Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya
manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa
yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus
memerlukan pembinaan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan
dan perkembangan fisik, mental, sosial, secara utuh, serasi, selaras dan
seimbang. Anak merupakan generasi penerus bangsa. Apabila anak diasuh
dengan baik maka anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik sesuai
dengan keinginan dan harapan. Akan tetapi bila anak tidak diasuh dengan baik
maka anak tidak akan tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya
(Kirana, 2013).

Temper Tantrum adalah episode dari kemarahan dan frustasi yang ekstrim,
yang tampak seperti kehilangan kendali seperti dicirikan oleh perilaku
menangis, berteriak, dan gerakan tubuh yang kasar atau agresif seperti
membuang barang, berguling di lantai, membenturkan kepala dan
menghentakkan kaki di lantai. Pada anak yang lebih kecil biasanya sampai
muntah, pipis, atau bahkan nafas sesak karena terlalu banyak menangis dan
berteriak (Tandry, 2010).

Faktor penyebab anak mengalami temper tantrum adalah faktor fisiologis


yaitu lelah, lapar, atau sakit, faktor psikologis antara lain anak mengalami
kegagalan dan orang tua yang terlalu menuntut anak sesuai harapan orangtua,
faktor orang tua yakni pola asuh dan komunikasi dan faktor lingkungan yaitu
lingkungan keluarga dan lingkungan luar rumah (Kirana, 2013). Faktor lain
yang dapat mempengaruhi temper tantrum pada anak adalah pendidikan orang
tua, pekerjaan orang tua, usia orang tua, jenis kelamin anak, dan jumlah
saudara (Hasan, 2011).

1
2

Temper tantrum bukanlah suatu penyakit berbahaya, namun jika orang tua
membiarkan tantrum berlarut-larut dan tidak pernah memberikan solusi yang
benar kepada anak maka perkembangan emosional anak dapat terganggu.
Dampak sosial dari temper tantrum dapat mempengaruhi perkembangan
emosional anak jika dibiarkan secara berlarut-larut. Jika anak yang sedang
mengalami tantrum dilihat oleh anak yang tidak tantrum maka dapat
berpengaruh di lingkungan sekitar, karena anak cenderung meniru kejadian
yang ada. Untuk mengatasi hal tersebut orang tua mempunyai peranan penting
dalam pola asuh yaitu dengan komunikasi yang baik dengan anak dan melalui
rangsangan permainan yang dapat melatih perkembangan emosi anak.
Menurut Wakschalg dan timnya pada 1.500 orang tua yang memiliki anak
mayoritas balita (83,7%) terkadang mengalami tantrum, 8,6% yang setiap hari
marah dan mengamuk. Tantrum dipicu karena anak capek atau frustasi
(Kompas, 2012). Sedangkan di Indonesia balita yang biasanya mengalami ini
dalam waktu satu tahun, 23-83% dari anak usia 2 sampai 4 tahun pernah
mengalami temper tantrum (Psikologizone, 2012) dalam Zakiyah (2015).
Berdasarkan uraian tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui strategi mangatasi tempertantrum pada anak usia 3-5 tahun
melalui permainan ular tangga.

Perilaku tantrum atau yang biasa disebut dengan istilah temper tantrum
merupakan, suatu letupan kemarahan anak yang sering terjadi pada saat anak
menunjukan sikap negative (Riana Mashar, 2011). Luapan emosi tantrum
yang terjadi pada anak-anak tidak hanya untuk mencari perhatian orang
dewasa saja, tetapi sebagai pelampiasan perasaan seorang anak kepada orang
tua ataupun orang yang berada disekitarnya atas keinginan atau perasaan yang
sedang dirasakannya, namun anak tidak bisa menyampaikannya.

Menurut Potegal seorang psikolog, tantrum memiliki dua jenis yang


berbeda yaitu, tantrum amarah atau disebut anger tantrum. Pada umumnya
tantrum jenis ini dapat ditandai dengan perilaku seperti menghentakkan kaki,
menendang, memukul, berteriak dan sebagainya. Jenis tantrum yang kedua
adalah tantrum kesedihan atau disebut distress tantrum. Tantrum jenis ini
3

dapat ditandai dengan perilaku menangis dan terisak-isak, membanting diri


dan berlari menjauh (Eileen Hayes, 2003). Biasanya, anak usia dini
mengungkapkan rasa sedih maupun rasa kehilangan mereka dengan
menunjukan sikap demikian.

Tantrum terjadi pada semua anak di masa perkembangannya. Sayangnya


orang tua terkadang sering tidak menyadari bahwa anaknya sedang dalam
masa tersebut, sehingga salah dalam menggunakan strategi, hingga
menyebabkan dampak bagi perkembangan sosial anak hingga tahap
selanjutnya.

Perilaku yang biasa ditunjukkan anak ketika tantrum, adalah dengan


menangis dengan keras, berteriak, memukul, melempar benda yang terdapat di
sekitarnya, menjerit, menggigit, menendang, bahkan melukai dirinya sendiri
atau orang yang berada didekatnya. Perilaku tersebut, apabila tidak ditangani
dengan tepat, maka akan menjadi kebiasaan yang akan dibawa anak sampai
dewasa dan menjadi kebiasaan buruk ketika ia merasa ingin sesuatu tetapi
tidak tersampaikan.

Anak yang berperilaku temper tantrum menunjukkan bahwa anak tersebut


memiliki kelemahan dalam mengendalikan emosi dalam dirinya. Perilaku
temper tantrum merupakan salah satu ciri anak yang mempunyai masalah pada
perkembangan emosinya. Anak yang mengalami tantrum, dapat
membahayakan dirinya sendiri, orang lain ataupun merusak barang-barang
yang terdapat di sekitarnya ketika anak tersebut sedang marah (Novan Ardi
Wiyani, 2014).

Normalnya, perilaku tantrum yang ditunjukkan oleh anak hanya berdurasi


20 detik sampai 2 menit saja. Apabila anak yang sedang berperilaku tantrum
lebih dari itu, maka orang tua perlu waspada, hal tersebut dapat berkelanjutan
dan menjadi karakter pada anak hingga ia dewasa.

Perilaku tantrum yang terjadi pada anak merupakan hal yang wajar dalam
tahap perkembangan emosionalnya. Namun, apabila perilaku tantrum tersebut
tidak ditangani dengan tepat, akan mempengaruhi perkembangan emosi
4

hingga selanjutnya. Beberapa pengaruh emosi terhadap lingkungan sosial dan


pribadi seorang anak, diantaranya yaitu : ketegangan emosi anak dapat
mengganggu pada perkembangan motorik, ketegangan emosi anak dapat
mengganggu aktivitas mental, ketegangan emosi dapat mempengaruhi
psikologis, serta bentuk pelampiasan emosional yang negatif dilakukan secara
berulang-ulang dapat menjadi kebiasaan yang akan dibawa hingga anak
dewasa (Elizabeth B Hurlock, 2009).

Peran guru sebagai orang tua ketika di sekolah, mempunyai pengaruh yang
penting dalam meyumbang pembentukan karakter anak. Di sekolah, anak akan
belajar mengenai karakter yang akan dibawanya ketika ia berada di rumah
maupun ketika bersama orang di sekitarnya. Guru sebagai manusia yang
sangat di idolakan oleh siswanya, akan ditiru segal tindak-tanduknya
(Abdullah munir, 2006). Guru hendaknya selalu memberikan contoh yang
baik kepada siapapun, terutama pada siswa, karna hal tersebut akan terekam
dalam memori anak dan dibawa hingga ia dewasa. Begitu pula dalam
menerapkan pendidikan maupun strategi ketika menangani anak yang sedang
mengalami fase tantrum pada saat di sekolah.

Perilaku tantrum yang timbul ketika di sekolah, tentunya sangat


mengganggu anak yang lainnya, terutama pada saat kegiatan belajar
berlangsung. Peran seorang guru dalam mengambil sebuah treatment dalam
menyikapi perilaku siswa yang demikian.

Perilaku temper tantrum merupakan kondisi sosial-emosional yang normal


terjadi pada anak usia 1-3 tahun, akan tetapi apabila kondisi seperti ini tidak
ditangani dengan tepat, akan berlanjut hingga anak usia 5-6 tahun. Bahkan
tidak menutup kemungkinan akan dibawa dan menjadi karakter hingga ia
dewasa. Begitu urgennya kemampuan mengolah dan mengatur emosi ketika
dalam masa perkembangan agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
sosial. Pola asuh orang tua sangat berpengaruh dalam menentukan segala
aspek perkembangan anak, khususnya perkembangan emosional.
5

Sebagai pendidik, seharusnya dapat memberikan penjelasan pada anak


apabila tidak semua apa yang ia inginkan dapat terpenuhi begitu saja.
Adakalanya apa yang diinginkannya tidak baik untuk dirinya. Disitulah peran
pendidik juga orang tua memberikan pemahaman pada anak, sehingga ia
mengerti sebab mengapa ia tidak diberikan seperti apa yang ia kehendaki.
Kegagalan komunikasi antara orang tua dengan anak, juga menjadi salah satu
faktor pemicu penyebab meningkatnya intensitas perilaku tantrum.

Keberhasilan anak dalam beradaptasi maupun bersosialisasi dengan


lingkungan sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan oleh para
guru ketika di sekolah, serta orang tua ketika di rumah. Karna itulah guru juga
sangat bertanggung jawab dalam kehidupan anak, diantaranya adalah
pembentukan kepribadian anak ketika di sekolah, mengajarkan agama yang
benar sesuai dengan syariat, kelangsungan hidup anak selama di sekolah, serta
masa depan anak didiknya (Muhammad, 2007). Dari pembahasan di atas,
merupakan hal yang penting menjadi dasar diadakannya penyuluhan mengenai
cara penggulangan tantrum pada anak usia dini.

1.2 Tujuan Umum


Agar para orang tua memahami cara mengatasi tantrum pada anak.
1.3 Tujuan Khusus
 Dapat mengetahui definisi temper tantrum.
 Dapat mengetahui penyebab timbulnya temper tantrum
 Dapat mengetahui karakteristik anak mengalami temper tantrum
 Dapat mengetahui perilaku tantrum anak usia dini sesuai dengan tingkat
usianya
 Dapat mengetahui cara penanganan tantrum yang tepat
 Dapat mengetahui permainan yang dapat mengalihkan tantrum
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. Pengertian Pengasuhan
Orangtua sebagai individu-individu yang mengasuh, melindungi, dan
membimbing dari banyi hingga tahap dewasa (Brooks, 2011). Orang tua
memberikan perhatian dan interaksi langsung dengan anak seperti
memberi makan, mengajar, dan bermaian. Mereka juga memberikan
perhatian melalui tindakan tidak langsung yang bias muncul dalam
berbagai bentuk seperti orang tua berperan sebgai penasehat bagi anak di
dalam masyarakat, di rumah dan di sekolah.
Pengertian pengasuhan sebagai serangkaian keputusan tentang sosialisasi
pada anak, yang mencakup apa yang harus dilakukan oleh orang
tua/pengasuh agar anak mampu bertanggung jawab dan memberikan
kontribusi sebagai anggota masyarakat termasuk juga apa yang harus
dilakukan orang tua/pengasuh ketika anak menangis, marah, berbohong,
dan tidak melakukan kewajibannya dengan baik.
Interaksi antara keluarga/ orang tua dengan anak untuk mendidik,
membimbing, dan mengajar anak dengan tujuan tertentu, disebut dengan
pengasuhan. Pengasuhan merupakan cara yang khas dalam menyatakan
pikiran dan perasaaan dalam berinterkasi orang tua dengan anak. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa dari beberapa definisi yang ada, pengasuhan
merupakan perlakuan kerabat sebagai orang tua tua asuh atau orang tua
yang ditinggalkan dirumah berinteraksi langsung dengan anak dengan
tujuan memenuhi kebutuhan fisiologis dan psikologis.
2. Faktor Yang Mempengaruhi Pengasuhan Orangtua
Faktor yang memperngaruhi pengasuhan, bahwa ada dua faktor yang
mempengaruhi dalam pengasuhan orangtua yaitu faktor eksternal serta
faktor internal. Faktor eksternal adalah lingkungan sosial dan lingkungan
fisik serta lingkungan kerja orangtua, sedangkan faktor internal adalah
model pola pengasuhan yang didapat sebelumnya.
a. Faktor eksternal

6
7

 Lingkungan sosial dan fisik tempat keluarga tinggal


Pola pengasuhan suatu keluarga turut dipengaruhi oleh tempat
dimana keluarga itu tinggal. Apabila suatu keluarga tinggal di
lingkungan yang otoritas pendudukya berpendidikan rendah serta
tidak sopan santun yang rendah, maka anak akan dapat dengan
mudah juga menjadi ikut terpengaruh.
 Lingkungan kerja orangtua
Orangtua yang terlalu sibuk bekerja cenderung akan menyerahkan
pengasuhan anak kepada orang-orang terdekat. Hal ini juga
terjadi pada orangtua yang bekerja sebagai TKI di luar negeri,
mereka menitipkan dan menyerahkan tanggung jawab
pengasuhan pada orangtua yang ditnggalkan maupun keorang
terdekat misalnya saudara atau ke nenek kakenya. Oleh karena itu
pola pengasuhan yang didapat oleh anak sesuai dengan orang
yang mengasuh anak tersebut.
b. Faktor Internal
Model pola pengasuhan yang didapat sebelumnya. Artinya orangtua
menerapkan pola pengasuhan kepada anak berdasarkan pola
pengasuhan yang mereka dapatkan sebelumnya. Hal ini diperkuat
apabila mereka
3. Aspek Dalam Pengasuhan
Menurut Rita keterlibatan dalam parenting anak/remaja mengandung
aspek:
- Waktu
Waktu merupakan suatu dimensi di mana terjadi peristiwa yang dapat
dialami dari masa lalu melalui masa kini ke masa depan, dan juga
ukuran durasi kejadian dan interval. Keluarga adalah harta yang tidak
ternilai. Memanfaatkan waktu untuk berkumpul bersama keluarga
memiliki dampak yang baik untuk mempererat hubungan antar
anggota keluarga, karena pada saat inilah orang tua bisa lebih dekat,
lebih memahami dan bahkan jadi lebih tahu apa yang diharapkan
anak. Saat bersama dengan anak, banyak hal positif yang bisa
8

ditularkan ke anak, mulai dari kedisiplinan, berlajar agama, bahkan


mungkin mengajarkan anak untuk membersihkan rumah.
- Interaksi
Interaksi adalah suatu jenis tindakan atau aksi yang terjadi sewaktu
dua atau lebih objek mempengaruhi atau memiliki efek satu sama
lain. Dalam membentuk dasar pendidikan dan perkembangan perilaku
anak, keluarga memiliki peran sangat penting. Agar perkembangan
perilaku anak dapat tercapai maka orangtua perlu adanya interksi,
keterbukaan, menjaga ketenangan jiwa anak, rasa saling menyayangi,
saling menghormati antara orang tua dan anak, juga mengadakan
pendekatan ataupun banyak berkumpul dan bercengkerama antara
orang tua dan anak. Apabila dalam membentuk dasar pendidikan dan
perkembangan kepribadian anak yang tertanam dalam keluarga
berjalan dengan baik, maka anak dirasa akan menunjukan sikap yang
baik sebagai hasilnya, dan anak juga siap untuk menjalani proses
kehidupan dalam lingkungan yang lebih luas (masyarakat).
- Komunikasi
Pentingnya suatu komunikasi dalam setiap kegiatan, dapat
melancarkan segala aktivitas dan apabila komunikasi tidak lancar
maka terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan. Komunikasi adalah
suatu proses seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi,
dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar
terhubung dengan lingkungan dan orang lain.
Proses pembelajaran komunikasi ini akan mematangkan pembelajaran
etika, nilai (value), kepribadian dan sikap anak. Orang tua harus aktif
mengajak anak berkomunikasi agar pencapaian kemampuan berbahasa
anak maksimal, memberi contoh pengucapan dan penggunaan bahasa
yang baik. Komunkasi yang baik antara orang tua dengaan anak,
sangat membantu anak memahami dirinya sendiri, perasaannya,
pikirannya, pendapatnya dan keinginannya. Anak dapat
mengidentifikasi perasaannya secara tepat sehingga membantunya
untuk mengenali dan memahami perasaan yang sama pada orang lain.
9

- Perhatian
Perhatian adalah kegiatan yang dilakukan seseorang dalam
hubungannya dengan pemilihan rangsangan yang datang dari
lingkungannya. Pengertian perhatian, jika dikaitkan dengan peran
orang tua yang mempunyai tanggungjawab dalam memberi perhatian
untuk anak-anaknya maka dapat di artikan kemampuan orangtua
untuk dapat memusatkan seluruh aktivitas psikis yang ditujukan pada
anak-anaknya agar tercapai tujuannya. Perhatian orangtua mempunyai
arti perhatian pendidikan. Sebab orangtua merupakan pendidik yang
utama bagian anak-anaknya didalam lingkungan keluarga.
- Kontrol positif
Orangtua memfasilitasi kebutuhan anak dengan memberikan
bimbingan positif pada saat yang tepat, menerapkan aturan yang
konsisten dan memiliki tuntutan sesuai dengan kemampuan anak.
Dengan kontrol yang positif diharapkan anak menjadi lebih terpantau
perkembangan dan perilaku sosialnya.
- Afek positif
Ekspresi emosional yang positif pada anak yang mengindikasikan
adanya kehangatan dan perasaan positif akan kesenangan penerimaan
terhadap perilaku anak, misalnya ekspresi verbal (tidak menghardik,
mengancam, mengejek, penolakan) maupun ekspresi non verbal
(berupa senyuman, pelukan) tidak merefleksikan kemarahan,
kecemasan akan perilaku anak.
- Proteksi yang tidak berlebihan
Tidak memberikan perlindungan kepada anak yang berlebihan.
Dengan indikator bahwa orangtua memberikan perlakuan yang di
antaranya: tiadanya perilaku memerintah dan batasan-batasan dari
orang tua terhadap upaya eksplorasi dan kemandirian, dan tidak
adanya perasaan khawatir atau cemas yang berlebihan ketika anak
melakukan sesuatu tindakan yang merugikan.
- Tiadanya hukuman fisik
10

Tidak memberikan hukuman fisik bila anak melakukan perbuatan


yang tidak sesuai dengan harapan orangtua. Menurut peneliti
intensitas waktu, interaksi, perhatian, kehangatan, control positif, afek
positif, proteksi yang tidak berebihan dan tiadanya hukuman fisik
dalam pengasuhan merupakan hal yang mendasar untuk mencapai
suatu kenyamanan dalam diri anak/remaja maupun pengasuhnya.
Aspek penting dalam pengasuhan menurut, dalam artikelnya menyatakan 7
aspek penting dalam pengasuhan diantaranya :
a. Disiplin
Dalam pengasuhan, disiplin merupakan aspek yang perlu diperhatikan.
Sehubungan dengan hal tersebut, disiplin berfokus pada tingkah laku apa
yang orangtua inginkan untuk dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang
anak.
Self kontrol merupakan salah satu hal yang harus dimiliki oleh orang tua
khususnya dalam pengasuhan. Self kontrol merupakan kesadaran akan
pikiran dan perasaannya sendiri. Dengan memiliki self kontrol maka
seseorang akan menjadi seorang penunjuk arah terhadap tingkah lakunya.
Dalam parenting self kontrol merupakan “remote control” yang
dimodelkan dan diajarkan kepada anak melalui tingkah laku dan perkataan
orang tua. Sebagai orang tua sebaiknya mereka harus sadar bagaimana
mereka mengontrol diri mereka atau merespon apa saja yang terjadi
disekitar mereka. Mereka sebaiknya dapat menentukan bagaimana berada
dalam situasi tertentu daripada mengulang kegiatan yang sama terus-
menerus. Membagi pengasuhan orang tua dalam 3 jenis, yaitu: otoriter,
otoritatif/demokratis, dan permisif.
b. Authoritarian Parenting (pengasuhan otoriter)
Pengasuhan authoritarian adalah cara orang tua mengasuh anak dengan
menetapkan standar perilaku bagi anak, tetapi kurang responsif pada hak
dan keinginan anak. Orang tua berusaha membentuk, mengendalikan, serta
mengevaluasi tingkah laku anak sesuai dengan standar tingkah laku yang
ditetapkan orang tua. Dalam pengasuhan ini orang tua berlaku sangat ketat
dan mengontrol anak tapi kurang memiliki kedekatan dan komunikasi
11

berpusat pada orang tua. Orang tua sangat jarang terlibat dalam proses
memberi-menerima (take & give) dengan anaknya. Mereka mengekang
dan memaksa anak untuk bertindak seperti yang mereka inginkan. Selain
itu, mereka juga selalu menekankan bahwa pendapat orang dewasa paling
benar dan anak harus menerima dengan tidak mempertanyakan kebenaran
ataupun memberi komentar.
Pengasuhan ini lebih menekankan pada kebutuhan orang tua, sedangkan
ekspresi diri dan kemandirian anak ditekan atau dihalangi. Orang tua juga
sering menggunakan hukuman sebagai cara membentuk kepatuhan anak.
Anak yang dibesarkan dari pola pengasuhan seperti ini biasanya memiliki
kecenderungan emosi tidak stabil (moody), murung, takut, sedih, dan tidak
spontan. Anak laki- laki yang orang tuanya berpengasuhan authoritarian,
akan menjadi anak mudah marah dan bersikap menentang, sedangkan pada
anak perempuan akan menjadi sangat tergantung dan kurang dalam
bereksplorasi, serta menghindari tugas-tugas menantang (Bee & Boyd,
2004).
c. Permissive / permisif
Pada pengasuhan permisif orang tua hanya membuat sedikit perintah dan
jarang menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan pengasuhan anak
(Bee & (Andy & Boy, 2008)Boyd, 2004). Orang Tua bersikap responsif
terhadap kebutuhan anak tetapi mereka menghindari segala bentuk
tuntutan ataupun kontrol kepada anak-anak. Orang tua menerapkan sedikit
sekali disiplin dan sekalipun mereka menerapkan disiplin kepada anak,
mereka bersikap tidak konsisten dalam penerapan. Mereka memberikan
kebebasan sebanyak mungkin pada anak untuk berbuat semaunya dan anak
tidak dituntut untuk belajar bertingkah laku baik atau belajar mengerjakan
tugas-tugas rumah. Orang tua memperbolehkan anak untuk mengatur dan
membuat keputusan bagi diri sendiri, meskipun anak tersebut belum siap
untuk itu. Selain itu orang tua juga bersikap tidak menghukum dan
menerima serta menyetujui apa saja yang dilakukan anak. Orang tua
seperti ini tetap menyayangi anak tetapi menghindari pemberian perintah
kepada anak. Pada bentuk pengasuhan ini, orang tua memberi bimbingan
12

terlalu sedikit, sehingga anak menjadi bingung mengenai apa yang


seharusnya dilakukan, serta merasa cemas apakah ia sudah melakukan
sesuatu dengan benar atau belum. Anak dengan pengasuhan ini kurang
dewasa dalam mengambil keputusan, mempunyai kesulitan dalam
mengontrol dorongan hati, tidak patuh jika diminta melakukan sesuatu
yang bertentangan dengan keinginan mereka. Ia juga kurang tekun dalam
mengerjakan tugas-tugas prasekolah jika dibandingkan dengan anak yang
orang tuanya lebih menunjukkan kontrol.
d. Authoritative Parenting ( Pengasuhan demokratis)
Pengasuhan Authoritative adalah cara orang tua mengasuh anaknya
dengan menetapkan standar perilaku bagi anak dan sekaligus juga
responsif terhadap kebutuhan anak. Pada bentuk pola asuh ini orang tua
menggunakan pendekatan rasional dan demokratis. Orang tua menawarkan
keakraban dan menerima tingkah laku asertif anak mengenai peraturan,
norma dan nilai-nilai. Orang tua dengan pola pengasuhan seperti ini mau
mendengarkan pendapat anak, menerangkan peraturan dalam keluarga,
dan menerangkan norma dan nilai yang dianut. Selain itu orang tua juga
dapat bernegosiasi dengan anak Orang tua mengarahkan aktivitas anak
secara rasional, menghargai minat anak, dan menghargai keputusan anak
untuk mandiri. Anak yang orang tuanya demokratis seringkali berperilaku
kompeten secara sosial, mereka cenderung mandiri, tidak cepat puas,
mudah bergaul dan memperlihatkan harga diri yang tinggi. Karena hasil
gaya ini positif.
e. Hukuman dan Reward
Pada kenyataannya hukuman dan reward berjalan bersama-sama menurut
bukunya Unconditional Parenting menyatakan bahwa system hukuman
dan reward sangat berpengaruh pada anak, pengaruh kedua sistem tersebut
merupakan sebuah teknik dalam pengasuhan.
Sebagai dasar dari teknik parenting dalam sebuah sistem reward dan
hukuman adalah untuk mendasari pandangan orang tua terhadap anak-anak
mereka dalam respon kondisional (antara pengambilan kasih sayang atau
penguatan positif).
13

f. Komunikasi Orangtua
Bahasa dan bagaimana orangtua berkomunikasi dengan anak-anak mereka
secara langsung berpengaruh pada harga diri anak serta nilai- nilai yang
orang tua tunjukan pun berpengaruh. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa bahasa pada dasarnya mempengaruhi bagaimana
pikiran anak tumbuh dan berkembang.
Hubungan yang kita miliki dengan diri orang tua dan anak-anak mereka
akan mengurangi kekuatan untuk saling memusuhi. Semakin orang tua
menanamkan perhatian pada diri mereka sebagai orang tua, maka semakin
kita mendekati pengasuhan dari keseluruhan pandangan yang akan
diberikan kepada anak.
g. Kesalahan.
Sebagai orang tua, mereka harus bisa belajar dari kesalahan- kesalahan
yang dilakukan oleh anak-anak mereka. Bagaimana cara mereka
memandang kesalahan-kesalahan dan konflik-konflik memiliki pengaruh
langsung terhadap bagaimana anak belajar untuk melihat kesalahan-
kesalahan mereka. Sehingga anak-anak akan dapat memutuskan keputusan
dalam hidup mereka sendiri saat remaja dan saat tumbuh dewasa. Tugas
sebagai orang tua tidak hanya menunjukkan bagaimana untuk membuat
keputusan yang baik, namun juga bagaimana mereka merespon dan belajar
dari keputusan yang buruk ataupun tidak baik. Orang tua memberikan
pengarahan dan pendidikan kepada anak agar kesalahan yang dilakukan
anak tidak di ulang kembali.
h. Kasih Sayang Tanpa Syarat
Anak-anak sangat membutuhkan kasih sayang orang tua tanpa syarat.
Kasih sayang tanpa syarat adalah kasih sayang yang melebihi apapun,
kesalahan dan apapun pandangan-pandangan orang tua didalamnya.
Anak-anak tidak perlu membayar kasih sayang orang tua dengan berbagai
metodologi-metodologi yang kita gunakan untuk mengontrol hidup
mereka. Yang terpenting adalah bagaimana orang tua memberikan kasih
sayang kepada anak-anak. Hal yang mustahil untuk memberikan cinta
kepada anak-anak adalah jika orang tua tidak pernah memelihara cinta
14

dalam diri mereka. Oleh karena itu untuk dapat menebarkan cinta pada
anak mereka, mereka harus terlebih dahulu memelihara cinta dalam diri
mereka.
i. Permainan
Permainan memperkenankan anak untuk menggunakan kreatifitasnya saat
mengembangkan imajinasi, ketangkasan, dan fisik mereka, serta kekuatan
kognitif dan emosional mereka. Permainan sangat penting untuk kesehatan
perkembangan otak anak. Melalui permaianan anak pada usia yang sangat
dini meningkatkan dan mempengaruhi dunia yang ada di sekitar mereka.
Permainan membuat anak-anak mampu membuat dan mengeksplor dunia
yang dia kuasai, menyingkirkan ketakutan mereka ketika berperan sebagai
seorang dewasa. Permaianan membantu mereka mengembangkan
kemampuan-kemampuan baru mereka yang dapat menuntun mereka untuk
meningkatkan kepercayaan diri dan ketabahan yang mereka butuhkan
untuk menghadapi tantangan dimasa depan.
Permainan secara tidak langsung memperkenankan mereka untuk belajar
bagaimana untuk bekerja dalam kelompok, untuk berbagi, untuk
bernegosiasi, untuk mengatasi masalah, dan untuk belajar kemampuan
membela diri. Ketika permainan diperkenankan untuk menjadi perangsang
bagi anak, maka anak-anak akan belajar kemampuan membuat keputusan,
berpindah, menemukan, dan meningkatkan keinginan mereka secara
penuh.
j. Hubungan
Anak-anak membutuhkan bimbingan dan struktur ynag digunakan untuk
mengembangkan tanggung jawab, ketelitian, perhatian dan kesehatan masa
dewasa mereka. Orang tua hanya perlu berfokus pada pembentukan sebuah
hubungan kasih sayang, yang mana akan mustahil untuk dilakukan jika
orang dewasa mengadili secara kritis. Anak-anak tidak akan belajar dan
mempertahankan dirinya dalam waktu yang sama.
Inti pokok dari sebuah hubungan orang tua dan anak adalah orang tua
dapat mengajarkan kasih sayang. Mereka hanya bisa mengasihi dan
keadaan alamiah anak akan merespon kasih sayang tersebut. Dari 2 aspek
15

parenting diatas, peneliti menyimpulkan bahwa dalam penelitian ini


mengambil aspek menurut. diantaranya sebagai berikut: Disiplin,
hukuman dan reward, komunikasi orangtua, kesalahan, kasih sayang tanpa
syarat, permainan, dan hubungan.
k. Keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan dan
perkembangan bagi anak atau remaja. Lingkungan keluarga secara umum
diartikan sebagai suatu kelompok individu yang terkait dalam ikatan
perkawinan, mencakup ayah dan ibu (orang tua) serta anak. Darajat
berpendapat bahwa dalam melaksanakan pendidikan keluarga harus
disesuaikan dengan tahap perkembangan anak terkecuali di dalam
mendidik emosi anak. Orang tua yang berperan sebagai pendidik harus
memiliki pemahaman tentang perkembangan emosi anak karena anak
memiliki ciri khas sendiri dalam perkembangannya.
Dalam sebuah keluarga orang tua memiliki fungsi penting, yang antara lain:
a. Fungsi religious
Artinya, orang tua mempunyai kewajiban memperkenalkan dan mengajak
anak dan anggota lainnya kepada kehidupan beragama. Untuk
melaksanakan fungsi ini, orang tua sebagai tokoh inti dalam keluarga itu
harus terlebih dahulu menciptakan iklim yang religius dalam keluarga itu,
yang dapat dihayati oleh seluruh anggotanya.
b. Fungsi edukatif
Pelaksanaan fungsi edukatif keluarga merupakan salah satu tanggung
jawab yang dipikul oleh orang tua. Sebagai salah satu unsur pendidikan,
keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama bagi anak.
Orang tua harus mengetahui tentang pentingnya pertumbuhan,
perkembangan, dan masa depan seorang anak secara keseluruhan.
c. Fungsi protektif
Yaitu dengan cara melarang atau menghindarkan anak dari perbuatan-
perbuatan yang tidak diharapkan, mengawasi atau membatasi perbuatan
anak dalam hal-hal tertentu menganjurkan atau menyuruh mereka untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang diharapkan mengajak bekerja sama
16

dan saling membantu, memberikan contoh dan tauladan dalam hal-hal


yang diharapkan.
d. Fungsi sosialisasi
Tugas orang tua dalam mendidik anaknya tidak saja mencakup
pengembangan pribadi, agar menjadi pribadi yang mantap tetapi meliputi
pula mempersiapkannya menjadi anggota masyarakat yang baik.
Melaksanakan fungsi sosialisasi berarti orang tua memiliki kedudukan
sebagai penghubung anak dengan kehidupan sosial dan norma-norma
sosial, dan membutuhkan fasilitas yang memadai. Dalam menjalankan
fungsi sosialisasi orang tua berkewajiban memberikan pemahaman kepada
anak bahwa orang tua akan berkerja. Orang tua akan bekerja sebagai TKI
dan akan meninggkalkan anak. Hal ini orang tua mempunyai peran yang
sangat penting diberikan sosialisasi kepada anaknya agar tidak
meninmbulkan penolakan pada anak dan anak berperilaku baik.
e. Fungsi ekonomis
Dalam hal ini meliputi pencarian nafkah, perencanaan, serta
pembelajarannya. Keadaan ekonomi sekeluarga mempengaruhi pula
harapan orang tua akan masa depan anaknya serta harapan anak itu sendiri.
Orang tua bekerja sebagai TKI, karena untuk memenuhi kebutuhan dan
ekonomis keluarga. Bekerja sebagai TKI dianggap dapat menutupi
kekurangan ekonomi dan dapat memberikan jaminan kebutuhan ekonomi
tercukupi sehingga banyak dari orang tua yang meninggalkan anaknya
dengan saudaranya atau dengan salah satu keuarga yang ditinggalkan.
Dalam upaya mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan peran penting dari
keluarga yaitu orang tua yang terdekat dengan anak yaitu ibu. Ibu adalah
orang yang mengenal seluk beluk anak, mengasuh anak, dan mendidik
anak di lingkunagn kelaurga dan lembaga pendidikan, terutama peran ibu
sangatlah vital bagi kelangsungan pendidikan generasi muda maupun
pembinaan bengsa pada umumnya. Namun pada kenyataannya banyak dari
orang tua yang kurang bahkan tidak memperhatikan perkembangan sikap
dan perilaku anak. Para orang tua sibuk bekerja untuk memenuhi
17

kebutuhan ekonomi keluarga tanpa memperhatikan kebutuhan batiniah si


anak.
Pengasuhan keluarga telah berfokus pada tiga yaitu kasih sayang, kontrol
perilaku, dan psikologis yang mengacu pada kontrol orang tua dan
perilaku anak . Peran orangtua sangatlah penting dalam perkembangan
anak, namun ketika orang tua bekerja sebagai TKI maka peran yang
seharusnya berjalan dengan baik menjadi kurang sesuai dengan keinginan
anak.
Ibu bekerja sebagai TKI maka peran ayah sangat penting, dalam
keterlibatan pengasuhan juga diartikan sebagai seberapa besar usaha
yang dilakukan oleh seorang ayah dalam berpikir, merencanakan,
merasakan, memperhatikan, memantau, mengevaluasi, mengkhawatirkan,
serta berdoa bagi anaknya . Anak yang ayahnya terlibat dalam pengasuhan
dirinya akan memiliki kemampuan sosial dan kognitif yang baik, serta
kepercayaan diri yang tinggi. Keterlibatan ayah dalam pengasuhan akan
membawa manfaat besar bagi perkembangan anak, hanya apabila
keterlibatan tersebut cocok, hangat, bersifat positif, membangun dan
memfasilitasi anak untuk berkembang. memandang pola pengasuhan yang
pernah mereka dapatkan dipandang berhasil.
 Peranan Ibu dalam Pengasuhan
Hubungan yang pertama dan terutama dalam kehidupan seseorang
anak adalah dengan ibunya dan dari hubungan ini anak akan
membentuk pola hubungan antara dirinya dengan orang lain sepanjang
hidupnya. Hubungan yang terjalin antara orangtua dengan anak bukan
merupakan proses yang searah, akan tetapi timbal balik karena
perilaku anak dapat mempengaruhi perilaku orangtua. Peranan
orangtua khususnya ibu selaku pengasuh dan pendidik anak dalam
keluarga dapat mempengaruhi perkembangan anak secara positif
maupun negatif. Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa
semakin banyak alokasi waktu yang dicurahkan ibu dalam pengasuhan
anak maka skor perkembangan sosial anak akan semakin baik.
 Peranan Ayah dalam Pengasuhan
18

Tugas seorang ayah didalam pengasuhan menurut, bahwa tugas


seorang ayah secara tradisional adalah melindungi keluarga
(protection) dan mencari nafkah (breadwinner) namun kemudian
diperluas dalam hal-hal yang menyangkut child management dan
pendidikan. Sedangkan menurut Rudyanto (2007), bahwa bila
dibandingkan dengan ibu, maka ayah pada permulaan kehidupan
seseorang anak memang memiliki kesempatan dan peranan yang lebih
kecil dalam mengembangkan anak-anaknya. Dengan meningkatnya
usia anak, maka peranan ayah semakin banyak dan kompleks. Ayah
harus dapat mengerti keadaan anak, bertindak sebagai teman atau
rekan, membimbing perkembangan anak serta melakukan sesuatu
bersama anak. Peran ayah dalam pengasuhan mempunyai pengaruh
nyata pada tingkat perkembangan anak. Ayah berusaha
mengembangkan kemampuan-kemampuan, keahlian, mengarahkan
minat dan mengembangkan kemampuan intelektualnya. Pada
umumnya peran ayah dalam pengasuhan adalah mengajak anak
bermain.
19

BAB III
PEMBAHASAN

A. Definisi
Temper Tantrum merupakan sebuah letupan emosi yang meledak
dan tidak dapat terkontrol. Perilaku ini biasanya, terjadi pada anak usia 15
bulan sampai dengan 3 tahun, bahkan berlanjut hingga usia 5-6 tahun.8
Tantrum atau yang juga disebut sebagai temper tantrum, dapat diartikan
sebagai ledakan emosi marah, yang biasanya terjadi pada tahapan usia
anak 18 bulan hingga 3 tahun. Tak jarang pula berlanjut hingga usia 5-6
tahun (Eileen Hayes, 2003).
Perilaku tantrum adalah salah satu tahap perkembangan emosi,
yang sering terjadi pada anak usia dini. Emosi merupakan ungkapan
suasana hati, dan biasanya ditandai dengan suatu perilaku yang akan
ditunjukkan oleh setiap masing-masing individu.10
Salkind mendefinisikan bahwa, temper tantrum merupakan
perilaku destruktif, dalam bentuk luapan yang dapat bersifat fisik seperti
memukul, mendorong, mambanting suatu benda ataupun dalam bentuk
verbal, seperti berteriak, menangis, menjerit maupun merengek (Neil J
Salkind, 2002). Pada dasarnya, anak berperilaku tantrum merupakan hal
yang wajar, namun jika tidak diatasi dengan baik, maka perilaku tersebut
akan mempengaruhi pada perkembangan sosial-emosional anak hingga
tahap selanjutnya (Elizabeth B. Hurlock, 1978).
Perilaku temper tantrum adalah salah satu dari berbagai kelainan
kebiasaan pada anak. Tindakan demikian, merupakan sebagai upaya anak
untuk memaksakan kehendaknya, agar dikabulkan oleh orang tuanya.
Anak yang mengalami tantrum, ditandai dengan perbuatan menjerit,
menangis, berteriak, memukul dan sebagainya (Kartono Kartini, 1991).
Hal ini juga seperti yang diungkapkan oleh Maslim bahwa tantrum
merupakan gangguan tingkah laku yang terjadi pada anak usia tiga sampai
tujuh tahun. Gangguan ini biasanya ditandai dengan suatu perilaku
20

dissosial, agresif, menentang dengan frekuensi yang berulang-ulang


(Rusdi Maslim, 2003).
Dari beberapa pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa
tantrum merupakan ledakan emosi yang terjadi pada anak usia 18 hingga 6
tahun, dengan ditandai sikap destruktif seperti menangis dengan keras,
berteriak-teriak, memukul, membanting sesuatu (Rusdi, 2003) dan sikap
lainnya yang merugikan bagi dirinya sendiri maupun orang yang berada di
sekitarnya. Sikap demikian akan berlanjut hingga perkembangan anak
selanjutnya, apabila tidak ditangani dengan tepat.

B. Penyebab Timbulnya Temper Tantrum


Perilaku tantrum, hampir dialami oleh setiap anak pada tahap
perkembangan sosial emosionalnya. Pada umunya, tahap ini terjadi pada
hampir seluruh periode awal di masa anak-anak (Elizabeth B Hurlock,
1998). Pada umumya, anak yang mengalami tantrum dengan intensitas
yang tinggi, merupakan anak yang pemalu, penakut dan sering cemas
terhadap orang asing yang baru dijumpainya. Selain itu, anak dengan
gangguan pendengaran, gangguan sistem syaraf, serta gangguan
perkembangan bahasanya, juga rentan terhadap timbulnya perilaku
tantrum (Neil J Salkind, 2002). Sikap demikian, terjadi karena anak
merasa frustasi dengan keadaan, dan kondisi yang sedang dirasakannya.
Mereka merasa gagal karena tidak dapat mengungkapkan apa yang sedang
diinginkannya, sehingga anak melampiaskan dengan tindakan demikian
(Maimunah Hasan, 2011).
Menurut Achroni, mengatakan bahwa terdapat beberapa faktor,
yang dapat memicu anak berperilaku tantrum, diantaranya adalah: 1) anak
merasa jengkel dan frustasi terhadap kemampuannya yang terbatas,
padahal anak tersebut sangat menginginkan untuk dapat melakukannya, 2)
orang tua sering melarang keinginan anak, tanpa memberikan penjelasan
terlebih dahulu. Padahal anak sangat menginginkannya, 3) a (Maimunah,
2011)nak tidak dapat mengutarakan apa yang sedang dirasakan,
diinginkan, serta apa yang difikirkan, karena keterbatasan bahasa yang
21

dimilikinya, 4) orang tua sering memberikan batasan, terhadap apa yang


sedang dilakukan anak, 5) perilaku yang ditunjukkan anak ketika sedang
mengalami ledakan emosi, sebagian besar adalah meniru sikap orang
tuanya ketika sedang marah (K Achroni, 2012). Pendapat tersebut, sejalan
dengan yang dikemukakan oleh Hurlock, bahwasanya banyaknya batasan,
menyebabkan timbulnya kemarahan pada anak, antara lain: batasan ruang
gerak pada anak yang sering dilarang, batasan rencana dan keinginan,
yang ingin dilakukan dan dicoba oleh anak, serta kejengkelan dan
keinginan yang tidak tersampaikan (Elizabeth B. Hurlock, 1978).
Sedangkan menurut Tandry, berpendapat lain bahwa penyebab
anak berperilaku tantrum, dikarenakan berbagai faktor dintaranya: 1) usia
dan tahap perkembangan anak, 2) tingkat tempramen anak, 3) keadaan
fisik dan emosi anak,4) komunikasi dengan keluarga dan guru ketika di
sekolah, serta 5) faktor-faktor social (N Tandry, 2011).
Terdapat beberapa hal, yang menjadi alasan utama pemicu anak
berperilaku tantrum, bahwasanya sebagian besar anak yang mempunyai
sifat alami, diantaranya adalah untuk mencari perhatian, cemburu, frustasi,
menginginkan sesuatu yang belum dapat dimilikinya, emosional, dan
sebagainya (Eileen Hayes, 2003).
Menurut Hames, anak mengamuk dapat dikarenakan orang tua
kurang memberikan perhatian, dan kasih sayang kepada anak, ketika ia
merasa tidak nyaman, lelah, bosan ataupun dalam kondisi lainnya dimana
anak ingin dimanja layaknya anak kecil. (P, 2003)
Dari beberapa pendapat para ahli yang telah dipaparkan diatas,
dapat disimpulkan bahwa, beberapa faktor yang menjadi penyebab anak
mengalami ledakan emosi atau tantrum, adalah keinginan anak yang tidak
dapat tersampaikan maupun terpenuhi. Orang tua terlalu memaksakan
anak, frustasi, merasa tidak nyaman, kecemburuan, kemarahan yang tidak
dapat tersalurkan dengan baik, frustasi dan lain sebagainya.

C. Karakteristik Anak Mengalami Gangguan Emosi (Temper Tantrum)


22

Anak yang mengalami temper tantrum, biasanya dapat dilihat


melalui perilaku yang ditunjukkan, seperti: 1) suasana hati, lebih sering
merasakan negatif, 2) lebih sulit mengalihkan perhatian anak, 3) sulit
beradaptasi dengan orang-orang baru, 4) biasanya anak temper tantrum,
akan memiliki kebiasaan yang tidak teratur, seperti tidur, buang air besar,
maupun pola makannya (Maimunah Hasan, 2011).
Perilaku tantrum, dapat menjadi salah satu karakteristik bahwa
anak sedang mengalami masalah dalam tahap perkembangan
emosionalnya. Perilaku tersebut juga dapat ditandai dengan marah, yang
diiringi dengan sikap berlebihan, seperti memukul maupun merusak
barang yang terdapat di sekitarnya. Menjerit, menangis dengan keras serta
bertambah amukannya ketika oranng tua melarang apa yang diinginkannya
(Dewi Rosmala, 2005).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa anak yang mengalami
temper tantrum, dapat dikenali melalui ciri-ciri seperti, suasana hati yang
mudah berubah-ubah, melampiaskan emosi marah, dengan tidakan
aggresive destructive (tindakan yang merusak) yang merugikan diri sendiri
maupun orang yang berada di sekitarnya, mudah merasa marah/jengkel,
serta sulit untuk diarahkan perhatiannya.

D. Perilaku Tantrum Anak Usia Dini Sesuai dengan Tingkatan Usianya


Perilaku tantrum, merupakan salah satu luapan emosi kemarahan
anak, yang lebih mengarah pada sikap negatif. Anak yang berperilaku
tantrum, menunjukkan anak tersebut sedang mengalami perasaan marah,
kecewa, jengkel terhadap sesuatu yang tidak dapat dilakukannya, maupun
keinginan yang tidak dapat ditangani dengan tepat. Perilaku yang
ditunjukkan antara lain: berkata kotor, hingga menyumpahi orang
disekitarnya, yang dianggap tidak dapat memenuhi keinginannya,
menendang sesuatu yang berada di dekatnya, menjerit, berteriak dengan
keras, memukul benda maupun orang yang berada disekitarnya, merengek,
sulit dinasihati, menyakiti diri sendiri seperti melemparkan diri ke lantai,
23

merusak barang yang ada di sekitarnya, bahkan tindakan merugikan


lainnya seperti mengancam (Maimunah Hasan, 2011).
Perilaku tantrum ditunjukkan oleh anak sesuai dengan tahapan
usianya. Diantaranya adalah:
a) Usia 18 bulan sampai 2 tahun
Anak yang mengalami temper tantrum pada usia 18 bulan sampai 2
tahun, biasanya perilaku yang ditunjukkan adalah menendang benda, atau
sesuatu yang berada di dekatnya, menangis dengan intensitas yang lebh
lama dari biasanya, menjerit, memukul diri sendiri maupun orang lain
yang berada disekitarnya, membenturkan kepala serta melempar benda-
benda yang ada disekitarnya.
b) Usia 2,1 sampai 4 tahun
Anak yang mengalami tantrum pada usia 2,1 tahun biasanya, akan
menunjukan sikap merengek dengan keras, menghentakan kakinya,
dengan tujuan agar keinginannya dipenuhi oleh tua, berteriak dengan
keras, serta memukul hingga meninju.
c) Usia 5 tahun keatas
Pada tahapan usia 5 tahun keatas, perilaku anak yang menunjukan
tantrum, akan lebih merusak dan merugikan dri sendiri maupun orang lain,
apabila pada tahapan usia sebelumnya tidak ditangani dengan tepat.
Perilaku yang ditunjukkan antara lain: berkata kotor, hingga menyumpahi
orang disekitarnya, yang dianggap tidak dapat memenuhi keinginannya,
menendang sesuatu yang berada di dekatnya, menjerit, berterik dengan
keras, memukul benda maupun orang yang berada disekitarnya, merengek,
sulit dinasihati, menyakiti diri sendiri seperti melemparkan diri ke lantai,
merusak barang yang ada di sekitarnya, bahkan tindakan merugikan
lainnya seperti mengancam (Maimunah Hasan, 2011).

E. Cara Penanganan Tantrum Yang Tepat


1. Mendampingi dan tidak membiarkan anak ketika berperilaku
tantrum. Strategi yang seharusnya diterapkan oleh orang tua
maupun guru ketika menangani anak yang sedang beperilaku
tantrum adalah dengan membiarkan anak terlebih dahulu, dengan
catatan tetap mengawasi perilaku anak. Cara demikian dilakukan
agar anak tidak semakin menjadi-jadi dalam meluapkan rasa
marahnya, jika nanti dirasa perbuatan anak akan membahayakan
dirinya sendiri maupun orang lain, maka orang tua maupun guru
dengan sigap akan langsung mengambil tindakan.
24

2. Mengajak bicara dengan perlahan setelah tantrumnya telah reda.


Orang tua maupun guru, wajib memberikan arahan kepada
anak,terhadap perilaku yang telah lakukan serta akibat yang
merugikan atas perbuatannya tersebut.
3. Memberikan arahan agar perilaku tantrum dapat diminimalisir.
Hendaknya dapat memberikan nasihat dan arahan pada anak,
dengan mengibaratkan atau menceritakan tokoh lain. Hal tersebut
bertujuan untuk mengarahkan anak untuk berperilaku ke yang lebih
positif ketika sedang melampiaskan rasa amarahya.
4. Memberikan contoh dan penjelasan. Dengan demikian, baik orang
tua maupun guru akan dapat membimbing anak untuk dapat
melampiaskan atau menunjukkan ekspresi marah kepada perilaku
yang lebih positif.
5. Mengenal karakteristik anak, sehingga dapat menemukan langkah
yang tepat untuk dapat menangani perilaku tantrumnya, serta
mengarahkan pada yang lebih positif.

F. Permainan yang Dapat Mengalihkan Tantrum

Pada usia 0-5 th adalah masa usia emas bagi anak-anak pada masa ini fisik
dan psikis anak sedang berkembang pesat orang tua bertanggung jawab untuk
menstimulasi setiap gerakan motorik anak dan kecerdasan otaknya dengan
berbagai rangsangan dan aktifitas yang disediakan contohnya dengan memilih
permainan yang tepat bagi anak. Orang tua harus memilih permainan yang
sesuai dengan perkembangan anak untuk merangsang kecerdasan dan
mengasah kemampuan motorik kasar dan halus mereka.

Usia 3-5 tahun adalah masa yang tepat untuk mengenalkan permainan
yang bisa melatih sisi emosional anak dalam hal ini orang tua bisa mengajak
anak bermain permainan hewan dalam bentuk 3 dimensi. Buat cerita dengan
figur para binatang dan anak akan menyimak serta hanyut dalam cerita yang
Anda gulirkan.

Permainan lain yang dapat melatih daya motorik kasar anak adalah
bermain bola dan menunjuk striker dan kipernya. Ajarkan anak permainan
bola sederhana seperti apa itu gol, cara menendang bola, dan cara menangkap
bola. Anda juga bisa memberikan permainan yang melatih kemampuan
memecahkan masalah sederhana. Pada usia 3 tahun anak sudah bisa diajak
25

berkomunikasi dan mengerti cara menyelesaikan masalah sederhana. Berikan


permainan yang merangsang daya analisis pada anak seperti permainan puzzle
untuk mengenalkan bentuk dan warna serta melatih kesabaran pada anak.
Sediakan juga beberapa balok dan giring anak menyusun balok menjadi
sebuah menara. Siapkan juga kertas dengan gambar buah-buahan dan biarkan
anak menempelinya dengan stiker sesuai warna buah tersebut cara ini akan
membantu anak memiliki kemampuan problem solving yang baik.

Mengenalkan alat musik sederhana pada anak-anak dapat membentuk


anak menjadi pribadi yang ceria, kreatif, dan percaya diri. Di usia 3 tahun
Anda dapat mengenalkan anak dengan memberikan mainan berupa instrumen
musik contohnya drum dan pianika. Selain itu berikan permainan berupa
benda fisik yang nyata contohnya permainan tanah liat atau plastisin.
26

BAB IV
PENGORGANISASIAN

LEADER

Desvita Anasyach

Co LEADER

Alfitriyani

OBSERVER PENDAMPING
OBSERVER
Widya Nur Azizah
Liza Kamelia

ANGGOTA

Balqies Ariana

Rizkia Safitri

Lolita Dewi A

Evi Tri Wahyuni

Widia

Dewi Arianti

Septianti Eka P

Aldiansyah

Deni Khoirul Ihsan

Vicky Fauzan Aliansyah

Namira Riyanto P

Mutiara

Sandra Dewi S

Serly Malinda

Donna Kusuma

Dwi Dian N

Yunang Wijaya
SAP
(SATUAN ACARA PENYULUHAN)
Satuan Acara Penyuluhan Penanganan Tantrum

Topik : Penanganan tantrum pada anak usia dini

Sub Topik : Penanganan tantrum menggunakan metode pengalihan dengan


permainan

Hari/tanggal : Senin, 9 Maret 2020

Pukul/Tempat : 08.00 – 10.00 WIB/PAUD “Bintang – Bintang”

Sasaran : Peserta didik PAUD “Bintang – Bintang”

Waktu : 120 menit


A. TUJUAN UMUM

Setelah mengikuti penyuluhan dan mendapatkan informasi mengenai


tantrum, diharapkan orang tua memahami cara mengatasi tantrum pada anak.

B. TUJUAN KHUSUS

Setelah dilakukan penyuluhan, peserta diharapkan mampu:


1. Peserta dapat memahami pengertian temper tantrum
2. Peserta dapat memahami penyebab timbulnya temper tantrum
3. Peserta dapat memahami karakteristik anak mengalami temper tantrum
4. Peserta dapat memahami perilaku tantrum anak usia dini sesuai dengan
tingkat usianya
5. Peserta dapat memahami cara penanganan tantrum yang tepat
6. Peserta dapat memahami permainan yang dapat mengalihkan tantrum
C. MATERI
1. Definisi temper tantrum
2. Penyebab timbulnya temper tantrum
3. Karakteristik anak mengalami temper tantrum
4. Perilaku tantrum anak usia dini sesuai dengan tingkat usianya
5. Cara penanganan tantrum yang tepat
6. Permainan yang dapat mengalihkan tantrum
28

1.
1.

D. METODE
E.
1. Ceramah
2.
2. Simulasi bermain
7.
F. MEDIA
G.
1. Materi SAP
2. Leaflet
3. Proyektor
1.

Temper Tantrum
a. Definisi
Temper Tantrum merupakan sebuah letupan emosi yang meledak
dan tidak dapat terkontrol. Perilaku ini biasanya, terjadi pada anak usia 15
bulan sampai dengan 3 tahun, bahkan berlanjut hingga usia 5-6 tahun.8
Tantrum atau yang juga disebut sebagai temper tantrum, dapat diartikan
sebagai ledakan emosi marah, yang biasanya terjadi pada tahapan usia
anak 18 bulan hingga 3 tahun. Tak jarang pula berlanjut hingga usia 5-6
tahun (Eileen Hayes, 2003).
Perilaku tantrum adalah salah satu tahap perkembangan emosi,
yang sering terjadi pada anak usia dini. Emosi merupakan ungkapan
suasana hati, dan biasanya ditandai dengan suatu perilaku yang akan
ditunjukkan oleh setiap masing-masing individu.10
Salkind mendefinisikan bahwa, temper tantrum merupakan
perilaku destruktif, dalam bentuk luapan yang dapat bersifat fisik seperti
memukul, mendorong, mambanting suatu benda ataupun dalam bentuk
29

verbal, seperti berteriak, menangis, menjerit maupun merengek (Neil J


Salkind, 2002). Pada dasarnya, anak berperilaku tantrum merupakan hal
yang wajar, namun jika tidak diatasi dengan baik, maka perilaku tersebut
akan mempengaruhi pada perkembangan sosial-emosional anak hingga
tahap selanjutnya (Elizabeth B. Hurlock, 1978).
Perilaku temper tantrum adalah salah satu dari berbagai kelainan
kebiasaan pada anak. Tindakan demikian, merupakan sebagai upaya anak
untuk memaksakan kehendaknya, agar dikabulkan oleh orang tuanya.
Anak yang mengalami tantrum, ditandai dengan perbuatan menjerit,
menangis, berteriak, memukul dan sebagainya (Kartono Kartini, 1991).
Hal ini juga seperti yang diungkapkan oleh Maslim bahwa tantrum
merupakan gangguan tingkah laku yang terjadi pada anak usia tiga sampai
tujuh tahun. Gangguan ini biasanya ditandai dengan suatu perilaku
dissosial, agresif, menentang dengan frekuensi yang berulang-ulang
(Rusdi Maslim, 2003).
Dari beberapa pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa
tantrum merupakan ledakan emosi yang terjadi pada anak usia 18 hingga 6
tahun, dengan ditandai sikap destruktif seperti menangis dengan keras,
berteriak-teriak, memukul, membanting sesuatu dan sikap lainnya yang
merugikan bagi dirinya sendiri maupun orang yang berada di sekitarnya.
Sikap demikian akan berlanjut hingga perkembangan anak selanjutnya,
apabila tidak ditangani dengan tepat.

b. Penyebab Timbulnya Temper Tantrum


Perilaku tantrum, hampir dialami oleh setiap anak pada tahap
perkembangan sosial emosionalnya. Pada umunya, tahap ini terjadi pada
hampir seluruh periode awal di masa anak-anak (Elizabeth B Hurlock,
1998). Pada umumya, anak yang mengalami tantrum dengan intensitas
yang tinggi, merupakan anak yang pemalu, penakut dan sering cemas
terhadap orang asing yang baru dijumpainya. Selain itu, anak dengan
gangguan pendengaran, gangguan sistem syaraf, serta gangguan
perkembangan bahasanya, juga rentan terhadap timbulnya perilaku
30

tantrum. Sikap demikian, terjadi karena anak merasa frustasi dengan


keadaan, dan kondisi yang sedang dirasakannya. Mereka merasa gagal
karena tidak dapat mengungkapkan apa yang sedang diinginkannya,
sehingga anak melampiaskan dengan tindakan demikian (Maimunah
Hasan, 2011).
Menurut Achroni, mengatakan bahwa terdapat beberapa faktor,
yang dapat memicu anak berperilaku tantrum, diantaranya adalah: 1) anak
merasa jengkel dan frustasi terhadap kemampuannya yang terbatas,
padahal anak tersebut sangat menginginkan untuk dapat melakukannya, 2)
orang tua sering melarang keinginan anak, tanpa memberikan penjelasan
terlebih dahulu. Padahal anak sangat menginginkannya, 3) anak tidak
dapat mengutarakan apa yang sedang dirasakan, diinginkan, serta apa yang
difikirkan, karena keterbatasan bahasa yang dimilikinya, 4) orang tua
sering memberikan batasan, terhadap apa yang sedang dilakukan anak, 5)
perilaku yang ditunjukkan anak ketika sedang mengalami ledakan emosi,
sebagian besar adalah meniru sikap orang tuanya ketika sedang marah (K,
2012). Pendapat tersebut, sejalan dengan yang dikemukakan oleh Hurlock,
bahwasanya banyaknya batasan, menyebabkan timbulnya kemarahan pada
anak, antara lain: batasan ruang gerak pada anak yang sering dilarang,
batasan rencana dan keinginan, yang ingin dilakukan dan dicoba oleh
anak, serta kejengkelan dan keinginan yang tidak tersampaikan (Elizabeth
B. Hurlock, 1978).
Sedangkan menurut Tandry, berpendapat lain bahwa penyebab
anak berperilaku tantrum, dikarenakan berbagai faktor dintaranya: 1) usia
dan tahap perkembangan anak, 2) tingkat tempramen anak, 3) keadaan
fisik dan emosi anak,4) komunikasi dengan keluarga dan guru ketika di
sekolah, serta 5) faktor-faktor social (N, 2011).
Terdapat beberapa hal, yang menjadi alasan utama pemicu anak
berperilaku tantrum, bahwasanya sebagian besar anak yang mempunyai
sifat alami, diantaranya adalah untuk mencari perhatian, cemburu, frustasi,
menginginkan sesuatu yang belum dapat dimilikinya, emosional, dan
sebagainya (Eileen Hayes, 2003).
31

Menurut Hames, anak mengamuk dapat dikarenakan orang tua


kurang memberikan perhatian, dan kasih sayang kepada anak, ketika ia
merasa tidak nyaman, lelah, bosan ataupun dalam kondisi lainnya dimana
anak ingin dimanja layaknya anak kecil (P Hames, 2003).
Dari beberapa pendapat para ahli yang telah dipaparkan diatas,
dapat disimpulkan bahwa, beberapa faktor yang menjadi penyebab anak
mengalami ledakan emosi atau tantrum, adalah keinginan anak yang tidak
dapat tersampaikan maupun terpenuhi. Orang tua terlalu memaksakan
anak, frustasi, merasa tidak nyaman, kecemburuan, kemarahan yang tidak
dapat tersalurkan dengan baik, frustasi dan lain sebagainya.

c. Karakteristik Anak Mengalami Gangguan Emosi (Temper


Tantrum)
Anak yang mengalami temper tantrum, biasanya dapat dilihat
melalui perilaku yang ditunjukkan, seperti: 1) suasana hati, lebih sering
merasakan negatif, 2) lebih sulit mengalihkan perhatian anak, 3) sulit
beradaptasi dengan orang-orang baru, 4) biasanya anak temper tantrum,
akan memiliki kebiasaan yang tidak teratur, seperti tidur, buang air besar,
maupun pola makannya (Maimunah Hasan, 2011).
Perilaku tantrum, dapat menjadi salah satu karakteristik bahwa
anak sedang mengalami masalah dalam tahap perkembangan
emosionalnya. Perilaku tersebut juga dapat ditandai dengan marah, yang
diiringi dengan sikap berlebihan, seperti memukul maupun merusak
barang yang terdapat di sekitarnya. Menjerit, menangis dengan keras serta
bertambah amukannya ketika oranng tua melarang apa yang diinginkannya
(Dewi Rosmala, 2005).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa anak yang mengalami
temper tantrum, dapat dikenali melalui ciri-ciri seperti, suasana hati yang
mudah berubah-ubah, melampiaskan emosi marah, dengan tidakan
aggresive destructive (tindakan yang merusak) yang merugikan diri sendiri
32

maupun orang yang berada di sekitarnya, mudah merasa marah/jengkel,


serta sulit untuk diarahkan perhatiannya.

d. Perilaku Tantrum Anak Usia Dini Sesuai dengan Tingkatan


Usianya
Perilaku tantrum, merupakan salah satu luapan emosi kemarahan
anak, yang lebih mengarah pada sikap negatif. Anak yang berperilaku
tantrum, menunjukkan anak tersebut sedang mengalami perasaan marah,
kecewa, jengkel terhadap sesuatu yang tidak dapat dilakukannya, maupun
keinginan yang tidak dapat ditangani dengan tepat. Perilaku yang
ditunjukkan antara lain: berkata kotor, hingga menyumpahi orang
disekitarnya, yang dianggap tidak dapat memenuhi keinginannya,
menendang sesuatu yang berada di dekatnya, menjerit, berteriak dengan
keras, memukul benda maupun orang yang berada disekitarnya, merengek,
sulit dinasihati, menyakiti diri sendiri seperti melemparkan diri ke lantai,
merusak barang yang ada di sekitarnya, bahkan tindakan merugikan
lainnya seperti mengancam (Maimunah Hasan, 2011).
Perilaku tantrum ditunjukkan oleh anak sesuai dengan tahapan
usianya. Diantaranya adalah:
d) Usia 18 bulan sampai 2 tahun
Anak yang mengalami temper tantrum pada usia 18 bulan sampai 2
tahun, biasanya perilaku yang ditunjukkan adalah menendang benda, atau
sesuatu yang berada di dekatnya, menangis dengan intensitas yang lebh
lama dari biasanya, menjerit, memukul diri sendiri maupun orang lain
yang berada disekitarnya, membenturkan kepala serta melempar benda-
benda yang ada disekitarnya.
e) Usia 2,1 sampai 4 tahun
Anak yang mengalami tantrum pada usia 2,1 tahun biasanya, akan
menunjukan sikap merengek dengan keras, menghentakan kakinya,
dengan tujuan agar keinginannya dipenuhi oleh tua, berteriak dengan
keras, serta memukul hingga meninju.
f) Usia 5 tahun keatas
Pada tahapan usia 5 tahun keatas, perilaku anak yang menunjukan
tantrum, akan lebih merusak dan merugikan dri sendiri maupun orang lain,
apabila pada tahapan usia sebelumnya tidak ditangani dengan tepat.
Perilaku yang ditunjukkan antara lain: berkata kotor, hingga menyumpahi
33

orang disekitarnya, yang dianggap tidak dapat memenuhi keinginannya,


menendang sesuatu yang berada di dekatnya, menjerit, berterik dengan
keras, memukul benda maupun orang yang berada disekitarnya, merengek,
sulit dinasihati, menyakiti diri sendiri seperti melemparkan diri ke lantai,
merusak barang yang ada di sekitarnya, bahkan tindakan merugikan
lainnya seperti mengancam (Maimunah Hasan, 2011).

e. Cara Penanganan Tantrum Yang Tepat


6. Mendampingi dan tidak membiarkan anak ketika berperilaku
tantrum. Strategi yang seharusnya diterapkan oleh orang tua
maupun guru ketika menangani anak yang sedang beperilaku
tantrum adalah dengan membiarkan anak terlebih dahulu, dengan
catatan tetap mengawasi perilaku anak. Cara demikian dilakukan
agar anak tidak semakin menjadi-jadi dalam meluapkan rasa
marahnya, jika nanti dirasa perbuatan anak akan membahayakan
dirinya sendiri maupun orang lain, maka orang tua maupun guru
dengan sigap akan langsung mengambil tindakan.
7. Mengajak bicara dengan perlahan setelah tantrumnya telah reda.
Orang tua maupun guru, wajib memberikan arahan kepada
anak,terhadap perilaku yang telah lakukan serta akibat yang
merugikan atas perbuatannya tersebut.
8. Memberikan arahan agar perilaku tantrum dapat diminimalisir.
Hendaknya dapat memberikan nasihat dan arahan pada anak,
dengan mengibaratkan atau menceritakan tokoh lain. Hal tersebut
bertujuan untuk mengarahkan anak untuk berperilaku ke yang lebih
positif ketika sedang melampiaskan rasa amarahya.
9. Memberikan contoh dan penjelasan. Dengan demikian, baik orang
tua maupun guru akan dapat membimbing anak untuk dapat
melampiaskan atau menunjukkan ekspresi marah kepada perilaku
yang lebih positif.
10. Mengenal karakteristik anak, sehingga dapat menemukan langkah
yang tepat untuk dapat menangani perilaku tantrumnya, serta
mengarahkan pada yang lebih positif.
34

f. Permainan yang Dapat Mengalihkan Tantrum

Pada usia 0-5 th adalah masa usia emas bagi anak-anak pada masa ini fisik
dan psikis anak sedang berkembang pesat orang tua bertanggung jawab untuk
menstimulasi setiap gerakan motorik anak dan kecerdasan otaknya dengan
berbagai rangsangan dan aktifitas yang disediakan contohnya dengan memilih
permainan yang tepat bagi anak. Orang tua harus memilih permainan yang
sesuai dengan perkembangan anak untuk merangsang kecerdasan dan
mengasah kemampuan motorik kasar dan halus mereka.

Usia 3-5 tahun adalah masa yang tepat untuk mengenalkan permainan
yang bisa melatih sisi emosional anak dalam hal ini orang tua bisa mengajak
anak bermain permainan hewan dalam bentuk 3 dimensi. Buat cerita dengan
figur para binatang dan anak akan menyimak serta hanyut dalam cerita yang
Anda gulirkan.

Permainan lain yang dapat melatih daya motorik kasar anak adalah
bermain bola dan menunjuk striker dan kipernya. Ajarkan anak permainan
bola sederhana seperti apa itu gol, cara menendang bola, dan cara menangkap
bola. Anda juga bisa memberikan permainan yang melatih kemampuan
memecahkan masalah sederhana. Pada usia 3 tahun anak sudah bisa diajak
berkomunikasi dan mengerti cara menyelesaikan masalah sederhana. Berikan
permainan yang merangsang daya analisis pada anak seperti permainan puzzle
untuk mengenalkan bentuk dan warna serta melatih kesabaran pada anak.
Sediakan juga beberapa balok dan giring anak menyusun balok menjadi
sebuah menara. Siapkan juga kertas dengan gambar buah-buahan dan biarkan
anak menempelinya dengan stiker sesuai warna buah tersebut cara ini akan
membantu anak memiliki kemampuan problem solving yang baik.

Mengenalkan alat musik sederhana pada anak-anak dapat membentuk anak


menjadi pribadi yang ceria, kreatif, dan percaya diri. Di usia 3 tahun Anda dapat
mengenalkan anak dengan memberikan mainan berupa instrumen musik
contohnya drum dan pianika. Selain itu berikan permainan berupa benda fisik
yang nyata contohnya permainan tanah liat atau plastisin.
35

Rundown Acara Penyuluhan

No Waktu Kegiatan Penyuluhan Keterangan


5 Menit Sambutan Pengurus PAUD :
 Membuka kegiatan dengan Pengurus paud
mengucapkan salam.
 Perkenalkan diri.
 Menginformasikan jumlah
peserta PAUD
 Menjelaskan kondisi umum
PAUD

5 Menit Sambutan Ketua PengMas: Leader & Co Leader


 Membuka kegiatan dengan (Desvita & Alfitriyani)
mengucapkan salam
 Memperkenalkan diri dan
anggota
 Menjelaskan tujuan dari
kegiatan
15 Menit Menjelaskan materi : Pemateri ( yunang )
 Menjelaskan tentang
pengertian temper tantrum.
 Menjelaskan tentang
penyebab timbulnya temper
tantrum
 Menjelaskan tentang
karakteristik anak
tempertantrum
 Menjelaskan tentang
perilaku tantrum anak usia
dini sesuai dengan tingkat
usianya
 Cara menangani tantrum
yang tepat
 Menjelaskan permainan
yang dapat mengalihkan
tantrum.

70 Menit Permainan:
 Bermain puzzle  Anak PAUD
 Bermain congklak  Pengarah
 Menyanyikan yel-yel (Mutiara, Namira,
 Bermain tebak-tebakan Sandra, Donna,
Dwi, Serly)
36

15 Menit Penutupan:
 Memberikan bingkisan ke Leader ( Desvita )
peserta
 Mengucapkan terima kasih
atas peran peserta
 Mengucapkan salam
penutup
37

DAFTAR PUSTAKA

Andy, B., & Boy. (2008). Temper Tantrum In Healthy Versus Depressed And Disruptif
Preschooler. Jakarta: Erlangga.

Eileen, H. (2003). Tantrum (panduan Memahami dan memahami ledakan emosi anak). jakarta:
Erlangga.

K, A. (2012). Ternyata Selalu Mengalah itu Tidak Baik. Jakarta: Java Litera.

Maimunah, H. (2011). pendidikan anak usia dini. Yogyakarta: Diva press.

Muhammad, H. (2007). Agar Anak Mandiri. Bandung: Irsyad Baitu Salam.

N, T. (2011). Buku Pintar Perilaku Anak . Jakarta: Libri.

P, H. (2003). Menghadapi Anak Yang Suka Ngamuk. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka.

Rusdi, M. (2003). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas ppdgj-III. JAKARTA:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Rujukan FK atma jaya.

Anda mungkin juga menyukai