalau tebakan kita salah (anak malah berteriak bukaaaaaann!) maka bantu ia untuk menceritakan masalahnya.

Pada temperamental tantrum membantu anak tantrum jenis ini adakalanya kita membutuhkan ahli untuk menanganinya. sebagai guru, harus bisa membedakan antara mengontrol kemarahan yang dialami anak dalam menginginkan sesuatu atau kemarahan sebagai rasa frustasi yang menunjukkan ekspresi kesalahan dalam mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Cari cara terbaik untuk mengatasi tantrum tersebut. Lakukan secara konsisten dan tidak cepat menyerah (sebab adakalanya membutuhkan waktu yang lama/ berbulan-bulan sampai menemukan hasil yang positif). 2. Mencatat hal-hal yang menjadi penyebab tantrumnya: Dengan mengetahui hal atau situasi yang mungkin menjadi penyebab anak berperilaku tantrum, diharapkan dapat dilakukan antisipasi. Misalnya anak cenderung tantrum bila merasa lapar, terlalu lelah, dan terlalu terstimulasi. Maka kita (guru) berhati-hati untuk menghindarkan dari kondisi tersebut. 3. Mencoba untuk mengendalikan diri Walaupun tidak mudah untuk selalu mengontrol rasa frustasi kita (guru) dan terkadang tertekan akibat tantrum anak, tetapi perlu diketahui sesungguhnya tantrum si anak cukup menakutkan baginya. Jika si anak merasa gurunya juga lepas kontrol, maka anak semakin ketakutan. Usahakan beri waktu diri kita untuk rileks, menenangkan diri dan menjaga rasa frustasi dan kemarahan. Caranya: berjalan-jalan sejenak, mengambil napas panjang beberapa saat. Guru akan melihat perbedaannya, akan lebih dapat berpikir jernih dan mengambil cara terbaik untuk menghadapi tantrum anak. 4. Jangan berargumentasi atau menjelaskan tindakan kita kepada anak yang tantrum 5. Jangan memberi reward kepada anak yang tantrum 6. Hindari penggunaan obat 7. Anak harus belajar mengontrol emosinya dan harus belajar menjelaskan keinginannya melalui kata-kata.

Pertanyaan untuk Kelompok 1


Tentang modul 4 anak dengan perilaku insecure 2 (pencemas)

1. Coba sebutkan dan jelaskan tanda dan gejala kecemasan yang bisa digunakan oleh para orang-tua untuk mendeteksi munculnya kecemasan pada anak ? 2. Setiap tingkat usia mempunyai ciri kecemasan sendiri-sendiri. Dapatkah anda sebutkan apa saja ciri-ciri kecemasan yang terjadi pada bayi, anak 3 tahun dan anak 4-6 tahun ? 3. Kecemasan yang dialami anak biasanya nampak dalam perilaku-perilakunya. Coba jelaskan perilaku-perilaku yang dimaksudkan apa saja? 4. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan anak dengan perilaku pencemas ? 5. Bisakah anda sebutkan dan jelaskan cara penanganan anak dengan perilaku pencemas selain dari yang ada di modul? 6. Di modul dikatakan bahwa Fobia berbeda dari ketakutan berdasarkan intensitasnya, sifatnya yang maladaptif dan terus menerus. Bisakah anda jelaskan maksud dari kalimat tersebut ? 7. Obsesi adalah pikiran atau bayangan yang tidak dapat dicegah dan terus ada dalam kesadaran seseorang sekalipun ia memandang hal itu sebagai tidak menyenangkan dan ingin menghindarinya. Bisakah anda berikan contoh bagaimanakah perilaku obsesi itu ? 8. Kompulsi adalah tindakan stereotipi yang mendorong seseorang untuk mengulangi lagi dan lagi meskipun ia tidak ingin melakukan hal itu. Bisakah anda jelaskan apa yang dimaksud dengan tindakan stereotipi itu, dan berikan contohnya ? 9. Dimodul dikatakan bahwa cara yang cukup menangani anak dengan gangguan obsesifkompulsif adalah dengan Intervensi tingkah laku dalam bentuk pencegahan respons yaitu mencegah munculnya tingkah laku ritualistik. Bisakah anda jelaskan apa yang dimaksud dengan intervensi tingkah laku dan tingkah laku ritualistik ? 10. Bisakah anda sebagai guru memberikan contoh nyata tindakan untuk menangani anak dengan gangguan obsesif-kompulsif ?

Ada 8 tanda dan gejala kecemasan yang bisa digunakan oleh para orang-tua untuk mendeteksi munculnya kecemasan pada anak : 1. Gangguan Tidur, anak akan sulit tidur meskipun rasa kantuknya tidak tertahan. 2. Menghindar, anak mudah menarik diri atau bahkan mudah menentang situasi tertentu. 3. Bertingkah, anak akan mengamuk atau bertingkah tidak sehat bila dipaksa menghadapi ketakutan tertentu, misalnya lari dari rumah. 4. Lengket, anak tidak membiarkan orangtua jauh darinya atau sering menggunakat baying-bayang orang lain supaya bisa selamat. 5. Stres Fisik, debar jantung anak meningkat, tangan berkeringat dan nafas bisa terasa sesak. 6. Teror, anak meresponi dengan menangis, sering merengek-rengek dan mudah gemeteran. 7. Kemunduran, sering mengisap jempol, sering ngompol 8. Ketegangan, sering menggigit kuku, membunyikan gigi, mengepalkan tangan, sering muncul rasa tidak nyaman di perut. Orangtua Helikopter Bikin Anak Jadi Pencemas Liputan6,com, Sydney: Orangtua yang terlalu protektif dan terus menerus memantau perkembangan anak mereka dikenal dengan orangtua helikopter. Orangtua tipe ini bisa membuat anak menjadi lebih cemas dengan bertambahnya usia. Demikian hasil penelitian di Australia yang diterbitkan journal PLOS One. Temuan ini berasal dari penelitian 200 anak-anak di Universitas Macquarie Sydney. Anak-anak awalnya dinilai ketika mereka di usia prasekolah (tiga atau empat tahun) dan diteliti lagi lima tahun kemudian. Anak-anak selanjutnya diminta menyelesaikan serangkaian teka-teki dan tugas pidato, Rabu (22/8). Para ibu anak-anak itu diminta hanya menolong mereka ketika anak-anak membutuhkannya. Interaksi selanjutnya diamati untuk menentukan seberapa sering orangtua menolong dengan memberikan jawaban atau mengarahkan kegiatan anak mereka. Ibu juga diminta membuat laporan sendiri dan bagaimana perilaku anak mereka dalam menanggapi pernyataan seperti "saya menentukan dengan siapa anak saya bermain dan saya memakaikan baju meski anak saya bisa melakukannya sendiri." "Temuan yang paling menarik adalah prediktor terkuat dari kecemasan anak usia sembilan tahun yakni pada usia empat tahun," kata pemimpin studi Profesor Jennifer Hudson dari Pusat Kesehatan Emosional di Universitas. Menurutnya, temuan itu menunjukkan anak-anak yang menunjukkan tanda-tanda kecemasan cenderung saat usia prasekolah memiliki ibu yang terlalu sering membantu. "Temuan kami secara keseluruhan juga menunjukkan bahwa anak-anak prasekolah dengan ibu yang terlalu terlibat atau protektif lebih mungkin didiagnosa dengan kecemasan pada usia pertengahan," tambahnya. Anak-anak yang memiliki ibu yang pencemas dan depresi juga menempatkan risiko lebih tinggi bagi anak mereka yang masih kecil ikut menjadi cemas. "Orangtua bisa membimbing reaksi anak mereka terhadap situasi dengan mencontohkan perilaku yang berani," kata Hudson. Misalnya, pertama kalinya seorang anak bertemu dengan seekor anjing, jika ibu takut dia mengirimkan informasi ini kepada anak."Sebaliknya (orangtua harus) buang rasa cemas dan mendorong perilaku berani," katanya. Hudson menjelaskan, studi ini tidak bermaksud untuk membuat orangtua cemas bahkan lebih peduli, melainkan dimaksudkan untuk mengidentifikasi faktor risiko berkembangnya rasa cemas pada anak-anak dan lebih bijak dalam mengelola ketakutan mereka. "Itu wajar jika orang dewasa ingin membantu anak-anak yang pemalu, tertekan, atau gugup," katanya. "Pada penelitian lainnya terhadap anak-anak yang lebih besar telah menunjukkan bahwa ketika orangtua dari anak-anak percaya diri diminta bertukar tempat dengan orangtua dari anak-anak pencemas dan melakukan tugas-tugas, orangtua yang anaknya percaya diri memberi banyak bantuan kepada anak cemas dibandingkan anak mereka sendiri." "Ada sesuatu di dalam perilaku anak yang membawa naluri perlindungan orangtua keluar." Para peneliti rencananya kembali mengukur kemajuan anak-anak lagi ketika mereka berusia 12 tahun. Perasaan cemas atau tidak aman cukup sering mengganggu anak-anak. Sekalipun perasaan tidak aman ini sebenarnya wajar-wajar saja dialami anak, akan tetapi jika dalam kadar berlebihan, maka tentu saja akan mengganggu perkembangan anak. Bayi, sangat rentan terhadap perasaan tidak aman ini, mereka bisa ketakutan hanya karena terkejut mendengar suara keras atau mengalami perubahan yang tiba-tiba. Anak usia 3 tahun, biasanya sering mengkhawatirkan tentang bahaya fisik, kehilangan cinta orangtuanya, atau mencemaskan perbedaan dirinya dari orang lain. Pada usia kanak-kanak awal (4-6 tahun), anak biasanya mengkhawatirkan hal-hal yang imajinatif atau hal-hal yang sebenarnya hanya ada dalam khayalan, seperti monster, hantu. Yang dimaksud dengan cemas adalah : Merasa sedih, susah, khawatir, karena terus-menerus memikirkan tentang hal-hal buruk yang akan terjadi atau

memikirkan tentang masalah yang diperkirakan akan muncul. Kecemasan yang dialami anak biasanya nampak dalam perilaku-perilaku berikut : Gelisah, berkeringat, menangis, mulas/sakit perut, mual, sesak napas, melangkah bolak-balik, menggerakgerakkan anggota tubuh tanpa tujuan, sulit tidur, mimpi buruk, tidak nafsu makan Anak-anak yang pencemas mudah ketakutan, mudah gelisah, dan mereka cenderung mencari hal-hal untuk dikhawatirkan. Mereka memikirkan secara berlebihan situasi sehari-hari yang bahkan tidak diperhatikan oleh orang lain. Dampak Kecemasan Rasa cemas yang berlebihan akan membuat anak menjadi tidak nyaman, sehingga mereka tidak bisa mengembangkan diri mereka secara maksimal, baik dalam relasi sosial dengan teman, maupun dalam hal akademik. Anak-anak yang pencemas menjadi anak yang kaku, dan terlalu berhati-hati. Apabila kecemasan terusmenerus mengganggu mereka, mereka pun akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak bahagia. Selain itu, anakanak yang pencemas cenderung cepat menjadi lumpuh ketika menemui masalah, sehingga mereka tidak berusaha mencari solusi-solusi untuk mengatasi masalah, dan demikian, mengalami hambatan dalam mengembangkan kemampuan memecahkan masalah (problem solving).

Faktor-faktor Penyebab Perasaan tidak aman yang dialami anak Perasaan tidak aman dan keragu-raguan atau ketidakyakinan diri yang menyelimuti anak membuat anak mudah merasa cemas. Adapun hal-hal yang menyebabkan perasaan tidak aman pada diri anak adalah sebagai berikut. Lingkungan sekitar yang tidak konsisten. Sikap tidak konsisten dari orang-orang sekitar, misalnya orangtua atau guru, membuat anak merasa bingung, merasa bahwa segala sesuatunya tidak bisa diprediksi, hingga selanjutnya anak menjadi mudah cemas. Perbedaan pandangan antara kedua orangtua dalam hal pengasuhan anak juga termasuk faktor yang menyebabkan anak sering mengalami bingung dan cemas. Contoh yang sering terjadi adalah salah satu orangtua melarang anak melakukan sesuatu hal, sementara yang lain memberikan izin kepada anak. Lingkungan sekitar yang terlalu banyak mengkritik anak. Kritik dari orang dewasa maupun teman yang terlalu sering diterima anak, akan membuat anak merasa tegang dan cemas. Anak menjadi mudah bimbang dan tidak percaya diri. Saat-saat di mana anak diharuskan untuk tampil atau menunjukkan kemampuannya, menjadi saat yang sangat mencemaskan, karena anak merasa dievaluasi dan dinilai. Sikap perfeksionis orangtua. Harapan orangtua akan kesempurnaan membuat banyak anak merasa cemas, meskipun ada juga beberapa anak yang tidak mempedulikannya. Orangtua menerapkan standard yang terlalu tinggi dan tidak mudah puas dengan apa yang dicapai anak, sehingga anak menjadi khawatir kalau-kalau tidak bisa melakukan sesuatu dengan baik dan gagal memenuhi harapan orangtuanya. Sikap permisif orangtua. Sikap permisif dalam mengasuh anak adalah sikap yang membiarkan anak bebas melakukan perilaku-perilaku tanpa diberi bimbingan maupun batasan. Jika orangtua tidak mengkomunikasikan harapan dan tidak mengkomunikasikan batasan-batasan secara jelas, anak akan menjadi merasa tidak aman, karena tidak yakin mengenai apa yang benar untuk dilakukan. Sikap orangtua yang menganggap anak sebagai orang dewasa. Beberapa orangtua menganggap anaknya sebagai teman dan memperlakukan anaknya layaknya orang dewasa, sehingga mereka menceritakan masalah-masalah yang dialami kepada anak. Hal ini tidak lah tepat, karena anak-anak tidak cukup matang untuk bisa menampung masalah-masalah orangtuanya. Ketika anak mendengar masalah finansial, sosial, seksual yang dihadapi orangtua, mereka merasa ingin melakukan sesuatu untuk bisa menolong orangtua mereka, namun tentu saja menyelesaikan masalah-masalah seperti itu bukanlah kapasitas mereka, sehingga akibatnya, mereka merasa tidak berdaya dan ikut terjebak dalam kesusahan akibat masalah itu. Mereka hanya bisa mencemaskan keadaan orangtuanya yang sedang dirundung masalah itu. Perasaan bersalah yang dialami anak Anak merasa cemas ketika mereka merasa telah melakukan sesuatu yang buruk atau salah. Anak-anak yang berusia 2-6 tahun sering mengalami kesulitan untuk membedakan antara kenyataan dengan imajinasi mereka, sehingga karenanya, mereka bisa merasa bersalah hanya dengan berpikir jahat atau menaruh niat jahat saja. Mereka belum mengerti bahwa pikiran jahat adalah sesuatu yang normal, dan bahwa sekadar berpikir saja tidak sama artinya dengan sungguh-sungguh melakukan. Rasa kecewa yang berlebihan akibat kegagalan berulang Ketika anak berulang kali merasa gagal meraih tujuan, anak cenderung menjadi pesimis, meragukan

kemampuannya, sehingga ketika berhadapan dengan suatu masalah yang harus diselesaikan, bukannya mengambil tindakan, melainkan terlalu banyak berpikir, mencemaskan bahwa dirinya akan gagal lagi, dan merasa tidak berdaya. Adanya modelling dari orangtua Anak-anak yang memiliki orangtua pencemas, cenderung mudah cemas dan tegang juga dalam menghadapi berbagai hal yang terjadi. Anak bisa dengan mudah membaca perasaan orangtua mereka, bahkan kalau pun orangtua berusaha menutup-nutupi perasaan mereka. Anak justru akan menjadi semakin cemas bila melihat orangtua mereka tegang namun berusaha menutup-nutupinya. Bila orangtua sedang merasa cemas, atau merisaukan sesuatu hal, lebih baik mengutarakan perasaan secara terbuka, namun disertai dengan kata-kata yang mengemukakan sikap optimis atau harapan akan keadaan yang lebih baik. Sikap orangtua yang terbuka dalam mengekspresikan perasaan, akan membuat anak merasa terbiasa juga mengekspresikan perasaan mereka dan tidak memendam perasaan-perasaan negatif, sehingga anak merasa lebih lega dan lebih nyaman. Langkah untuk Mengatasi Menerima perasaan anak Orangtua perlu menerima perasaan cemas anak dengan tidak mengolok-olok atau menyalahkan kebodohan mereka. Tidak ada gunanya bila orangtua berdebat dengan anak untuk meyakinkan anak bahwa tidak ada hal yang perlu dicemaskan. Dalam menghadapi anak yang sedang cemas, menangis, atau panik, orangtua sebaiknya bersikap tenang. Sediakan suasana yang aman, yang tidak mengancam anak. Dalam keadaan cemas, anak butuh merasa yakin bahwa orangtuanya akan mendampinginya. Oleh karena itu, orangtua perlu menunjukkan bahwa saat itu, ia benar-benar meluangkan waktu untuk memberi perhatian penuh dan dukungan kepada anak. Sekalipun orangtua merasa tidak bisa melakukan apa-apa, dengan hanya berada di sisi anak saja, orangtua bisa meringankan kecemasan anak. Mengkomunikasikan keyakinan dan harapan yang optimis Untuk membuat anak lebih tenang, orangtua perlu mengemukakan keoptimisan kepada anak bahwa anak akan mampu mengatasi perasaannya itu dan akan melalui masalah yang sedang dihadapinya dengan baik. Yakinkan anak bahwa dalam hidup ini, masalah-masalah yang kita temui harus kita hadapi, selesaikan, dan lupakan. Daripada merenungi ketidakberdayaan, lebih baik mengambil tindakan nyata sekecil apapun untuk bangkit dari masalah dan keluar dari kungkungan kecemasan. Mendukung anak untuk terbuka mengungkapkan perasaannya Anak yang terbiasa mengungkapkan perasaannya dengan jujur cenderung jarang dibanjiri oleh kecemasan yang berlebihan. Mengungkapkan dan mengekspresikan perasaan akan memberikan rasa lega dan nyaman. Oleh karena itu, orangtua sebaiknya mengkondisikan agar suasana keluarga mendukung anak untuk bebas mengekspresikan perasaan-perasaannya. Saat yang tepat untuk memberi kesempatan anggota-anggota keluarga mengkomunikasikan perasaan yang dialami adalah saat diskusi, yang mungkin dilakukan sambil makan malam atau bersantai. Selain itu, orangtua juga bisa membantu anak mengeluarkan perasaan-perasaannya melalui permainan pura-pura, misalnya bermain boneka. Dalam permainan itu, sambil menjalankan peran, anak bisa memproyeksikan perasaan-perasaan yang dialaminya dengan lebih nyaman. Langkah lain yang bisa ditempuh orangtua untuk mengajarkan cara mengekspresikan perasaan secara terbuka adalah dengan membacakan ceritacerita di mana di dalamnya tokohnya mengalami suatu kejadian dan mengekspresikan perasaannya. Mengajarkan keterampilan problem solving (pemecahan masalah) Anak yang memiliki kemampuan problem solving (kemampuan memecahkan masalah) cukup baik, cenderung tidak mudah merasa cemas ketika berhadapan masalah, karena mereka lebih percaya diri. Oleh karena itu, sebaiknya orangtua sedini mungkin mengajari anak untuk terbiasa mengambil langkah-langkah untuk memecahkan masalah. Orangtua bisa melatih kemampuan problem solving dengan cara mengajak anak mengeluarkan ide-idenya untuk memecahkan suatu masalah. Bisa juga orangtua menawarkan beberapa solusi, kemudian anak diminta memilih solusi yang menurutnya paling tepat, sambil diminta menjelaskan mengapa ia berpikir bahwa solusi yang dipilihnya itu yang paling tepat. Anak perlu diajari bagaimana menganalisis sebuah situasi yang membawa masalah atau menimbulkan kecemasan, kemudian orangtua membimbing mereka dalam menentukan tindakan apa yang sebaiknya dilakukan. Permainan Bagaimana seandainya ... juga bisa mengasah keterampilan anak memecahkan masalah. Sebagai contoh, orangtua bisa menanyakan Bagaimana seandainya ada tamu yang datang ketika kamu sedang sendirian di rumah? dan kemudian anak mencoba memikirkan alternatif tindakan yang bisa dilakukan. Dalam permainan ini, sebaiknya orangtua juga menambahkan solusi yang mungkin bisa dilakukan. Orangtua perlu menekankan kepada anak bahwa tidak berhasil lebih baik daripada tidak mencoba sama sekali, dan dalam menghadapi masalah, yang terpenting adalah melakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan; percuma untuk merasa cemas, karena cemas tidak akan membantu menyelesaikan masalah.

Mengajarkan self-talk yang positif Anak yang pencemas biasanya suka berandai-andai bahwa sesuatu yang buruk akan menimpa dirinya. Oleh karena itu, anak perlu diajari untuk berhenti berkata-kata secara negatif kepada dirinya sendiri dan membiasakan untuk mengatakan hal-hal positif kepada dirinya sendiri. Sebagai contoh, anak yang sering cemas ketika tampil menyanyi di depan teman-temannya bisa diajari untuk berkata kepada dirinya, Tidak semua o rang pandai menyanyi, jadi aku pun akan mencoba menyanyi sebisaku. Mengajarkan strategi-strategi relaksasi Salah satu cara relaksasi yang cukup mudah dilakukan anak adalah mengambil napas dalam-dalam beberapa kali sambil berhitung dan memfokuskan diri pada angka. Anak bisa juga diajari untuk pertama-tama menegangkan otot-otot tubuhnya, dan kemudian mengendurkan otot-otot tubuhnya itu secara perlahan-lahan supaya benarbenar bisa merasakan rileks. Penting juga ketika anak berlatih melakukan relaksasi, anak mempunyai kata-kata untuk memberi aba-aba kepada dirinya untuk memulai relaksasi, seperti kata-kata Rileks, Tenangkan dirimu, sehingga untuk selanjutnya, anak bisa secara otomatis memerintahkan tubuhnya untuk melakukan relaksasi hanya dengan kata-kata sederhana tersebut. Bentuk kegiatan relaksasi lainnya adalah membayangkan suatu suasana nyaman dan damai sembari mengendurkan otot-otot tubuh. Melibatkan anak dalam aktivitas yang disukainya Melakukan aktivitas yang disukai akan bisa mengalihkan anak dari perasaan cemas yang mengganggunya. Kegiatan-kegiatan yang mungkin disukai anak misalnya membaca buku cerita favorit, mendengarkan musik, bermain musik, berendam dalam air hangat.

Anda mungkin juga menyukai