Temper tantrum adalah suatu luapan emosi yang meledak-ledak dan tidak terkontrol. Temper tantrum seringkali muncul pada anak usia 15 bulan hingga 6 tahun (Zaviera, 2008). Tantrum lebih mudah terjadi pada anak-anak yang dianggap sulit dengan ciri-ciri memiliki kebiasaan tidur, makan dan buang air besar yang tidak teratur, sulit menyukai situasi, makanan dan orang-orang baru, lambat beradaptasi terhadap perubahan, suasana hati lebih sering negative, mudah terprovokasi, gampang merasa marah dan sulit dialihkan perhatiannya (Zaviera, 2008). La Forge (dalam Zaviera, 2008) menilai bahwa tantrum adalah suatu perilaku yang masih tergolong normal yang merupakan bagian dari proses perkembangan, suatu periode dalam perkembangan fisik, kognitif, dan emosi. Sebagai periode dari perkembangan, tantrum pasti akan berakhir.
2.2 Jenis Temper Tantrum
Dalam buku Temper Tantrum In Young Children, Psikolog Michael Potegal, mengidentifikasikan dua jenis tantrum yang berbeda dengan landasan emosional dan tingkah laku yang berbeda sebagai berikut: 1. Tantrum amarah (anger tantrum) dengan ciri menghentakkan kaki, menendang, memukul, dan berteriak. 2. Tantrum kesedihan (distress tantrum) dengan ciri menangis dan terisak-isak, membantingkan diri, dan berlari menjauh. Anak yang masih sangat kecil sering mengungkapkan kesedihan atau kehilangan dengan tantrum Dalam buku Raising Happy Children, Jan Parker dan Jan Stimpson, juga memaparkan dua jenis tantrum yang berbeda: 1. Tantrum yang berawal dari kesedihan dan amarah 2. Tantrum yang berakar pada kebingungan dan ketakutan
2.3 Ciri-ciri anak yang sering mengalami Temper Tantrum
1. Hidup tidak teratur (tidur, makan, buang air besar, dan lain-lain) 2. Sulit beradaptasi dengan situasi atau orang-orang baru 3. Suasana hatinya seringkali negative 4. Cepat terpancing amarahnya 5. Sulit dialihkan perhatiaanya.
2.4 Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya temper tantrum
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya temper tantrum, diantaranya adalah (Zaviera, 2008) : 1. Terhalangnya keinginan anak mendapatkan sesuatu. Anak jika menginginkan sesuatu harus selalu terpenuhi, apabila tidak tidak berhasil terpenuhinya keinginan tersebut maka anak sangat dimungkinkan untuk memakai cara tantrum guna menekan orangtua agar mendapatkan apa yang ia inginkan (Zaviera, 2008). 2. Ketidakmampuan anak mengungkapkan diri. Anak-anak mempunyai keterbatasan bahasa, pada saatnya dirinya ingin mengungkapkan sesuatu tapi tidak bisa, dan orangtua pun tidak dapat memahami maka hal ini dapat memicu anak menjadi frustasi dan terungkap dalam bentuk tantrum (Zaviera, 2008). 3. Tidak terpenuhinya kebutuhan. Anak yang aktif membutuhkan ruang dan waktu yang cukup untuk selalu bergerak dan tidak bisa diam dalam waktu yang lama. Apabila suatu saat anak tersebut harus menempuh perjalanan panjang dengan mobil, maka anak tersebut akan merasa stress. Salah satu contoh pelepasan stresnya adalah tantrum (Zaviera, 2008). 4. Pola asuh orangtua. Cara orangtua mengasuh anak juga berperan untuk menyebabkan tantrum. Anak yang terlalu dimanjakan dan selalu mendapat apa yang ia inginkan, bisa tantrum ketika suatu kali permintaannya ditolak. Anak yang terlalu dimanjakan dan selalu mendapatkan apa yang diinginkan, bisa tantrum ketika suatu kali permintaannya ditolak. Bagi anak yang terlalu dan didominasi oleh orantuanya, sekali waktu anak bisa jadi bereaksi menentang dominasi orangtua dengan perilaku tantrum. Orangtua yang mengasuh anak secara tidak konsisten juga bisa menyebabkan anak tantrum (Zaviera, 2008). Pola asuh orangtua dalam hal ini sebenarnya lebih pada bagaimana orangtua dapat memberikan contoh atau teladan kepada anak dalam setiap bertingkah laku karena anak akan selalu meniru setiap tingkah laku orangtua. Jika anak melihat orangtua meluapkan kemarahan atau meneriakkan rasa frustasi karena hal kecil, maka anak akan kesulitan untuk mengendalikan diri. Seorang anak perlu melihat bahwa orang dewasa dapat mengatasi frustasi dan kekecewaan tanpa harus lepas kendali, dengan demikian anak dapat belajar untuk mengendalikan diri. Orangtua jangan menghadapkan anak dapat menunjukkan sikap yang tenang jika selalu memberikan contoh yang buruk. 5. Anak merasa lelah, lapar atau dalam keadaan sakit Kondisi sakit, lelah serta lapar dapat menyebabkan anak menjadi rewel. Anak yang tidak pandai mengungkapkan apa yang dirasakan maka kecenderungan yang timbul adalah rewel, menangis serta bertindak agresif (Zaviera, 2008). 6. Anak sedang stress dan merasa tidak aman Anak yang merasa terancam, tidak nyaman dan stress apalagi bila tidak dapat memecahkan permasalahannya sendiri ditambah lagi lingkungan sekitar yang tidak mendukung menjadi pemicu anak menjadi temper tantrum (Zaviera, 2008). 2.5 Manifestasi Tantrum Berdasarkan Kelompok Usia Berdasarkan kelompok usia tantrum dibedakan menjadi (Zaviera, 2008): 1. Di bawah 3 tahun Anak dengan usia di bawah 3 tahun ini bentuk tantrumnya adalah menangis, menggigit, memukul, menendang, menjerit, memekik-mekik, melengkungkan punggung, melempar badan ke lantai, memukul-mukulkan tangan, menahan napas, membentur-benturkan kepala dan melempar-lempar barang (Zaviera, 2008). 2. Usia 3-4 tahun Anak dengan rentang usia antara 3 tahun sampai dengan 4 tahun bentuk tantrumnya meliputi perilaku pada anak usia di bawah 3 tahun ditambah dengan menghentak-hentakkan kaki, berteriak-teriak, meninju, membanting pintu, mengkritik dan merengek (Zaviera, 2008). 3. Usia 5 tahun ke atas Bentuk tantrum pada anak usia 5 tahun ke atas semakin meluas yang meliputi perilaku pertama dan kedua ditambah dengan memaki, menyumpah, memukul, mengkritik diri sendiri, memecahkan barang dengan sengaja dan mengancam (Zaviera, 2008).
2.6 Cara mencegah terjadinya temper tantrum pada anak :
1. Jangan menuruti kemauan anak secara langsung Ketika kita sudah mengetahui kemauan anak, kita tidak harus segera memberikannya. Pastikan lebih dulu anak dalam kondisi tenang jika dalam keadaan marah maka anak akan merasa dengan marah keinginannya dapat dipenuhi. Hal ini bisa mengurangi kemungkinan anak mengaitkan kemarahan dengan terkabulnya kemauan. 2. Berikan hiburan yang disukai anak Mengenali kesengan anak bisa menjadi modal untuk kita memberikan hiburan yang tepat. Misalnya anak suka main diluar rumah, maka ketika tantrum terjadi, kita bisa membuka pintu rumah jika anak posisinya dekat dengan pintu jika sedang tidak dekat dengan pintu kita bisa membawanya mendekat ke pintu. Melihat halaman luar diharapkan dapat mereduksi kemarahan anak. 3. Memenuhi keinginan anak saat sudah tenang Pastikan anak benar – benar tenang, bukan sekedar tangisnya berhenti. Tenang berarti anak benar – benar sudah rileks. Untuk memastikannya, kita bisa mengamati dan mengajaknya mengobrol. Jika anak sudah mulai tertarik membicarakan hal lain atau beraktivitas lain, maka kita bisa memberikan apa yang diinginkan. Jika ini intens dilakukan, berarti kita memperbesar kemungkinan anak mengaitkan suasana tenang dengan dipenuhinya keinginan. 4. Jangan memarahi anak pada saat anak sedang marah Ketika anak sedang tantrum, sangat mungkin orang tua merasa tidak tahan. Hal ini bisa memancing emosi orang tua untuk memarahi anak. Kemarahan kita justru membuat anak semakin marah. Anak sangat sensitif pada saat kondisi emosional. Jangankan marah,omongan kita yang biasa saja bisa mereka artikan sebagai kemarahan atau larangan.
2.7 Cara mengatasi Temper Tantrum
1. Mencegahnya jika mungkin. Orang tua pasti sangat mengenal anaknya untuk menangkap perubahan yang terjadi padanya. Jika orang tua melihat anak menjadi sensitive, muka merah, dan cemberut, cepat alihkan perhatiannya ke kegiatan lain. 2. Buatlah catatan kapan waktu tersering anak mulai ngambek dan mengapa hal itu terjadi. Jika ngambek sering terjadi misalnya bila anak kelelahan saat pergi ke supermarket, orang tua dapat mencegahnya. 3. Bersikaplah tetap tenang. Jika anak mengamuk, membentaknya hanya akan membuatnya semakin marah bahkan memukul anda. Cobalah untuk tetap tenang sehingga anda membantu anak untuk mengatasi emosinya, anak akan belajar mencontoh dari anda. Semuanya merupakan bagian dari perkembangan emosinya. Yang terpenting adalah mengatasinya dengan tenang, sabar, dan konsisten. Bila anda merasa tidak dapat menahan emosi, cobalah untuk meminta orang lain menggantikan anda dahulu dan pergilah sejenak ke ruangan lain untuk menenangkan diri. 4. Alihkan perhatian. Untuk anak kurang dari 18 buan, menasihatinya dan memberikan alas an saat dia mengamuk tidaklah bermanfaat karena dia belum bisa menerima pemikiran anda. Cobalah mengalihkannya dengan memeluk atau menggendongnya, dan memberikan mainan. Untuk anak diatas 18 bulan, alihkan perhatiannya.