Anda di halaman 1dari 6

Kelompok 6

1. Arief Priyono
2. Krusita Nanda. S
3. Nurul Wahyuni
4. Nuzulul wahyuni
5. Septina Damayanti

PERBEDAAN INDIVIDU DALAM BELAJAR

PERBEDAAN INDIVIDU DALAM BELAJAR DITINJAU DARI FAKTOR


INTERNAL (MODUL 10)

A. Gender
Gender sebagai salah satu faktor internal yang menyebabkan perbedaan individual
dalam belajar, hormon-hormon di dalam darah sebelum atau saat bayi dilahirkan dapat
mempengaruhi perkembangan otak.
Di TK, hampir semua kegiatan belajar dilakukan sambil bermain. Menurut Johnson,
dkk.(1999), terdapat perbedaan antara anak laki-laki Dan perempuan dalam empat area
kegiatan bermain.

1. Bermain fisik (motor or physical play)


Bermain fisik adalah kegiatan bermain yang melibatkan motorik halus dan motorik
kasar atau penggunaan bagian tubuh dalam kegiatan bermain (Johnson, dkk. 1999).
Adanya perbedaan dalam bermain fisik antara anak laki-laki Dan perempuan, anak laki-
laki terlihat lebih banyak terlibat dalam kegiatan yang menggunakan kontak fisik
sedangkan anak perempuan cenderung lebih diam dan lebih pasif.
2. Bermain sosial (sosial play)
Bermain sosial berkaitan dengan kemampuan anak untuk terlibat dalam interaksi sosial
yang kompleks selama kegiatan bermain. Umumnya anak perempuan mengunakan cara-
cara yang lebih sopan ketika mengambil giliran dalam kegiatan bermain. rentang waktu
yang mereka habiskan untuk terlibat dalam satu jenis permainan juga lebih lama dari
pada anak laki-laki.
3. Bermain dengan objek (object play)
Penelitian menunjukkan bahwa anak perempuan lebih sedikit memindahkan objek-
objek dan menggunakan objek dalam cara yang lebih pasif dan edukatif (Moore, dkk.,
dalam Johnson, dkk., 1999). Anak perempuan juga menunjukkan kecenderungan yang
kuat ke arah bermain konstruksi sementara anak laki-laki memperlihatkan
kecenderungan yang lebih besar ke arah bermain fungsional.
4. Bermain pura-pura (pretend play)
Bermain pura-pura sering disebut juga dengan bermain fantasi (fantasy play), dramatic
play atau imaginative play(papalia, olds, & Feldmann, 2004). Secara umum, tidak
ditemukan adanya perbedaan yang berarti antara anak laki-laki dan perempuan dalam
jumlah waktu yang mereka habiskan untuk bermain pura-pura atau dalam kemampuan
mereka untuk berfantasi.

B. Temperamen
Secara umum, temperamen didefinisikan sebagai gaya tingkah laku (Dodge, dkk.,
2002). Adapun secara spesifik, temperamen didefinisikan sebagai karakteristik atau
kecenderungan untuk mendekati dan berinteraksi terhadap situasi (papalia dkk., 2009).
Dari hasil penelitian, bayi dapat diklasifikasikan kedalam tiga tipe temperamen, yaitu
easy child, difficult child, dan slow-to-warm-up child. Ketiganya dapat mempengaruhi
perkembangan kepribadian bayi di beberapa area sebagai berikut.

1. Tingkat aktivitas (activity level).

2. Irama biologis (biological rhythms).

3. Kecenderungan untuk mendekat atau menghindar (tendency to approach or withdraw).

4. Kemampuan beradaptasi (adaptability).

5. Ambang sensori (sensory Threshold).

6.Intensitas atau tingkat energi dari reaksi (intensitas or energy level of reactions).

7. Suasana hati (mood)

8. Rentang perhatian dan ketekunan (attention span and persintence).

9. Perhatian yang mudah teralih (distractibility). Sekalipun temperamen adalah sesuatu yang
dibawa dari lahir, adanya dukungan yang tepat bagi anak dapat membawa suatu
perubahan.

C. Minat
Minat mempengaruhi anak dalam hal berikut ini

1. Minat mempengaruhi bentuk dan intensitas aspirasi

2. Minat dapat menjadi pendorong motivasi yang kuat.

3. Prestasi selalu dipengaruhi oleh jenis dan intensitas minat pribadi.

4. Minat yang sudah ada sejak masa kanak-kanak sering menjadi minat seumur hidup.

D. Gaya Belajar
Terdapat tiga gaya belajar yang berbeda-beda pada anak, yaitu

1. Gaya auditori

2. Gaya visual

3. Gaya kinestetik
PERBEDAAN INDIVIDUAL DALAM BELAJAR DITINJAU DARI FAKTOR
EKSTERNAL

A. Demografi Keluarga
1. Komposisi keluarga
Komposisi keluarga yang umum ditemukan adalah keluarga batih (nuclear family), dan
keluarga besar (extended-family).
2. Urutan kelahiran anak
Perbedaan perilaku orang tua terhadap anak biasanya dihubungkan dengan urutan
kelahiran anak dalam keluarga. Meskipun urutan kelahiran dapat mempengaruhi
terhadap sikap dan perilaku anak, kesimpulan yang dibuat harus mempertimbangkan
pula faktor-faktor yang lain, seperti faktor herediter, kompetensi orang tua dalam
pengasuhan, pengaruh teman dan sekolah, faktor sosial-ekonomi faktor sosial-historis,
serta variasi budaya (santrock, 2009).
3. Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi disusun oleh tiga faktor, yaitu pekerjaan, pendidikan, dan tingkat
pendapatan orang tua.
Dari sejumlah penelitian ditemukan berbagai hasil stadi lainnya tentang perbandingan
antara orang tua dengan status sosial ekonomi tinggi dan status sosial ekonomi rendah
dalam hal pengasuhan, contohnya: Orang tua dari status sosial ekonomi rendah
cenderung menekankan kepatuhan, respect, kerapian, kebersihan, dan keluar dari
masalah.Orang tua dari status sosial ekonomi tinggi cenderung menekankan
kebahagiaan, kreativitas, ambisi, kemandirian, rasa ingin tahu, dan kontrol diri.

B. Pengalaman Hidup
1. Anak yang dianiaya dan diabaikan (child-abused)
Banyak faktor resiko yang menyebabkan terjadinya penganiayaan terhadap anak,
misalnya karakteristik orang tua dan anak yang dianaya, kualitas lingkungan dan sistem
dukungan yang tersedia, pengalaman hidup, serta tekanan-tekanan yang dihadapi
anggota keluarga. Terdapat empat bentuk utama dari penganiayaan terhadap anak.

a. Penganiayaan secara fisik (physical abuse)

b. Penganiayaan secara seksual (sexual abuse)

c. Pengabaian (neglect)

d. Penganiayaan secara emosional (emotional abuse)

Berkaitan dengan penganiayaan secara verbal, Schaefer (hetherington & parke, 1999)
mengemukakan sepuluh hal yang dapat dikategorikan kedalam penganiayaan verbal,
diataranya:

a. Penolakan atau menarik cinta


b. Memberikan kata-kata yang mengecilkan hati seseorang
c. Menurut kesempurnaan
d. Prediksi negatif
e. Perbandingan negatif
f. Mengambinghitamkan
g. Membuat malu
h. Mengutuk atau menyumpah
i. Mengancam
j. Mengucapkan kata-kata yang membuat anak merasa bersalah.

2. Anak yang mengalami perceraian orang tua


Penelitian amato (dalam papalia dkk., 2009) menemukan bahwa anak-anak dari
orang tua yang bercerai cenderung memiliki tingkat kesejahteraan emosional, sosial, dan
kognitif yang lebih rendah dari pada anak-anak dari orang tua yang tidak bercerai. Namun
dampak tersebut akan bervariasi, tergantung pada karakteristik pribadi dan keluarga.

C. Budaya
Setiap tempat mempunyai nilai budaya yang berbeda dan nilai budaya tersebut akan
mempengaruhi cara anak berfikir, bersikap, dan berperilaku.

ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS (MODUL 11)

Anak Dengan Kebutuhan Khusus Intelektual

Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang memiliki kemampuan di luar rentang
kemampuan anak sebayanya. Salah satu kelompok anak dengan kebutuhan khusus berdasarkan
aspek kecerdasan adalah keberbakatan (giftedness) dan retardasi mental (mentally retardasi).

A. Keberbakatan
Adalah istilah yang diberikan pada anak yang kemampuan kecerdasannya pada satu
atau beberapa bidang berada sangat jauh di atas rata-rata anak sebayanya. Kriteria yang
dapat digunakan untuk menggolongkan seorang anak sebagai anak berbakat atau tidak
adalah potensi kecerdasan anak, yang diukur melalui tes kecerdasan baku, seperti wechsler
atau Stanford-binet. Skor kecerdasan umum (IQ) anak berbakat berada di atas 130.
Meskipun dalam aspek kecerdasan sangat baik, kadang-kadang anak berbakat
mengalami masalah pada aspek lainnya, terutama sosial. Mereka sering kali tidak memiliki
kemampuan interaksi sosial yang baik dan dianggap berbeda karena terlalu pintar

B. Retardasi mental
Retardasi mental mengacu pada keterlambatan dalam perkembangan, terutama pada
aspek akademik dan fungsi sosial. Seorang anak dianggap sebagai anak retardasi mental
apabila menunjukkan 2 karakteristik dasar berikut.
1. Secara signifikan, kecerdasan umum (IQ) berada di bawah rata-rata anak seusianya,
yaitu di bawah skor 65 atau 70.
2. Tingkah laku adaptif yang buruk.
Penyebab keadaan retardasi mental pada anak biasanya akibat beberapa keadaan seperti
berikut.
1. Kondisi genetik yang tidak normal, misalnya sindroma down atau karena keturunan.
2. Keadaan kurang gizi yang dialami ibu ketika sedang hamil.
3. Kekurangan oksigen ketika proses kelahiran yang sulit.
4. Kondisi keluarga yang tidak menguntungkan ketika masa kanak-kanak.

Terdapat 3 kelompok anak retardasi mental, yaitu anak mampu, anak mampu latih, dan anak
perlu bantuan.

Anak kebutuhan khusus dengan masalah medis, fisik, kognitif atau emosional

a. Medis
Termasuk kondisi akibat gangguan secara medis adalah penyakit kronis (chronic illness)
dan serius injury.
1) Sakit parah kronis (chronic illness)
Termasuk Kategori sakit parah kronis adalah penyakit yang sudah lama dan masih
diderita individu, terutama anak, sebagai akibat masalah genetis (misalnya kelainan
dalam darah: thalasemia, hemophilia), masalah lingkungan (misalnya AIDS) ataupun
interaksi keduanya (misalnya beberapa jenis kanker). Anak yang memiliki penyakit
kronis biasanya mengalami hambatan dalam perkembangan sosial.
2) Serious injuries
Serious injuries juga dapat memperlambat perkembangan anak. Baik Secara fisik,
seperti memar, sakit kepala koordinasi gerakan yang baru, kelelahan dan proses
psikologis yaitu gangguan pada persepsi, daya ingat, konsentrasi, bahasa, emosi.
b. Fisik
Beberapa anak dengan kekurangan fisik, terutama bila memiliki kekurangan di beberapa
aspek sekaligus, mereka memiliki kecerdasan yang tergolong di bawah rata-rata
sebayanya. Akibatnya mereka memiliki keterbatasan dan juga tidak memiliki
kesempatan yang sama seperti anak normal pada umumnya.
c. Kognisi
Berikut beberapa kriteria yang digunakan sebagai dasar klasifikasi anak dengan kesulitan
belajar kognisi
1) Anak menunjukkan kesulitan yang signifikan pada salah 1 atau lebih proses kognisi
tertentu, misalnya anak menunjukkan kesulitan pada aspek persepsi, bahasa, daya
ingat, atau metakognisi.
2) Kesulitan belajar yang ditampilkan oleh anak bukan merupakan akibat keadaan lain,
seperti retardasi mental, gangguan emosi atau tingkah laku, kehilangan pendengaran
atau penglihatan.
3) Kesulitan belajar yang dialami anak mempengaruhi prestasi akademik sehingga
dibutuhkan perlakuan khusus dalam belajar.
Beberapa kesulitan belajar yang umum terjadi pada anak adalah sebagai berikut
1) Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD)
2) Anak dengan gangguan ADHD umumnya menunjukkan 1 atau semua karakteristik
seperti inattention, hiperaktivitas dan implusif.
3) Kesulitan belajar dalam membaca dan menulis, dibagi menjadi 2
 Dyslexia adalah ketidakmampuan anak untuk menguasai keterampilan dan dasar
dalam membaca sesuai dengan tahapan perkembangannya.
 Dysgraphia adalah kesulitan dalam ketrampilan menulis dengan tangan.

C. Emosi dan perilaku


Gangguan emosi dapat terjadi pada setiap individu dari semua usia. Keadaan tersebut
biasanya ditandai dengan ciri-ciri tertentu, khususnya yang berhubungan dengan kondisi
emosi.
1. Depresi
Depresi memiliki kecenderungan untuk diturunkan dalam keluarga, mulai dari
tempramen yang berubah-ubah dan rasa tidak aman. Faktor lingkungan juga sering kali
memiliki peran dalam menimbulkan depresi, seperti kematian salah satu anggota
keluarga, sakit mental, perceraian, perlakuan buruk, kemiskinan, dan hubungan sosial
yang buruk.
2. Anxiety Disorder
Di mana anak mengalami kecemasan dan khawatiran yang berlebihan serta Sulit
bagi mereka untuk mengontrol pikiran dan perasaan yang menyebabkan mereka cemas.
Keadaan seperti itulah yang disebut sebagai gangguan kecemasan
3. Conduct Disorder
Ketika anak menunjukkan pola perilaku yang kronis, mereka dapat didefinisikan
sebagai conduct disorder, yaitu anak dengan gangguan perilaku mengabaikan atau tidak
mengikuti aturan secara berlebihan, bila dibandingkan dengan anak seusianya.
4. Autism
Karakteristik utama autism adalah kekurangan pada interaksi sosial, yaitu kedekatan
emosional dengan orang lain dan memilih untuk sendiri. Beberapa karakteristik lain yang
umum adalah kekurangan dalam aspek komunikasi, perilaku berulang-ulang, atau
perhatian terfokus pada hal-hal yang detail dan aneh dari suatu benda.

Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan dalam menghadapi anak dengan gangguan
emosi.

a. Tunjukkan Minat atau perhatian atas keberadaannya

b. Mengajarkan keterampilan interpersonal

c. Menyediakan bantuan khusus bagi anak

d. Memberikan batasan jelas atas perilaku

e. Memberikan kepercayaan bagi anak

Anda mungkin juga menyukai