Anda di halaman 1dari 7

A.

Anak Tunalaras
1. Pengertian Anak Tunalaras
Tunalaras menurut para ahli mempunyai definisi yang beragam,
diantaranya, Samuel A.Kirk (dalam Sunardi, 2006:3) menyatakan anak
tunalaras adalah mereka yang terganggu perkembangan emosi, menunjukan
adanya konflik dan tekanan batin, menunjukan kecemasan, penderita
neorotis atau bertingkah laku psikotis. Dengan terganggunya aspek emosi
dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain atau lingkungannya.
Kauffman (dalam Sujtihati Somantri, 2012, hlm. 140) mengemukakan
bahwa penyandang tunalaras adalah anak yang secara kronis dan mencolok
berinteraksi dengan lingkungannya dengan cara yang secara sosial tidak
dapat diterima atau secara pribadi tidak menyenangkan tetapi masih dapat
diajar untuk bersikap yang secara sosial dapat diterima dan secara pribadi
menyenangkan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (dalam Sunardi,
2006:4) menjelaskan bahwa anak dengan rentang umur antara 6-17 tahun
yang mengalami gangguan atau hambatan emosi dan berkelainan tingkah
laku sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dari berbagai definisi yang
telah dijabarkan, dapat ditarik kesimpuan bahwa anak tunalaras adalah anak
yang mengalami gangguan perilaku, emosi, dan atau sosial sehingga kurang
dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat.
2. Klasifikasi/Jenis Anak Tunalaras
Dilihat dari gejala gangguan tingkah laku anak tunalaras dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian (Rusli Ibrahim, 2005: 48), yaitu:
a. Socially Maladjusted Children
Yaitu anak-anak yang terganggu aspek sosialnya. Kelompok ini
menunjukkan tingkah laku yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan
baik menurut ukuran norma-norma masyarakat dan kebudayaan
setempat, baik di rumah, di sekolah atau di masyarakat luas. Kelompok
ini dapat diklasifikasikan menurut berat ringannya kelainanan perilaku
menjadi tiga kelompok, yaitu:
1) Semi Socialized Children, yaitu kelompok anak yang masih dapat
melakukan hubungan sosial yang terbatas pada kelompok tertentu.
2) Socialized Primitive Children, yaitu anak yang dalam perkembangan
sikap-sikap sosialnya sangat rendah yang disebabkan tidak adanya
bimbingan dari kedua orang tua pada masa kecil.
3) Unsocialized Children, yaitu kelompok anak-anak yang mengalami
hambatan dalam perkembangan dan penyesuaian sosial yang sangat
berat.
b. Emotionally Disturbed Children
Yaitu kelompok anak-anak yang terganggu perkembangan emosinya.
Kelompok ini menunjukkan adanya ketegangan batin, menunjukkan
kecemasan, penderita neorotis atau bertingkah laku psikotis. Menurut
berat ringannya gangguan perilakunya, kelompok ini dapat dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu:
1) Gangguan jiwa psikotik, yaitu tipe yang terberat yang sakit jiwanya.
2) Gangguan psikoneurotik, yaitu kelompok yang terganggu jiwanya,
jadi lebih ringan dari psikotik.
3) Gangguan psikosomatis, yaitu kelompok anak-anak yang terganggu
emosi sebagai akibat adanya tekanan mental, gangguan fungsi
reinforcement dan faktor-faktor lain.
3. Karakteristik Anak Tunalaras
Karakteristik lebih rinci dijelaskan Wardani, dkk (2007: 31-32) bahwa
karakteristik anak dengan gangguan perilaku, emosional, dan social
(Tunalaras) menjadi tiga aspek antara lain:
a. Karakteristik Akademik
Gangguan perilaku anak dengan gangguan perilaku, emosional, dan
sosial berimplikasi pada hambatan pencapaian hasil belajar dibawah rata-
rata anak usia yang sama. Anak dengan gangguan perilaku, emosional,
dan sosial memiliki kecenderungan malas untuk belajar serta ingin
melakukan sesuatu sesuai keinginannya.
b. Karakteristik Sosial dan Emosional
Karakteristik sosial anak tunalaras dipengaruhi karakteristik
emosional. Karakter sosial biasanya ditandai dengan menimbulkan
gangguan bagi orang lain, dengan ciri-ciri perilaku tidak terima oleh
lingkungannya dan biasanya melanggar norma di keluarga, sekolah,
teman sebaya, dan masyarakat. Karakter emosional ditandai agresifitas
yang menimbulkan gangguan terhadap temannya.
c. Karakteristik Fisik dan Kesehatan
Karakteristik fisik dan kesehatan tidak jauh berbeda dengan anak
pada umumnya, namun apabila sisi agresivitas anak tinggi berdampak
pada pola kesehatan gangguan makan, gangguan tidur, serta
kecenderungan jorok (tidak memperhatikan kesehatan).
4. Penyebab Anak Tunalaras
Sebab-sebab anak menjadi tunalaras secara garis besarnya dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok (Rusli Ibrahim, 2005:48),
diantaranya:
a. Faktor Psychologis
Gangguan tingkah laku yang disebabkan terganggunya faktor
psycologis. Terganggunya faktor psycologis biasanya diwujudkan dalam
bentuk tingkah laku yang menyimpang, seperti: abnormal fixation,
agresif, regresif, resignation, dan concept of discrepancy.
b. Faktor Psychososial
Gangguan tingkah laku yang tidak hanya disebabkan oleh adanya
frustrasi, melainkan juga ada pengaruh dari faktor lain, seperti
pengalaman masa kecil yang tidak atau kurang menguntungkan
perkembangan anak.
c. Faktor Physiologis
Gangguan tingkah laku yang disebabkan terganggunya proses
aktivitas organ-organ tubuh, sehingga tidak atau kurang berfungsi
sebagaimana mestinya, seperti terganggu atau adanya kelainan pada otak,
hyper thyroid dan kelainan syaraf motoris.
5. Peran BK bagi Anak Tunalaras
Peran BK bagi anak tunalaras dengan menggunakan permainan tradisionl
berbasis neurosains learning sebagai pendidikan karakter bagi anak
tunalaras.
a. Permaianan tradisional
Berkontribusi efek terhadap pembentukan karakter dalam
pembelajaran melalui keterampilan gerak manipulatif dan lokomotor.
permainan tradisional diduga mampu untuk memberikan efek positif
terhadap peningkatan pendidikan karakter di sekolah.
b. Pendidikan karakter
Agboola dan Tsai (2012: 164) menjelaskan bahwa “USA
Departement of Education” memberi defenisi pendidikan karakter
sebagai proses pembelajaran yang eksplisit siswa dalam suatu
komunitas sekolah memahami, menerima, dan bertindak atas nilai-nilai
etika seperti menghargai orang lain, keadilan, kebijakan sipil dan
kewarganegaraan, dan tanggung jawab untuk diri dan orang lain.
Pendidikan karakter oleh borkowiz dan hoppe (2009: 132) yaitu upaya
yang disengaja untuk mempromosikan pengembangan karakter berfokus
pada nilai-nilai untuk mengurangi masalah prilaku dan meningkatkan
keterlibatan akademik di sekolah.
c. Optimalisasi aktivitas permainan tradisional berbasis Neurosains
Learning pada anak tuna laras.
Pembelajaran tersebut berbasis pendekatan neurosains learning
yang terjadi dominan dibelahan otak kiri peserta didik. Menurut Dale
H. Schunk (2012: 89), praktik pendidikan pendekatan neuro learning
diantaranya: pembelajaran berbasis permasalahan, simulasi dan
permainan peran, diskusi aktif, tampilan visual, dan iklim yang positif.
Domain kedua yaitu ranah gerak psikomotor melalui permainan
tradisional dan domain ketiga yaitu afektif melalui pendidikan
karakter. Berkaitan dengan hal tersebut, memunculkan pendekatan
pembelajaran phsycology learning (terjadi dibelahan otak kanan)
dimana secara masif aktifitas permainan tradisional terintegrasi dengan
aspek psikis melalui pendidikan karakter. Menurut Kemendikbud
(2016: 5), kurikulum 2013 memunculkan pendidikan karakter seperti:
religious, nasionalis, integritas, gotong royong, dan mandiri.
Pembelajaran anak pada umumnya menggunakan pendekatan
untuk psikomotorik dan afektif saja, namun anak dengan gangguan
perilaku, emosional, dan sosial sebaiknya disertai pendekatan neuro
learning. Hal tersebut diketahui bahwa kondisi anak dengan gangguan
perilaku, emosional, dan sosial memiliki gangguan pada neuron,
ditunjukan dengan adanya gangguan perilaku anak seperti munculnya
perilaku agresif, menentang, dan gangguan perilaku lainnya. Oleh
karena itu, pendidikan jasmani anak dengan gangguan perilaku,
emosional, dan sosial dapat terjadi optimalisasi apabila ada
implementasi pendekatan pembelajaran neuro learning melalui
permainan tradisonal memberikan respons terhadap stimulus pada
psikomotor sehingga ada perbaikan gerak anak dan afektif terhadap
perubahan perilaku dan emosional ke arah positif.
D
Daftar pustaka

Anda mungkin juga menyukai