Anda di halaman 1dari 54

1

BAB 1
PENDAHULUAN

Stroke termasuk salah satu masalah kesehatan global karena

berkontribusi besar dalam menyebabkan morbiditas, mortilitas, dan disabilitas.1

WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis yang berkembang cepat

akibat gangguan otak (fokal atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung

selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya

penyebab lain yang jelas selain vaskuler.2 Berdasarkan American Heart

Association (AHA) stroke ditandai sebagai defisit neurologi yang dikaitkan

dengan cedera fokal akut dari sistem saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh

pembuluh darah, termasuk infark serebral, pendarahan intraserebral (ICH) dan

pendarahan subaraknoid (SAH).3

Stroke merupakan penyakit penyebab kematian nomor dua di dunia dengan

angka kematian sebanyak 4,4 juta (9%) dari 50,4 juta kematian setiap tahun.

Prevalensi stroke di Amerika Serikat mencapai 795.000 kejadian setiap tahun.

Pada tahun 2013 disebutkan bahwa setiap 40 detik terdapat satu orang yang

didiagnosis stroke dan rata-rata menyebabkan kematian setiap 4 menit. 1 Negara

berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh

dunia. Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1000 penduduk.

Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Aceh (16,6 per 1000

penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007, stroke bersama-sama dengan

hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya, merupakan

penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia.4


2

Berdasarkan kelainan patologis, stroke secara garis besar dibagi menjadi

stroke iskemik dan hemoragik. Insidensi stroke iskemik lebih tinggi, yaitu sekitar

87% sementara stroke hemoragik 13%.5 Kelainan yang disebabkan oleh stroke

tergantung dari derajat keparahan dan lokasi otak yang terkena. Meskipun angka

kejadian stroke hemoragik lebih rendah, tingkat keparahan dan risiko mortalitas

stroke hemoragik lebih tinggi dibandingkan stroke iskemik.6

Diagnosis stroke sebanyak 92% dapat ditegakkan dari anamnesis dan

riwayat munculnya gejala klinis. Pasien dengan gejala stroke selanjutnya

dilakukan pemeriksaan neuroimaging berupa CT Scan kepala atau MRI.

Pemeriksaan CT scan kepala merupakan gold standar untuk menegakan diagnosis

stroke. Tatalaksana yang diberikan akan sangat bergantung dengan diagnosis.5

Oleh karena itu, perlu dibahas lebih lanjut mengenai stroke terutama stroke

hemoragik sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan dan pencegahan terhadap

stroke sehingga dapat mengurangi morbiditas, mortalitas, dan disabilitas di masa

depan.
3

BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. T Mahmud

Umur : 64 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

MR : 16.31.00

Alamat : Rayeuk Munye, Tanah Luas, Aceh uUara

Pekerjaan : Petani

Status Perkawinan : Kawin

Agama : Islam

Suku : Aceh

Ruangan : Multazam

Tanggal pemeriksaan : 8 Maret 2021

2.2 Anamnesis

a. Keluhan Utama :

Kelemahan anggota gerak sebelah kiri.

b. Keluhan Tambahan :

Kebas di telapak tangan dan kaki kiri, nyeri kepala, mulut merot, dan suara pelo.

c. Riwayat Penyakit Sekarang :


4

Pasien dibawa ke IGD RSU Cut Meutia pada hari Jumat, 26 Februari 2021

pukul 10.50 WIB dengan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah kiri ± 1 hari

sebelum masuk rumah sakit saat sedang beraktivitas. Awalnya pasien

mengeluhkan kebas di telapak tangan dan kaki kiri dan lemah anggota gerak

disertai dengan mulut merot. Riwayat nyeri kepala juga dilaporkan. Pasien juga

mengeluhkan mual tanpa disertai muntah. Pasien dengan riwayat hipertensi ± 2

tahun dan tidak terkontrol dengan obat-obatan. Riwayat stroke sebelumnya

disangkal.

d. Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat hipertensi sejak 2 tahun yang lalu, tidak terkontrol.

e. Riwayat penyakit keluarga

Ibu pasien menderita hipertensi. Riwayat anggota keluarga yang menderita

diabetes melitus, asma, dan penyakit jantung tidak ada.

f. Riwayat pemakaian obat

Riwayat mengkonsumsi obat-obatan hipertensi ± 1,5 tahun yang lalu, namun

tidak rutin.

g. Riwayat kebiasaan sosial

Pasien merupakan seorang petani.

2.3 Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : Lemah

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4 M6 V5

Tekanan darah : 160/100 mmHg


5

Frekuensi nadi : 84 x/menit

Frekuensi nafas : 20 x/menit

Suhu : 36,5 ̊C

2.4 Status Generalis

a. Kulit

1. Warna : Kuning Langsat

2. Turgor : Dalam batas normal

3. Sianosis : Tidak ada

4. Ikterus : Tidak ada

5. Oedema : Tidak ada

6. Anemia : Tidak ada

b. Kepala

1. Rambut : Hitam, distribusi merata

2. Wajah : Simetris, tidak dijumpai deformitas dan tidak edema

3. Mata : Konjunctiva pucat (-/-), sclera ikterik (-/-), reflex cahaya

langsung (+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+), pupil

isokor  2 mm/2 mm

4. Telinga : Sekret (-/-), darah (-/-)

5. Hidung : Sekret (-/-), darah (-/-)

6. Mulut : Sianosis (-)

c. Leher

1. Inspeksi : Simetris

2. Palpasi : Pembesaran KGB (-), distensi vena jugularis (-)


6

d. Thorax

Paru

1. Inspeksi : Bentuk asimetris kanan dan kiri, pergerakan dada

sama

2. Palpasi : Tidak ada benjolan

3. Perkusi : Sonor

4. Aukultasi : Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung

1. Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

2. Palpasi : Ictus cordis teraba

3. Perkusi : Batas atas jantung di ICS II, kanan di LPSD, kiri

di LMCS

4. Auskultasi : BJ I/II normal, bising jantung (-), Gallop (-)

e. Abdomen

1. Inspeksi : Simetris, perut datar

2. Palpasi : Defans muscular (-)

Hepar : Tidak teraba

Lien : Tidak teraba

Ginjal : Ballotement (-)

3. Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-)


7

4. Auskultasi : Peristaltik usus normal

f. Genetalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

g. Kelenjar limfe : Pemeriksaan KGB (-)

h. Ekstremitas : Akral hangat

Superior Inferior

kanan kiri kanan kiri

Sianosis - - - -

Oedema - - - -

Fraktur - - - -

i. Anus : Tidak dilakukan pemeriksaan

2.5 Status Neurologis

1. GCS : E4 M6 V5

2. Pupil

Kanan Kiri
Bentuk Bulat Bulat
Diameter 2 mm 2mm
Reflek cahaya langsung + +
Reflek cahaya tidak langsung + +

3. Tanda rangsang meningeal

Kanan Kiri
Kaku kuduk - -
Kernig Sign - -
Laseque Sign - -
Brundzinky 1 - -
Brundzinky 2 - -
Brundzinky 3 - -
Brundzinky 4 - -
8

4. Pemeriksaan Nervus Cranialis


Kanan Kiri
N.I (Olfaktorius) + +
N.II (Optikus)
Visus Pengelihatan Pengelihattan
berkurang berkurang
Lapang pandang Normal Normal
Warna Normal Normal
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.III IV VI
(Okulomotorius,
Trochlearis, Abducens)
M.rectus medius Normal Normal
M.rectus superior Normal Normal
M.rectus inferior Normal Normal
M.Obliqus inferior Normal Normal
M.levator palpebra Normal Normal
M.obliqus superior Normal Normal
N.V (Trigeminus)
-Sensorik Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
V1
V2
V3
-Motorik Normal Normal
1. Membuka Mulut + +
2. Menggigit dan + +
mengunyah
N. VII (Fasialis)
-Sensorik Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
-Motorik Normal Normal
1. Mengangkat alis + +
2. Menutup mata + +
3. Mengembungkan pipi + +
4. Menyeringai + parese
N.VIII
9

(Vestibularis
Cochlearis) Tidak dilakukan pemeriksaan
Rhinne
Weber
Swabach
N.IX & N.X
(Glossofaringeus,
Vagus)
Reflek menelan Normal
Reflek batuk Normal
Reflek muntah Normal
Arcus faring Simetris
Posisi uvula Normal, deviasi (-)
Pengecapan 1/3 posterior Tidak dilakukan pemeriksaan
lidah
N.XI (Aksesorius)
-M.sternocleido- Menoleh normal
mastoideus Terdapat gangguan dalam mengangkat bahu
-M.trapezius
N.XII (Hipoglossus) Parase

5. Fungsi Motorik
Kanan Kiri
Kekuatan
Ekstremitas atas 5555 0333
Ekstremitas bawah 5555 2222
Tonus
Ekstermitas atas Eutonus Hipotonus
Ekstremitas bawah Eutonus Hipotonus
Trofi
Ekstremitas atas Eutropi Eutropi
Ekstremitas bawah Eutropi Eutropi
Klonus
Ekstremitas atas Normal Normal
Eksremitas bawah Normal Normal
Refleks
Fisiologis Normal Normal
Biceps Normal Normal
Triceps Normal Normal
Patella Normal Normal
Achilles Normal Normal
Patologis
Hoffmann-tromner Negatif Negatif
Babinski Negatif Negatif
10

Chaddok Negatif Negatif


Gordon Negatif Negatif
Gonda Negatif Negatif
Oppenheim Negatif Negatif
Schaeffer Negatif Negatif
Rosolimo Negatif Negatif

6.

Kanan Kiri
Fungsi
Raba halus
Ekstremitas atas Normoestesia Normoestesia Sensorik
Ekstremitas bawah Normoestesia Normoestesia
Nyeri
Ekstremitas atas Normoestesia Normoestesia
Ekstremitas bawah Normoestesia Normoestesia
Suhu
Ekstremitas atas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ekstremitas bawah
Getar
Ekstremitas atas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ekstremitas bawah
Proprioseptif
Ekstremitas atas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ekstremitas bawah
11

7. Fungsi Otonom
BAK : Inkontinensia Urine (-) Retensi (-) Anuria (-)
BAB : Inkontinensia Alvi (-) Retensi (-) Keringat: (DBN)

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Laboraturium (26 Februari 2021)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hemoglobin 13.77 g/dL 13~18
Eitrosit 4.44 juta/mm^3 4.5~6.5
Hematokrit 39.63 % 37.0-47.0
MCV 89.21 fL 79-99
MCH 30.99 pg 27-31.2
MCHC 34.74 % 33~37
Leukosit (WBC) 8.94 Ribu/uL 4.0-11.0
RDW-CV 10.79 % 11.5-14.5
Trombosit 226 ribu/mm3 150~450
HITUNG JENIS
LEUKOSIT
Basophil 0.48 % 0-1.7
Eosinaphil 5.73 % 0.60-7.30
Nitrofil segmen 69.21 % 39.3-73.7
Limfosit 20.71 % 18.0-48.3
Monosit 3.88 % 4.40-12.7
NLR 3.34 Cutoff 0-3.13
AlC 1852.10 Juta/L 0-1500
Golongan Darah O -
12

KIMIA DARAH
Fungsi Ginjal
Ureum 25 mg/dl <50
Kreatinin 1.22 mg/dl 0.60-1.00
Asam Urat 9.2 mg/dl 3.4-7.0
KIMIA KLINIK
Glukosa Sewaktu 125 mg/dL <180

Laboraturium (27 Februari 2021)


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
KIMIA DARAH
Lemak Darah
Kolesterol Total 311 mg/dl ≤ 190
HDL 85 mg/dl > 40
LDL 189 mg/dl <130
Trigliserida 158 ribu/mm3 4.0~11.0

Head CT-Scan (1 Maret 2021)


13

Kesimpulan :

– Batas cortex dan medulla menegas

– Gyri prominent dan suicy tak prominent

– Tampak lesi hyperdens di capsula externa dextra (Vol 13,15 cc) dan

corona radiate dextra dengan perifocal oedem

– Bulbus oculi, nervus opticus normal, simetris

– Air cellae mastoideal normal

Kesan : intracerebral heamorhagic di capsula externa dextra (Vol 13.15 cc) dan

corona dextra dengan pericial oedema


14

Foto Thoraks (2 Maret 2021)

Hasil :

– Coracan bronkovaskular normal

– Sinus cf lancip

– Diafragma licin

– Cor: CTR <0.5

– Sisterna tulang tak tampak kelainan

Kesan : Pulmo dan besar cor normal

2.7 Resume

Pasien dibawa ke IGD RSU Cut Meutia pada hari Jumat, 26 Februari 2021

pukul 10.50 WIB dengan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah kiri ± 1 hari

sebelum masuk rumah sakit saat sedang beraktivitas. Awalnya pasien


15

mengeluhkan kebas di telapak tangan dan kaki kiri dan lemah anggota gerak

disertai dengan mulut merot. Riwayat nyeri kepala juga dilaporkan. Pasien merasa

mual namun tidak disertai muntah. Pasien dengan riwayat hipertensi ± 2 tahun dan

tidak terkontrol dengan obat-obatan. Hasil pemeriksaan fisik ditemukan TD

160/100 mmHg, gangguan pada N.VII (Fasialis) dan N.XI (Aksesorius). Pada

pemeriksaan neurologis didapatkan kelemahan anggota gerak bagian kiri. Pada

pemeriksaan penunjang didapatkan hasil CT scan yaitu intracerebral di haemorage

capsula eksterna dextra.

2.8 Diagnosis

 Diagnosa klinis : Hempiparase sinistra+ Stroke hemoragik +

Hipertensi

 Diagnosa etiologi : Perdarahan intraserebral

 Diagnosis topis : Capsula externa dextra

 Diagnosis patologis : Haemorhage

2.9 Terapi

Infus : IVFD Asering 20gtt/i

Injeksi : Cetorolac 3% 1 ampul/ (K/P)

Citicolin 500 mg/ 12 jam

Omeprazole 1 vial/12 jam

Oral : CPG 1X75mg

Amlodipin 1x10mg

Capcam 1x1
16

Candesartan 1x1

Atrovastatin 1x1

Cefixim 2x1

2.10 Prognosis

Quo Ad vitam : Dubia ad bonam

Quo Ad fungsionam : Dubia ad bonam

Quo Ad sanationam : Dubia ad malam

2.11 Status Follow Up

555 022 Tanggal S O A P


5 2 Juamt, 26 - Kelemahan TD 230/105 mmHg Hemipares O2 2L/i
555 222 Februari anggota gerak N 85x/menit e sinistra ec IVFD Asering 20
5 2 2021 kiri yang T : 37 stroke gtt/i
dialami secara RR : 24x/i iskemik + Inj citicoline
tiba-tiba GCS E4M6V5 hipertensi 500mg/12j
- Nyeri kepala RCL +/+ Inj ketorolac 1
- Bicara pelo RCTL +/+ amp (ekstra)
- Mual Tanda Rangsang Meningeal Inj omeprazole I
- Muntah (-) : vial/12j
- BAB (-) -Kaku kuduk (-) Drip PCT 1fls/12j
- BAK (+) -kearning sign (-) CPG 1X75mg
-leaseag sign (-) Amlodipine
-brudzinki I (-) 1x10mg
-brudzinki II (-)
Nervus Cranialis
N.I : dbn N.VII: dbn
N.II : pengelihatan
berkurang N.VIII:
terganggu
N.III: dbn N.IX : dbn
N.IV: dbn N.X : dbn
N.V:dbn N.XI:terganggu
N.VI; dbn N.XII:dbn

Refleks fisiologis
(+/+)
Refleks patologis
(- / -)
Motorik
Sensorik
Eksteroseptik : normo
Propioseptik : normo
Otonom :
BAK :+
BAB : +
17

Hydrosis : normo
Sabtu, 27 - Kelemahan TD 170/90 mmHg Hemipares IVFD Asering 20
Februari anggota gerak N 79x/menit e sinistra ec gtt/i
2021 kiri yang T : 36.5 stroke Inj citicoline
dialami secara RR : 20x/i iskemik + 500mg/12j
tiba-tiba GCS E4M6V5 hipertensi Inj ketorolac 1
- Nyeri kepala RCL +/+ amp (ekstra)
- Bicara pelo RCTL +/+ Inj omeprazole I
- Mual Tanda Rangsang Meningeal vial/12j
- Muntah (-) : CPG 1X75mg
- BAB (-) -Kaku kuduk (-) Amlodipine
- BAK (+) -kearning sign (-) 1x10mg
-leaseag sign (-)
-brudzinki I (-)
-brudzinki II (-)
Nervus Cranialis
N.I : dbn N.VII: dbn
N.II : pengelihatan
berkurang N.VIII:
555 022 terganggu
5 2 N.III: dbn N.IX : dbn
555 222 N.IV: dbn N.X : dbn
5 2 N.V:dbn N.XI:terganggu
N.VI; dbn N.XII:dbn

Refleks fisiologis
(+/+)
Refleks patologis
(- / -)
Motorik
Sensorik
Eksteroseptik : normo
Propioseptik : normo
Otonom :
BAK :+
BAB : +
Hydrosis : normo
Minggu, - Kelemahan TD 173/96 mmHg Hemipares IVFD Asering 20
28 anggota gerak N 88x/menit e sinistra ec gtt/i
Februari kiri yang T : 36.3 stroke Inj citicoline
2021 dialami secara RR : 18x/i iskemik + 500mg/12j
tiba-tiba GCS E4M6V5 hipertensi Inj ketorolac 1
- Nyeri kepala RCL +/+ amp (K/P)
- Bicara pelo RCTL +/+ Inj omeprazole I
- BAB (-) Tanda Rangsang Meningeal vial/H
- BAK (+) : Inj
-Kaku kuduk (-) ondansetron/H
-kearning sign (-) CPG 1X75mg
-leaseag sign (-) Amlodipine
-brudzinki I (-) 1x10mg
-brudzinki II (-) Atorvastatin 1x1
Nervus Cranialis
N.I : dbn N.VII: dbn
N.II : pengelihatan
berkurang
555 022
5 2
555 222 18
5 2

N.VIII:terganggu
N.III: dbn N.IX : dbn
N.IV: dbn N.X : dbn
N.V:dbn N.XI:terganggu
N.VI; dbn N.XII:dbn
555 022
5 2 Refleks fisiologis
555 222 (+/+)
5 2 Refleks patologis
(- / -)
Motorik
Sensorik
Eksteroseptik : normo
Propioseptik : normo
Otonom :
BAK :+
BAB : +
Hydrosis : normo
Senin, 1 - Kelemahan TD 170/100 mmHg Hemipares IVFD Asering 20
Maret anggota gerak N 84x/menit e sinistra ec gtt/i
2021 kiri yang T : 36.5 stroke Inj citicoline
dialami secara RR : 20x/i iskemik + 500mg/12j
tiba-tiba GCS E4M6V5 hipertensi Inj ketorolac 1
- Nyeri kepala RCL +/+ amp (K/P)
- Bicara pelo RCTL +/+ Inj omeprazole I
- BAB (-) Tanda Rangsang Meningeal vial/H
- BAK (+) : Inj ondansetron/H
-Kaku kuduk (-) CPG 1X75mg
-kearning sign (-) Amlodipine
-leaseag sign (-) 1x10mg
-brudzinki I (-) Atorvastatin 1x1
-brudzinki II (-)
Nervus Cranialis
N.I : dbn N.VII: dbn
N.II : pengelihatan
berkurang
N.VIII:terganggu
N.III: dbn N.IX : dbn
N.IV: dbn N.X : dbn
N.V:dbn N.XI:terganggu
N.VI; dbn N.XII:dbn

Refleks fisiologis
(+/+)
Refleks patologis
(- / -)

Motorik

Sensorik
19

Eksteroseptik : normo
Propioseptik : normo
Otonom :
BAK :+
BAB : +
Hydrosis : normo
Selasa, 2 - Kelemahan TD 160/110 mmHg Hemipares IVFD Asering 20
Maret anggota gerak N 87x/menit e sinistra + gtt/i
2021 kiri yang T : 36.6 stroke Inj citicoline
dialami secara RR : 16x/i heamoragik 500mg/12j
tiba-tiba GCS E4M6V5 + hipertensi Inj ketorolac 1
- Nyeri kepala RCL +/+ amp (K/P)
- Bicara pelo RCTL +/+ Inj omeprazole I
- BAB (-) Tanda Rangsang Meningeal vial/H
- BAK (+) : Inj ondansetron/H
-Kaku kuduk (-) CPG 1X75mg
-kearning sign (-) Amlodipine
-leaseag sign (-) 1x10mg
-brudzinki I (-) Atorvastatin 1x1
-brudzinki II (-) Candesartan 1x1
Nervus Cranialis
N.I : dbn N.VII: dbn
555 023 N.II : pengelihatan
5 3 berkurang N.VIII:dbn
555 222 N.III: dbn N.IX : dbn
5 2 N.IV: dbn N.X : dbn
N.V:dbn N.XI:dbn
N.VI; dbn N.XII:dbn

Refleks fisiologis
(+/+)

Refleks patologis
(- / -)
Motorik

Sensorik
Eksteroseptik : normo
Propioseptik : normo
Otonom :
BAK :+
BAB : -
Hydrosis : normo
Rabu, 3 - Kelemahan TD 180/90 mmHg Hemipares IVFD Asering 20
Maret anggota gerak N 87x/menit e sinistra + gtt/i
2021 kiri yang T : 36.6 stroke Inj citicoline
dialami secara RR : 16x/i heamoragik 500mg/12j
tiba-tiba GCS E4M6V5 + hipertensi Inj ketorolac 1
- Nyeri kepala RCL +/+ amp (K/P)
- Bicara pelo RCTL +/+ Inj omeprazole I
- BAB (+) Tanda Rangsang Meningeal vial/H
20

- BAK (-) : Inj ondansetron/H


-Kaku kuduk (-) CPG 1X75mg
-kearning sign (-) Amlodipine
-leaseag sign (-) 1x10mg
-brudzinki I (-) Atorvastatin 1x1
-brudzinki II (-) Candesartan 1x1
Nervus Cranialis
N.I : dbn N.VII: dbn
N.II : pengelihatan
berkurang N.VIII:dbn
N.III: dbn N.IX : dbn
N.IV: dbn N.X : dbn
N.V:dbn N.XI:dbn
N.VI; dbn N.XII:dbn

Refleks fisiologis
(+/+)

Refleks patologis
(- / -)

Motorik

555 033
5 3
555 222
5 2
Sensorik
Eksteroseptik : normo
Propioseptik : normo
Otonom :
BAK :+
BAB : +
Hydrosis : normo
Kamis, 4 - Kelemahan TD 150/90 mmHg Hemipares IVFD Asering 20
Maret anggota gerak N 80x/menit e sinistra + gtt/i
2021 kiri T : 36.5 stroke Inj citicoline
- Nyeri kepala RR : 19x/i heamoragik 500mg/12j
- Bicara pelo GCS E4M6V5 + hipertensi Inj ketorolac 1
- BAB (-) RCL +/+ amp (K/P)
- BAK (+) RCTL +/+ Inj omeprazole I
Tanda Rangsang vial/H
Meningeal : Inj ondansetron/H
-Kaku kuduk (-) CPG 1X75mg
-kearning sign (-) Amlodipine
-leaseag sign (-) 1x10mg
-brudzinki I (-) Atorvastatin 1x1
-brudzinki II (-) Candesartan 1x1
Nervus Cranialis Laxadin syr 3xc1
N.I : dbn N.VII: dbn Capcam 1x1
N.II : pengelihatan Cefixim 2x1
berkurang N.VIII: Dulcolax sup
terganggu (K/P)
N.III: dbn N.IX : dbn
555 033
5 3 21
555 222
5 2

N.IV: dbn N.X : dbn


N.V:dbn N.XI:terganggu
N.VI; dbn N.XII:dbn
Refleks fisiologis
(+/+)
Refleks patologis
(- / -)
Motorik
555 033
5 3
555 222
5 2
Sensorik
Eksteroseptik : normo
Propioseptik : normo
Otonom :
BAK :+
BAB : -
Hydrosis : normo
Jumat, 5 - Kelemahan TD 150/70 mmHg Hemipares IVFD Asering 20
Maret anggota gerak N 80x/menit e sinistra + gtt/i
2021 kiri T : 36.5 stroke Inj citicoline
- Perut RR : 19x/i heamoragik 500mg/12j
kembung GCS E4M6V5 + hipertensi Inj ketorolac 1
- Mual RCL +/+ amp (K/P)
- Nyeri kepala RCTL +/+ Inj omeprazole I
- Bicara pelo Tanda Rangsang vial/H
- BAB (+) Meningeal : Inj ondansetron/H
- BAK (+) -Kaku kuduk (-) CPG 1X75mg
-kearning sign (-) Amlodipine
-leaseag sign (-) 1x10mg
-brudzinki I (-) Atorvastatin 1x1
-brudzinki II (-) Candesartan 1x1
Nervus Cranialis Laxadin syr 3xc1
N.I : dbn N.VII: dbn Capcam 1x1
N.II : pengelihatan Cefixim 2x1
berkurang N.VIII: Dulcolax sup
terganggu (K/P)
N.III: dbn N.IX : dbn
N.IV: dbn N.X : dbn
N.V:dbn N.XI:terganggu
N.VI; dbn N.XII:dbn
Refleks fisiologis
(+/+)
Refleks patologis
(- / -)
Motorik

Sensorik
22

Eksteroseptik : normo
Propioseptik : normo
Otonom :
BAK :+
BAB : +
Hydrosis : normo
Sabtu, 6 - Kelemahan TD 150/90 mmHg Hemipares IVFD Asering 20
Maret anggota gerak N 80x/menit e sinistra + gtt/i
2021 kiri T : 36.5 stroke Inj citicoline
- Lemas RR : 19x/i heamoragik 500mg/12j
- Nyeri kepala GCS E4M6V5 + hipertensi Inj ketorolac 1
- Bicara pelo RCL +/+ amp (K/P)
- mual RCTL +/+ Inj omeprazole I
- perut Tanda Rangsang vial/H
kembung Meningeal : Inj ondansetron/H
- BAB (+) -Kaku kuduk (-) CPG 1X75mg
- BAK (+) -kearning sign (-) Amlodipine
-leaseag sign (-) 1x10mg
-brudzinki I (-) Atorvastatin 1x1
-brudzinki II (-) Candesartan 1x1
Nervus Cranialis Laxadin syr 3xc1
N.I : dbn N.VII: dbn Capcam 1x1
555 033 N.II : pengelihatan Cefixim 2x1
5 3 berkurang N.VIII: Dulcolax sup
555 222 terganggu (K/P)
5 2 N.III: dbn N.IX : dbn
N.IV: dbn N.X : dbn
N.V:dbn N.XI:terganggu
N.VI; dbn N.XII:dbn
Refleks fisiologis
(+/+)
Refleks patologis
(- / -)
Motorik

Sensorik
Eksteroseptik : normo
Propioseptik : normo
Otonom :
BAK :+
BAB : +
Hydrosis : normo
Minggu, 7 - Kelemahan TD 140/90 mmHg Hemipares IVFD Asering 20
Maret anggota gerak N 80x/menit e sinistra + gtt/i
2021 kiri T : 36.5 stroke Inj citicoline
- Lemas RR : 19x/i heamoragik 500mg/12j
- Nyeri kepala GCS E4M6V5 + hipertensi Inj ketorolac 1
- Bicara pelo RCL +/+ amp (K/P)
- BAB (+) RCTL +/+ Inj omeprazole I
23

- BAK (+) Tanda Rangsang vial/H


Meningeal : Inj ondansetron/H
-Kaku kuduk (-) CPG 1X75mg
-kearning sign (-) Amlodipine
-leaseag sign (-) 1x10mg
-brudzinki I (-) Atorvastatin 1x1
-brudzinki II (-) Candesartan 1x1
Nervus Cranialis Laxadin syr 3xc1
N.I : dbn N.VII: dbn Capcam 1x1
N.II : pengelihatan Cefixim 2x1
berkurang N.VIII:
terganggu
N.III: dbn N.IX : dbn
N.IV: dbn N.X : dbn
N.V:dbn N.XI:terganggu
N.VI; dbn N.XII:dbn
Refleks fisiologis
(+/+)
Refleks patologis
(- / -)
Motorik

555 033
5 3
555 222
5 2

Sensorik
Eksteroseptik : normo
Propioseptik : normo
Otonom :
BAK :+
BAB : +
Hydrosis : normo
Senin, 8 - Kelemahan TD 160/100 mmHg Hemipares IVFD Asering 20
Maret anggota gerak N 84x/menit e sinistra + gtt/i
2021 kiri T : 36.5 stroke Inj citicoline
-Lemas RR : 20x/i heamoragik 500mg/12j
- Nyeri kepala GCS E4M6V5 + hipertensi Inj ketorolac 1
berkurang RCL +/+ amp (K/P)
- Bicara pelo RCTL +/+ Inj omeprazole I
- BAB (+) Tanda Rangsang vial/H
- BAK (+) Meningeal : Inj ondansetron/H
-Kaku kuduk (-) CPG 1X75mg
-kearning sign (-) Amlodipine
-leaseag sign (-) 1x10mg
-brudzinki I (-) Atorvastatin 1x1
-brudzinki II (-) Candesartan 1x1
Nervus Cranialis Laxadin syr 3xc1
N.I : dbn N.VII: dbn Capcam 1x1
N.II : pengelihatan Cefixim 2x1
berkurang N.VIII:
terganggu
N.III: dbn N.IX : dbn PBJ
24

N.IV: dbn N.X : dbn


N.V:dbn N.XI:terganggu
N.VI; dbn N.XII:dbn

Refleks fisiologis
(+/+)
Refleks patologis
(- / -)
Motorik

555 033
5 3
555 222
5 2

Sensorik
Eksteroseptik : normo
Propioseptik : normo
Otonom :
BAK :+
BAB : +
Hydrosis : normo

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Stroke


25

Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh

karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa

detik atau menit) dapat menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah

fokal di otak yang mengalami kerusakan.7,8 Menurut WHO, stroke didefinisikan

sebagai manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak, baik fokal maupun global

(menyeluruh), yang berlangsung cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau sampai

menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskuler.7,8

Gangguan aliran darah otak mengakibatkan gangguan fungsional otak fokal

yaitu tampak seperti hemiparesis atau hemiparalisis yang kontralateral terhadap

lesi. Sindrom hemiparesis kontralateral akibat lesi regional di otak dikenal sebagai

stroke. Gangguan global adalah terjadinya gangguan kesadaran sampai koma.

Keadaan ini terjadi akibat destruksi morfologi dan kompresi substantia retikularis

di ensefalon dan mesenfalon oleh perdarahan atau infark luas.9

3.2 Epidemiologi

Stroke merupakan penyakit yang menyebabkan kecacatan tertinggi di dunia,

serta merupakan penyakit terbanyak ketiga setelah penyakit jantung. Menurut

American Heart Association (AHA), angka kematian penderita stroke di Amerika

setiap tahunnya adalah 50-100 dari 100.000 orang penderita.10 Stroke terjadi

terutama pada orang – orang dengan usia di atas 45 tahun, dengan dua per tiga

kejadian terjadi pada usia di atas 65 tahun. Di negara-negara ASEAN, stroke juga

merupakan masalah kesehatan utama yang menyebabkan kematian. Dari data

South East Asian Medical Information Centre (SEAMIC) diketahui bahwa angka
26

ke matian stroke terbesar terjadi di Indonesia kemudian diikuti secra berurutan

oleh Filipina, Singapura, Brunei, Malaysia dan Thailand. Di Indonesia, stroke

yang paling banyak adalah stroke iskemik yaitu sebesar 52,9%, kemudian diikuti

stroke hemoragik yaitu perdarahan intraserebral (38,5%), emboli (7,2%) dan

perdarahan subarachnoid (1,4%).11

Laki – laki lebih rentan dibanding perempuan, meski kematian akibat stroke

60% terjadi pada perempuan. Hal ini diakibatkan perempuan cenderung berusia

lebih lama, sehingga lebih tua saat terkena stroke dan cenderung berakibat

kematian. Hal tersebut menunjukkan bahwa risiko dan prognosis stroke sangat

bergantung usia. Di sisi lain, pasien yang mengalami stroke minor umumnya pulih

tanpa kecacatan yang signifikan.1

Rata-rata angka kejadian stroke adalah 200 per 100.000 penduduk, artinya

diantara 100.000 penduduk terdapat 200 orang akan mendapatkan stroke. Apabila

dikelompokkan menurut usia maka angka ini menjadi sebagai berikut, pada

kelompok usia 35-44 tahun insidennya ialah 0,2 per 1.000, pada kelompok usia

45-54 tahun 0,7 per 1.000, pada kelompok usia 55-64 tahun 1,8 per 1.000, pada

kelompok usia 65-74 tahun 2,7 per 1.000 , pada kelompok usia 75-84 tahun 10,4

per 1.000, dan pada usia 85 tahun keatas ialah 13,9 per 1.000.12

3.3 Anatomi

Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang

dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang
27

memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara

berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar

2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20%

oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial.13

Otak diselimuti oleh selaput otak yang disebut selaput meninges. Selaput

meninges terdiri dari 3 lapisan: 13

a. Lapisan durameter yaitu lapisan yang terdapat di paling luar dari otak dan

bersifat tidak kenyal. Lapisan ini melekat langsung dengan tulang

tengkorak. Berfungsi untuk melindungi jaringan-jaringan yang halus dari

otak dan medula spinalis.

b. Lapisan araknoid yaitu lapisan yang berada dibagian tengah dan terdiri

dari lapisan yang berbentuk jaring laba-laba. Ruangan dalam lapisan ini

disebut dengan ruang subaraknoid dan memiliki cairan yang disebut cairan

serebrospinal. Lapisan ini berfungsi untuk melindungi otak dan medulla

spinalis dari guncangan.

c. Lapisan piameter yaitu lapisan yang terdapat paling dalam dari otak dan

melekat langsung pada otak. Lapisan ini banyak memiliki pembuluh darah.

Berfungsi untuk melindungi otak secara langsung.

Otak dibagi kedalam lima kelompok utama, yaitu: 13


28

1. Telensefalon (endbrain), terdiri atas: Hemisfer serebri yang disusun oleh

korteks serebri, system limbic, basal ganglia dimana basal ganglia disusun

oleh nucleus kaudatum, nucleus klaustrum dan amigdala.

2. Diensefalon (interbrain) yang terbagi menjadi epitalamus, thalamus,

subtalamus, dan hipotalamus.

3. Mesensefalon (midbrain) corpora quadrigemina yang memiliki dua

kolikulus yaitu kolikulus superior dan kolikulus inferior dan terdiri dari

tegmentum yang terdiri dari nucleus rubra dan substansia nigra.

4. Metensefalon (afterbrain), pons dan medulla oblongata.

5. Cerebellum

Gambar 3.1. Lapisan Meningens.


29

Kebutuhan energi oksigen jaringan otak adalah sangat tinggi oleh karena

aliran darah ke otak harus berjalan lancar. Adapun pembuluh darah yang

memperdarahi otak diantaranya adalah: 13

1. Arteri Karotis

Arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna bercabang dari arteri

karotis komunis setinggi tulang rawan carotid. Arteri karotis kiri langsung

bercabang dari arkus aorta, tetapi arteri karotis komunis kanan berasal dari arteri

brakiosefalika. Arteri karotis eksterna memperdarahi wajah, tiroid, lidah dan

taring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu arteri meningea media,

memperdarahi struktur-struktur di daerah wajah dan mengirimkan satu cabang

yang besar ke daerah duramater. Arteri karotis interna sedikit berdilatasi tepat

setelah percabangannya yang dinamakan sinus karotikus. Dalam sinus karotikus

terdapat ujung-ujung saraf khususnya berespon terhadap perubahan tekanan darah

arteri, yang secara reflex mempertahankan suplai darah ke otak dan tubuh.

Arteri karotis interna masuk ke otak dan bercabang kira-kira setinggi

kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri media

adalah lanjutan langsung dari arteri karotis interna. Setelah masuk ke ruang

subaraknoid dan sebelum bercabang-cabang arteri karotis interna

mempercabangkan arteri ophtalmica yang memperdarahi orbita. Arteri serebri

anterior menyuplai darah pada nucleus kaudatus, putamen, bagian-bagian kapsula

interna dan korpus kalosum dan bagian-bagian lobus frontalis dan parietalis.
30

Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis,

parietalis dan frontalis. Arteri ini sumber darah utama girus presentralis dan

postsentralis.

2. Arteri Vertebrobasilaris

Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subclavia sisi yang

sama. Arteri subclavia kanan merupakan cabang dari arteri inomata, sedangkan

arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis

memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan

medulla oblongata. Kedua arteri tersebut bersatu membentuk arteri basilaris.

Tugasnya mendarahi sebagian diensfalon, sebaian lobus oksipitalis dan

temporalis, apparatus koklearis dan organ-prgan vestibular.

3. Sirkulus Arteriosus Willisi

Arteri karotis interna dan arteri vertebrobasilaris disatukan oleh pembuluh-

pembuluh darah anastomosis yaitu sirkulus arteriosus willisi.

Gambar 3.2. Pembuluh Darah Otak


31

3.4 Definisi Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua

stroke dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga

terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan

otak. Sebagian dari lesi vaskular yang dapat menyebabkan perdarahan

subarakhnoid adalah aneurisma sakular (Berry) dan malformasi arteriovena

(MAV). Mekanisme lain pada stroke hemoragik adalah pemakaian kokain atau

amfetamin, karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan

intraserebrum atau subarachnoid.14

3.5 Klasifikasi Stroke Hemoragik

Menurut WHO ICD-NA (The Application of the International

Classification of Diseases to Neurology) tahun 1987 stroke hemoragik dibagi

menjadi:15

1. Perdarahan intraserebral

Perdarahan intraserebral meliputi 10% dari seluruh kasus gangguan

pembuluh darah otak, terjadi di hemisfer serebri (80%) dan batang otak serta

serebelum (20%). Perdarahan intraserebral umumnya terjadi antara umur 50-75

tahun, dan sedikit perbedaan frekuensi antara pria dan wanita. Beberapa

diantaranya pernah mengalami infark otak atau perdarahan. Sebagian besar

penderita perdarahan serebral memiliki riwayat hipertensi dan tekanan darah

biasanya lebih tinggi lagi ketika terjadi perdarahan. Perdarahan intraserebral bisa
32

terjadi dibagian otak seperti lobar, talamus, putamen, mesensefalon, pons, medula

oblongata, dan serebelum.15

Penyebab dari perdarahan intraserebral adalah berkaitan dengan beberapa

perubahan dinding pembuluh darah arteri serebral yang dapat dijumpai pada

penyakit arteri degeneratif, atherosklerosis, dan angipati amiloid. Dua pertiga

perdarahan intraserebral terjadi pada ganglia basalis. Hematoma yang terjadi pada

jaringan otak akan merusak jaras – jaras yang melewati jaringan otak tersebut.9

Perdarahan intraserebral mulai dari ekstravasai darah karena robeknya

venula, arteriol dan kapiler, kemudian menekan jaringan sekitarnya. Proses

selanjutnya diikuti pembentukkan edema di sekitar hematoma, kemudia akibat

terjadinya diskontinuitas dan kompresi oleh hematoma dan edema pada struktur

sekitarnya sehingga terjadi infark sekunder.16

Sumber perdarahan pada stroke hemoragik intraserebral adalah pecahnya

pembulh darah yang berada dalam jaringan otak. Biasanya, pembuluh darah yang

pecah tersebtu berasal dari cabang – cabang arteri serebri media. Cabang – cabang

tersebut nerupa arteri striata yang memberi suplai darah pada daerah putamen,

nukleus kaudatus, globus pallidus dan kapsula interna. Dua pertiga perdarahan

intraserebral terjadi pada ganglia basalis. 10 – 15% perdarahan terjadi pada batang

otak dan pons, 7% di serebelum dan lainnya menyebar di beberapa tempat di

hemisfer serebri.16

Perdarahan yang terjadi pada jaringan otak dapat memotong beberapa jaras

yang melewati jaringan otak sekitar perdarahan tersebut. Jarang terjadi edema atau

sampai infark otak di sekitar perdarahan tersebut. Apabila perdarahan itu tidak
33

mengakibatkan fatal bagi penderita, hematoma yang terjadi secara berangsur –

angsur mencair dan berada dalam satu kapsul. Selanjutnya cairan dalam kapsul

tersebut di absorbsi dan akhirnya terjadi ruang – ruang kosong yang berupa celah

– celah di dalam jaringan otak.16

2. Perdarahan subarachnoid

Perdarahan subarachnoid terutam terjadi karena pecahnya aneurisma.

Predileksi aneurisma umumnya di pembuluh darah besar otak, dimana sirkulasi

serebri anterior lebih banyak terjadi daripada serebri posterior. Proses

atherosclerosis dianggap punya peran dalam terbentuknya aneurisma. Selanjutnya

akbat proses tersebut, terjadi penipisan lapisan media pembuluh darah serebri.

Jika terjadi kenaikan tekanan arteri atau tekanan venosa serebri maka dinding

aneurisma yang sudah tipis tersebut akan mudah pecah dan darah akan masuk ke

dalam ruang subarachnoid atau terjadi perdarahan subarachnoid.9

3.6 Etiologi Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik disebabkan akibat rupturnya pembuluh darah di dalam

otak. Kasus stroke ini berkaitan dengan tekanan darah tinggi yang berlangsung

secara terus menerus (hipertensi kronis). Beberapa kasus stroke hemoragik terjadi

karena rupturnya pembuluh darah ada permukaan jaringan otak yang mengalami

lesi. Stroke hemoragik juga dikaitkan dengan adanya kelainan kongenital pada

otak seperti aneurisma arteri serebral dan malformasi arteriovenosa.

Penyebab utama terjadinya stroke hemoragik adalah hipertensi kronis yang

tidak terkontrol sehingga dapat menyebabkan pembuluh darah di otak ruptur.


34

Hipertensi kronis menyebabkan lipohyalinosis pada arteriola otak sehingga terjadi

kerusakan komponen otot polos dan hyalin pada tunika intima pembuluh darah.

Kerusakan ini menyebabkan lemahnya pembuluh darah dan mudah ruptur.1,17

Selain itu, faktor risiko stroke berdasarkan American Heart Association

(AHA), dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor risiko dapat diubah dan faktor

risiko yang tidak dapat diubah. Termasuk ke dalam faktor risiko yang dapat

diubah adalah hipertensi, diabetes melitus, abnormalitas jantung, dislipidemia,

merokok, konsumsi alkohol dan kurangnya aktivitas fisik. Faktor risiko yang tidak

dapat diubah adalah usia, ras, jenis kelamin, dan gen. Penambahan usia tidak

dapat dihentikan, sementara ras dan gen diwariskan dari orang tua.17

Faktor risiko stroke umumnya mengakibatkan stroke melalui

aterosklerosis. Perlukaan pada endotel akibat hipertensi, diabetes, kelainan lipid

darah akan menyebabkan proliferasi kolagen pada pembuluh darah. Kemudian

dari keadaan tersebut akan muncul penebalan dari fibriointimal. Keadaan ini akan

mengakibatkan proliferasi sel otak yang mengakibatkan munculnya plak fibrosis.

Pemecahan darah pada plak akan meningkatkan timbunan abses kolesterol dan

mengaktivasi stiokin (IL-1 dan TNF) yang selanjutnya mengaktivasi endotel

vaskular. Setelah ini akan terjadi fase prokoagulan.6

Hipertensi merupakan faktor risiko paling besar penyebab terjadinya

stroke. JNC VII mendefinisikan dan mengklasifikasikan hipertensi pada dewasa

berdasarkan rata – rata dari pengukuran dua atau lebih tekanan darah.11 Hipertensi

sangat berhubungan dengan stroke hemoragik. Pada keadaan hipertensi, akan

terjadi aterosklerosis pada pembuluh darah besar, yang dapat mengakibatkan


35

blokade dan kelemahan pada pembuluh darah kecil. Adanya kelemahan pada

dinding arteri akan mengakibatkan munculnya aneurism terutama pada pembuluh

– pembuluh kecil pada ganglia basalis, talamus, pons dan substansia alba.

Hipertensi mengakibatkan tekanan tinggi pada pembuluh darah kecil sehingga

aneurisma dapat pecah. Pecahnya aneurisma akan mengakibatkan aliran darah ke

area sekitar pembuluh dan menjadi jendalan. Jendalan ini akan menekan struktur –

struktur otak di dekat pembuluh darah. Jendalan yang besar berpotensi untuk

menggeser struktur pada midline ke sisi seberang dan dapat mengganggu sistem

aktivasi reticular dan pusat pernafasan, sehingga dapat menyebabkan kematian

dan koma.18

Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik kronik yang ditandai

dengan hiperglikemia. Diabetes melitus meningkatkan risiko terbentuknya

atherosklerosis dan risiko munculnya keadaan atherogenik seperti hipertensi,

obsesitas dan abnormalitas lipid darah.19 Pasien yang menderita diabetes melitus

memiliki relative risk (RR) terkena stroke 2 kali lipat dibanding pasien tanpa

diabetes melitus. Smentara insidensi stroke pada pasien dengan diabetes melitus

diketahui 2 – 3 kali lebih tinggi.20

Peningkatan glukosa pada darah akan mengikat hemoglobin menjadi

hemoglobin terglikosilasi yang kadarnya diekspresikan sebagai HbA1c. HbA1c

selanjutnya akan berikatan dengan nitrit oksida (NO) membentuk nitrosolthiol.

Keadaan ini mengakibatkan NO tidak dapat lepas dari sel darah merah.21

Glukosa yang tinggi akan menurunkan kadar L-arginine dan

Tetrahydrobiopterin (BH4) yang akan menurunkan NO di sel endotel. Penurunan


36

kadar NO adalah penyebab disfungsi endotel. Hipertrofi dan hiperplasi otot polos

juga dapat timbul akibat penurunan kadar NO. Keadaan ini menyebabkan

peningkatan beban dari sel endothel dan menyebabkan pembentukan plak

aterosklerosis yang meningkatkan risiko stroke. Merokok dan keadaan

hiperkolesterolemia masih belum memiliki penjelasan cukup akan hubungan

terhadap stroke hemoragik. Merokok lebih sering diasosiasikan terhadap subtipe

stroke lain yaitu perdarahan subaraknoid (SAH).21

Merokok merupakan salah satu kebiasaan buruk yang dapat mencetuskan

terjadinya stroke. Merokok berpotensi menyebabkan gangguan kardiovaskular

seperti hipertensi. Gangguan kardiovaskular ini dapat mencetuskan terbentuknya

aterosklerosis dan pembentukan thrombus. Selanjutnya thrombus dapat

mencetuskan terjadi stroke. Hiperkolesrolemia diketahui juga dapat menjadi factor

risiko terjadinya stroke. Peningkatan kolestrol atau penurunan LDL dapat

menyebabkan terjadinya aterosklerosis dan stroke lacunar. American stroke

association merekomendasikan penggunaan statin sebagai pencegahan primer

terhadapt stroke pada pasien-pasien dengan penyakit jantung coroner dan pasien

dengan risiko tinggi stroke seperti DM pada stroke iskemik dan stroke iskemik

transien akut pada pasien dengan LDL >100 mg/dL dan pasien dengan kecurigaan

aterosklerosis.1
37

3.7 Patogenesis Stroke Hemoragik

Perdarahan intraserebral terjadi dalam 3 fase, yaitu fase initial

hemorrhage, hematoma expansion dan peri-hematoma edema. Fase initial

hemmorhage terjadi akibat rupturnya arteri serebral. hipertensi kronis, akan

menyebabkan perubahan patologi dari dinding pembuluh darah. Perubahan

patologis dari dinding pembuluh darah tersebut dapat berupa hipohialinosis,

nekrosis fibrin serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Kenaikan tekanan darah

dalam jumlah yang mencolok dan meningkatnya denyut jantung, dapat

menginduksi pecahnya aneurisma, sehingga dapat terjadi perdarahan. Perdarahan

ini akan menjadi awal dari timbulnya gejala-gejala klinis (fase hematoma

expansion).3,14,22 Pada fase hematoma expansion, gejala-gejala klinis mulai timbul

seperti peningkatan tekanan intracranial. Meningkatnya tekanan intracranial akan

mengganggu integritas jaringan-jaringan otak dan blood brain-barrier.

Perdarahan intraserebral lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya inflamasi

sekunder dan terbentuknya edema serebri (fase peri-hematoma edema). Pada fase

ini defisit neurologis, yang mulai tampak pada fase hematoma expansion, akan

terus berkembang. Kerusakan pada parenkim otak, akibat volume perdarahan

yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intracranial dan

menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat

menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena

darah dan sekitarnya menjadi lebih tertekan dan defisit neurologis pun akan

semakin berkembang. 3,14,22


38

Ukuran perdarahan akan berperan penting dalam menentukan prognosis.

Perdarahan yang kecil ukurannya akan menyebabkan massa darah menerobos atau

menyela di antara selaput akson massa putih “dissecan splitting” tanpa

merusaknya. Dalam keadaan ini, absorpsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-

fungsi neurologi. Sedangkan bila perdarahan yang terjadi dalam jumlah besar,

maka akan merusak struktur anatomi dari otak, peningkatan tekanan intracranial

dan bahkan dapat menyebabkan herniasi otak pada falx serebri atau lewat foramen

magnum. Perdarahan intraserebral yang yang tidak diatasi dengan baik akan

menyebar hingga ke ventrikel otak sehingga menyebabkan perdarahan

intraventrikel. Perdarahan intraventrikel ini diikuti oleh hidrosefalus obstruktif

dan akan memperburuk prognosis. Jumlah perdarahan yang lebih dari 60 ml akan

meningkatkan resiko kematian hingga 93%. 3,14,22

3.8 Manifestasi Klinis Stroke Hemoragik

Serangan stroke jenis apa pun akan menimbulakan defisist neurologi yang

bersifat akut, baik deficit motorik, deficit sensorik, penurnan kesadaran, gangguan

fungsi luhur, maupun gangguan pada batang otak.23

Gejala klinis dari stroke hemoragik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Gejala perdarahan intraserebral

Perdarahan intraserebral umumnya terjadi pada usia 50-75 tahun.

Perdarahan intraserebral umunya akan menunjukkan gejala klinis berupa:

a. Terjadi pada waktu aktif

b. Nyeri kepala yang diikuti dengan muntah dan penurunan kesadaran


39

c. Adanya riwayat hipertensi kronis

d. Nyeri telinga homolaterlal (lesi pada bagian temporal), afasia (lesi pada

thalamus)

e. Hemiparese kontralateral

2. Gejala perdarahan subarachnoid

Pada perdarahan subarachnoid akan menimbulakan tanda dan gejala klinis

berupa:

a. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak

b. Hilangnya kesdaran

c. Fotofobia

d. Meningismus

e. Mual dan muntah

f. Tanda-tanda perangsangan meningeal, seperti kaku kuduk.

3.9 Diagnosis Stroke Hemoragik

1. Anamnesis

Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit

neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran.

Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan

non hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan

tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala

umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau

qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria,


40

ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-

gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan.

Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan

perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu

dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:

 Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan

hingga pasien bangun (wake up stroke).

 Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari

pertolongan.

 Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.

 Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang,

infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan

hiponatremia.2

2. Pemeriksaan Fisik

Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke

ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke,

dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus

mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi,

dan iritasi menings. Pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari faktor resiko

stroke seperti obesitas, hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.2

3. Pemeriksaan Neurologi

Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala

stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti
41

stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan

terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan

status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik

dan sensorik, fungsi serebral, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang

belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari.

Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s palsy di

mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu

mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.2,6

Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang

terkena:24

Sirkulasi terganggu Sensomotorik Gejala klinis lain


Sindrom Sirkulasi Anterior
Serebri media (total) Hemiplegia kontralateral Afasia global (hemisfer
(lengan lebih berat dari dominan), Hemi-neglect
tungkai) hemihipestesia (hemisfer non-dominan),
kontralateral. agnosia, defisit
visuospasial, apraksia,
disfagia
Serebri media (bagian Hemiplegia kontralateral Afasia motorik (hemisfer
atas) (lengan lebih berat dari dominan), Hemi-negelect
tungkai) hemihipestesia (hemisfer non-dominan),
kontralateral. hemianopsia, disfagia
Serebri media (bagian Tidak ada gangguan Afasia sensorik (hemisfer
bawah) dominan), afasia afektif
(hemisfer non-dominan),
kontruksional apraksia
Serebri media dalam Hemiparese kontralateral, tidak Afasia sensoris
ada gangguan sensoris atau transkortikal (hemisfer
ringan sekali dominan), visual dan
sensoris neglect sementara
(hemisfer non-dominan)
Serebri anterior Hemiplegia kontralateral Afasia transkortikal
(tungkai lebih berat dari (hemisfer dominan),
lengan) hemiestesia apraksia (hemisfer non-
kontralateral (umumnya dominan), perubahan
ringan) perilaku dan personalitas,
42

inkontinensia urin dan alvi


Sindrom Sirkulasi Posterior
Basilaris (total) Kuadriplegia, sensoris Gangguan kesadaran
umumnya normal samapi ke sindrom lock-in,
gangguan saraf cranial
yang menyebabkan
diplopia, disartria, disfagia,
disfonia, gangguan emosi
Serebri posterior Hemiplegia sementara, Gangguan lapang pandang
berganti dengan pola gerak bagian sentral,
chorea pada tangan, hipestesia prosopagnosia, aleksia
atau anestesia terutama pada
tangan
Pembuluh Darah Kecil
Lacunar infark Gangguan motorik murni,
gangguan sensorik murni,
hemiparesis ataksik, sindrom
clumsy hand

4. Gambaran Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin diperlukan untuk menunjukkan faktor resiko stroke

seperti polisitemia, trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan

ini pun dapat menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini

seperti anemia.4

Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang

memiliki gejala seperti stroke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula

menunjukkan penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).

Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada

pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik

dan antikoagulan. Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan

antara stroke dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga


43

mengindikasikan adanya hubungan antara peningkatan enzim jantung dengan

hasil yang buruk dari stroke.4

5. Gambaran Radiologi

a) CT scan kepala non kontras

Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan

stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik

memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin dan stroke hemoragik

memerlukan modifikasi tekanan darah segera. Selain itu, pemeriksaan ini juga

berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi

kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke

(hematoma, neoplasma, abses).4

Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak

adalah langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis

kedaruratan. Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta

dapat menidentifikasi komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak,

dan hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang

dapat digunakan.4

CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik

dari stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari

patologi intrakranial lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual

hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm.4

MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa

diandalkan daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat


44

mengidentifikasi malformasi vaskular yang mendasari atau lesi yang

menyebabkan perdarahan.4

b) MR angiografi (MRA)

MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih

awal pada stroke akut. Pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya

memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak

panjang.4

c) USG, EKG, Chest X-Ray

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG)

untuk memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia

miokard memiliki kejadian signifikan dengan stroke.4

Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis

atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG

transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih

lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri


45

vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua

pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli

kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta

thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi

pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan

jantung adalah EKG dan foto thoraks.4

Pada keadaan tertentu dimana tidak ada CT-Scan atau penderitanya kurang

mampu, maka diagnosa yang tepat adalah kunci keberhasilan terapi, atas dasar ini

dibuat sistem skor. Adapun sistem skor yang dapat digunakan salah satunya

adalah Siriraj stroke skor yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:25

SKOR SIRIRAJ: (2,5Xs) + (2xM) + (2xN) + (0,1-D) – (3xA) -12

Keterangan:

S : Kesadaran D : tekanan diastolik


0 : kompos mentis A : ateroma
1 : somnolen 0 : tidak ada
2 : stupor/koma 1 : salah satu atau lebih (DM,
angina,penyakit pembuluh darah)
M : muntah
0 : tidak ada
1 : ada

3.10 Tatalaksana Stroke Hemoragik


1. Stadium Hiperakut

Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan

merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan

jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2L/menit dan

cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O.

Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah


46

perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa

darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas

darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan

mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap

tenang. 7,8

2. Stadium Akut

Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30

mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis

cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah

premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg,

MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal

jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg

(pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum

300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per

oral. Jika didapatkan tanda tekanan intracranial meningkat, posisi kepala

dinaikkan 30º, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat

penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg). 7,8

 Terapi umum: 7,8

a. Letakkan kepala pasien pada posisi 30º, kepala dan dada pada satu bidang;

ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila

hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen

1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu,

dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik,


47

kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan

(sebaiknya dengan kateter intermiten).

b. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000

mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa

atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi

menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran

menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik.

c. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah

sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari

pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg%

dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali

normal dan harus dicari penyebabnya.

d. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan

sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila

tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood

Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang

waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung

kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah

20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat

reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi

hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi

NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan

500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum
48

terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi

dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.

e. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,

maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral

(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan

antikonvulsan peroral jangka panjang.

f. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus

intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai

fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan

0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan

pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan

larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.

 Terapi khusus

Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator.

Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien

yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3

cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan

VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan

intrakranial akut dan ancaman herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat

digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi,

ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau

malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM). 3,26

3. Stadium Subakut
49

Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi

wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan

penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke

di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan

melaksanakan program preventif primer dan sekunder. 3,26

Terapi fase subakut: 3,26

a. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,

b. Penatalaksanaan komplikasi,

c. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi

wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi,

d. Prevensi sekunder

e. Edukasi keluarga dan Discharge Planning

3.11 Pencegahan Stroke Hemoragik


Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup

dan mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat

maupun kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa

pencegahan yang dapat dilakukan adalah:27

- Mengatur pola makan yang sehat

- Melakukan olah raga yang teratur

- Menghentikan rokok

- Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat

- Memelihara berat badan yang layak

- Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi


50

- Penanganan stres dan beristirahat yang cukup

- Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan

obat

- Pemakaian antiplatelet

Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan meliputi

pengendalian faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor

risiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA,

dislipidemia, dan sebagainya.27

3.12 Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik

Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang

paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering

mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga

berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut

adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada

pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran

dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal

yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas

permanen.4

Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi

serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah

berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi.

Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume
51

hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat

buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa

meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan

antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga

memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.4
52

BAB 4
KESIMPULAN

Telah diperiksa seorang pasien laki-laki berusia 64 tahun dengan diagnosa

stroke hemoragik yaitu intracranial hemorrhage. Pasien memiliki faktor risiko

terjadinya stroke yaitu hipertensi. Dilakukan pemeriksaan penunjang berupa

Laboratorium darah rutin dan Head CT scan non kontras. Pada kasus ini diberikan

terapi suportif, medikamentosa dan operasi.

Hal yang terpenting dalam penatalaksanaan stroke adalah penatalaksanaan

awal dan mengedukasi pasien agar tidak terjadinya stroke berulang. Tatalaksana

awal sangat penting dilakukan untuk mengurangi angka disabilitas, morbiditas

dan mortalitas pada pasien. Pada pasien – pasien yang memiliki lebih dari faktor

risiko dapat mengubah gaya hidup dan juga menghentikan kebiasaan merokok.

Selain itu, dapat juga dilakukan fisioterapi yang nantinya akan membantu

pergerakan dari kelemahan anggota gerak yang dialami pasien.


53

DAFTAR PUSTAKA

1. Minnerup J, Schmidt A, Albert-Weissenberger C, Kleinschnitz C. Stroke:


Pathophysiology and Therapy. Colloq Ser Integr Syst Physiol From Mol to
Funct. 2013;5(2):1–91.
2. Janis LS, Connors JJ (Buddy), George MG, Kase CS, Kasner SE, Hoh BL,
et al. An Updated Definition of Stroke for the 21st Century. Stroke.
2013;44(7):2064–89.
3. Aho K, Harmsen P, Hatano S, Marquardsen J, Smirnov VE, Strasser T.
Cerebrovascular disease in the community: results of a WHO collaborative study.
Bull World Health Organ. 1980; 58:113–30.
4. Liebeskind DS, Chang AK. Hemorrhagic Stroke. Emedicine. 2019;1–12.
5. Yew KS, Cheng EM. Diagnosis of acute stroke. Am Fam Physician.
2015;91(8):528–36.
6. Hathaway L. Stroke (Brain Attack). Mayf Brain Spine. 2018;35(11):49.
7. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.Guideline
Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia:
Jakarta, 2007.
8. Morgenstern, Lewis B., Hemphill J.C., et al. 2010.Guidelines for the
Management of Spontaneous Intracerebral Hemorrhage: A Guideline for
Healthcare Professionals from the American Heart Association / American Stroke
Association. Journal of the American Heart Association
9. Asmedi L. Patofisiologi Stroke Hemoragik. Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran UGM. Yogyakarta; 2009. p. 8-31.
10. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2008. Buku Ajar
Neurologi Klinis cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta, Indonesia.
11. Dinata CA, Safrita Y, Sastri S. Gambaran Faktor Risiko dan Tipe Stroke
pada Pasien Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten
Solok Selatan Periode 1 Januari 2010 - 31 Juni 2012. J Kesehat Andalas.
2013;2(2):57–61.
12. Lumbantobing, S. M. 2013. Stroke Bencana Peredaran Darah di Otak. Jakarta:
FK UI.
13. Baehr M, Frotcsher M. Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala dan Diagnosis
Topik Neurologi. 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.
14. Price dan Lorraine M. Wilson. 2002. Pathophysiology: Clinical Consepts of
Disease Processes. Terjemahan dr. Brahm U. Pendit, dr. Huriawati Hartanto, dr.
Pita Wulansari, dr. Dewi Asih Mahanani.2005. Patofisiologi: konsep klinis
proses-proses penyakit. Edisi 6 Vol 2. Jakarta: EGC.
54

15. Harsono. 1999. Buku Ajar Neurologi Klinis. Jakarta: Gadjah Mada University
Press.
16. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM; 2007.
17. American Heart Association. Stroke, TIA and Warning Signs. Am Hear
Assoc. 2015
18. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf. Panduan Praktik Klinis Neurologi.
PERDOSSI. 2016
19. World Health Organization. Acute Stroke. WHO. 2016;6:68–71.
20. Van Beijnum, J. 2009. Outcome after spontaneuous and Arterivenous
malformation-related intracerebral haemorrhage. Brain : A journal of
neurology, 132, pp.537-43
21. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia. 2007. Guideline Stroke. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia: Jakarta; 2007.
22. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8.
BAB 4. Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease.
McGraw Hill: New York. 2005.
23. Misbach, dr.H. Jusuf. 1999. Stroke: Aspek Diagnotik, Patofisiologi, Manajemen.
Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
24. Truelsen T, Begg S, Mathers C. The Global Burden of Cerebrovascular
Disease. WHO. 2016;7:4–76.
25. Widiastuti, Priska. 2015. Sistem Skoring Diagnostik Untuk Stroke: Skor Siriraj.
26. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2013. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI.
27. Silbernagl, S., Florian Lang. 2007. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC:
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai