2. Tantrum
Perkembangan emosi anak
Dalam menu pembelajaran yang dikembangkan oleh Direktorat PAUD (dalam Nugraha : 2008)
menyebutkan bahwa perkembangan sosial emosional anak usia 4 - 6 tahun antara lain : Telah
memiliki kemauan untuk menceritakan sesuatu pada temannya, mampu bermain dan
bekerjasama dengan temannya dalam kelompok, menunjukkan sikap ramah. Sewajarnya, anak
berusia 4-6 tahun anak sudah lebih bisa mengontrol emosi dan dirinya sendiri.
Penyebab anak tantrum
Mengutip Raising Children, anak-anak yang tantrum di usia lima tahun bisa terjadi karena
mereka menginginkan sesuatu yang tidak bisa dimiliki, stres, kelelahan, atau merasa lapar.
Penolakan dari orang tua dan perasaan tidak didengar sering kali membuat anak stres sehingga
menimbulkan ledakan emosi.
Frekuensi dan intensitas yang dialami setiap anak berbeda-beda. Sedangkan anak dapat melawan
rangsangan yang menimbulakan marah secara lebih baik dibandingan dengan anak lainnya.
Kemampuan melawan rangsangan marah pada anak bervariasi, yang tergantung pada kebutuhan,
kondis fisik dan emosi anak serta usia anak (Hurloc,2009).
Reaksi tantrum secara garis besar dapat dibagi menjadi dua golongan besar: impulsif dan ditekan
(Hurlock,2009).
a. Reaksi impulsif Raksi impulsif biasanya disebut agresi. Reaksi ini dapat berupa reaksi fisik
atau kata-kata, dan dapat ringan atau kaut. Ledakan kemarahan yang kuat (tempertantrum)
adalah khas pada anak kecil. Anak tidak ragu-ragu melukai orang lain dengan cara apapun.
Ekspresi marah yang impulsif lebih umum dibandingkan dengan reaksi yang ditahan
b. Reaksi yang ditekan Reaksi yang ditekan selalu berada di bawah pengendalian atau ditekan.
Anakanak mungkin meninjau diri sendiri, yang karena mereka berusaha untuk tidak
menyalahkan orang lain. Mereka mungkin menjadi merasa bodh, memperlihatkan
ketidakacuhan, atau kurang keberanian. Perilaku semacam ini disebut impunitive atau
membebaskan dari hukuman
Solusi permasalahan
Untuk menangani tantrum pada anak bagi orangtua menurut Fetsch et al.(2013) dan Harrington
(2013) yaitu :
a) Belajar mengendalikan diri sendiri dan orang lain
b) Mengalihkan perhatian atau mengarahkan anak
c) Singkat jelas dalam mendisiplinkan anak
Menurut Carr (2004) dan Harrington (2013) cara menangani tantrum pada anak bagi guru yaitu.
a) Ignore/ tidak memperdulikan
b) Redirecting/ mengarahkan
c) Konsekuensi
3. Gagap (stuttering)
Anak usia dini 4-6 tahun perkembangan karakteristiknya sebagai berikut: 1) dapat berbicara
dengan kalimat sederhana dengan lebih baik, 2) dapat melaksanakan 3 perintah lisan secara
sederhana, 3) menggunakan dan menjawab beberapa kata tanya, 4) mampu menyusun kalimat, 5)
Mengenal tulisan sederhana.
4. hyperactive (adhd)
Faktor penyebab anak adhd
Faktor genetik
Cedera otak
Kelahiran prematur
Berat badan bayi baru lahir yang rendah
Paparan zat kimia, seperti timah, ketika sang ibu dalam masa kehamilan
Kebiasaan merokok serta mengonsumsi alkohol berlebih ketika sang ibu dalam masa kehamilan
Kurangnya perhatian orang tua
Raport & Ismon (dalam Betshaw & parret, 1986). Mengungkapkan bahwa ciri yang paling
mudah diikenal bagi anak hyperactive ialah anak akan selalu gerak dari satu tempat ke tempat
yang lain, selain itu yang bersangkutan sangat jarang untuk berdiam selama kurang lebih 5-10
menit.
Solusi permasalahan menurut (Widyarini, 2009) Yaitu :
1) Kenali minat atau bakatnya
Dengan mengenali bakat atau minat anak, kita dapat lebih memberi ruang bagi kegiatan
yang disenanginya sekaligus untuk menyalurkan kelebihan energinya.
2) Mengembangkan komunikasi yang positif
Anak hiperaktif cenderung susah berkomunikasi dan bersosialisasi. Ajaklah ia
berkomunikasi agar mengenal nilainilai yang baik yang ada di dalam masyarakat serta
dalam ajaran agamanya.
3) Bekerjasama dengan guru
Membina kerjasama dengan guru akan sangat membantu perkembangan anak menjadi
lebih baik. Guru dimohon untuk tidak membentak, menganggap anak nakal, atau
memberi label buruk yang lain karena akan berdampak buruk terhadap perkembangan
mentalnya.
5. Tidak mandiri
Kemandirian menurut Therington dalam Spencer merupakan perilaku yang ditunjukkan dengan
adanya kemampuan untuk mengambil inisiatif, kemampuan mengatasi masalah serta keinginan
untuk mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain. (Spencer dan Kass, 1970)
Sedangkan ketergantungan/tidak mandiri dilukiskan sebagai kecenderungan umum untuk
menyandarkan diri pada orang lain dalam hal untuk mencari pembenaran, kasih sayang dan
bimbingan (Hartup dalam Monks, dkk, 2002)
Solusinya permasalahan
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Watson (Dalam Crain, 2007) Adapun cara dalam
menangani masalah ketergantungan/ tidak mandiri pada anak usia dini yaitu dapat dikukan
melalui:
a) Memberikan berbagai macam kegiatan yang menyenangkan untuk dilakukan.
b) Jangan memperkuat ketergantungan anak dengan terlalu banyak memeluk atau memegangnya.
c) Melibatkan anak dalam permainan atau interaksi sosial. Yaitu dengan cara mengajak anak
bermain dengan kumpulan teman-temannya
Pendidikan Ibu
Riset yang dilakukan oleh Setiawan, E., (2018) menjelaskan bahwa dari
hasil analisis multivariat, faktor pendidikan ibu merupakan faktor yang
memiliki hubungan paling dominan dengan kejadian stunting pada anak.
Tingkat pendidikan memiliki peranan penting terhadap kesehatan, salah
satunya terkait masalah status gizi.
Pengetahuan Ibu
Riset dari Rahayu, dkk (2018) menunjukkan bahwa balita dengan ibu yang
memiliki pengetahuan rendah akan memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami stunting.
Hasil Riset Sastria, dkk, (2019) menjelaskan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara faktor pengetahuan orangtua terhadap kejadian
stunting pada balita dan anak
Penyebab Stunting pada Anak
Penyebab stunting menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ada dua, yakni faktor lingkungan dan
genetik. Lingkungan adalah aspek penting yang masih dapat diintervensi sehingga perawakan pendek
atau stunting dapat diatasi. Faktor lingkungan yang berperan dalam menyebabkan perawakan pendek antara
lain status gizi ibu, pola pemberian makan kepada anak, kebersihan lingkungan, dan angka kejadian infeksi
pada anak. Selain disebabkan oleh lingkungan, stunting dapat disebabkan oleh faktor genetik dan hormonal.
Namun sebagian besar stunting disebabkan oleh kekurangan gizi
UNICEF pada tahun 2010, menyampaikan beberapa fakta terkait dengan stunting dan pengaruhnya, yaitu:
1. Anak yang mengalami stunting lebih awal yaitu sebelum usia enam bulan, akan mengalami stunting lebih
berat menjelang usia dua tahun.
2. Stunting yang parah pada anak, akan terjadi defisit jangka panjang dalam perkembangan fisik dan mental
sehingga tidak mampu untuk belajar secara optimal di sekolah dibandingkan anak dengan tinggi badan
normal.
3. Anak dengan stunting cenderung lebih lama masuk sekolah dan lebih sering absen dari sekolah
dibandingkan anak dengan status gizi baik. Hal ini memberikan konsekuensi terhadap kesuksesan dalam
kehidupannya dimasa yang akan datang.
4. Stunting akan sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembangan anak. Faktor dasar yang menyebabkan
stunting dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan intelektual.
5. Pengaruh gizi pada usia dini yang mengalami stunting dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan
kognitif yang kurang.
6. Stunting pada usia lima tahun cenderung menetap sepanjang hidup, kegagalan pertumbuhan usia dini
berlanjut pada masa remaja dan kemudian tumbuh menjadi wanita dewasa yang stunting dan
mempengaruhi secara langsung pada kesehatan dan produktivitas, sehingga meningkatkan peluang
melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
7. Akibat lainnya kekurangan gizi/stunting terhadap perkembangan sangat merugikan performa anak. Jika
kondisi buruk terjadi pada masa golden period perkembangan otak (0-2 tahun) maka tidak dapat
berkembang dan kondisi ini sulit untuk dapat pulih kembali.
8. Penurunan perkembangan kognitif, gangguan pemusatan perhatian dan menghambat prestasi belajar serta
produktivitas menurun sebesar 20-30 persen, yang akan mengakibatkan terjadinya loss generation,
artinya anak tersebut hidup tetapi tidak bisa berbuat banyak baik dalam bidang pendidikan, ekonomi dan
lainnya.
Pencegahan Stunting
Tindakan pencegahan stunting tentu lebih bijak dilaksanakan oleh semua orang di lingkungannya, terutama
yang terdapat anak balita dan pasangan usia muda terhadap kemungkinan terjadinya stunting, daripada harus
melakukan upaya penanganan setelah stunting itu terjadi. Biaya pencegahan stunting tentu lebih murah dan
dampaknya tentu akan lebih terkendali, daripada apabila sudah terjadi stunting. Berikut ini beberapa langkah
yang dapat dilakukan untuk mencegah stunting:
1. Memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil
Tindakan yang relatif ampuh dilakukan untuk mencegah stunting pada anak adalah selalu memenuhi gizi
sejak masa kehamilan. Lembaga kesehatan Millenium Challenge Account Indonesia menyarankan agar
ibu yang sedang mengandung selalu mengonsumsi makanan sehat nan bergizi maupun suplemen atas
anjuran dokter. Selain itu, perempuan yang sedang menjalani proses kehamilan juga sebaiknya rutin
memeriksakan kesehatannya ke dokter atau bidan.
2. Beri Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan
Veronika Scherbaum, ahli nutrisi dari Universitas Hohenheim, Jerman, menyatakan ASI ternyata
berpotensi mengurangi peluang stunting pada anak berkat kandungan gizi mikro dan makro. Oleh karena
itu, ibu disarankan untuk tetap memberikan ASI Eksklusif selama enam bulan kepada sang buah hati.
Protein whey dan kolostrum yang terdapat pada susu ibu pun dinilai mampu meningkatkan sistem
kekebalan tubuh bayi yang terbilang rentan.
3. Dampingi ASI Eksklusif dengan Makanan Pendaping Air Susu Ibu (MPASI) sehat
Ketika bayi menginjak usia 6 bulan ke atas, maka ibu sudah bisa memberikan makanan pendamping atau
MPASI. Dalam hal ini pastikan makanan-makanan yang dipilih bisa memenuhi gizi mikro dan makro yang
sebelumnya selalu berasal dari ASI untuk mencegah stunting. WHO pun merekomendasikan fortifikasi
atau penambahan nutrisi ke dalam makanan. Di sisi lain, sebaiknya ibu berhati-hati saat akan menentukan
produk tambahan tersebut. Konsultasikan dulu dengan dokter.
4. Terus memantau tumbuh kembang anak
Orang tua perlu terus memantau tumbuh kembang anak mereka, terutama dari tinggi dan berat badan anak.
Bawa si Kecil secara berkala ke Posyandu maupun klinik khusus anak. Dengan begitu, akan lebih mudah
bagi ibu untuk mengetahui gejala awal gangguan dan penanganannya.
5. Selalu jaga kebersihan lingkungan
Seperti yang diketahui, anak-anak sangat rentan akan serangan penyakit, terutama kalau lingkungan
sekitar mereka kotor. Faktor ini pula yang secara tak langsung meningkatkan peluang stunting. Studi yang
dilakukan di Harvard Chan School menyebutkan diare adalah faktor ketiga yang menyebabkan gangguan
kesehatan tersebut. Sementara salah satu pemicu diare datang dari paparan kotoran yang masuk ke dalam
tubuh manusia.