Anda di halaman 1dari 18

KELOMPOK 4

BK ABK

LEARNERS WITH
EMOTIONAL OR
BEHAVIORAL DISORDERS
Table of Contents

01 Definisi EBD

02 privelensi

03 Faktor penyebab

04 Klasifikasi

05 Karakteristik EBD

06 Identifikasi EBD

07 Intervensi Pendidikan

08 intervensi bimbingan konseling


Definisi EBD
Anak dengan gangguan emosi dan perilaku adalah anak yang
mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku
tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan
kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga
merugikan dirinya maupun orang lain, dan karenanya memerlukan
pelayanan pendidikan khusus demi kesejahteraan dirinya maupun
lingkungannya.

Simptom gangguan emosi dan perilaku biasanya dibagi menjadi dua


macam, yaitu externalizing behavior dan internalizing behavior.

Heward dan Orlansky 2006, mengatakan seseorang dikatakan mengalami


gangguan perilaku apabila memiliki satu atau lebih dari lima karakteristik
berikut dalam kurun waktu yang lama, yaitu:
1. ketidakmampuan untuk belajar yang bukan disebabkan oleh faktor
intelektualitas, alat indra maupun kesehatan.
2. ketidakmampuan untuk membangun atau memelihara kepuasan dalam
menjalin hubungan dengan teman sebaya dan pendidik.
3. tipe perilaku yang tidak sesuai atau perasaan yang di bawah keadaan
normal.
4. mudah terbawa suasana hati emosi labil, ketidakbahagiaan, atau depresi.
5. kecenderungan untuk mengembangkan simtom-simtom fisik atau
ketakutan-ketakutan yang diasosiasikan dengan permasalahan-
permasalahan pribadi atau sekolah.
Prevalensi EBD
Prevalensi masalah emosi dan perilaku pada anak-anak diperkirakan
sebanyak 20% di seluruh dunia. Penelitian yang telah dilakukan pada
tahun 2010 di Poliklinik Jiwa Anak dan Remaja Rumah Sakit dr. Cipto
Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, terdapat 54,8 % anak-anak yang
menderita gangguan dengan teman sebaya, 42,2% gangguan
emosional kemudian 38,1% anak yang menderita gangguan
hiperaktifitas, dan sebanyak 38,5% gangguan perilaku.

Hasil survei Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan yang


dilakukan pada 696 anak Sekolah Dasar dari empat provinsi di
Indonesia yang nilai rata-rata raportnya memiliki nilai kurang dari 6.0
dinyatakan 33% dari anak-anak tersebut mengalami gangguan
emosi dan perilaku.

Terdapat beberapa kuesioner yang digunakan untuk mendeteksi


gangguan emosi seperti Strength and Difficulties Questionnaire,
Rutter Questionnaire, dan Health of the Nation Outcome Scales for
Children and Adolescents (HoNOSCA) skoring. Berdasarkan
kuesioner-kuesioner tersebut, Strength and Difficulties Questionnaire
(SDQ) telah di terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan telah
dilakukan validasi di Indonesia sehingga lebih mudah dimengerti dan
lebih mudah untuk dilakukan. SDQ adalah kuesioner singkat yang
terdiri dari 25 item yang meliputi lima subskala yaitu masalah
emosional, masalah perilaku, hiperaktif-inatensi, dan masalah
dengan teman sebaya serta perilaku prososial.

perbandingan anak laki-laki:perempuan


yang menderita EBD adalah 5:1 atau lebih
Faktor penyebab EBD
A Faktor Kondisi atau Keadaan Fisik

Beberapa ahli yakin bahwa disfungsi kelenjar endokrin dapat mempengaruhi timbulnya
gangguan perilaku atau dengan kata lain kelenjar endokrin berpengaruh terhadap respon
seseorang. Bahkan dari hasil penelitiannya, Gunzburg (Simanjuntak, 1947) menyimp ulkan
bahwa kelenjar kelenjar endokrin merupakan salah satu penyebab timbulnya kejahatan.
endokrin ini mengeluarkan hormon yang memengaruhi tenaga seseorang. Bila terus menerus
mengalami gangguan, maka dapat mengakibatkan terganggunya perkembangan fisik dan
mental seseorang sehingga berpengaruh terhadap perkembangan wataknya.

Kondisi fisik ini dapat pula berupa gangguan atau gangguan baik tubuh maupun sensoris yang
dapat memengaruhi perilaku seseorang. Kecacatan yang dialami seseorang mengakibatkan
timbulnya keterbatasan dalam memenuhi kebutuhannya baik berupa kebutuhan fisik-biologis
maupun kebutuhan psikisnya.

b. Faktor Masalah Perkembangan

Erikson (Singgih D. Gunarsa, 1985: 107) menyatakan bahwa setiap memasuki fase
perkembangan baru, individu dihadapkan pada berbagai tantangan atau krisis emosi.
Anak biasanya dapat mengatasi krisis emosi ini jika pada dirinya tumbuh kemampuan
baru yang berasal dari adanya proses perkembangan yang menyertai perkembangan.
ego anak dapat mengatasi krisis ini, keegoan yang matang akan terjadi, sehingga individu
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan masyarakatnya.

Adapun ciri yang menonjol dari masa krisis individu adalah sikap dan keras kepala.
Ketertarikan ini disebabkan karena anak sedang dalam proses menemukan jati dirinya.
Anak merasa tidak puas dengan otoritas lingkungan, sehingga timbul gejolak emosi yang
meledak-ledak seperti marah, menegang, memberontak, dan keras kepala.

c. Faktor Lingkungan Keluarga

Lingkungan keluarga yang tidak mampu memberikan dasar perasaan dan dasar untuk
perkembangan sosial dapat menjadikan anak GETL. Dalam hal ini, ada banyak aspek
keluarga yang menyebabkan faktor terjadinya anak GETL, seperti kasih sayang,
keharmonisan keluarga, dan ekonomi keluarga.
Kurangnya kasih sayang yang diterima dapat mengakibatkan anak mencari kasih sayang
dan perhatian di luar rumah. Dalam kasus lain, anak mugkin saja tidak mencari kasih
sayang di luar rumah, tetapi anak dengan sengaja melakukan tindakan yang tidak sesuai
norma untuk menarik perhatian lingkungan keluarganya.
Faktor penyebab
d. Faktor Lingkungan Sekolah

Selain sebagai tempat pendidikan, tidak jarang sekolah menjadi tempat


penyebab timbulnya gangguan tingkah laku dan emosi pada anak. Hal ini
seperti yang dikemukakan Sofyan Willis (1978) bahwa dalam rangka
pembinaan anak didik kea rah kedewasaan, kadang-kadang sekolah juga
menjadi penyebab timbulnya kenakalan remaja.

e. Faktor Lingkungan Masyarakat

Bandura (Kirk dan Gallagher, 1986) menyatakan bahwa salah satu hal
yang muncul merupakan pola perilaku anak dalam lingkungan sosial
adalah keteladanan, yaitu meniru perilaku orang lain. Di samping hal-hal
positif, di lingkungan masyarakat juga terdapat banyak sumber yang
merupakan pengaruh negatif yang dapat memicu munculnya perilaku
menyimpang. Hal ini dapat terjadi lebih tinggi lagi di kota-kota besar yang
mana di dalamnya tersedia berbagai fasilitas tontonan dan hiburan yang
kurang tersaring oleh budaya lokal.

Masuknya pengaruh budaya asing yang kurang sesuai dengan tradisi


yang dianut masyarakat yang diterima begitu saja oleh kalangan remaja
dapat menimbulkan konflik yang bersifat negatif. Di satu piahk para remaja
menganggap kebudayaan asih tersebut benar, sementara di pihak lain
masyarakat masih memegang norma-norma yang bersumber pada adat
istiadat dan agama.
Klasifikasi EBD
Secara umum geris besar anak GETL dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu
anak dengan gangguan emosi dan anak dengan gangguan tingkah laku.
Tiap kelompok anak tersebut dibagi lagi sesuai dengan tingkat berat
ringannya derajat gangguan dan hambatan anak.

Sehubungan dengan dua kelompok di atas, William M. Cruickshank


(1975:567) mengemukakan bahwa anak dengan gangguan perilaku dapat
diklasifikasikan ke dalam kategori berikut:

1. Anak Semi Sosialisasi


Anak kelompook ini adalah anak yang dapat mengadakan hubungan
sosial, tetapi terbatas pada lingkungan tertentu, misalnya keluarga dan
kelompoknya.

2. Anak ditangkap pada tingkat sosialisasi primitif.


Anak pada kelompok ini dalam perkembangan sosialnya berhenti pada
tingkat atau tingkat yang lebih rendah. Mereka adalah anak yang tidak
pernah mendapat bimbingan ke arah sikap dan terlantar dari pendidikan,
sehingga ia melakukan apa saja yang berhubungan dengan sosialnya

3. Anak-anak dengan kapasitas sosialisasi minimal


Anak kelompok ini tidak memiliki kemampuan sama sekali untuk belajar
sikap-sikap sosial. Ini disebabkan oleh pembawaan atau kelainan atau
anak tidak pernah mengenal hubungan kasih, sehinga anak pada
golongan ini sering kali apatis dan egois.
.
Klasifikasi EBD
4. Perilaku Neurotik (perilaku neurotik)

Anak dalam klasifikasi ini masih bisa bergaul dengan orang lain, tetapi mereka
memiliki permasalahan pribadi yang tidak mampu diselesaikan. Anak klasifikasi ini
sering dan mudah dihinggapi perasaan hati, perasaan marah, cemas, agresif dan
agresif, serta rasa bersalah. Selain itu, kerap kali mereka juga melakukan tindakan
lain seperti mencuri dan bermusuhan. Anak pada klasifikasi ini dapat dibantu oleh
terapis seorang konselor.
Keadaan neuritik ini biasanya disebabkan oleh kondisi atau sikap keluarga yang
menolak atau terlalu memanjakan anak. Di samping itu, keadaan ini juga mungkin
dipengaruhi pola pendidikan yang salah atau adanya kesulitan belajar yang berat.

5. Anak dengan Proses Psikotik

Anak GETL pada klasifikasi ini mengalami gangguan yang paling berat sehingga
memerlukan penanganan yang lebih khusus. Mereka sudah menyimpang dari
kehidupan pada umumnya. Anak pada klasifikasi ini umumnya tidak memiliki
kesadaran diri serta tidak memiliki identitas. Ketidaksadaran diri pada anak GETL
disebabkan oleh gangguan pada sistem saraf sebagai akibat dari keracunan,
misalnya karena minuman keras dan obat-obatan. Oleh karena itu upaya
penanggulangan lebih sulit karena anak tidak dapat berkomunikasi, sehingga
pendidikan harus disesuaikan dengan kemajuan terapi dan dilakukan pada
setiap kesempatan yang memungkinkan.
Karakteristik EBD
•Heward & Orlansky (1988) dalam Sunardi (1996)
mengatakan seseorang dikatakan mengalami
gangguan perilaku apabila memiliki satu atau lebih
dari lima karakteristik berikut dalam kurun waktu
yang lama, yaitu:

1. ketidakmampuan untuk belajar yang bukan disebabkan


oleh faktor intelektualitas, alat indra maupun kesehatan.

2. ketidakmampuan untuk membangun atau memelihara


kepuasan dalam menjalin hubungan dengan teman
sebaya dan pendidik.

3. tipe perilaku yang tidak sesuai atau perasaan yang di


bawah keadaan normal.

4. mudah terbawa suasana hati (emosi labil),


ketidakbahagiaan, atau depresi.

5. kecenderungan untuk mengembangkan simtom-simtom


fisik atau ketakutan-ketakutan yang diasosiasikan dengan
permasalahan-permasalahan pribadi atau sekolah.

• (Hallahan dan Kauffman, 1988). ciri-ciri perilaku anak


dengan gangguan emosi dan perilaku yaitu:

1. Bersikap membangkang.
2. Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah
marah.
3. Sering melakukan tindakan agresif, merusak,
mengganggu.
4. Sering bertindak melanggar norma sosial/norma
susila/hukum.
Identifikasi EBD
Identifikasi anak dengan gangguan emosi dan perilaku idealnya
seawal mungkin, yakni pada tahun pertama anak di sekolah. Hal itu
dilakukan agar segera ditemukan karakteristik khusus anak dan
metode pendidikan yang tepat, sehingga akan dapat mengatasi
hambatan belajar dan memaksimalkan potensinya (Nancy H Fallen &
Warren Umansky, 1989).

1. Menghimpun data kondisi seluruh siswa di kelas (berdasar gejala


yang nampak pada siswa) dengan menggunakan instrumen identifikasi.

2. Menganalisis data dan mengklasifikasi anak untuk menemukan anak


yang tergolong anak dengan gangguan emosi dan perilaku dan
mencatat temuan berdasarkan gejala emosi dan perilaku, kemudian
memisahkannya dengan siswa biasa.

3. Mengadakan pertemuan konsultasi dengan kepala sekolah untuk


saran-saran penyelesaian dan tindak lanjut.

4. Menyelenggarakan pertemuan kasus (case conference) mengenai


temuan identifikasi untuk mendapat tanggapan mengenai langkah-
langkah setelah proses ini. Pertemuan ini dikoordinasikan oleh Kepala
Sekolah dan melibatkan dewan guru, orang tua siswa, tenaga
profesional yang terkait, dan guru pendamping khusus.
cara mendeteksi dan
mengidentifikasi secara dini
5. Menyusun laporan hasil pertemuan kasus secara psikotes
Lengkap dengan perencanaan program sosiometri
untuk anak yang teridentifikasi. membandingkan dengan tingkah
laku anak pada umumnya
memeriksa ke klinik atau ahli
Intervensi pendidikan

1 Pendidikan segrasi

Layanan ini merupakan  layanan yang terpisah dengan pendidikan anak yang normal.
Dalam melakukan layanan ini,  guru Bk memisah anak penyandang disabilitas dengan
anak umum. Hal ini karena dapat  merugikan anak yang tidak memiliki gangguan emosi
dan perilaku. Selain itu anakberkebutuhan khusus dengan gangguan emosi dan perilaku
adalah kenalan yang cukup berat  sehingga haris dipisah dengan anak normal. Dalam
layanan ini terdapat empat bentuk yaitu  yang pertama sekolah luar biasa, sekolah luar
biasa tuna laras, yang ketiga sekolah dasar luar  biasa, sekolah ini diselenggarakan oleh
peremrintah dengan tenaga pendidik kepala sekolah,  guru olahraga, guru agama, dan
guru anak berkebutuhan khusus. Selain adanya tenaga  pendidik dalam SDLE ini juga
terdapat dokter yang membantu anak sesuai dengan kekhususannya.
bagi Anak dengan gangguan emosi dan perilaku yang perlu dipisah belajarnya
dengan anak yang lain karena kenakalannya cukup berat atau merugikan anak
sebayanya. Sistem pengajarannya lebih mengarah ke sistem individualisasi. Sekolah
Luar Biasa Berasrama (SLB-E) merupakan bentuk sekolah luar biasa yang dilengkapi
dengan fasilitas asrama sehingga anak dengan gangguan emosi dan perilaku akan
tinggal diasrama. Pada SLB berasrama, terdapat kesinambungan program pembelajaran
antara yang ada di sekolah dengan di asrama, sehingga asrama merupakan tempat
pembinaan setelah anak di sekolah. Selain itu, SLB berasrama merupakan pilihan
sekolah yang sesuai bagi anak dengan gangguan emosi dan perilaku yang berasal dari
luar daerah karena mereka terbatas fasilitas antar jemput.

2 Pendidikan terpadu dan integrasi

Layanan ini merupakan pemberian kesempatan kepada anak penyandang


disabilitas untuk melakukan pembelajaran bersama dengan anak normal.
Layanan ini dihatapkan agar anak berkebutuhan khusus dengan gangguan emosi
dan perilaku dapat merasakan suasana terpadu dengan anak normal. Dalam
sekolah ini anak berkebutuhan khusus hanya sebesar 10% dari anak umum. 
Dalam melakukan pembelajaran dalam kelas terdapat guru pembimbing yang
bertujuan untuk anak melakukan konsultasi. Kelas dalam layanan ini terbagi
menjadi tiga kelas, kelas pertama yaitu kelas biasa, kelas kedua adalah kelas
biasa yang mana terdapat ruang bimbingan khusus, dan yang ketiga yaitu kelas
khusus.

pn
Intervensi pendidikan
Pada kelas biasa anak berkebutuhan khusus dengan gangguan emosi dan
perilaku belajar di kelas biasa secara penuh dengan menggunakan kurikulum biasa.
Oleh karena itu sangat diharapkan adanya pelayanan dan bantuan guru kelas atau
guru bidang studi semaksimal mungkin dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk
khusus dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas biasa.

kelas biasa dengan ruang bimbingan khusus, anak berkebutuhan khusus dengan
gangguan emosi dan perilaku belajar di kelas biasa menggunakan kurikulum biasa
serta mengikuti pelayanan khusus untuk mata pelajaran tertentu yang tidak dapat
diikuti bersama dengan anak normal. Pelayanan khusus tersebut diberikan di ruang
bimbingan khusus oleh guru pembimbing khusus (GPK), dengan menggunakan
pendekatan individu dan metode peragaan yang sesuai. Untuk keperluan tersebut, di
ruang bimbingan khusus dilengkapi dengan peralatan khusus untuk memberikan
latihan dan bimbingan khusus. Keterpaduan pada tingkat ini sering disebut juga
keterpaduan sebagian.

3 Pendidikan inklusif

Layanan  ini merupakan layanan yang tepat untuk digunakan oleh anak penyandang
disabilitas dengan gangguan emosi dan perilaku. Pendidikan inklusif ini merupakan pendidikan
yang  tidak memandang siswa bermasalah maupun tidak dalam bidang akademik maupun non 
akademik. Jadi dapat dikatakan bahwa pendidikan inklusif ini merupakan pendidikan yang 
dilakukan bersama dengan anak-anak normal. Pendidikan ini banyak disarankan banyak  orang
karena pendidikan ini menghindari dari aspek negatif dan balance. Pendidikan  inklusif ini
memiliki ciri sekolah yang ramah atau welcoming school, karena anak  berkebutuhan khusus
mempunyai hak untuk merasa nyaman dan aman. Selain itu sekolah  ramah ini juga bertujuan
untuk mengembangkan anak, menentukan pilihan, berkomunikasi dengan orang, menjadi bagian
dari komunitas, bertahan hidup dalam dunia yang terus  berubah, menghadapi transisi dan
memberikan kontribusi yang mempunyai nilai

Dalam konteks pendidikan anak berkebutuhan khusus dengan gangguan emosi


dan perilaku, checks dan balances sangat berarti. Peran sekolah sebagai penyedia
layanan pendidikan akan terbantu dengan kerjasama yang baik dari orangtua siswa
sebagai guru sekaligus diagnostician gangguan emosi dan perilaku anak di rumah,
komite sekolah yang juga dapat berperan dalam advokasi atas berbagai resiko
gangguan emosi dan perilaku yang ditimbulkan anak, dan ahli psikiatri serta
psikolog sebagai penentu dan pemberi treatmen klinis gangguan emosi dan
perilaku.
pn
Intervensi BK
Layanan komprehensif
1 Layanan responsif
Layanan responsif adalah pemberian
layanan bantuan kepada konseling yang
sedang mengalami masalah ataupun dalam
keadaan yang membutuhkan bantuan atau
pertolongan dengan segera, karena jika
tidak dibantu akan mengalami kesulitan
dalam proses pencapaian tugas
perkembanganya.
Layanan konseling individu di terhadap anak dengan gangguan emosi dan perilaku
adalah membantu siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya yaitu
ketunaannya di sini konselor atau guru membantu konseli atau siswa untuk merubah
cara pandang siswa agar siswa mampu beraktifitas seperti anak normal pada
umumnya dan siswa tidak pesimis atau minder dengan ketunaan yang ada dalam diri
siswa. Lalu juga ada konseling keluarga agar baik orangtua dan peserta didik tersebut
sama sama dapat menerima,mengontrol emosi sehingga dapat tumbuh dan
berkembang lagi.

2 Layanan dukungan sistem


Internalisasi layanan bk untuk anak dengan gangguan emosi dan perilaku dalam
dukungan sistem misalnya penelitian guru BK tentang penerapan hubungan
pribadi sosial yang baik di lingkungan sekolah atau melalui kegiatan parenting
dengan tema ‘cara menghadapi anak dengan gangguan emosi dan perilaku”.
Kemudian bentuk dukungan sistem yang lainnya adalah adanya kolaborasi antara
guru BK dengan ahli atau orang tua ABK yang dapat menjadi contoh teladan bagi
orang tua lainnya.

3 Layanan dasar
Layanan dasar diberikan apada anak yang mengalami gangguan emosi
dan perilaku tersebut haruslah dengan cara yang sesuai dengan
klasifikasinya sehingga anak EBD ini mampu membiasakan dan menerima
serta mengontrol perilaku dan emosinya agar tidak terlalu parah layanan ini
meliputi bimbingan kelas, layanan orientasi, layanan informasi, layanan
bimbingan kelompok dan aplikasi instrumen.
Intervensi BK
Layanan komprehensif

4 Perencanaan individual
Layanan Perencanaan individual adalah
layanan bantuan yang diberikan kepada
semua peserta didik agar mampu membuat
dan melaksanakan perencanaan masa
depannya, berdasarkan pemahaman akan
kekuatan dan kelemahan dirinya.hal ini
dapat dikomunikasikan juga pada orang tua
untuk mengetahui bakat minta anak
tersebut untukmenjutkan ke jenjang
selajutnya.

Melalui 4 bidang layanan


1 Pribadi
Salah satu layanan yang memberikan tantangan dan pelatihan terhadap anak
berkebutuhan khusus terhadap lingkungan dan pribadinya. Salah satu layanan yang
memberikan tantangan dan pelatihan terhadap anak berkebutuhan khusus terhadap
lingkungan dan pribadinya. Layanan pribadi digunakan untuk membantu memantapkan
• Mengenali peserta didik, karakteristik, potensi, dan kekurangannya.
• Mendengar aktif dan hadir sepenuhnya saat peserta didik berbicara.
• Memberikan dukungan kepada peserta didik dalam mengembangkan potensi untuk
mencapai kesuksesan dalam kehidupannya.

2 Sosial
Membantu peserta didik memahami lingkungannya dan dapat melakukan interaksi
sosial secara positif terampil berinteraksi sosial,mampu mengatasi masalah-masalah
sosial yang dialaminya, mampu menyesuaikan diri dan memiliki keserasian hubungan
dengan lingkungan sosialny• Mengenal karakteristik, latar belakang sosial budaya.
• Membantu mengatasi konflik dengan orang lain.
• Mendorong peserta didik untuk bekerja sama dengan orang lain secara bertanggung
jawab dan berinteraksi sosial yang efektif
Intervensi BK
03 Layanan belajar
yaitu pemberian layanan yang membimbing anak dalam hal-
hal yang berbau akademik. Meskipun ABK hidup dengan segala
keterbatasannya, namun kebutuhn akademik bagi ABK adalah
mutlak perlunya. Layanan ini dapat berupa memberikan
fasilitas sekolah, kursus singkat, les private untk membantu
proses pembelajaran dan pengembangan intelegensi, dan
aktivitas akademik lainnya. Untuk anak dengan gangguan
emosi dan perilaku maka materi dapat diberikan dengan
berorientasi pada penerapan kehidupan sehari hari.

04 Layanan bimbingan karir

yaitu bimbingan untuk membantu individu dalam


perencanaan. Aktivitas ini dapat berupa perencanaan jangka
panjang ataupun jangka pendek, perencanaan dapat juga
ringan atau menantang. Dari sini, konseli diminta untuk
mengembangkan dan menyelesaikan masalah-masalah
karier, seperti pemahaman terhadap tugas-tugas kerja.
LETS'S WATCH VIDEO
DAFTAR PUSTAKA
Widiastuti.(2020). indonesian Journal of Educational Research and
Review: Layanan pendidikan Anak berkebutuhan khusus dengan
ganguan emosi dan perilaku.3(2).6-9.

Mahabbati A.(2006).jurnal pendidikan khusus: identifikasi anak dengan


gangguan emosi dan perilaku di sekolah dasar.2(2).1-14.

sari nila,dkk.(2021).LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING ANAK


BERKEBUTUHAN KHUSUS SEBAGAI UPAYA PREVENTIF TERHADAP
PENYIMPANGAN PERILAKU PADA SISWA.

sari,luh, ardani Iga.(2015).PREVALENSI MASALAH EMOSI DAN


PRILAKU PADA ANAK PRASEKOLAH DI DUSUN PANDE,KECAMATAN
DENPASAR TIMUR.

https://fatinahmunir.blogspot.com/2012/08/faktor-penyebab-gangguan-
emosi-dan.html?m=1

https://fatinahmunir.blogspot.com/2012/08/klasifikasi-anak-dengan-
gangguan-emosi.html?m=1
KELOMPOK 4

ferry Andrian Nadya Permata. S

Riski Nopa R Mutiara Dewi

Nyimas Aisyah. S
pn

Anda mungkin juga menyukai