Anda di halaman 1dari 14

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN PENGETAHUAN DENGAN MEKANISME

KOPING ORANG TUA MENGHADAPI TEMPER TANTRUM

Silfina Vivin1, Elisabeth Isti Daryati2


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus, Jakarta
Email: elisabethdaryati@gmail.com

ABSTRAK
Temper tantrum adalah luapan emosi tidak terkontrol yang normal dialami oleh anak usia 1
sampai 3 tahun. Temper tantrum ini merupakan salah satu masalah tugas perkembangan anak
toddler yang harus dilalui. Banyak orang tua menunjukkan rasa marah bahkan memukul anak
atau memenuhi keinginan anak saat anak menunjukkan perilaku tersebut. Orang tua sebaiknya
memiliki mekanisme koping yang adaptif untuk menghadapi perilaku tersebut. Tujuan
penelitian untuk mengetahui hubungan karakteristik dan pengetahuan dengan mekanisme
koping orang tua dalam menghadapi temper tantrum pada toddler di Desa Maju Karya
Kalimantan Barat. Penelitian menggunakan desain deskriptif korelatif dengan pendekatan
cross sectional. Sampel diambil secara menyeluruh sejumlah 62 orang tua yang memiliki
anak usia 1-3 tahun. Pengumpulan data menggunakan kuisioner. Berdasarkan hasil uji
kendal’s tau b menunjukan ada hubungan bermakna antara karakteristik usia (p=0,013),
pendidikan (p=0,039), dan pengetahuan orang tua (p=0,000) dengan mekanisme koping
orang tua. Hasil uji chi-square menunjukan ada hubungan bermakna antara karakteristik jenis
kelamin orang tua dengan mekanisme koping (p=0,025) orang tua. Setiap orang tua dengan
anak toddler perlu mengembangkan mekanisme koping adaptif dalam menghadapi masalah
temper tantrum yang wajar dialami anak. Harapannya tenaga kesehatan dapat memberikan
edukasi strategi penanganan temper tantrum yang tepat.

Kata kunci: Pengetahuan, Mekanisme Koping Orang Tua, Temper Tantrum, Toddler.

THE RELATIONSHIP BETWEEN CHARACTERISTIC AND KNOWLEDGE WITH


COPING MECHANISM OF PARENTS ON FACING TEMPER TANTRUMS

ABSTRACT
Temper tantrums are out of control emotion behavior in 1 to 3 years old children. Its one of
normally task developmental for toddler. Many parents shown angry and even of hitting or
complying with children’s need. Parents need to have adaptive coping mechanism to face

Carolus Journal of Nursing, Vol 3 No 1, 2020 | 1


their behavior. The purposes of research are known relation of parent’s charactheristic and
knowledge with coping mechanism on facing toddler’s temper tantrums in Maju Karya
village, West Kalimantan. Descriptive correlation research with cross sectional design was
used. The study was used total sampling method with 62 parents who have 1 to 3 years old
children as responden. Data collected with questionnares. The analysis data was used
Kendal’s Tau B and Chi square test. The result shown that there is relationship between age
(p 0,013), education level (p 0,039), sex (p 0,025) and knowledge (p 0,000) of parents with
coping mechanism on facing toddler’s temper tantrums. Parents need to build adaptive
coping mechanism on facing toddler’s temper tantrums as normal developmental phase. The
suggestion for health care team to educate parents about temper tantrums .

Keywords: Knowledge; Parents Coping Mechanism; Temper Tantrums; Toddler

PENDAHULUAN
Anak toddler, bagi masyarakat, lebih dikenal sebagai anak batita atau anak dibawah 3
tahun. Anak ini memiliki karakter suka mengeksplorasi lingkungan sekitar. Pada
perkembangan usia ini terlihat kemandirian anak melakukan tugas rumah sederhana,
mencorat-coret secara spontan, memahami perintah sederhana, meniru pekerjaan orang lain,
menuturkan cerita-cerita sederhana dari hasil imajinasinya (Wong, 2009; Soetjiningsih, 2012).
Di sisi lain, terdapat masalah tugas perkembangan yang lazim dialami oleh anak toddler,
salah satunya yaitu temper tantrum.
Temper tantrum adalah perilaku kemarahan dan frustasi yang ekstrim seperti
kehilangan kendali. Anak memperlihatkan perilaku menangis, berteriak dan gerakan tubuh
yang kasar atau agresif seperti membuang barang, berguling dilantai, membenturkan kepala,
menghentakkan kaki ke lantai, menendang dan memukul dan perilaku kekerasn lainnya
termasuk menahan nafas, muntah dan mengigit (Tandry, 2010; Marcdante & Kliegman,
2015). Perilaku tantrum ini ditampilkan anak karena keterbatasan anak dalam
mengungkapkan perasaaan dan perbendaharaan kata yang minim.
Perilaku tantrum ini umum terjadi pada hampir 50-80% anak usia 2-3 tahun. Tantrum
terjadi paling sedikit sekali sehari pada kira-kira 20% anak usia 2 tahun dan 10% pada anak
usia 4 tahun. Perilaku tantrum sedang hingga berat dengan frekuensi perilaku tantrum 3
hingga 5 kali dalam sehari dilaporkan 5% terjadi pada anak yang berusia 3 tahun (Damantila,
2014). Sekitar 5% anak usia pra sekolah masih menunjukkan perilaku ini (Marcdante &
Kliegman, 2015). Oleh karena perilaku tantrum ini merupakan masalah perkembangan yang
normal dialami toddler, orang tua perlu menanggapi secara adaptif untuk membantu anak
memahami dan melewati masa ini. Pengetahuan dan mekanisme koping orang tua terhadap

Carolus Journal of Nursing, Vol 3 No 1, 2020 | 2


tugas tahap pertumbuhan dan perkembangan anak toddler yang benar dapat membantu
mengatasi masalah perilaku tantrum ini.
Berdasarkan identifikasi awal peneliti, dibantu oleh kader, kejadian temper tantrum
banyak dialami anak toddler di desa Maju Karya, Kalimantan Barat. Ketika anak merasa
benda miliknya diambil secara paksa oleh temannya dan keinginannya tidak dipenuhi oleh
orang tua, anak cenderung mengamuk dengan cara memukul, berteriak-teriak, menangis,
melempar barang-barang yang ada di sekitar dan berguling-guling di lantai. Para orang tua
memberikan tanggapan yang beragam terhadap perilaku anak tersebut. Respon orang tua
terhadap perilaku anak tersebut antara lain menasehati anak, membiarkan anak berteriak,
menangis, berguling-guling di lantai. Orang tua tidak jarang juga memberikan hukuman fisik
seperti mencubit, memukul, menjewer dan membentak anak. Orang tua beranggapan bahwa
perilaku yang ditunjukan oleh anak merupakan sikap yang tidak wajar, jika dibiarkan akan
membahayakan dan membuat stres. Masih banyak orang tua yang belum mampu menangani
perilaku anak tersebut secara positif. Strategi positif yang dilakukan oleh orang tua dalam
menghadapi perilaku pada awal anak berperilaku tantrum (19,4%) dan selama anak
berperilaku tantrum (50,3%) (Syamsudin, 2010).
Pengetahuan orang tua tentang tanda dan perilaku temper tantrum serta penanganan
yang tepat akan memberikan persepsi positif terhadap perkembangan anak (Agustin, 2008).
Pemahaman orang tua tersebut dapat membangun strategi dalam menghadapi tantrum anak.
Orang tua perlu membentuk mekanisme koping adaptif seperti bersikap tenang, memastikan
lingkungan aman, membuat perjanjian terlebih dahulu ketika mengajak anak jalan-jalan, tidak
menuruti keinginan anak ketika perilaku tantrum berlangsung, mengevaluasi perilaku tantrum
dan mendiskusikan bagaimana cara untuk mengendalikan kemarahan yang dialami oleh anak
(Stuart dan Laraia, 2009). Suasana hati orang tua dapat berpengaruh pada kemarahan dan
keparahan perilaku tantrum anak (Whalley dan Hyland, 2013). Usaha orang tua untuk
mengendalikan perasaan terhadap perilaku tantrum anak yang menyebabkan stres inilah yang
perlu terus ditingkatkan. Pemahaman akan perkembangan anak yang baik diharapkan
membentuk mekanisme koping orang tua yang adaptif terhadap perilaku temper tantrum pada
anak usia toddler.
Dalam penelitian ini, peneliti mencari tahu adanya hubungan karakteristik dan
pengetahuan orang tua dengan mekanisme koping orang tua dalam menghadapi perilaku
temper tantrum pada anak usia toddler (1-3 tahun).

Carolus Journal of Nursing, Vol 3 No 1, 2020 | 3


METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain deskriptif korelatif.
Populasi dalam penelitian ini sebanyak 62 orang tua yang mempunyai anak toddler dengan
temper tantrum pada usia 1-3 tahun di Desa Maju Karya Kalimantan Barat. Cara pengambilan
sampel yang digunakan dengan total sampling. Penelitian dilakukan pada bulan Januari-
Februari 2017 dengan cara menyebarkan kuisioner berisi 29 item pernyataan pengetahuan (r
tabel 0,25; α 0,96) dan 16 item pernyataan mekanisme koping (r tabel 0,37; α 0,77).
Pengolahan data menggunakan SPSS dengan uji chi square dan Kendal tau b. Pengumpulan
data ini telah mendapatkan persetujuan dari kepala desa setempat dan seluruh responden yang
berpartisipasi dalam penelitian ini. Dalam penyebaran kuisioner ini, peneliti mengunjungi
rumah responden dengan didampingi oleh kader maupun tokoh masyarakat di desa tersebut.

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran karakteristik responden, pengetahuan dan mekanisme koping

Tabel 1. Sebaran karakteristik, pengetahuan dan mekanisme koping orang tua yang
memiliki anak usia toddler berperilaku temper tantrum
Variabel Frekuesnsi (n) Presentase (%)
Usia
< 20 tahun 25 40,3
20-35 tahun 37 59,7
Jenis Kelamin
Perempuan 53 85,5
Laki-laki 9 14,5
Pendidikan
Rendah 16 25,8
Tinggi 46 74,2
Pengetahuan
Kurang baik 20 32,3
Baik 42 67,7
Mekanisme Koping
Maladaptif 21 33,9
Adaptif 41 66,1

Berdasarkan tabel 1 diatas, diperoleh gambaran responden berdasarkan usia, jenis


kelamin, pendidikan, pengetahuan tentang perilaku temper tantrum dan mekanisme koping

Carolus Journal of Nursing, Vol 3 No 1, 2020 | 4


orang tua. Pada karakteristik usia, 25 orang tua (40,3%) berusia kurang dari 20 tahun dan 37
orang tua (59,7%) berusia 20 sampai 35 tahun. Beberapa masyarakat desa ini sudah menikah
mulai dari usia 18 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut mereka telah memiliki
pekerjaan dan penghasilan yaitu sebagai buruh di perusahaan kelapa sawit. Mereka
menganggap bahwa ketika sudah memiliki pekerjaan dan penghasilan maka sudah layak
membina rumah tangga.
Pada karakteristik jenis kelamin, terdapat 53 orang tua (85,5%) perempuan dan 9
orang tua (14,5%) laki-laki. Tingginya jumlah responden orang tua berjenis kelamin
perempuan dibandingkan orang tua laki-laki disebabkan karena perempuan lebih cenderung di
rumah melakukan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. Peran sebagai ibu rumah tangga
memiliki banyak waktu bersama anak dan mudah ditemui. Sedangkan laki-laki berperan
sebagai kepala keluarga yang mayoritas bekerja sebagai buruh/petani penggarap. Pada waktu
senggang atau waktu libur mereka memanfaatkan waktu untuk pergi ke sawah milik pribadi.
Tabel 1 juga memperlihatkan presentase tingkat pendidikan orang tua. Dalam tabel
tersebut terdapat 16 orang tua (25,8%) berpendidikan rendah (SD dan SMP) dan 46 orang tua
(74,2%) berpendidikan tinggi (SMA/perguruan tinggi). Lokasi pendidikan tingkat sekolah
menengah atas (SMA) atau sekolah menengah kejuruan (SMK) berada tak jauh dari Desa
Maju Karya. Area sekolah tersebut berada di Desa Pusat Damai yang berjarak 5 km dan
mudah ditempuh dengan kendaraan dari Desa Maju Karya.
Penyebaran pengetahun orang tua menunjukkan bahwa 20 orang tua (32,3%)
pengetahuan kurang baik dan 42 orang tua (67,7%) pengetahuan baik. Orang tua mengetahui
bahwa anak usia 1-3 tahun berperilaku sering mengamuk karena mencari perhatian,
mengantuk, atau meminta sesuatu seperti yang dikendaki anak. Namun ada dari mereka
berpersepsi bahwa menghadapi perilaku tersebut dengan intonasi naada tinggi dan dipukul.
Pada mekanisme koping terlihat 21 orang tua (33,9%) memiliki mekanisme koping
maladaptif dan 41 orang tua (66,1%) memiliki mekanisme koping adaptif yang diterapkan
dalam menghadapi temper tantrum pada anak toddler. Koping mekanisme adaptif yang sering
ditunjukkan yaitu dengan berusaha tenang, menggendong/ memangku/memeluk anak, bicara
lembut menanyakan alasan anak marah. Reaksi koping maladaptif juga masih ditunjukkan
dengan menjanjikan hadiah, memarahi, mencubit bahkan sampai memukul anak.

Carolus Journal of Nursing, Vol 3 No 1, 2020 | 5


B. Hasil analisis bivariat karakteristik dan pengetahuan responden terhadap mekanisme koping
dalam menghadapi temper tantrum

Tabel 2. Hubungan Antara Usia Dan Mekanisme Koping Orang Tua Dalam
Menghadapi Temper Tantrum Pada Toddler
Usia Koping Mekanisme Total p
value
(tahun) Maladaptif (%) Adaptif (%) (%)
< 20 13 52,0 12 48,0 25 100
20-35 8 21,6 29 78,4 37 100 0,013
Total 21 33,9 41 66,1 62 100

Berdasarkan hasil korelasi kendall’s Tau b didapatkan pvalue 0,013(P < 0,05),
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara karakteristik usia dan
mekanisme koping orang tua dalam menghadapi temper tantrum pada toddler. Koefisien
korelasi yang didapat dari hubungan kedua variable ini sebesar 0,86. Nilai ini menunjukkan
variable usia dengan mekanisme koping memiliki hubungan yang lemah. Sehingga dapat
diartikan bahwa hubungan antara usia dengan mekanisme koping orang tua dalam
menghadapi temper tantrum pada toddler adalah signifikan namun lemah.

Tabel 3. Hubungan Antara Jenis Kelamin Dan Mekanisme Koping Orang Tua Dalam
Menghadapi Temper Tantrum Pada Toddler

Jenis Koping Mekanisme Total p


kelamin value
Maladaptif (%) Adaptif (%) (%)
Perempuan 15 28,3 38 71,7 53 100

Laki-laki 6 66,7 3 33,3 9 100 0,025

Total 21 33,9 41 66,1 62 100

Berdasarkan hasil uji Chi Square didapatkan p value 0,025(p < 0,05), sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara karakteristik jenis kelamin dan
mekanisme koping orang tua dalam menghadapi temper tantrum pada toddler. Nilai koefisien
korelasi kedua variable ini yaitu 0,69 yang berarti variabel jenis kelamin orang tua dan
mekanisme koping orang tua dalam menghadapi temper tantrum lemah. Hal ini berarti

Carolus Journal of Nursing, Vol 3 No 1, 2020 | 6


hubungan antara karakteristik jenis kelamin dengan mekanisme koping orang tua dalam
menghadapi temper tantrum toddler adalah signifikan dan cukup kuat. Namun, distribsi
responden kurang tersebar merata antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

Tabel 4. Hubungan Antara Pendidikan Dan Mekanisme Koping Orang Tua Dalam
Menghadapi Temper Tantrum Pada Toddler
Pendidikan Koping Mekanisme Total p
value
Maladaptif (%) Adaptif (%) (%)
Rendah 9 56,3 7 43,7 1 100
Tinggi 12 26,1 34 73,9 46 100 0,039
Total 21 33,9 41 66,1 62 100

Berdasarkan hasil korelasi kendall’s Tau b didapatkan pvalue 0,039 (p < 0,05),
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara karakteristik
pendidikan dan mekanisme koping orang tua dalam menghadapi temper tantrum pada toddler.
Nilai koefisien korelasi yang ditemukan yaitu 0,85 artinya keeratan hubungan kedua variabel
lemah. Hasil ini berarti bahwa pendidikan dan variable mekanisme koping orang tua dalam
menghadapi temper tantrum pada toddler memiliki hubungan yang signifikan dan keeratan
yang lemah.

Tabel 5. Hubungan Antara Pengetahuan Dan Mekanisme Koping Orang Tua Dalam
Menghadapi Temper Tantrum pada Toddler
Pengetahuan Koping Mekanisme Total p value
Maladaptif (%) Adaptif (%) (%)
Kurang 15 75,0 5 25,0 20 100
Baik 6 14,3 36 85,7 42 100 0,000
Total 21 33,9 41 66,1 62 100

Berdasarkan hasil korelasi kendall’s Tau B didapatkan p value 0,000 (p < 0,05),
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan
mekanisme koping orang tua dalam menghadapi temper tantrum pada toddler. Nilai koefisien
korelasi kedua variable ini yaitu 0,72 yang berarti nilai keeratannya cukup kuat. Sehingga
hubungan antara pengetahuan dengan mekanisme koping orang tua dalam menghadapi temper
tantrum pada anak toddler ini memiliki signifikansi yang tinggi dan korelasi cukup kuat.

Carolus Journal of Nursing, Vol 3 No 1, 2020 | 7


PEMBAHASAN
Karakteristik Orang Tua
Berdasarkan tabel 1, karakteristik orang tua mencakup usia, jenis kelamin dan
pendidikan. Pertama, usia orang tua pada penelitian ini berada pada rentang usia 21-35 tahun.
Hampir sebagian besar responden masuk pada tahap usia dewasa awal. Menurut Syam (2013)
usia produktif untuk menjadi orang tua adalah usia mulai dari 21 tahun hingga 35 tahun
dimana usia tersebut sudah siap secara emosional untuk menikah dan siap untuk menjadi
orang tua. Pada usia dewasa awal ini, orang memasuki masa adaptasi dengan peran dalam
keluarga muda. Mereka menyesuaikan diri terhadap tugas dan tanggung jawab sebagai orang
tua. Dalam masa ini ada ketegangan emosi berupa ketakutan dan kekuatiran gagal mendidik
anak. Perasaan tersebut timbul bergantung pada kemampuan penyesuaian terhadap persoalan
yang lalu (Hurlock, 2010) .
Kedua, jenis kelamin responden mayoritas adalah perempuan. Tingginya jumlah
responden orang tua yang berjenis kelamin perempuan dibandingkan orang tua yang berjenis
kelamin laki-laki disebabkan karena orang tua perempuan lebih cenderung di rumah sebagai
ibu rumah tangga, memiliki banyak waktu bersama anak dan cenderung untuk mudah
ditemui. Sedangkan orang tua laki-laki sulit untuk ditemui karena berperan sebagai kepala
keluarga dan mayoritas bekerja sebagai buruh dengan jadwal rutinitas kerja mulai pada hari
senin sampai dengan hari sabtu dari pukul 06.00-17.00 WIB. Pada waktu senggang atau
waktu libur orang tua laki-laki memanfaatkan waktu untuk pergi ke sawah milik pribadi.
Perempuan lebih mempuyai waktu yang banyak bagi anak terutama orang tua yang berperan
sebagai ibu rumah tangga. Perempuan memiliki peran yang banyak dalam keluarga yaitu
dalam hal mengasuh anak dan membentuk karakter anak sehingga seorang perempuan akan
lebih memahami kebutuhan anak, sedangkan seorang laki-laki berperan sebagai kepala
keluarga yang bertugas dalam mencari nafkah sehingga waktu luang bagi keluarga lebih
sedikit karena cenderung diluar rumah (Handayani, 2010).
Karakteristik lainnya yaitu pendidikan orang tua yang sebagian besar telah
menyelesaikan pendidikan SMA atau SMK. Sekolah tersebut berada tidak jauh dari desa
tempat tinggal responden. Menurut Handayani (2010) jarak antara tempat tinggal ke sekolah
akan mempengaruhi individu dalam proses menempuh jenjang pendidikan. Semakin jauh
jarak tempuh antara tempat tinggal ke sekolah maka akan menjadi pertimbangan tertentu

Carolus Journal of Nursing, Vol 3 No 1, 2020 | 8


terkait biaya dan transportasi. Semakin dekat jarak tempuh antara tempat tinggal ke sekolah
dan kualitas sekolah yang baik, maka individu akan cenderung termotivasi untuk bersekolah.

Pengetahuan Orang Tua.


Dalam tabel 1 terlihat bahwa ada 42 orang tua (67,7%) memiliki pengetahuan baik
tentang bagaiamana menghadapi perilaku tantrum anak. Pengetahuan orang tua terbentuk dari
informasi yang ditangkap melalui indera pendengaran dan penglihatan. Informasi akan lebih
cepat diolah jika mendapatkan perhatian, pernah dialami masa, adanya unsur kedekatan dan
kesamaan peristiwa Pengetahuan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
yaitu pendidikan, informasi atau media massa, sosial budaya, lingkungan dan pengalaman.
(Notoadmodjo,2012). Responden ini adalah orang tua yang telah memasuki masa
perkembangan usia dewasa dan tinggal dalam satu komunitas Desa Maju Karya serta rutin
bertemu ketika membawa anak berkunjung ke posyandu Dahlia. Kedekatan dan kesamaan
serta kesempatan berkumpul tentu dapat membentuk kemampuan adaptasi terhadap
perubahan yang dihadapi bersama (Daryati dan Suwarno, 2020)
Hasil penelitian Wulandari (2013) menunjukkan perubahan tingkat pengetahuan ibu
sebelum dan sesudah mendapatkan pelatihan mengenai cara tingkah laku temper tantrum anak
toddler. Adanya perbedaan skor sebesar -10. mean of difference dengan nilai t sebesar -8.915
dengan nilai p = 0.000 (p ≤ 0.05) menunjukan telah terjadi perubahan signifikan terhadap
pengetahuan ibu mengenai cara mengatasi anak temper tantrum.

Mekanisme Koping Orang Tua


Mekanisme koping adalah suatu usaha yang digunakan seseorang untuk
mempertahankan rasa kendali terhadap situasi yang kurang nyaman dan menghadapi situasi
yang menimbulkan stress (Videbeck, 2008). Di tabel 1 menunjukkan ada 41 responden yang
memiliki mekanisme koping adaptif dalam menghadapi temper tantrum pada anak toddler.
Menurut Stuart dan Laraia, (2009), mekanisme koping adaptif orang tua dikarakteristikkan
dengan bersikap tetap tenang, memindahkan anak jika berada di tempat yang membahayakan,
membiarkan anak sampai merasa tenang, memeluk dan mengajak bicara setelah anak selesai
berperilaku tantrum. Mekanisme koping maladaptif akan ditampilkan dalam bentuk memarahi
anak, mencubil, memukul dan memberikan hadiah supaya anak tenang.

Carolus Journal of Nursing, Vol 3 No 1, 2020 | 9


Hubungan antara Usia dengan Mekanisme Koping Orang Tua
Pada tabel 2 terlihat hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara usia
dengan mekanisme koping orang tua dalam menghadapi anak temper tantrum (p < 0,5). Hasil
ini sejalan dengan penelitian Zakiyah (2015) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara usia orang tua dengan kejadian anak toddler yang menunjukkan perilaku
temper tantrum dengan p value 0,027 (p < 0,05).
Menurut Syamsudin (2010) usia yang muda (kurang dari 20 taahun) dapat
mempengaruhi mekanisme koping seseorang. Pada usia muda tingkat emosional individu
tersebut belum stabil, sementara ketika mereka menjadi orang tua dan memiliki tanggung
jawab yang besar dalam mengasuh anak. Usia dikatakan produktif untuk menjadi orang tua
adalah usia 21-35 tahun karena usia tersebut tergolong dianggap pola pikir luas dan lebih
mampu untuk mengontrol emosional serta mampu untuk mengendalikan diri. Berdasarkan
penelitian Handayani (2010), menyatakan bahwa ketika individu memutuskan untuk menikah
maka akan memiliki tanggung jawab yang besar terkait pola asuh.
Peneliti berasumsi bahwa usia kurang dari 20 tahun dan usia 21-35 tahun akan
berpengaruh terhadap mekanisme koping dalam menghadapi temper tantrum pada toddler.
Usia 21-35 dianggap usia produktif yang telah mampu untuk menunjukkan mekanisme
koping yang adaptif. Semakin bertambahnya usia maka orang tua akan memiliki mekanisme
koping yang baik karena dianggap memiliki pola pikir yang luas, mampu untuk mengontrol
emosional serta mampu untuk mengendalikan diri terutama dalam hal merespon anak yang
mengalami temper tantrum pada usia toddler.

Hubungan Antara Jenis Kelamin Dan Mekanisme Koping Orang Tua


Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wulansari (2015) menyatakan bahwa
ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin orang tua dan mekanisme koping dalam
menghadapi temper tantrum dengan nilai P = 0,029 (P < 0,05). Menurut Hasan (2011)
perempuan dan laki-laki memiliki mekanisme koping yang berbeda dalam merespon anak
toddler. Perempuan cenderung menerapkan pola asuh yang bersifat demokratis terhadap anak
dan cenderung mengerti kebutuhan serta karakter anak, sedangkan seorang laki-laki lebih
bersikap otoriter dalam mengasuh anak tingkat emosional yang lebih tinggi. Borelli, Nelson-
Coffey dan River (2017) menganalisis perasaan orang tua dalam munculnya perilaku negatif

Carolus Journal of Nursing, Vol 3 No 1, 2020 | 10


anak dan menemukan bahwa perempuan (ibu) memiliki tingkat yang tinggi dari pada laki-laki
(ayah).
Peneliti berasumsi bahwa perempuan lebih cenderung memiliki mekanisme koping
yang adaptif dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan karena perempuan (ibu) lebih
memiliki waktu yang banyak bersama anak di rumah sehingga mampu memahami karakter
anak. Ibu yang mengamati karakter anak dapat mempelajari perilaku anak sehingga mampu
menunjukkan koping yang tepat. Laki-laki (ayah) sibuk bekerja untuk dapat menghidupi
keluarga sehingga cenderung lebih sedikit waktu bersama dengan anak. Keterbatasan waktu
ini sering menghambat kedekatan ayah dengan anak, kemampuan mengasuh dengan baik
terlebih jika ayah belum berpengalaman menghadapi anak toddler (Ball, Bindler, Cowen,
2012). Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penelitian ini, terdapat ketidakseimbangan
antara jumlah responden laki-laki sebanyak 9 orang dan perempuan sebanyak 53 orang
sehingga mempengaruhi hasil dari mekanisme koping orang tua.

Hubungan antara pendidikan dengan mekanisme koping orang tua


Penelitian Niniek (2011) tentang buhungan pendidikan orang tua terhadap pola asuh
orang tua pada toddler yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
pendidikan orang tua terhadap pola asuh dengan nilai p value = 0,016 (P <0,05). Pendidikan
mempengaruhi mekanisme koping orang tua, semakin tingginya jenjang pendidikan orang tua
maka akan memiliki ilmu-ilmu yang mendasari dalam memilih mekanisme koping yang
adaptif dalam mengatasi masalah terutama cara mengatasi temper tantrum pada toddler
(Handayani, 2010). Peneliti berasumsi bahwa semakin tinggi pendidikan maka orang tua akan
semakin dibekali oleh ilmu-ilmu yang dapat membantu mereka dalam mengahadapi anak
temper tantrum dan mekanisme koping yang tepat dalam menyelesaikan suatu masalah.

Hubungan pengetahuan dengan mekanisme koping orang tua


Penelitian ini sejalan dengan penelitian Paravoti (2016) yang berjudul hubungan
pengetahuan dengan pola asuh orang tua dalam menghadapi temper tantrum pada toddler.
Pola asuh yang ditunjukan pada penelitian ini adalah pola asuh demokratis dan otoriter. Pola
asuh demokratis mampu menunjukkan sikap tenang, mengajak anak berbicara setelah anak
tenang, menenangkan anak ketika anak menyakiti dirinya. Sedangkan pola asuh yang otoriter
adalah pola asuh orang tua yang memaksa anak untuk diam ketika sedang mengamuk,

Carolus Journal of Nursing, Vol 3 No 1, 2020 | 11


mencubit dan membentak anak. Penelitian ini menyatakan bahwa ada hubungan yang
signifikan pengetahuan dengan pola asuh orang tua dalam menghadapi temper tantrum pada
toddler dengan p value 0,042 (P < 0,05). Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan yang
relatif baik yang dimiliki oleh orang tua dapat berdampak positif dalam menentukan
mekanisme koping yang digunakan.
Peneliti berasumsi bahwa semakin baik pengetahuan orang tua maka akan memiliki
wawasan yang luas sehingga dapat berespon positif terhadap anak yang mengalami temper
tantrum. Pengetahuan orang tua tersebut dapat menghasilkan kemampuan adaptasi terhadap
perubahan perilaku anak. Peningkatan pengetahuan orang tua yang terus menerus dilakukan
tenaga kesehatan (perawat dan dokter) dengan memberikan informasi yang relevan dengan
kegiatan anak sehari-hari dapat membentuk landasan pengetahuan yang kuat (Dameria,
Daryati, dan Rasmada, 2019). Misalnya, orang tua menggunakan perjanjian di awal untuk
mengajarkan disiplin pada tujuan, negosiasi untuk belajar memecahkan masalah dan
berkompromi serta mencapai apa yang diharapkan bersama ketika menghadapi perilaku
tantrum anak. Respon-respon tersebut akan membentuk mekanisme koping yang adaptif pada
orang tua ketika ditampilkan secara terus menerus. Anak toddler akan melihat dan meniru
respons orang tua. Pada akhirnya anak akan semakin dapat belajar mengontrol diri dengan
lebih baik.

SIMPULAN
Penelitian yang dilakukan pada 62 responden yang memiliki anak usia toddler dan
menunjukkan adanya perilaku temper tantrum mayoritas adalah perempuan (85,5%) berusia
25-35 tahun (59.7%) dan berpendidikan tinggi (74,4%). Gambaran hasil pengetahuan terntang
temper tantrum pada toddler mayoritas baik (67,7%). Gambaran kemampuan mekanisme
koping mayoritas menunjukkna koping adaptif (66,1%) dalam menghadapi perilaku temper
tantrum pada anak toddler. Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan antara usia, jenis
kelamin, pendidikan dan pengetahuan dengan mekanisme koping orang tua dalam
menghadapi perilaku temper tantrum pada anak toddler di Desa Maju Karya Kalimantan
Barat.

Carolus Journal of Nursing, Vol 3 No 1, 2020 | 12


UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus yang
berperan penting dalam pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan ini

DAFTAR PUSTAKA
Agustin. (2008). Bimbingan Konseling Anak Usia Dini. Jakarta: Rineka Cipta.
Ball, Jane. Bindler, Ruth. Cowen, Kay (2012). Principles of Pediatric Nursing: Caring for
Children. Fifth Ed.New Jearsy: Pearson
Borelli, JL. Nelson-Coffey, SK. River LM. (2017). Bringing Work Home: Gender and
Parenting Correlates of Work-Family Guilt among Parents of Toddlers. Jurnal of
Child and Family Study. 26: 1734-1745
Damantia. (2014). Pola Asuh orang Tua dengan frekuensi dan Intensitas Perilaku Temper
Tantrum. Jakarta: EGC
Dameria,F. Daryati,E. Rasmada,S. (2019). Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku
Ibu dalam Menghadapi Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan
Indonesia. 9(03): 623-627
Daryati, E., & Soewarno, M. (2020). Analisis Faktor Prinsip Pembelajaran Yang Mendukung
Student Centered Learning. Jurnal Mutiara Ners, 3(1), 22-27
Handayani, N. (2010). Pengaruh Ibu Dalam Pengasuhan Anak. Malang: Jurnal Psikologi.
Vol. 3. No.4:49-58.
Hasan. (2011). Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Driva Press.
Hurlock, E.B. (2010). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Kehidupan.
Jakarta: Erlangga.
Marcdante, K & Kliegman, R. (2015). Nelson: Essentials of Pediatrics. 7th Ed. Philadelpia:
Elsevier Saunders
Niniek. (2011). Hubungan Pendidikan Orang Tua Terhadap Pola Asuh Orang Tua pada
Toddler. Jakarta: Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia. Vol. 2, No. 4:48-56.
Notoatmodjo. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Paravoti, Amalia. (2016). Hubungan Pengetahuan dengan Pola Asuh Orang Tua dalam
Menghadapi Temper Tantrum pada Toddler. Jakarta: Jurnal Ilmu Keperawatan
Indonesia. Vol. 5, No. 7:50-62.
Soetjiningsih, Christiana H. (2012). Perkembangan Anak. Jakarta: Prenada Media.

Carolus Journal of Nursing, Vol 3 No 1, 2020 | 13


Stuart, G.M., Laraia, M.T. (2009). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. St. Louis:
Mosbay.
Syam, Subhan. (2013). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kejadian Temper Temper
Tantrum Anak Usia Toddler Di PAUD Dewi Kunti Surabaya. Surabaya: Jurnal
Psikologi. Vol. 5, No. 6:42:48.
Syamsudin. (2010). Mengenal Perilaku Tantrum dan Bagaimana Mengatasinya. Jakarta:
Jurnal Pendidikan Keperawatan. Vol. 5, No.4:51-56.
Tandry, N. (2010) Bad Behaviour, Tantrums, and Tempers. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: ECG.
Whalley, B & Hyland, M. (2012). Placebo by proxy: the effect of parents believe's on therapy
for children's temper tantrum. Journal of Behavioral Medicine. 336: 341-346
Wulandari, Agustina. (2013). Perubahan Tingkat Pengetahuan Para Ibu Mengenai Tingkah
Laku Temper Tantrum. Yogyakarta: Jurnal Keperawatan Psikologi. Vol. 6, No.4:44-
50.
Wulansari. (2015). Pola Asuh orang tua dan karakteristik orang tua terkait temper tantrum
pada usia toddler. Surabaya: Jurnal Penelitian Program Studi Keperawatan. Vol. 3,
No. 2:41-47.
Wong, Donn L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Zakiyah, Nisaus. (2017). Hubungan pola asuh orang tua dengan kejadian temper tantrum pada
anak usia toddler di Dukuh Pelem Kelurahan Baturetno Banguntapan Bantul. Interest:
Jurnal Ilmu Kesehatan. Vol.6 (1)

Carolus Journal of Nursing, Vol 3 No 1, 2020 | 14

Anda mungkin juga menyukai