Anda di halaman 1dari 2

A.

Definisi
Tantrum adalah episode singkat dari perilaku ekstrim, tidak menyenangkan,
dan agresif sebagai respon terhadap frustasi atau kemarahan pada anak. Perilaku
biasanya termasuk menangis, berteriak, lemas, memukul, melempar barang, menahan
napas, mendorong, atau menggigit. Tantrum terjadi sekali dalam sehari dengan durasi
rata-rata 3 menit untuk anak usia 18-60 bulan. Tingkat keparahan, frekuensi, dan
durasi kejadian akan menurun seiring dengan bertambahnya usia anak. tantrum
sebagian besar merupakan amarah tipikal bagian dari perilaku normal pada anak
meskipun dapat juga atipikal yang menanadakan adanya gangguan perilaku dan
kejiwaan (Laura L. Sisterhen; Paulette Ann W. Wy, 2020).
Tantrum bersifat alamiah pada anak yang belum mampu menggunakan kata
untuk mengungkapkan rasa frustasi mereka. Tantrum terjadi saat anak mulai
membentuk sense of selfe. Anak mulai merasakan adanya “me” dan “my wants”
namun anak belum mampu untuk mencapai keinginan secara benar. Pengertian
lainnya ialah suatu ledakan emosi yang kuat dengan rasa marah, menangis, menjerit,
menghentakkan kaki yang sifatnya agresif. Tantrum sering terjadi di tempat umum
setelah anak mendapatkan penolakan dari sesuatu yang diinginkan. Setelah anak
mendapatkan apa yang mereka inginkan biasanya tantrum ini berhenti (Syamsuddin,
2013).
B. Etiologi
Penyebab umum dari temper tantrum adalah adanya pemicu fisiologis seperti
kelelahan, kelaparan, penyakit, bahkan frustasi. Balita mengamuk karena adanya
keinginan untuk diperhatikan orangtua dan keinginan untuk mandiri. Balita belum
mempunyai keterampilan koping yang matang untuk mengelola emosi. Balita
mungkin belajar bahwa mengamuk adalah cara anpuh untuk mendapatkan apa yang
mereka inginkan atau menghindari apa yang mereka tidak inginkan dalam jangka
waktu pendek (Laura L. Sisterhen; Paulette Ann W. Wy, 2020)
Tantrum lebih mudah terjadi pada anak yang memiliki kebiasaan tidur tidak
teratur, sulit beradaptasi dengan lingkungan baru, makan dan buang air besar tidak
teratur, suasana hati yang negatif, mudah terproviokasi dan marah (Syamsuddin,
2013). Anak yang terlalu dimanjakan atau diterlantarkan oleh orangtuanya juga salah
satu pemicu terjadinya tantrum.
Penyebab tantrum lainnya ialah dari kondisi keluarga. Masalah kondisi
keluarga dapat berupa keluarga yang tidak harmonis, anak mendaparkan banyak
kritikan di lingkungan keluarga, gangguan dari saudara lain saat bermain, masalah
emosional dari orangtua, komunikasi yang kurang baik antar orangtua dan anak, atau
kurangnya pengertian dari orangtua tentang respon tantrum yang terjadi pada anak
(Syamsuddin, 2013).
C. Epidemiologi
Tantrum paling sering terjadi pada usia 2-3 tahun namun dapat juga terjadi
pada usia 12 bulan. Para peneliti telah menemukan bahwa tantrum terjadi pada 87%
dari usia 18 -24 bulan, 91% pada usia 30-36 bulan, dan 59% pada usia 42-48 bulan. 5-
7% anak usia 1-3 tahun mengalami temper tantrum yang berlangsung setidaknya 15
menit sebanyak 3 kali atau lebih dalam waktu 1 minggu. Tidak ada penelitian yang
menjelaskan tentnag prevalensi temper tantrum menurut jenis kelamin atau ras (Laura
L. Sisterhen; Paulette Ann W. Wy, 2020).
Rata-rata durasi tantrum berdasarkan usia ialah anak berusia 1 tahun sekitar 2
menit, anak berusia 2-3 tahun sekitar 4 menit, dan anak berusia 4 tahun sekitar 5
menit. Dalam waktu seminggu anak berusia 1 tahun dapat mengalami tantrum
sebanyak 8 kali, anak berusia 2 tahun sebanyak 9 kali, anak berusia 3 tahun sebanyak
6 kali, dan anak yang berusia 4 tahun sebanyak 5 kali (Syamsuddin, 2013).

D. Patogenesis
Energi pada anak dapat bermanifestasi pada perilaku tantrum atau tidak
tergantung dari banyaknya energy yang terkumpul pada diri anak saat tertentu dan
stimulus eksternal yang mencetuskan tantrum. Apabila energinya rendah maka
dibutuhkan stimulus yang kuat untuk memunculkan respon dari tantrum. Sebaliknya,
apabila energy pada anak tinggi maka tanpa stimulus eksternal pun dapat
memunculkan respon tantrum.
Proses kognitif juga memengaruhi dari pembentukan perilaku tantrum. Anak
dapat belajar melalui pengalamn yang dilihatnya. Contohnya, bila anak melihat orang
lain merespon kondisi konflik dengan menunjukkan perilaku agresif maka
kemungkinan anak juga merepresentasikan kemampuan kognitifnya untuk mengatasi
masalah dengan perilaku tantrum. Ahli teori menekankan bahwa tantrum bisa
terbentuk dari pola asuh seperti belajar dengan mendapat hadiah atau hukuman,
meniru orang lain seperti melihat perilaku orang disekitarnya (Syamsuddin, 2013).

Anda mungkin juga menyukai