Anda di halaman 1dari 22

1

BAB 1
PENDAHULUAN

Rudolph Dreukurs seorang pakar pengasuhan anak menekankan bahwa

alasan utama yang menyebabkan anak-anak berperilaku buruk ialah keputusasaan.

Rudolph Dreukurs mengatakan bahwa anak-anak yang putus asa seringkali

menuntut perhatian yang tidak semestinya, dan orang tua biasanya

menanggapinya dengan mencoba memaksakan kehendak mereka terhadap anak-

anak, yang menyebabkan orang tua terjebak didalam siklus ini, dan benar-benar

menghukum anak atas perilaku mereka yang buruk.1 Salah satu bentuk ekspresi

emosional dalam bentuk kemarahan yang meledak-ledak pada anak dikenal

dengan perilaku tantrum atau temper tantrum yang dapat dikategorikan sebagai

perilaku yang buruk berdasarkan perspektif sebagian orangtua.2

Temper tantrum atau disebut tantrum adalah episode dari kemarahan dan

frustasi yang ekstrim, tampak seperti kehilangan kendali yang dicirikan oleh

perilaku menangis, berteriak, dan gerakan tubuh yang kasar atau agresif seperti

membuang barang, berguling di lantai, membenturkan kepala dan menghentakkan

kaki di lantai. Pada anak yang lebih kecil biasanya sampai muntah, buang air

kecil, atau bahkan nafas sesak karena terlalu banyak menangis, dan berteriak. 3,4

Tantrum pada anak-anak umumnya hanya terjadi sekitar 30 detik sampai 5 menit

saja dan lebih jarang seiring bertambahnya usia anak.4

Penelitian Dariyo pada tahun 2007 mengatakan bahwa temper tantrum

merupakan kondisi yang normal bila terjadi pada anak-anak yang berusia 1-3

tahun, apabila tidak ditangani dengan tepat dapat bertambah sampai usia 5-6
2

tahun.5 Penelitian dari beberapa literatur menunjukkan bahwa dari 87% anak-anak

yang berusia antara 18-24 bulan mengalami setidaknya satu kali amukan dalam

sebulan dan meningkat menjadi 91% pada usia 30-36 bulan, kemudian turun

menjadi 59% pada anak-anak berusia 42-48 bulan.4,6

Penelitian di Northwestern Feinberg berdasarkan survei dari 1.500 orang

tua, studi ini menemukan bahwa 84% dari anak-anak usia 2-5 tahun meluapkan

frustasinya dengan mengamuk dalam satu bulan terakhir, dan 8,6% diantaranya

memiliki tantrum sehari-hari yang justru jika itu terjadi setiap hari merupakan hal

yang tidak normal.7 Data yang didapatkan di Indonesia menyatakan bahwa anak

yang biasanya mengalami tantrum dalam waktu satu tahun sekitar 23-83% dari

anak yang berusia 2-4 tahun.8

Faktor penyebab dari temper tantrum adalah ketidakmampuan anak

mengungkapkan diri, keinginan mencari perhatian, kondisi yang tidak

menyenangkan serta kesalahan pola asuh orang tua.9 Hasil penelitian Esti pada

tahun 2015 yang dilakukan di Jember menyatakan ibu yang meninggalkan

anaknya atau bekerja, terdapat 17 anak yang beresiko temper tantrum (73,9%) dan

6 anak (26,1%) tidak beresiko temper tantrum. Penelititan tersebut menunjukan

bahwa anak yang kurang mendapat perhatian atau kurang asuhan memiliki temper

tantrum yang tinggi.10 Cara orang tua yang mengasuh anaknya berperan

menyebabkan tantrum misalnya, orang tua yang terlalu memanjakan anak

sehingga anak mendapatkan apa keinginannya, bisa tantrum ketika permintaannya

ditolak, orang tua yang terlalu mendominasi anak, orang tua yang mengasuh tidak

konsisten, ayah dan ibu yang tidak sependapat.9,10,11


3

Penelitian yang dilakukan Mireault dan Trahan (2007), yang berjudul

Tantrum and Anxiety in Early Chilhood pada 33 orang responden, didapatkan

gambaran mengenai perilaku temper tantrum dan bagaimana orang tua merespon

terhadap temper tantrum. Hasilnya banyak orang tua yang berespon tidak tepat

dalam menghadapi temper tantrum anak. Respon orang tua dibagi ke dalam empat

bagian, yaitu: (1) mencoba untuk menuruti kemauan anak sebesar 59%, (2)

mengacuhkan sebesar 37%, (3) mencoba menenangkan anak sebesar 31 % dan (4)

penggunaan hukuman disiplin sebesar 66%.12

Ahli perkembangan anak menilai bahwa temper tantrum adalah suatu

perilaku yang tergolong normal dan merupakan bagian dari proses perkembangan

yang pasti akan berakhir. Hal positif yang bisa dilihat dari perilaku temper

tantrum adalah anak ingin menunjukkan kemandiriannya, mengekspresikan

individualitasnya, mengemukakan pendapatnya, mengeluarkan rasa marah dan

frustasi, dan membuat orang dewasa mengerti kalau mereka bingung, lelah, atau

sakit. Namun demikian, bukan berarti bahwa tantrum didukung. Jika orang tua

membiarkan tantrum berlarut-larut dan tidak pernah memberikan solusi yang

benar kepada anak maka perkembangan emosional anak dapat terganggu dan juga

merupakan tanda iritabilitas yang secara klinis berkaitan dengan indikator

diagnosis gangguan kesehatan mental pada anak usia dini.3,7


4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Temper Tantrum

Temper tantrum adalah salah satu dari sekian banyak kelainan pada

kebiasaan-kebiasaan anak, sebagai suatu usaha untuk memaksakan kehendaknya

pada orang tua, yang biasanya tampak dalam bentuk menjerit-jerit, berteriak dan

menangis sekeras-kerasnya, berguling-guling di lantai, dan sebagainya. 4,6,13

Temper tantrum umumnya muncul ketika anak sakit, lapar, frustrasi, atau lelah.

Sebagian anak menggunakan temper tantrum untuk mendapatkan perhatian orang

tua, untuk mendapatkan keinginannya, atau untuk menghindari sesuatu yang

mereka tidak inginkan. Kemarahan akan meningkatkan temper tantrum dengan

cepat, dan akan membuat anak memulai temper tantrum. Tantrum pada anak

umumnya hanya terjadi sekitar 30 detik sampai 5 menit saja dan lebih jarang

seiring bertambahnya usia anak.6

Kejadian ini sering kali muncul pada anak usia 15 bulan sampai 5 tahun.

Tantrum terjadi pada anak yang aktif dengan energi yang melimpah.9 Menurut

Hurlock pada tahun 2010, temper tantrum adalah ledakan amarah yang kuat,

ketakutan yang hebat dan iri hati yang tidak masuk akal.14 Hal ini tampak

mencolok pada anak-anak usia 2,5-3,5 tahun dan 5,5-6,5 tahun. Ledakan amarah

mencapai puncaknya antara usia dua dan empat tahun, setelah itu amarah

berlangsung tidak terlampau lama15

Temper tantrum dapat menjadi masalah yang serius. Temper tantrum dapat

muncul melewati umur diatas 5 tahun, yang periodenyan berlangsung selama 15


5

menit, atau muncul lebih dari 5 kali per hari dikategorikan abnormal dan mungkin

menjadi masalah yang serius.4,6,14

2.2 Jenis Temper Tantrum

Menurut Mah pada tahun 2008 terdapat 4 jenis temper tantrum, yaitu:

1. Manipulative tantrums

Sejak anak lahir, secara aktif mereka terlibat dalam membangun

pemahaman mereka sendiri. Pengalaman dan pemahaman tersebut terkait dengan

konteks sosial budaya. Anak-anak secara aktif belajar dari mengamati dan

berpartisipasi dengan anak-anak lain serta dengan orang dewasa, termasuk orang

tua, dan guru. Anak-anak mengamati semua kejadian dalam lingkungan dan

merefleksikan apa yang mereka pahami dari interaksi sosial, dari mengajukan

pertanyaan, dan merumuskan jawabannya sendiri. Anak akan mengalami tantrum

ketika orang dewasa menentang model kerja yang telah mereka bangun.16

Anak akan berprilaku seolah-olah menjadi anak baik dan dia akan

menirukan perilaku orang yang tidak dia sukai dan menarik perhatian dengan cara

protes pada apa yang disampaikan oleh orang dewasa.16

2. Upset temper tantrums (distress)

Anak-anak yang termasuk pada upset temper tantrums adalah anak-anak

yang mengalami distress. Anak upset temper tantrums berada dalam keadaan

yang sukar atau berbahaya, sehingga mereka menampilkan perilaku yang

merusak. Merusak benda, orang lain ataupun diri sendiri. Hal yang harus

diperhatikan pada anak yang mengalami upset temper tantrums adalah bagaimana
6

orang tua mampu berbahasa dengan lembut kepada anak, menampilkan ekspresi

wajah yang hangat, dan memberikan sentuhan yang nyaman untuk anak.16

3. Helpless temper tantrums (not distress but despair)

Anak yang helpless temper tantrums adalah anak yang merasa putus asa,

tidak berdaya, takut, dan anak tersebut tidak bergairah. Anak-anak akan

mengatakan bahwa orang dewasa tidak adil kepadanya. Anak merasa bahwa

dirinya tidak diperdulikan oleh orang-orang disekitarnya.16

4. Stress and the cathartic tantrums

Pada tipe ini semua kegiatan anak diatur oleh orang dewasa, mulai dari

berpakaian sampai dengan siapa anak-anak bermain. Anak-anak tidak memiliki

kebebasan untuk memilih apa yang diinginkan. Ketika semuanya telah ditetapkan,

anak tidak mampu untuk menolak apa yang telah ditetapkan dan anak akan

mengalami stres. Ketika stres yang dirasakan oleh anak berlebihan, anak tidak

bisa mengontrol emosi, sehingga anak butuh waktu untuk sendiri. Respon yang

diberikan anak adalah menolak bahwa dia tidak berada dalam keadaan stres, anak

menyendiri, dan tidak mau mengungkapkan apa yang mereka rasakan kepada

orang dewasa. Dalam hal ini yang diperlukan anak adalah bimbingan dari orang

tua untuk memanajemen stres. Apabila orang tua tidak bisa memenuhi keinginan

anak tersebut maka anak akan menjadi tantrum. Tantrum yang ditampilkan adalah

menjauh dari lingkungannya atau anak butuh waktu untuk sendiri, tetapi anak

tetap mangatakan bahwa dia tidak merasa dalam keadaan stres.16

Menurut Buchalter dalam Rahmah tahun 2012, temper tantrum dibagi 2

jenis, yaitu:
7

1. Tantrum aktif

Tantrum aktif terjadi ketika anak tidak bisa mendapatkan apa yang

diinginkannya. Biasanya anak akan melakukan protes dengan cara menangis,

menjerit, menendang-nendang bahkan melakukan hal-hal yang membahayakan

dirinya. Tantrum aktif bisa juga muncul ketika anak marah dengan temannya.

Biasanya anak bertindak agresif (dapat memukul, menendang, mancakar) dan

tidak bersahabat saat bermain bersama temannya.17

2. Tantrum pasif

Tantrum pasif terjadi ketika anak merasa tidak puas terhadap suatu hal.

Biasanya anak merengek, ngambek atau terus menerus bertanya dengan cara

menganggu. Tantrum pasif juga terjadi ketika anak tidak suka melakukan sesuatu

yang diperintahkan oleh orangtuanya.17

Sedangkan, menurut Wahyuni pada tahun 2014, temper tantrum dibagi

menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Manipulative tantrum

Manipulative tantrum terjadi ketika seorang anak tidak memperoleh apa

yang dia inginkan. Perilaku ini akan berhenti saat keinginan anak dituruti. 18

Contoh perilaku manipulative tantrum menurut Amin tahun 2010, yaitu saat

menginginkan sesuatu cemberut dan melotot sambil menghentakkan kaki, jika

tidak dituruti kemudian teriakannya semakin keras dan gerakannya tidak

terkendali, setelah keinginanya terpenuhi akan berhenti.19

2. Verbal frustation tantrum


8

Tantrum jenis ini terjadi jika anak tahu apa yang dia inginkan, tetapi tidak

tahu bagaimana cara menyampaikan keinginannya dengan jelas kepada orang lain.

Anak akan mengalami frustasi. Tantrum jenis ini akan menghilang sejalan dengan

peningkatkan kemampuan komunikasi anak, dimana anak semakin dapat

menjelaskan kesulitan yang dialaminya. Contoh dari perilaku verbal frustation

tantrum saat memegang sesuatu kemudian membuangnya semakin marah disertai

membuang benda-benda yang ada disekitarnya jika orang tua berteriak marah

maka anak akan semakin marah menjatuhkan diri di lantai, biasanya terjadi karena

anak tidak bisa menyelesaikan permainan, seperti puzzle.18

3. Temperamental tantrum

Tantrum ini dapat terjadi jika tingkat frustasi anak mencapai tahap yang

sangat tinggi, anak menjadi sangat tidak terkontrol, dan sangat emosional. Anak

akan menjadi sangat lelah dan sangat kecewa. Pada tantrum jenis ini anak akan

sulit untuk berkonsentrasi, anak tampak bingung dan, mengalami disorientasi.

Meskipun mereka tidak meminta tolong sesungguhnya mereka sangat

membutuhkannya. Contoh perilaku temperamental tantrum pada saat anak sedang

menginginkan sesuatu anak akan menangis, mengigit bibirnya, berteriak dengan

keras, memukul, duduk ditanah sambil menghentakkan kakinya.18

2.3 Faktor yang Menyebabkan Temper Tantrum


9

Terdapat beberapa penyebab perilaku temper tantrum pada anak baik

masalah di dalam keluarga maupun di lingkungannya. Faktor yang menyebabkan

terjadinya temper tantrum menurut Zaviera tahun 2008, yaitu:

1. Terhalangnya keinginan anak mendapatkan sesuatu

Apabila tidak berhasil terpenuhinya keinginannya maka anak sangat

dimungkinkan untuk memakai cara temper tantrum agar menekan orang tua untuk

mendapatkan apa yang ia inginkan.11

2. Ketidakmampuan anak mengungkapkan diri

Anak-anak mempunyai keterbatasan bahasa, pada saat dirinya ingin

mengungkapkan sesuatu tapi tidak bisa dan orangtua pun tidak dapat memahami

maka hal ini dapat memicu anak menjadi frustasi yang terjadi dalam bentuk

temper tantrum.11

3. Tidak terpenuhinya kebutuhannya

Aanak yang aktif membutuhkan ruang dan waktu yang cukup untuk selalu

bergerak dan tidak bisa diam dalam waktu yang lama. Apabila saat anak tersebut

harus menempuh perjalanan panjang dengan mobil, maka anak tersebut akan

merasa stress. Salah satu contoh pelepasan stresnya adalah tantrum.11

4. Pola asuh orang tua

Cara orang tua mengasuh anak juga berperan menyebabkan temper

tantrum. Anak yang terlalu dimanjakan dan selalu mendapat apa yang di inginkan,

bisa temper tantrum ketika suatu saat permintaannya ditolak.11

Pola asuh orangtua dalam hal ini sebenarnya lebih pada bagaimana orang

tua dapat memberikan contoh atau teladan kepada anak dalam setiap bertingkah
10

laku karena anak akan selalu meniru setiap tingkah laku orang tua. Jika anak

melihat orang tua meluapkan kemarahan atau meneriakkan rasa frustasi karena hal

kecil, maka anak akan kesulitan untuk mengendalikan diri. Seorang anak perlu

melihat bahwa orang dewasa dapat mengatasi frustasi dan kekecewaan tanpa

harus lepas kendali, dengan demikian anak dapat belajar untuk mengendalikan

diri.11

5. Anak merasa lelah, lapar atau dalam keadaan sakit kondisi sakit, lelah

serta lapar dapat menyebabkan anak menjadi rewel.11

6. Anak sedang stress dan merasa tidak aman

Anak yang merasa terancam, tidak nyaman, dan stress apalagi bila tidak

dapat memecahkan permasalahannya sendiri ditambah dengan lingkungan sekitar

yang tidak mendukung menjadi pemicu anak menjadi temper tantrum.11

Menurut Hurlock pada tahun 2010, faktor yang menimbulkan temper

tantrum, yaitu:14

1. Rintangan terhadap gerak yang diinginkan anak, baik rintangan itu berasal

dari orang lain atau dari ketidakmampuan diri sendiri

2. Rintangan terhadap aktivitas yang sudah mulai berjalan

3. Rintangan terhadap keinginan, rencana, dan niat yang ingin dilakukan

anak.

Sedangkan beberapa penyebab lainnya, yaitu:2,14

1. Penerapan atuaran yang tidak konsisten;

2. Kritik yang terlalu berlebihan;

3. Orang tua yang terlalu protektif atau lalai;


11

4. Kurang perhatian dan kasih saying dari orang tua;

5. Masalah dalam hubungan pernikahan;

6. Masalah emosional pada orang tua;

7. Bertemu dengan orang asing atau orang baru;

8. Persaingan dengan saudara (sibling rivalry);

9. Masalah dalam kemampuan berkomunikasi;

10. Kondisi anak seperti sakit, lelah, atau kelaparan.

2.4 Ciri-Ciri Temper Tantrum

Tantrum sering terjadi pada anak yang dianggap sulit, terjadi pada anak

yang aktif dengan energi yang berlimpah, dengan ciri-ciri sebagai berikut:9,18

1. Mempunyai kebiasaan tidur, makan, dan buang air besar tidak teratur;

2. Sulit menyukai situasi, makanan, dan orang-orang baru;

3. Tidak mudah beradaptasi terhadap perubahan;

4. Suasana hati (mood) lebih sering negatif;

5. Mudah terprovokasi, marah atau kesal;

6. Perhatiannya sulit dialihkan.

2.5 Manifestasi Temper Tantrum Menurut Kelompok Usia

Tantrum termanifestasi dalam berbagai perilaku. Perilaku tantrum terjadi

pada usia di bawah 3 tahun, 3-4 tahun, dan lebih dari 5 tahun. Manifestasi temper

tantrum menurut kelompok usia, yaitu:


12

1. Usia <3 tahun

Anak dengan usia dibawah 3 tahun, bentuk tantrum mereka, seperti

menangis, menggigit, memukul, menendang, menjerit, melengkungkan punggung,

melempar badan ke lantai, memukul-mukulkan tangan, menahan napas,

membentur-benturkan kepala, dan melempar barang. 9,11,20

2. Usia 3-4 tahun

anak dengan rentang usia antara 3 tahun sampai 4 tahun akan

menunjukkan perilaku tantrum seperti pada anak berusia kurang dari 3 tahun.

Perilaku tantrum anak usia 3-4 tahun juga dapat terjadi, seperti anak akan

menghentak-hentakkan kaki, berteriak-teriak, meninju, membanting pintu,

mengkritik, dan merengek. 9,11,20

3. Usia >5 tahun

Pada usia 5 tahun ke atas anak akan menunjukkan perilaku seperti pada

usia sebelumnya. Mereka juga memaki, menyumpah, memukul orang lain,

mengkritik diri sendiri, memecahkan barang dengan sengaja, dan

mengancam.9,11,19

2.6 Perkembangan Temper Tantrum

Tavris (1989) melihat bentuk tantrum berdasarkan proses

perkembangannya dapat dibedakan dalam 3 tahapan, yaitu tahap pemicu (trigger),

tahap respon, dan tahap pembentukan. Tahap pemicu tampak pada saat anak

diserang, dikritik atau diteriaki oleh orangtua atau saudara dengan sesuatu yang

menyakitkan atau menjengkelkan. Kemudian, anak merespon kritikan tersebut


13

secara agresif dan destruktif. Jika perilaku agresi yang dimunculkan oleh anak

tersebut mendapatkan reward dari penyerang (attacker) dengan menjadi diam atau

berhenti mengkritik, maka taktik ini dianggap berhasil oleh anak. Anak akan

mulai belajar membentuk perilaku tantrum sebagai senjata untuk melawan segala

bentuk serangan dari lingkungannya.20

Perkembangan tingkah laku tantrum pada anak menurut beberapa ahli

adalah sebagai berikut:

1. Anak usia 2-3 tahun: pada usia ini 80% anak menunjukan tingkah laku

tantrum dan 20% anak tantrum 2 kali atau lebih dalam sehari.2,9

2. Anak usia prasekolah (3-5 tahun): anak usia prasekolah 20% diantaranya

melakukan tantrum yang rendah dan anak diatas usia 4 tahun hanya 11% yang

menunjukan tingkah laku tantrum sedang-berat. 2,9

3. Anak usia sekolah (6-8 tahun): Tantrum pada anak usia sekolah ditunjukan

dengan perilaku impulsive, membangkang, mudah frustasi, dan mudah “meledak”

jika sedang marah. Tingkah laku tantrum ini muncul jika anak mengalami trauma,

diatur orang tua dengan sangat ketat atau karena perubahan lingkungan. 2,9

4. Tantrum pada usia remaja dan dewasa: beberapa orang remaja dan dewasa

juga dapat menunjukan tingkah laku tantrum. Tingkah laku tantrum pada remaja

dan orang dewasa ditunjukan dengan mengamuk ketika keinginanya tidak dapat

dipenuhi. Tingkah laku tantrum yang masih menetap hingga usia dewasa

memerlukan pertolongan ahli. 2,9

2.7 Tatalaksana Temper Tantrum


14

Pada usia tertentu anak akan menggunakan tantrum untuk mengetahui

bagaimana cara mengekspresikan keinginannya, sehingga dibutuhkan kesabaran

dari orang tua.2 Orang tua sering sekali merespon anak yang tantrum dengan cara

yang tidak tepat, yakni 59 % mencoba menenangkan anak, 37 % mengacuhkan,

dan sebanyak 31 % menyuruh anak untuk diam. Data ini menunjukan bahwa

orangtua sering keliru ketika menghadapi anak yang mengalami tantrum. Karena

itulah penting sekali bagi orang tua untuk mengetahui cara merespon tantrum

secara tepat.21

Beberapa penanganan yang dapat dilakukan dalam menghadapi anak

dengan temper tantrum adalah:

A. Tindakan yang perlu dilakukan dan dihindari saat terjadinya temper

tantrum Ketika temper tantrum terjadi hal yang sangat penting bagi orang

tua adalah segera mengambil tindakan yang tepat, sebab apapun tindakan yang

dilakukan oleh orangtua akan berdampak pada perilaku dan respon anak pada

masa-masa yang akan datang.2 Orang tua dapat mencoba mengerti dan memahami

jenis tantrum yang terjadi pada saat anak marah besar. Jika anak menunjukkan

manipulative tantrum, orang tua hendaknya mengabaikan perilaku anak, tidak

melihat kearah anak, mencoba bersikap tenang, dan tetap melakukan pekerjaan.

Tetapi jika anak menunjukkan verbal frustration orang tua sebaiknya jangan

membiarkan atau mengacuhkan anak, bantu anak tersebut untuk memecahkan

masalahnya.18 Jika anak tidak dapat memecahkan masalahnya sendiri beri dia

motivasi untuk mengungkapkan dengan bahasanya sendiri, orangtua sebaiknya

mengartikan keinginan anak dengan kata-kata yang lembut.2


15

Terdapat tiga hal lain yang dapat dilakukan sesegera mungkin saat tantrum

terjadi, yakni memastikan segalanya aman, perlunya orangtua mengontrol

emosinya, serta tidak ambil peduli terhadap pandangan sinis atau ucapan negatif

dari lingkungan. Jika tantrum terjadi maka biarkan anak untuk melampiaskan

emosinya tapi pastikan bahwa segala sesuatunya dalam keadaan aman, baik bagi

anak, pengasuh, termasuk benda-benda yang kemungkinan bisa dirusak. Segera

evakuasi anak pada tempat-tempat yang empuk seperti kasur atau sofa, jauhkan

anak pada benda-benda yang rawan untuk dirusak. Anak sebaiknya didekap atau

dipeluk dengan penuh kasih sayang akan tetapi jika dia meronta-ronta, memukul

atau bahkan mencakar orangtua atau pengasuhnya sebaiknya tindakan ini jangan

dilakukan sebab hanya akan memicu dan memprovokasi orang tua untuk

bertindak kasar pada anak. Orang tua harus tetap tenang serta berusaha

mengontrol emosi untuk tetap stabil. Jaga emosi jangan sampai memukul dan

berteriak-teriak marah pada anak.2,18

Tindakan yang perlu dihindari adalah membujuk, berargumen karena anak

dalam periode tantrum yang tinggi tidak dapat mengerti atau mendengar apa yang

dikatakan orang tua, memberikan nasihat-nasihat moral agar anak diam. Meminta

anak untuk diam dengan memberi hadiah atau menjanjikan hadiah juga

merupakan tindakan yang perlu dihindari. Hal ini sama saja mengajarkan anak

untuk menggunakan tantrum sebagai senjata untuk memberikan keinginannya

atau mendapatkan hadiah. Paling penting untuk dihindari adalah memaksa anak

diam dengan kata-kata kasar atau menggunakan hukuman dan kekerasan karena
16

hal ini sama dengan mengajarkan anak menggunakan caracara kekerasan jika

menghadapi satu masalah.2,22

Salah satu teknik yang dapat digunakan pada saat anak sedang tantrum

adalah mengangkatnya ke kamar sesegera mungkin dan mengisolasinya selama 2

atau 3 menit. Hal ini juga memberi kesempatan kepada orang tua untuk

mengontrol emosinya. Dua atau tiga menit sudah cukup untuk mencegah orang

tua terprovokasi menggunakan kekerasan. Tidak perlu menasehati, tetapi sebelum

meninggalkan kamar. Cara ini akan sangat membantu orang tua menjaga anak dan

bisa tetap konsisten pada aturan, terutama kepada anak yang lebih tua dan anak

usia sekolah.2

Orang tua juga tidak boleh memberikan keinginan anak yang semula

dilarang dengan harapan dia akan diam dan berhenti tantrum. Cara ini mungkin

efektif untuk menghentikan tantrum anak pada saat itu tapi mungkin juga tidak. 18

Cara memberi hadiah memberikan penguatan kepada anak untuk menggunakan

cara cara seperti meraungraung, mengamuk, mengumpat dan bentuk tantrum

lainnya sebagai bentuk “demontrasi” guna mendapatkan posisi tawar memuluskan

keinginan dan harapannya yang terhalang oleh pertimbangan orangtua. Tentu saja

ini dapat diterapkan pada anak yang relatif sudah lebih dewasa, sekitar usia 3-6

tahun.2

B. Ketika tantrum telah berlalu

Ketika anak sudah mulai reda tunjukkanlah ekspresi cinta pada anak dan

biarkan dia merasa aman. Ajak anak untuk bermain dan bergembira. Tunjukkan

kasih sayang pada anak, sekalipun anak telah berbuat salah. Orang tua perlu
17

mengevaluasi atau mencatat hal-hal yang mengakibatkan anak berperilaku temper

tantrum orang tua harus memahami penyebab yang terjadi yang terjadi pada anak,

mungkin anak merasa lapar, lelah, sehingga harus berhati-hati. Jika ingin

mengajar dan memberi nasihat, jangan dilakukan segera setelah tantrum berakhir,

tapi lakukanlah ketika keadaan sedang tenang dan nyaman bagi orang tua dan

anak. Waktu yang tenang dan nyaman adalah ketika tantrum belum terjadi,

bahkan ketika tidak ada tanda-tanda akan terjadi tantrum. Saat orang tua dan anak

sedang gembira, tidak merasa frustrasi, lelah dan lapar merupakan saat yang

ideal.2,18

C. Pencegahan

Pencegahan terjadinya temper tantrum dapat dilakukan dengan mengenali

kebiasaan-kebiasaan anak dan mengetahui secara pasti pada kondisi seperti apa

tantrum terjadi pada anak. Misalnya, pada anak yang aktif bergerak dan gampang

stres maka orang tua perlu mengatur kondisi agar anak tidak dibuat bosan.

Mendampingi anak mengerjakan tugas sekolah dan mengajarkan hal-hal yang

dianggap sulit, akan membantu mengurangi stres. Mendampingi anak bahkan

tidak terbatas pada tugas-tugas sekolah, tapi juga bermain bersama, sehingga

ketika anak mengalami kesulitan orang tua dapat membantu dengan memberikan

petunjuk. Hal lain yang bisa dilakukan adalah orang tua perlu memperlakukan

anak secara tepat dengan tidak terlalu memanjakan dan tidak pula terlalu

menelantarkan anak.2,18

Hal lai yang perlu diperhatikan untuk mencegah temper tantrum, yaitu

orang tua perlu mengetahui adakah perilaku dari orang tua atau orang lain
18

disekitar anak yang justru mendorong dan memberi penguatan terhadap terjadinya

tantrum. Jika ada maka perlu dihilangkan. Selain itu, perlu juga diwujudkan atau

dibangun sebuah sistem reward untuk menjaga anak tetap berperilaku terkontrol.

Memberikan penghargaan atau hadiah pada saat tantrum terjadi adalah tidak tepat

sebab akan mengkondisikan anak untuk selalu mengulanginya. 16,18 Pada anak yang

usianya lebih tua perlu diajarkan dan dilatih dengan coping skill dalam

menghadapi situasi yang dapat membuat dia tantrum.2

Cara lain untuk yang dapat dilakukan orang tua untuk mencegah terjadinya

tantrum, yaitu mengalihkan perhatian anak, mencoba menemukan alasan

kemarahan, menghindari rasa malu kepada anak perihal rasa marah, ajarkan anak

mengenai intensitas tingkat kemarahan, atur secara jelas batasan harapan akan

manajemen kemarahan sesuai dengan usia, kemampuan dan tempramennya,

mengembangkan komunikasi terbuka dengan anak, dan mengajarkan empati

dengan memberikan pemahaman akan efek yang bisa ditimbulkan dari sikap

mereka terhadap orang lain.20


19

BAB 3
KESIMPULAN

Temper tantrum adalah salah satu dari sekian banyak kelainan pada

kebiasaan-kebiasaan anak, sebagai suatu usaha untuk memaksakan kehendaknya

pada orang tua yang biasanya tampak dalam bentuk menjerit-jerit, berteriak dan

menangis sekeras-kerasnya, berguling-guling di lantai, dan sebagainya. Temper

tantrum umumnya muncul ketika anak sakit, lapar, frustrasi, atau lelah. Sebagian

anak menggunakan temper tantrum untuk mendapatkan perhatian orang tua, agar

mendapatkan keinginannya, atau untuk menghindari sesuatu yang mereka tidak

inginkan. Temper tantrum sering kali muncul pada anak usia 15 bulan sampai 5

tahun. Temper tantrum sering terjadi pada anak yang aktif dengan energi yang

melimpah.

Jenis temper tantrum dibagi menjadi: manipulative tantrums, upset temper

tantrums (distress), helpless temper tantrums (not distress but despair), stress and

the cathartic tantrums, verbal frustation tantrum, temperamental tantrum, tantrum

aktif maupun yantrum pasif. Penyebab perilaku temper tantrum bisa disebabkan

oleh pola asuh orang tua, masalah di keluarga mapun di lingkugannya. Ciri-ciri

temper tantrum pada anak yaitu mempunyai kebiasaan tidur, makan, dan buang air
20

besar tidak teratur sulit menyukai situasi, makanan, dan orang-orang baru, tidak

mudah beradaptasi terhadap perubahan, suasana hati (mood) lebih sering negatif,

mudah terprovokasi, marah atau kesal, dan perhatiannya sulit dialihkan.

Gejala temper tantrum terjadi tergantung pada kelompok usia dan

perkembangan tantrum itu sendiri sehingga temper tantrum memrlukan

tatalaksana yang tepat agar mengurangi terjadinya temper tantrum pada anak.
21

DAFTAR PUSTAKA

1. Santrock W., J. 1995. Life-Span Development, Perkembangan Masa


Hidup. Edisi 1. Jakarta: AirLangga.
2. Syamsuddin. Mengenal Perilaku Tantrum dan Bagaimana Mengatasinya
Understanding Tantrum Behavior and How to Solve It. 2013; 18(2).
3. Tandry, N. 2010. Bad Behaviour, Tantrums, and Tempers. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo.
4. Beauchamp-Châtel A., Courchesne V., Forgeot d’Arc B., Mottron L. Are
tantrums in autism distinct from those of other childhood conditions? A
comparative prevalence and naturalistic study. 2019; 62: 66-74.
5. Dariyo, Agoes. 2007. Psikologi perkembangan anak tiga tahun pertama.
Bandung: Refika Aditama.
6. Manning B L., Roberts MY., Estabrook R., Petitclerc A., et al. Relations
between toddler expressive language and temper tantrums in a community
sample. 2019; 65.
7. Wakschlag, Lauren S., Choi, Seung W., Carter, Alice S. Defining the
developmental parameters of temper loss in early childhood: implication
for developmental psychopathology. The Journal of Child Psychology and
Psychiatry. 2012; 53(11).
8. Wahyuni, Sulistyani, Ratnawati. Dampak Program Bina Keluarga Balita
(BKB) Terhadap Tumbuh Kembang Anak Balita 6-24 Bulan. e-Jurnal
Pustaka Kesehatan.2014; 2(1).
9. Hasan, Maimunah. 2011. Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Diva
Press.
22

10. Listiana, Esti. Perbedaan Resiko Temper Tantrum Anak Usia Prasekolah
antara Ibu tidak Bekerja dan Bekerja di RAMAN Gebang Kelurahan
Patran. 2015
11. Zaviera, F. 2008. Mengenali dan memahami tumbuh kembang anak.
Jogjakarta: Kata Hati.
12. Mireault, G., Trahan, J. Tantrum and anxiety in eearly chilhood: A pilot
study. Early Chilhood Reaseach And Practice. 2007; 9(2).
13. Kartono, Kartini. 1991. Bimbingan Bagi Anak dan Remaja yang
Bermasalah. Jakarta: CV. Rajawali.
14. Hurlock, E.B. 2010. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
15. Chaplin, J.P. 2009. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
16. Mah, R. 2008. The One-Minute Temper Tantrum Solution: Strategies for
Responding To Children’s Challenging Behaviors. USA: Corwin Perss.
17. Rahmah, N. F. 2012. Mendesain perilaku anak sejak dini. Surakarta: Adi
Citra Cemerlang.
18. Wiyani, Novan A. 2014. Penanganan Anak Usia Dini Berkebutuhan
Khusus. Yogyakarta: Ar-ruzz
19. Soetjiningsih, dan Gde. Ranuh. 2013. Tumbuh Kembang Anak: Edisi 2.
Jakarta: EGC.
20. Tavris, C. 1989. Anger: The misunderstood emotion (rev.ed). New York:
Simon and Schuster.
21. Gina, M., dan Jessica, T. Tantrums and Anxiety in Early Childhood: A
Pilot Study. Early Childhood Research and Practice Juornal. 2007; 9(2).
22. Lorenz, B., E. How to Deal with Your Child’s Temper Tantrums. 2010.

Anda mungkin juga menyukai