Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Ners LENTERA, Vol. 7, No.

1, Maret 2019

EFEKTIVITAS REINFORCING COMPETING BEHAVIORS TERHADAP


PERILAKU TANTRUM PADA ANAK USIA TODDLER DI RW 5
KELURAHAN GUNDIH KECAMATAN BUBUTAN SURABAYA
(The effectiveness of Reinforcing Competing Behaviors for Tantrum in
Toddler in RW 5 Kelurahan Gundih Kecamatan Bubutan Surabaya)

Diyah Arini, Dwi Ernawati, Dini Mei Widayanti, Dwi Oktaviana Widyaningrum
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya
diyaharini76@yahoo.co.id

ABSTRAK

Pendahuluan: Anak toddler adalah anak usia 12–36 bulan, dimana masa
eksplorasi lingkungan yang intensif karena anak berusaha mencari tahu
bagaimana semua terjadi. Tantrum yaitu luapan emosi yang meledak-ledak dan
tidak terkontrol. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas reinforcing
competing behaviors terhadap perilaku tantrum anak toddler. Metode: Desain
penelitian menggunakan quasi eksperimental. Populasi sebanyak 65 anak usia 1-3
tahun yang tantrum. Pengambilan sampel menggunakan teknik simple random
sampling sebanyak 56 anak usia 1-3 tahun yang tantrum, dan dibagi dalam
kelompok kontrol dan intervensi. Instrumen yang digunakan yaitu kuesioner, dan
analisa data menggunakan uji Wilcoxon. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan
pada kelompok intervensi (pre test) didapatkan hampir setengah 13 responden
(46.4%) anak mengalami tantrum sedang, sedangkan (post test) setengahnya
yaitu 14 responden (50.0%) anak mengalami tantrum sedang. Hasil uji
Wilcoxon menunjukkan nilai P = 0,003 < 0,05 H0 ditolak sehingga ada
perbedaan antara sebelum dan sesudah diberikan reinforcing competing behaviors
terhadap perilaku tantrum. Kesimpulan: Implikasi hasil penelitian menunjukkan
reinforcing competing behaviors dapat mempengaruhi perilaku tantrum.
Diharapkan orang tua dapat menerapkan reinforcing competing behaviors saat
anak tantrum.
Kata kunci: tantrum, reinforcement, competing, behaviours, toddler.

ABSTRACT

Introduction: Toddler is a 12-36 month old child, where an intensive


environmental exploration period because the child is trying to figure out how it
all happened. Tantrum is a burst of emotion that exploded and uncontrolled. This
study aims to determine the effectiveness of reinforcing competing behaviors on
the behavior of children toddler tantrum. Method: The research design used
Quasi Experimental. The population of 65 children aged 1-3 years tantrum.
Sampling using simple random sampling technique is 56 children aged 1-3 years

20
Jurnal Ners LENTERA, Vol. 7, No. 1, Maret 2019

tantrum, and divided into control and intervention groups. The instrument used is
questionnaire, and data analysis using Wilcoxon test. Results: The results showed
that in the intervention group (pre test), almost half of 13 respondents (46.4%) of
children had moderate tantrums, and half (50.0%) of the children had moderate
tantrums. Wilcoxon test results show that P = 0.003 <0.05 H0 is rejected so that
there is a difference between before and after given reinforcing competing
behaviors to tantrum behavior. Conclusion: The implications of the research
results show that reinforcing competing behaviors can influence tantrum
behavior. It is expected that parents can apply reinforcing competing behaviors
when the child tantrums.
Keywords: tantrum, reinforcement, competing, behaviours, toddler.

PENDAHULUAN Tandry (2010), menjelaskan


Anak usia toddler adalah anak bahwa temper tantrum adalah episode
pada periode 12–36 bulan. Masa ini dari kemarahan, frustrasi yang
merupakan masa eksplorasi ekstrim, dan tampak seperti
lingkungan yang intensif karena anak kehilangan kendali yang dicirikan
berusaha mencari tahu bagaimana oleh perilaku menangis, berteriak, dan
semua terjadi (Wong, 2009). Masa gerakan tubuh yang kasar atau agresif
toddler adalah masa anak mulai seperti membuang barang, berguling
belajar menghadapi rasa kecewa saat di lantai, membenturkan kepala, dan
keinginannya tidak terpenuhi. Rasa menghentakkan kaki ke lantai. Pada
kecewa, sedih, dan marah merupakan anak yang lebih kecil (lebih muda)
rasa yang wajar dan natural. Orang biasanya sampai muntah, pipis, atau
tua tidak menyadari bahwa mereka bahkan nafas sesak karena terlalu
menghambat emosi yang dirasakan banyak menangis dan berteriak.
oleh anak. Contohnya saat anak Dalam kasus tertentu, ada pula anak
menangis karena kecewa yang sampai menendang atau
keinginannya tidak terpenuhi, orang memukul orang tua atau orang
tua akan menggunakan berbagai cara dewasa lainnya misalnya pada baby
untuk menghentikan tangisan anak sitter. Dariyo (2007), menyatakan jika
dengan cara menghibur anak, temper tantrum merupakan kondisi
mengalihkan perhatian anak, atau yang normal terjadi pada anak-anak
memarahi anak agar berhenti berumur 1-3 tahun, dan apabila tidak
menangis. Hal tersebut membuat anak ditangani dengan tepat dapat
tidak dapat mengekspresikan bertambah sampai umur 5-6 tahun.
emosinya dengan benar, dan jika hal Tiffany (2012) menjelaskan
tersebut berlangsung terus-menerus bahwa penelitian yang dilakukan di
maka akan menimbulkan tumpukan Chichago, terdapat 50%-80% temper
emosi yang dapat meledak tidak tantrum terjadi pada usia 2-3 tahun
terkendali dan akan muncul temper yang terjadi seminggu sekali, 20%
tantrum (Octopus, 2005). terjadi hampir setiap hari, dan 3 kali

21
Jurnal Ners LENTERA, Vol. 7, No. 1, Maret 2019

atau lebih temper tantrum terjadi memiliki beberapa hal positif seperti
selama kurang lebih 15 menit. anak memiliki keinginan
Penelitian lain di Northwestern menunjukkan independensinya, mulai
Feinberg berdasarkan survei dari mengekspresikan individualitas dalam
hampir 1.500 orang tua, studi ini mengemukakan pendapat,
menemukan bahwa 84% dari anak- mengeluarkan rasa marah dan
anak usia 2-5 tahun meluapkan frustrasi, serta berusaha membuat
frustasinya dengan mengamuk dalam orang dewasa atau orang tua mengerti
satu bulan terakhir, dan 8,6% saat anak merasa bingung, kelelahan
diantaranya memiliki tantrum sehari- atau sakit (Muttaqin, 2009). Ketika
hari yang justru jika itu terjadi setiap anak mengalami tantrum banyak
hari merupakan tidak normal orang tua yang beranggapan bahwa
(Wakschlag, 2012). Di Indonesia, hal tersebut merupakan perilaku yang
balita yang biasanya mengalami ini negatif. Pada saat orang tua bertindak
dalam waktu satu tahun, 23%-83% tidak tepat untuk menghentikan
dari anak usia 2-4 tahun pernah tantrum, orang tua melewatkan salah
mengalami temper tantrum satu kesempatan untuk membantu
(Psikologizone, 2012). Hasil anak menghadapi emosi yang normal
penelitian Hayes Eileen menunjukkan (marah, takut, frustasi) secara wajar.
bahwa 5%-20% anak memiliki Orang tua sering kali menghadapi
tantrum cukup parah. Para peneliti tantrum dengan cara yang salah
mengungkapkan bahwa tantrum yang diantaranya yaitu dengan menyerah
parah berlangsung lebih dari 15 menit kepada tantrum anak karena orang tua
dan terjadi tiga kali atau lebih dalam merasa malu ketika anaknya
sehari. Berdasarkan informasi mengalami tantrum ditempat umum,
tersebut dapat dikatakan 6,8% dari atau orang tua menyerah karena
502 sampel anak mengalami tantrum sindiran orang lain yang mengatakan
yang parah. Setengah dari 502 sampel bahwa mereka adalah orang tua yang
anak dengan tantrum parah tersebut tidak menyayangi anaknya. Beberapa
memiliki masalah tingkah laku orang tua berupaya meninggikan
(Hayes Eileen, 2009). Penelitian Gina suaranya dengan harapan anak dapat
dan Jessica (2007), ditemukan bahwa merespon secepatnya dan mau
orang tua sering sekali merespon anak mengikuti perintah orang tua, orang
yang tantrum dengan cara yang tidak tua juga segera memberikan janji
tepat, yakni 59 % mencoba yang belum tentu dapat ditepati,
menenangkan anak, 37 % bahkan ada orang tua yang
mengacuhkan dan sebanyak 31 % memberikan hukuman fisik seperti
menyuruh anak diam. memukul pantat anak dan mencubit
Perilaku tantrum tidak agar tantrum segera berakhir (Ita,
selamanya merupakan hal yang 2015).
negatif bagi perkembangan anak, Dariyo (2007), menjelaskan
namun jika ditelaah lebih dalam juga bahwa akibat yang ditimbulkan dari

22
Jurnal Ners LENTERA, Vol. 7, No. 1, Maret 2019

temper tantrum ini cukup berbahaya, kemudian memuji tingkah laku anak
misalnya anak yang melampiaskan yang baik, dan hal tersebut dilakukan
kekesalannya dengan cara berguling- di depan orang lain (Darmadi, Hamid.
guling dilantai yang keras dapat (2010).
menyebabkan anak menjadi cedera. Penelitian ini bertujuan
Anak yang melampiaskan amarahnya menganalisis efektivitas reinforcing
dapat menyakiti dirinya sendiri, competing behaviors terhadap
menyakiti orang lain atau merusak perilaku tantrum pada anak usia
benda yang ada disekitarnya. Jika toddler di RW 5 Kelurahan Gundih
benda-benda yang ada disekitar anak Kecamatan Bubutan Surabaya”.
merupakan benda keras maka akan
sangat berbahaya karena anak dapat BAHAN DAN METODE
tersakiti dan mengalami cedera akibat Desain penelitian adalah dengan
dari tindakan tantrumnya. Tantrum menggunakan desain Quasi
yang tidak diatasi dapat Eksperimental. Populasi dalam
membahayakan fisik anak, selain itu penelitian ini adalah anak usia 1-3
anak tidak akan bisa mengendalikan tahun yang mengalami tantrum di RW
emosinya atau anak akan kehilangan 5 Kelurahan Gundih Kecamatan
kontrol dan akan lebih agresif. Hal ini Bubutan Surabaya sebanyak 65 anak.
akan mengakibatkan anak tidak bisa Besar sampel dalam penelitian ini
menghadapi lingkungan luar, tidak adalah sebanyak 56 anak. Teknik
bisa beradaptasi, tidak bisa mengatasi sampling yang digunakan dalam
masalah. Dampak buruk terjadinya penelitian ini adalah Probability
temper tantrum adalah anak akan Sampling dengan menggunakan
terbiasa menggunakan cara tantrum teknik Simple Random Sampling.
untuk mengekspresikan kemarahan Variabel independen pada
atau rasa frustasinya. Anak juga akan penelitian ini adalah reinforcing
belajar bahwa dia dapat mengontrol competing behavior, seedangkan
lingkungan, termasuk mengontrol Variabel dependen adalah perilaku
orang tua atau orang dewasa lain tantrum pada anak usia toddler.
disekitarnya. Pada perilaku tantrum peneliti
Salah satu cara yang dapat dilakukan menggunakan alat ukur berupa
untuk mengontrol atau kuesioner. Data dikumpulkan dengan
menghilangkan sikap tantrum anak melakukan pembagian kuesioner yang
tiga tahun pertama yaitu reinforcing telah disediakan agar diisi oleh
competing behaviors. Reinforcing responden sesuai dengan petunjuk.
competing behaviors merupakan Penelitian dilakukan pada ibu
prosedur yang dapat digunakan untuk responden dengan cara berkunjung
mengontrol atau menghilangkan pola- dari rumah ke rumah responden yang
pola tingkah laku. Dimana orang tua bertempat tinggal di RW 05
yang mengabaikan tingkah laku anak Kelurahan Gundih Kecamatan
yang mulai melakukan tantrum Bubutan Surabaya. Pada kelompok

23
Jurnal Ners LENTERA, Vol. 7, No. 1, Maret 2019

kontrol akan diberikan kuisoner Tabel 3. Karakteristik


tentang temper tantrum pada pre test Responden Berdasarkan Pengasuh
dan post test tanpa diberikan Anak
intervensi, sedangkan pada kelompok Kelompok Kelompok
Pengasu Kontrol Intervensi
intervensi akan dilakukan pre test h Anak Frek Presen Frek Presen
terlebih dahulu dengan cara uensi tase uensi tase
memberikan kuisoner tentang temper (f) (%) (f) (%)
Ya 7 25.0 4 14.3
tantrum, setelah itu akan dilakukan Tidak 21 75.0 24 85.7
intervensi reinforcing competing Total 28 100 28 100.0
behavior selama 2 minggu dan
kemudian akan dilakukan post test
dengan cara memberikan kuisoner Tabel 4. Karakteristik
temper tantrum kembali. Responden Berdasarkan Pola Asuh
Data dianalisa dengan uji Orang Tua
wilcoxon dan mann whitney dengan Kelompok Kelompok
Pola Asuh Kontrol Intervensi
signifikan P. Value < 0,05. Orang Frek Prese Frek Prese
Tua uensi ntase uensi ntase
HASIL (f) (%) (f) (%)
Otoriter 8 28.6 10 35.7
1. Data Umum Demokrati
Tabel 1 Karakteristik Responden 9 32.1 9 32.1
s
Berdasarkan Jenis Kelamin Permisif 11 39.3 9 32.1
Total 28 100 28 100
Kelompok Kelompok
Jenis Kontrol Intervensi
Kela Frek Prese Frek Prese
min uensi ntase uensi ntase 2. Data khusus
(f) (%) (f) (%) a. Perilaku Tantrum (Pre Test) pada
Laki-
laki
15 53.6 19 67.9 Kelompok Kontrol dan Intervensi
Pere
mpua 13 46.4 9 32.1 Tabel 5. Karakteristik Perilaku
n Tantrum (Pre Test)
Total 28 100 28 100.0
Kelompok Kelompok
Perilaku Kontrol Intervensi
Tabel 2. Karakteristik Tantrum Fre Pres Frek Pres
Responden Berdasarkan Anak ke- kue entas uensi entas
Kelompok Kelompok nsi e (f) e
Ana Kontrol Intervensi (f) (%) (%)
k ke Freku Presen Freku Presen Rendah 6 21.4 5 17.9
ensi tase ensi tase Sedang 12 42.9 13 46.4
(f) (%) (f) (%) Tinggi 10 35.7 10 35.7
Perta Total 28 100 28 100
12 42.9 12 42.9
ma
Ked
11 39.3 10 35.7 b. Perilaku Tantrum (Post Test)
ua
Keti pada Kelompok Kontrol dan
5 17.9 6 21.4
ga
Total 28 100 28 100.0
Intervensi

24
Jurnal Ners LENTERA, Vol. 7, No. 1, Maret 2019

Tabel 6. Karakteristik Perilaku Setelah Diberikan Reinforcing


Tantrum (Post Test) Competing Behaviors
Pre Test Post Test
Perilaku Frek Prese Fre Prese
Kelompok Kelompok uensi ntase kue ntase
Temper
Perilaku Kontrol Intervensi Tantrum (f) (%) nsi (%)
Temper Frek Pres Fr Prese (f)
Tantru uens enta ek ntase Rendah 5 17.9 9 32.1
m i se ue (%) Sedang 13 46.4 14 50.0
(f) (%) nsi Tinggi 10 35.7 5 17.9
(f) Total 28 100 28 100
Rendah 13 46.4 9 32.1 Uji Wilcoxon Signed Rank Test P =
Sedang 8 28.6 14 50.0 0,003 (α = 0,05)
Tinggi 7 25.0 5 17.9
Total 28 100 28 100 PEMBAHASAN
Hasil penelitian tentang
reinforcing competing behaviors
c. Perbedaan perilaku Tantrum terhadap perilaku tantrum (kelompok
pada Kelompok Kontrol yang Tidak kontrol) pada anak toddler di di RW 5
Diberikan Reinforcing Competing Kelurahan Gundih Kecamatan
Behaviors dan pada Kelompok Bubutan Surabaya didapatkan bahwa
Intervensi Setelah Diberikan ada perubahan perilaku temper
Reinforcing Competing Behaviors. tantrum pada anak toddler saat pre-
test didapatkan 12 responden (21.4%)
Tabel 7. Perbedaan Perilaku Tantrum dengan temper tantrum sedang, 10
pada Kelompok Kontrol yang tidak responden (35.7%) temper tantrum
Diberikan Reinforcing Competing tinggi, dan 6 responden (21.4%)
Behaviors temper tantrum rendah. Sedangkan
pada saat post-test didapatkan 13
Pre Test Post Test responden (46.4%) dengan temper
Perilaku Fre Prese Fr Pres tantrum rendah, responden (28.6%)
Temper kue ntase ek enta
Tantrum nsi (%) ue se temper tantrum sedang, dan 5
(f) nsi (%) responden (25.0%) temper tantrum
(f) tinggi.
Rendah 6 21.4 13 46.4 Tabel 5.16 menyatakan bahwa
Sedang 12 42.9 8 28.6 hasil uji statistik Wilcoxon Signed
Tinggi 10 35.7 7 25.0 Rank Test menunjukkan hasil P =
Total 28 100 28 100 0,008 < α = 0,05 yang bermakna H0
Uji Wilcoxon Signed Rank Test P =
ditolak dan H1 diterima, sehingga ada
0,008 (α = 0,05)
perbedaan pada temper tantrum pre
test dan post test pada kelompok
Tabel 8. Perbedaan Perilaku
kontrol di RW 5 Kelurahan Gundih
Tantrum pada Kelompok Intervensi
Kecamatan Bubutan Surabaya.

25
Jurnal Ners LENTERA, Vol. 7, No. 1, Maret 2019

Hasil penelitian tentang berasumsi bahwa saat dilakukan


reinforcing competing behaviors tindakan reinforcing competing
terhadap perilaku tantrum (kelompok behaviors kepada anak, anggota
intervensi) pada anak toddler di di keluarga yang lain kurang dalam
RW 5 Kelurahan Gundih Kecamatan memberi perhatian kepada anak
Bubutan Surabaya didapatkan bahwa sehingga anak masih mengalami
ada perubahan perilaku temper tantrum sedang.
tantrum pada anak toddler setelah Hasil sesudah dilakukan
diberikan tindakan reinforcing tindakan menunjukkan bahwa temper
competing behaviors. Sebelum tantrum tinggi terjadi penurunan dari
dilakukan tindakan (pre-test), 10 responden menjadi 5 responden.
didapatkan 13 responden (46.4%) Ketika orang menerima penguatan
dengan temper tantrum sedang, 10 setiap kali mereka melakukan suatu
responden (35.7%) temper tantrum perilaku tertentu, maka kita dapat
tinggi, dan 5 responden (17.9%) mengatakan mereka berada diatas
temper tantrum rendah. Sedangkan satu penguatan jadwal berkelanjutan
setelah dilakukan tindakan (post-test) (continous reinforcement). Ini
didapatkan 14 responden (50.0%) biasanya cara yang paling cepat untuk
dengan temper tantrum sedang, 9 mengubah perilaku baru (Chaplin,
responden (32.1%) temper tantrum 2009). Peneliti berasumsi bahwa anak
rendah, dan 5 responden (17.9%) yang diberikan tindakan reinforcing
temper tantrum tinggi. Hal ini competing behaviors setiap kali anak
menunjukkan bahwa hasil sesudah melakukan tantrum akan dapat
dilakukan tindakan reinforcing mengubah perilaku tantrum tersebut.
competing behaviors menunjukkan Sehingga pada penelitian ini anak
bahwa pada temper tantrum sedang dengan tantrum tinggi mengalami
terjadi peningkatan dari 13 responden penurunan.
menjadi 14 responden. Octopus Hasil sesudah dilakukan
(2005) menjelasaka bahwa tindakan menunjukkan bahwa temper
reinforcing competing behaviors tantrum rendah terjadi peningkatan
(memperkuat tingkah laku bersaing) dari 5 responden menjadi 9
adalah orang tua yang mengabaikan responden. Prayitno (2007),
tingkah laku anak yang mulai mengemukakan bahwa penguatan
melakukan tantrum dan memuji (reinforcement) merupakan upaya
tingkah laku anak yang baik, hal ini untuk mendorong diulanginya lagi
dilakukan di depan orang lain, social (sesering mungkin) tingkah laku yang
reinforcement ini akan dapat dianggap baik oleh si pelaku.
mengurangi perilaku tantrum. Social Penguatan diberikan dengan
reinforcement (penguatan sosial) pertimbangan tepat sasaran, tepat
adalah salah satu jenis penguatan waktu dan tempat, tepat isi, tepat cara,
sekunder yang melibatkan pemberian dan tepat orang yang memberikannya.
perhatian dari pihak lain. Peneliti Peneliti berasumsi bahwa orang tua

26
Jurnal Ners LENTERA, Vol. 7, No. 1, Maret 2019

yang telah melakukan reinforcing untuk mencegah terjadinya temper


competing behaviors sesuai dengan tantrum dan memperhatikan hal-hal
prosedurnya dapat membuat perilaku yang tidak boleh dilakukan orang tua
tantrum pada anak menjadi turun. saat anak tantrum. Orang tua tidak
Hasil penelitian ini diperkuat boleh memaksa anak diam dengan
dengan uji statistik yang berfungsi kata-kata kasar atau menggunakan
untuk mengetahui ada atau tidaknya hukuman dan kekerasan (mencubit,
perubahan perilaku temper tantrum memukul, menjewer, mengurung
sebelum dilakukan tindakan dan dalam kamar mandi, mengikat dan
setelah dilakukan tindakan lain-lain), sebab hal ini sama dengan
reinforcing competing behaviors mengajarkan anak menggunakan
yaitu dengan uji Wilcoxon Signed cara-cara kekerasan jika menghadapi
Rank Test. Berdasarkan hasil uji satu masalah (Lorens, 2010; Tasmin,
statistik Wilcoxon Signed Rank Test 2008). Peneliti berasumsi bahwa saat
menunjukkan hasil P = 0,003 < α = terjadi tantrum sebaiknya orang tua
0,05 yang bermakna Ho ditolak dan membiarkan anak untuk
H1 diterima, sehingga ada perbedaan melampiaskan emosinya dan
pada perilaku temper tantrum memastikan bahwa segala sesuatunya
sebelum dilakukan tindakan dan dalam keadaan aman terutam bagi
setelah dilakukan tindakan anak. Orang tua harus tetap tenang
reinforcing competing behaviors. dan jangan sampai ikut emosi,
Salah satu cara untuk mengontrol atau memukul atau memarahi anak.
menghilangkan sikap tantrum anak Sebaiknya saat anak tantrum, anak
tiga tahun pertama yaitu reinforcing dipeluk dengan penuh kasih sayang
competing behaviors. Reinforcing agar tantrumnya berhenti.
competing behaviors merupakan
prosedur yang dapat digunakan untuk SIMPULAN DAN SARAN
mengontrol atau menghilangkan pola- Simpulan
pola tingkah laku. Dimana orang tua Ada perbedaan perilaku tantrum
yang mengabaikan tingkah laku anak antara saat pre-test dan post-test pada
yang mulai melakukan tantrum anak usia toddler di RW 5 Kelurahan
kemudian memuji tingkah laku anak Gundih Kecamatan Bubutan Surabaya
yang baik, dan hal tersebut dilakukan Saran
di depan orang lain Darmadi, Hamid. Bagi orang tua untuk menerapkan
(2010). Penggunaan reinforcement reinforcing competing behaviors
pada dapat menurunkan temper kepada anak untuk mengurangi
tantrum pada anak walaupun tidak perilaku tantrum pada anak dengan
terlalu banyak penurunanya. Jadi cara orang tua harus tetap tenang saat
reinforcing competing behaviors bisa anak tantrum, orang tua perlu
digunakan oleh orang tua untuk membiarkan anak melakukan tantrum
menurunkan temper tantrum pada dan jangan mencoba untuk
anak. Selain itu, orang tua juga perlu menghentikan tantrum anak, orang

27
Jurnal Ners LENTERA, Vol. 7, No. 1, Maret 2019

tua jangan memberikan keinginan Nurdiana, Ita. (2015). Hubungan


anak jika anak meminta dengan cara Peran Orang Tua dengan
tantrum, dan peluk anak jika tantrum Temper Tantrum pada Anak Usia
tidak berhenti. Toddler.

DAFTAR PUSTAKA Octopus. (2005). Kamus


Chaplin, J. P. (2009). Terjemahan: Perkembangan Bayi dan Balita.
Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Erlangga.
Jakarta: Rajawali Pers.
Pramudya, A. E., & Bardosono, S.
Dariyo, Agoes. (2007). Psikologi (2012). Prevalensi Anak Beresiko
Perkembangan Anak Tiga Tahun Wasting dan Faktor-Faktor yang
Pertama. Bandung: Refika Berhubungan: Studi Cross
Aditama. Sectional Pada Anak Usia 3-9
Tahun di Pesantren Tapak Sunan
Darmadi, Hamid. (2010). Tahun 2011.
Kemampuan Dasar Mengajar.
Bandung: Alfabeta. Prayitno. (2007). Pelayanan
Bimbingan dan Konseling
Dwi, Aprilia dkk. (2015). Efektivitas Sekolah Menengah Kejuruan
Pemberian Penguatan Positif (SMK). Jakarta: Aksara.
Terhadap Kejujuran Anak. Priatna, Tedi. (2012). Etika
Pendidikan: Panduan bagi Guru
Gina, M., & Jessica, T. (2007). Profesional. Bandung: Pustaka
Tantrums and Anxiety in Early Setia.
Childhood: A Pilot Study. Early
Childhood Research And Practice Psikologi Zone. (2012). Konseling
Juornal. Vol. 9 No. 2. Eksistenisal Humanistik. Tersedia
dalam http://www.artikel-
Lorenz, B., E., (2010). How to Deal Psikologi_Zone-Pendekatan-
With Your Child’s Temper Eksistensial.htm. Diunduh pada
Tantrums. Tersedia dalam tanggal 20 September 2017.
http://www.heptune.com/tantrum.
html. Diunduh pada tanggal 20 Tandry, N. (2010). Bad Behaviour,
September 2017. Tantrum, and Tempers:
Panduan bagi Orang Tua untuk
Muttaqin, Z. (2009). Psikologi Anak Mengatasi dan Memahami
dan Pendidikan. Perilaku Buruk yang sering
http://luluvikar.files. terjadi pada Balita 2-4 tahun.
wordpress.com. Diunduh pada Jakarta : Gramedia.
tanggal 20 September 2017.

28
Jurnal Ners LENTERA, Vol. 7, No. 1, Maret 2019

Tiffany, Cooke & Gray, Lawrence. Defining the Developmental


(2012). Temper Tantrums and Parameters of Temper Loss in
Management. Pediatrics Early Childhood : Implication for
University of Chicago. Developmental Psychopathology.
The Journal of Child Psychology
Wakschlag, Lauren S., Choi, Seung and Psychiatry.
W., Carter, Alice S. (2012). Wong, D.L., Hockenberry. M.,
Wilson, D., Winkelstein, M,. &
Schwartz, P. (2009). Buku Ajar
Keperawatan Pediatrik Vol 1.
Jakarta: EGC.

29

Anda mungkin juga menyukai