Anda di halaman 1dari 14

HUBUNGAN MEKANISME KOPING DENGAN

TINGKAT STRES PADA ORANG TUA YANG


MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL
DI SLB N 1 BANTUL

NASKAH PUBLIKASI

Disusun oleh :
ERMYLIA PRAVESTY
201210201096

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2017

i
HUBUNGAN MEKANISME KOPING DENGAN
TINGKAT STRES PADA ORANG TUA YANG
MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL
DI SLB N 1 BANTUL

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar


Sarjana Keperawatan
Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan
di Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta

Disusun oleh:
ERMYLIA PRAVESTY
201210201096

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2017

ii
iii
HUBUNGAN MEKANISME KOPING DENGAN
TINGKAT STRES PADA ORANG TUA YANG
MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL
DI SLB N 1 BANTUL1

Ermylia Pravesty2 , Deasti Nurmaguphita3

Intisari

Latar Belakang: Mekanisme koping merupakan usaha yang dilakukan individu


untuk menanggulangi stres yang dihadapi. Mekanisme koping lebih mengarah pada
yang orang lakukan untuk mengatasi tuntutan yang penuh tekanan atau yang
membangkitkan emosi.
Tujuan: untuk mengetahui hubungan mekanisme koping dengan tingkat stres pada
orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SLB N 1 Bantul.
Metode Penelitian: Desain penelitian ini adalah deskriptif korelatif. Sampel
penelitian menggunakan Simple Random Sampling sebanyak 30 responden. Analisis
data yang digunakan adalah Kendall-Tau.
Hasil: penelitian ini memiliki hasil uji statistik dengan nilai koefisiensi korelasi
sebesar 0.371 dan nilai signifikan p-value 0.041 < 0.05.
Simpulan: ada hubungan mekanisme koping dengan tingkat stres pada orang tua
yang memiliki anak retardasi mental di SLB N 1 Bantul.
Saran: Orang tua yang memiliki anak retardasi mental hendaknya dapat
menggunakan mekanisme koping adaptif untuk mengurangi tingkat stres dalam
pengasuhan.

Kata Kunci : Orang tua, Mekanisme Koping, Tingkat Stres


Daftar Pustaka : 40 Buku, 10 Jurnal, 7 Skripsi, 1 Internet
Jumlah Halaman : i-xiii, 71 Halaman, 16 Tabel, 2 Gambar, 14 Lampiran

1
Judul Skripsi
2
Mahasiswa PSIK Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
3
Dosen PSIK Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

iv
THE CORRELATION BETWEEN COPING MECHANISM AND
STRESS LEVEL ON PARENTS HAVING MENTAL
RETARDATION CHILDREN AT BANTUL
1
1 SPECIAL NEEDS SCHOOL

Ermylia Pravesty2 , Deasti Nurmaguphita3

ABSTRACT

Background: Coping mechanism is an effort made by individuals to cope with the


stress faced. Coping mechanisms are more directed at what people do to cope
stressful demands or emotionally charged demands.
Aims of the research: The aim of the study was to analyze the correlation between
coping mechanism and stress level of parents having mental retardation children in
Bantul 1 Special Needs School.
Material and methods: The design of this study was descriptive correlative. The
sample of research used Simple Random sampling as many as 30 respondents. The
data analysis used Kendall-Tau.
Result: The study obtained statistical test results with correlation coefficient value of
0.371 and significant value p-value 0.041 <0.05.
Conclusion: There was a correlation between coping mechanism and stress level of
the parents having mental retardation children in Bantul 1 Special Needs School.
Suggestion: Parents who have mentally retarded children should be able to use
adaptive coping mechanisms to reduce stress levels during caring their children.

Keyword : Parents, Coping Mechanism, Stress Level


Reference : 40 Books, 10 Journals, 7 Thesis, 1 Website
Amount of pages : i-xiii, 71 pages, 16 Tables, 2 Figures, 14 Appendices

1
Thesis Title
2
Student of School of Nursing, Health Sciences Faculty, ‘Aisyiyah University of Yogyakarta
3
Lecturer of Health Sciences Faculty, ‘Aisyiyah University of Yogyakarta

v
PENDAHULUAN Sosial RI Tahun 2006 jumlah
penyandang cacat adalah 2.364.000
Setiap anak berkembang sesuai jiwa termasuk penyandang cacat
dengan tahap perkembangannya. Anak mental. Hasil Survei Sosial Ekonomi
yang perkembangannya tidak normal (Susenas) tahun 2004 jumlah
mengalami hambatan, gangguan, penyandang tuna grahita/retardasi
kelambatan dalam tahap mental menduduki peringkat keempat
perkembangan sehingga belum yaitu sebesar 12,8% setelah kelainan
mampu mencapai tahapan tuna netra (29%), tuna daksa (27%),
perkembangan diusianya. Anak yang dan penderita penyakit kronik (21%)
perkembangannya tidak normal (Nurali, 2011). Menurut WHO jumlah
memiliki faktor-faktor resiko dan anak berkebutuhan khusus di
untuk mencapai perkembangan Indonesia adalah sekitar 7% dari total
optimal diperlukan penanganan atau jumlah anak usia 0-18 tahun atau
intervensi khusus. Kelompok inilah sebesar 6.230.000 pada tahun 2007,
yang kemudian dikenal sebagai anak sedangkan di Provinsi DIY pada tahun
berkebutuhan khusus atau ABK 2009 penyandang cacat mental
(Suparno, 2007). Anak berkebutuhan mencapai angka 12.120 jiwa
khusus adalah anak yang memiliki (Kemenkes, 2010).
kelainan khusus baik itu kelainan fisik, Retardasi mental berdampak
mental maupun perilaku sosial (Efendi, pada orang tua seperti perasaan
2009). bersalah, berdosa, kurang percaya diri,
Retardasi mental (mental terkejut/tidak percaya, malu dan over
retardation atau tuna grahita) adalah protective (Somantri, 2007). Keluarga
suatu kondisi dimana seseorang akan timbul suatu periode krisis
mengalami gangguan dalam setelah diagnosa retardasi mental
perkembangan, dapat seluruh aspek ditegakkan. Periode ini terdiri dari 3
atau beberapa aspek, seperti motorik, tahapan, tahap pertama penolakan atau
kognitif, sosial dan fungsi bahasa penyangkalan. Kedua, tahap duka cita
(WHO, 2008). Retardasi mental yang mendalam. Ada sebagian orang
merupakan gangguan fungsi tua yang langsung masuk ketahap
intelektual yang ditandai Intelligence duka cita ini tanpa melewati tahap
Quotient (IQ) dibawah 70 dan penolakan. Ketiga, tahap penerimaan.
gangguan fungsi adaptif yaitu Masing-masing tahapan memerlukan
kemampuan beradaptasi dengan waktu yang berbeda untuk masing-
kehidupan sosial sesuai tingkat masing keluarga. Pada periode krisis
perkembangan dan budaya yang ini, orang tua dapat dilanda stres yang
terjadi sebelum usia 18 yahun cukup berat (Sembiring, 2002).
(Hockenberry, 2005). Stres adalah keadaan dimana
Terdapat 3% dari 48.100.548 transaksi individu dengan lingkungan
penduduk dunia mengalami retardasi menyebabkan seseorang untuk melihat
mental, namun hanya sekitar 1-1,5% ketidaksesuaian antara tuntutan situasi
yang terdata (WHO, 2002 dalam fisik atau psikologis dan sumber daya
Hastuti, 2010). Amerika 3% dari dari orang tersebut, baik biologis,
penduduk mengalami keterbelakangan psikologis maupun sistem sosial
mental, Belanda 2,6%, Inggris 1-8% (Sarafino dan Smith, 2011). Penelitian
dan Asia ±3% (Lindaswari Novi, pada 78.305 orang tua di Amerika,
2014). Berdasarkan data dari Pusat didapatkan orang tua yang memiliki
Data dan Informasi (Pusdatin) anak dengan gangguan perkembangan
Kesejahteraan Sosial Departemen mental memiliki tingkat kemarahan

1
dan stres lebih tinggi (44%) dari pada N 1 Bantul 375 siswa. Jumlah siswa
orang tua dengan anak berkebutuhan dengan gangguan retardasi mental dari
khusus tanpa gangguan perkembangan keseluruhan kelas dari tingkat TK
(12%) dan orang tua dengan anak sampai SMA 73 siswa untuk retardasi
normal (11%) (Schieve, 2007). Stres mental ringan dan 78 siswa untuk
diakibatkan karena banyaknya beban retardasi mental sedang. Hasil
yang ditanggung orang tua dari anak wawancara dilakukan kepada 7 orang
retardasi mental baik secara fisik, ibu 4 diantaranya mengatakan stres
psikis, dan sosial (Kumar, 2008). memiliki anak dengan retardasi mental.
Meningkatnya tingkat stres orang tua Tujuan umum pada penelitian ini
sering kali dihubungkan dengan adalah untuk mengetahui hubungan
kemampuan koping atau stres antara mekanisme koping dengan
dihubungkan dengan orang tua maka tingkat stres pada orang tua yang
perlu mekanisme koping dalam memiliki anak retardasi mental di SLB
mengasuh anak retardasi mental yang N 1 Bantul. Sedangkan tujuan khusus
berbeda dengan anak lainnya (Weiss, pada penelitian ini adalah untuk
Sullivan, dan Diamond, 2003). mengetahui mekanisme koping pada
Mekanisme koping adalah orang tua yang memiliki anak retardasi
berbagai usaha yang dilakukan mental di SLB N 1 Bantul, untuk
individu untuk menanggulangi stres mengetahui tingkat stres pada orang
yang dihadapinya (Stuart, 2009). tua yang memiliki anak retardasi
Mekanisme koping terdiri dari mental di SLB N 1 Bantul, untuk
mekanisme koping adaptif dan mengetahui keeratan hubungan
maladaptif. Penggunaan koping yang mekanisme koping dengan tingkat
adaptif membantu individu dalam stres pada orang tua yang memiliki
beradaptasi untuk menghadapi anak retardasi mental di SLB N 1
keseimbangan. Adaptasi individu yang Bantul.
baik muncul reaksi untuk Hipotesis pada penelitian ini
menyelesaikan masalah dengan adalah ada hubungan mekanisme
melibatkkan proses kognitif, efektif koping dengan tingkat stres pada
dan psikomotor (bicara dengan orang orang tua yang memiliki anak retardasi
lain untuk mencari jalan keluar suatu mental di SLB N 1 Bantul.
masalah, membuat berbagai tindakan
dalam menangani situasi dan belajar METODE PENELITIAN
dari pengalaman masa lalu).
Penggunaan koping maladaptif dapat Jenis penelitian ini adalah
menimbulkan respon negatif dengan kuantitatif dengan pendekatan cross
munculnya reaksi mekanisme sectional dan desain penelitian
pertahanan tubuh dan respon verbal. menggunakan deskriptif korelasi, yaitu
Perilaku mekanisme koping penelitian yang dilakukan untuk
maladaptif antara lain perilaku agresi mengetahui tingkat hubungan
dan menarik diri. Sedangkan reaksi mekanisme koping dengan tingkat
psikologis individu menampilkan diri stres pada orang tua yang memiliki
seperti apatis, pendiam dan munculnya anak retardasi mental di SLB N 1
perasaan tidak berminat yang menetap Bantul.
(Suryani dan Widyasih, 2008). Metode pengumpulan data
Berdasarkan studi pendahuluan menggunakan kuesioner Coping
yang dilakukan di SLB N 1 Bantul, Strategic Inventory S (CSI-S) untuk
tanggal 16 November 2015, mengukur mekanisme koping yang
didapatkan data jumlah siswa di SLB sebelumnya telah diuji Validitas di

2
SLB Wiyata Dharma dan tingkat stres Tabel 2 Karakteristik responden
menggunakan kuesioner Depression berdasarkan pendidikan
Frekuensi Persentase
Anxiety Stress Scales (DASS-42). Pendidikan
(f) (%)
SMP 5 16,7
HASIL DAN PEMBAHASAN SMA 17 56,7
PT 8 26,7
Penelitian dilakukan di SLB N 1 Total 30 100
Bantul yang beralamat di Jalan Wates
147 Km. 3, Ngestiharjo, Kecamatan Berdasarkan tabel 2 karakteristik
Kasihan, Kabupaten Bantul. SLB N 1 responden berdasarkan pendidikan
Bantul telah terakreditasi A membuka menunjukkan sebagian besar
5 jurusan yaitu: Tuna Netra (A), Tuna responden berpendidikan SMA
Rungu (B), Tuna Grahita Ringan (C), sebanyak 17 responden (56,7%),
Tuna Grahita Sedang (C1), Tuna sedangkan sebagian kecil
Daksa (D), Tuna Daksa Ringan (D1), berpendidikan SMP sebanyak 5
dan Autis. Jumlah siswa di SLB N 1 responden (16,7%).
Bantul pada tahun 2016 sebanyak 336
siswa yang semuanya terdiri dari TK, Tabel 3 Karakteristik responden
berdasarkan pekerjaan
SD, SMP, SMA. Jumlah siswa dari Frekuensi Persentase
masing-masing jurusan yaitu Tuna Pekerjaan
(f) (%)
Netra sebanyak 17 siswa, Tuna Rungu IRT 17 56,7
sebanyak 79 siswa, Tuna Grahita Wiraswasta 5 16,7
sebanyak 151 siswa, Tuna Daksa Buruh 2 6,7
PNS 2 6,7
sebanyak 68 siswa dan Autis sebanyak
Guru 2 6,7
16 siswa. Sekolah ini memiliki Pegawai
fasilitas yang cukup baik dan 2 6,7
Swasta
mendukung pengembangan serta Total 30 100
peningkatan kompetensi siswa baik
dibidang akademik maupun non Berdasarkan tabel 3 karakteristik
akademik. responden berdasarkan pekerjaan
menunjukkan sebagian besar
Tabel 1 Karakteristik responden responden bekerja sebagai IRT
berdasarkan umur
Frekuensi Persent sebanyak 17 responden (56,7%).
Umur
(f) ase (%)
<=25 1 3,3 Tabel 4 Karakteristik responden
26-35 5 16,7 berdasarkan jenis kelamin
36-45 17 56,7 Frekuensi Persentase
Jenis kelamin
>46 7 23,3 (f) (%)
Total 30 100 Laki-laki 11 36,7
Perempuan 19 63,3
Berdasarkan tabel 1 karakteristik Total 30 100
responden berdasarkan umur
menunjukkan sebagian besar Berdasarkan tabel 4 karakteristik
responden berumur 36-45 Tahun responden berdasarkan jenis kelamin
sebanyak 17 responden (56,7%), responden menunjukkan sebagian
sedangkan sebagian kecil berusia ≤25 besar responden adalah perempuan
tahun sebanyak 1 responden (3,3%). (Ibu) sebanyak 19 responden (67,5 %).
Sebagian kecil responden berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 11
responden (36,7%).

3
Tabel 5 Frekuensi mekanisme koping pada maladaptif sebanyak 7 responden
orang tua yang memiliki anak retardasi (23,3%).
mental di SLB N 1 Bantul
Mekanisme Frekuensi Persentase
Tabel 6 Frekuensi tingkat stres orang tua
Koping (f) (%)
yang memiliki anak retardasi mental di
Mekanisme
SLB N 1 Bantul
Koping 23 76.7
Tingkat stres pada Frekuensi Persentase
Adaptif
orang tua (f) (%)
Mekanisme
koping 7 23.3 Stres Ringan 21 70
maladaptif Stres sedang 7 23,3
30 100 Stres berat 2 6,7
Total
Total 30 100

Pada tabel 5 diketahui dari 30 Pada tabel 4.6 diketahui dari 30


responden, mekanisme koping pada responden didapatkan persentase
orang tua yang memiliki anak retardasi paling banyak pada tingkat stres
mental paling banyak mengunakan ringan yaitu 21 (70%) responden,
mekanisme koping adaptif sebanyak sedangkan persentase paling sedikit
23 responden (76,7%) dan sebagian pada tingkat stres berat yaitu 2
kecil memiliki mekanisme koping responden (6,7%).

Tabel 7 Tabulasi silang hubungan mekanisme koping dengan tingkat stres pada orang tua yang
memiliki anak retardasi mental di SLB N 1 Bantul
Tingkat Stres
Mekanisme Total
Ringan Sedang Berat p-value r
Koping
F % F % F % F %
Adaptif 18 60 5 16,7 0 0 23 76,7 0.041 0.371
Maladaptif 3 10 2 6,7 2 6,7 7 23,3
Total 21 70 7 23,3 2 6,7 30 100
adaptif sebanyak 23 responden
Berdasarkan tabel 4.14 dapat (76,7%). Kemudian didapatkan
diketahui dari 30 responden yang responden dengan mekanisme koping
diteliti diketahui persentase maladaptif sebanyak 7 responden
mekanisme koping adaptif paling (23,3%). Hasil penelitian
banyak mengalami tingkat stres ringan menunjukkan bahwa mekanisme
sebanyak 18 responden (60%) dan koping pada orang tua yang memiliki
tingkat stres sedang sebanyak 5 anak retardasi mental paling banyak
responden (16.7%). Sedangkan mengunakan mekanisme koping
persentase mekanisme koping adaptif sebanyak 23 responden
maladaptif paling banyak mengalami (76,7%). Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat stres ringan sebanyak 3 orang tua mampu menerima keadaan
responden (10%) dan tingkat stres anaknya, tidak mengalami stres
sedang sebanyak 2 responden (6.7%) berkepanjangan, dan berusaha mencari
serta tingkat stres berat sebanyak 2 dukungan sosial guna mengatasi
responden (6.7%). masalah yang dihadapinya. Menurut
Sadock & Sadock (2007) penerimaan
Mekanisme Koping orang tua merupakan suatu respon
koping dimana individu menerima
Berdasarkan hasil penelitiaan kenyataan dari suatu situasi yang
yang telah digambarkan pada tabel 5 menekan sebagai suatu usaha keadaan
dari 30 responden didapatkan hasil menghadapi situasi tersebut.
responden dengan mekanisme koping

4
Berdasarkan tabel 5 didapatkan makin mudah menerima informasi,
persentase mekanisme koping adaptif sehingga makin banya pula
paling banyak pada umur 36-45 tahun pengetahuan yang dimiliki yang pada
(dewasa akhir) yaitu 14 responden akhirnya dapat memberikan koping
(46.7%) dan yang paling sedikit pada adaptif. Menurut penelitian Kumar
umur >=25 tahun (Remaja Akhir) (2008) orang tua dengan status
yaitu 1 responden (3.3%). Sedangkan pendidikan yang tinggi memiliki stres
untuk persentase mekanisme koping psikologi rendah dan nilai strategi
maladaptif paling banyak pada umur koping yang tinggi. Orang tua yang
36-45 tahun (dewasa akhir) yaitu 3 berpendidikan juga dapat
responden (10%) dan persentase menyediakan perawatan yang tepat
paling sedikit pada umur 26-35 tahun dan tepat waktu untuk berbagai
(dewasa awal) dan 46 keatas (lansia masalah pada anak.
akhir) sebanyak 2 responden (6.7%).
Hal terjadi karena pada usia dewasa Tingkat Stres
memiliki toleransi terhadap stres dan
Berdasarkan hasil penelitian
stresor yang menggagu sehingga
digambarkan pada tabel 6 bahwa dari
mereka lebih mampu mengontrol stres.
30 responden didapatkan persentase
Menurut Hurlock (2008) semakin
paling banyak pada tingkat stres
tinggi umur maka tingkat kematangan
ringan yaitu 21 (70%) responden,
dan kekuatan seseorang lebih
sedangkan persentase paling sedikit
dipercaya. Semakin tua umur
pada tingkat stres berat yaitu 2
seseorang makin konstruktif dalam
responden (6,7%). Hal ini dapat
menggunakan koping terhadap
disebabkan oleh orang tua yang
masalah yang dihadapi. Pengalaman
kesulitan untuk mengendalikan emosi
dan kematangan jiwa seseorang
anak. Stres dalam hal parenting secara
disebabkan semakin cukupnya umur
khusus diasosiasikan dengan memiliki
dan kedewasaan dalam berpikir
anak dengan intellectuall disavility
termasuk dalam memberikan koping.
(Crinic, et al., 2009 dalam
Berdasarkan tabel 5 didapatkan
(Astriamitha, 2012). Hal ini sejalan
persentase mekanisme koping adaptif
dengan (Small, 2010 dalam
paling banyak berlatar pendidikan
(Astriamitha, 2012) tentang parenting
SMA yaitu 13 responden (43.3%) dan
pada anak dengan masalah
persentase paling sedikit dengan latar
perkembangan merupakan proses yang
pendidikan SMP yaitu 3 responden
penuh stress bagi orang tua karena
(10%). Sedangkan untuk persentase
seringkali tingkat pengasuhannya lebih
mekanisme koping maladaptif paling
sulit dan lebih intensif dibandingkan
banyak pada pendidikan SMA yaitu 4
dengan mengasuh anak dengan
responden (13.3%) dan persentase
perkembangan yang normal.
paling sedikit pada pendidikan PT
Berdasarkan tabel 6 didapatkan
yaitu 1 responden (3.3%). Hal ini
bahwa persentase paling banyak untuk
dapat disebabkan pendidikan yang
tingkat stres ringan paling banyak
tinggi dapat mudah menerima
pada responden dengan usia 36-45
informasi sehingga dapat memiliki
tahun (dewasa akhir) yaitu 12
toleransi terhadap stres dan
responden (40%) dan persentase
pengontrolan terhadap stressor.
paling sedikit pada usia 26-35 tahun
Menurut Siswanto (2007) tingkat
(dewasa awal) yaitu 4 responden
pendidikan mempengaruhi seseorang
(13.3%). Sedangkan persentase tingkat
mudah terkena stres atau tidak. Makin
stres berat paling banyak paling
tinggi tingkat pendidikan orang tua
banyak pada usia 36-45 tahun dan 26-

5
35 tahun yaitu 1 responden (3.3%). alat yang mendukung aktivitasnya,
Hasil observasi menunjukkan orang transportasi dan sering kali ditambah
tua yang mengantar anak ke sekolah dengan mendatangi klinik atau
termasuk kategori usia dewasa. Hal ini mengikuti program untuk memperoleh
sejalan oleh (Helkenn, 2007) yang pelayanan medis maupun edukasi
mengatakan bahwa merawat atau untuk anak-anak mereka secara tidak
mengasuh anak dapat memberikan langsung juga berdampak pada
banyak kepuasan sekaligus tantangan. bertambahnya beban finansial orang
Beberapa orang dewasa mengatakan tua.
menjadi orang tua merupakan suatu Berdasarkan tabel 4.14
penghargaan sekaligus tantangan. didapatkan bahwa persentase tingkat
Ketika mereka menjadi orang tua, stres ringan paling banyak pada
maka akan menghadapi tuntutan responden perempuan yaitu 15
terkait dengan pengasuhan yang responden (50%) dan persentase
menempatkan mereka pada risiko paling sedikit pada laki-laki yaitu 6
untuk mengalami stres. responden (20%). Sedangkan untuk
Berdasarkan tabel 6 didapatkan tingkat stres berat persentase paling
bahwa persentase tingkat stres ringan banyak pada laki-laki dan perempuan
paling banyak pada responden dengan masing-masing 1 responden (3.3%).
tingkat pendidikan SMA yaitu 13 Jenis kelamin berperan terhadap
responden (43.3%) dan persentase terjadinya stres. Ada perbedaan respon
paling sedikit pada tingkat pendidikan antara laki-laki dan perempuan saat
SMP yaitu 3 responden (10%). menghadapi konflik. Otak perempuan
Sedangkan persentase tingkat stres memiliki kewaspadaan yang negatif
paling berat paling banyak berada terhadap adanya konflik dan stress.
pada tingkat pendidikan SMA dan PT Pada perempuan konflik memicu
yaitu 1 responden (3.3%). Hal ini hormon negatif sehingga
terjadi karena dapat mengendalikan memunculkan stress, gelisah dan rasa
stresor dengan baik dan memiliki cara takut. Sedangkan laki-laki umumnya
penyelesaian terhadap suatu masalah. menikmati adanya konflik dan
Berdasarkan tabel 4.13 persaingan bahkan menganggap
didapatkan bahwa persentase tingkat bahwa konflik dapat memberikan
stres ringan paling banyak pada dorongan yang positif. Dengan kata
responden dengan pekerjaan IRT yaitu lain, ketika perempuan mendapat
15 responden (50%) dan persentase tekanan, maka umumnya akan lebih
paling sedikit pada buruh, PNS, guru mudah mengalami stres (Brizendine,
dan pegawai swasta yaitu 1 responden 2007).
(3.3%). Sedangkan persentase tingkat
stres berat paling banyak pada Hubungan Mekanisme Koping
pekerjaan wiraswasta dan PNS dengan Tingkat Stres
sebanyak 1 responden (3.3%). Hal ini
dapat terjadi karena orang tua yang Setelah dilakukan uji hipotesis
mengantar anak ke sekolah adalah menggunakan uji Kendall Tau
seorang ibu rumah tangga yang didapatkan hasil perhitungan antara
memiliki lebih banyak waktu luang di mekanisme koping dengan tingkat
rumah. Menurut Brooks, (2008), stres orang tua diperoleh nilai
tuntutan yang harus dipenuhi oleh signifikan p-value sebesar 0.041 lebih
orang tua dalam mengasuh anak kecil dari 0.05 (p-value < 0.05).
berkebutuhan khusus antara lain Sehingga hasil yang diperoleh pada
kebutuhan untuk diet, menyediakan penelitian ini bahwa H0 ditolak atau

6
ada hubungan antara mekanisme berpengaruh terhadap stres dan koping.
koping dengan tingkat stres pada Semakin tinggi tingkat pendidikan
orang tua yang memiliki anak retardasi semakin rendah stres dan semakin
mental di SLB N 1 Bantul. Pada tinggi mekanisme kopingnya.
penelitian ini diperoleh harga
koefisien hubungan sebesar 0.371 dan SIMPULAN DAN SARAN
arah hubungan positif dapat
disimpulkan semakin baik mekanisme Simpulan
koping orang tua dalam hal ini
mekanisme koping adaptif maka Berdasarkan hasil penelitian dapat
tingkat stres ringan. disimpulkan bahwa mekanisme koping
Berdasarkan tabel 7 dapat pada orang tua yang memiliki anak
diketahui dari 30 responden yang retardasi mental di SLB B 1 Bantul
diteliti diketahui persentase paling banyak mengunakan
mekanisme koping adaptif paling mekanisme koping adaptif sebanyak
banyak mengalami tingkat stres ringan 23 responden (76,7%). Sedangkan
sebanyak 18 responden (60%) dan mekanisme koping maladaptif
tingkat stres sedang sebanyak 5 sebanyak 7 responden (23.3%).
responden (16.7%). Sedangkan Tingkat stres pada orang tua yang
persentase mekanisme koping memiliki anak retardasi mental di SLB
maladaptif paling banyak mengalami N 1 Bantul paling banyak tingkat stres
tingkat stres ringan sebanyak 3 ringan sebanyak 21 (70%) responden.
responden (10%) dan tingkat stres Hasil analisis uji Kendall Tau
sedang sebanyak 2 responden (6.7%) didapatkan hasil perhitungan antara
serta tingkat stres berat sebanyak 2 mekanisme koping dengan tingkat
responden (6.7%). Hasil penelitian stres orang tua diperoleh nilai
juga menyatakan paling banyak signifikan p-value sebesar 0.041 lebih
responden dengan mekanisme koping kecil dari 0.05 (p-value < 0.05).
adaptif dengan tingkat stres ringan Sehingga hasil yang diperoleh pada
dengan responden berjumlah 18 penelitian ini bahwa H0 ditolak atau
(60%) responden. Hal ini berarti ada hubungan antara mekanisme
responden telah menggunakan koping koping dengan tingkat stres pada
yang sesuai untuk meminimalisir orang tua yang memiliki anak retardasi
tingkat stres. mental di SLB N 1 Bantul. Pada
Menurut penelitian Lindaswari penelitian ini diperoleh harga
Novi (2014) menunjukkan pada koefisien hubungan sebesar 0.371 dan
mekanisme koping adaptif orang tua arah hubungan positif dapat
yang memiliki anak retardasi mental disimpulkan semakin baik mekanisme
mampu menerima keadaan anaknya koping orang tua dalam hal ini
dan tidak mengalami stres mekanisme koping adaptif maka
berkepanjangan. Menurut penelitian tingkat stres ringan..
Suri (2012) orang tua dengan koping
keluarga memiliki respon yang positif Saran
terhadap masalah, respon perilakunya Bagi Civitas Akademis Universitas
dapat memecahkan suatu masalah atau ‘Aisyiyah Yogyakarta diharapkan
mengurangi strres yang diakibatkan dapat informasi pada mahasiswa dan
oleh masalahatau kejadian. Peneltian memperkaya ilmu pengetahuan dalam
kumar (2008) menunjukkan bahwa dalam program studi keperawatan.
tingkat pedidikan orang tua yang Bagi Pengampu Kelas C di SLB N 1
memiliki anak retardasi mental Bantul diharapkan menjadi masukan

7
ilmu pengetahuan yang selanjutnya Ekantari, P. (2010). Hubungan Antara
dapat lebih diprogramkan untuk orang Kepribadian Tangguh Dengan
tua dengan anak retardasi mental agar Stres Pengasuhan Pada Ibu
keluarga dapat membantu dalam
Yang Memiliki Anak Retardasi
proses penyembuhan. Bagi Orang tua
Siswa SLB N 1 Bantul diharapkan Mental. Skripsi tidak
dapat menjadi acuan bagi orang tua Dipublikasikan. Fakultas
yang belum menggunakan mekanisme Psikologi UMS.
koping adaptif untuk mengurangi Hastuti, Retno Yuli. (2010). Sikap
tingkat stres dalam pengasuhan anak Orang Tua Dengan
dengan retardasi mental. Bagi Kemampuan Sosialisasi Anak
Penelitian Selanjutnya agar dapat
Retardasi Mental Di SLB C/C1
mengembangkan penelitian ini dengan
mengembangkan variabel lain terkait Shanti Yoga Klaten. Jurnal
mekanisme koping maupun tingkat Ilmu Kesehatan Vol. 5
stres orang tua atau dengan variabel No. 9.
lain yang belum diteliti seperti orang Helkenn, J. (2007). Correlates of
tua asuh, care-giver, dan orang yang Parenting Stress: Child, parent
merawat anak dengan retardasi mental. & Enviromental
Characteristics in a Low
Daftar Pustaka
Income Sample of Parents
Andarsih. (2012). Hubungan Antara Presschool Children. Proquest
Active Coping dengan Stres Dissertation and Theses .
Pengasuhan Pada Ibu Yang Hockenberry, M. J. (2005). Wong's
Memiliki Anak Retardasi Essential of Pediatric Nursing.
Mental Umur 6-12 Tahun di United State of America:
SLB N 2 Yogyakarta. Skripsi Elsevier Mosby.
tidak Dipublikasikan. STIKES Kemenkes. (2010). Pedoman
'Aisyiyah Yogyakarta. Pelayanan Kesehatan Anak di
Astriamitha.(2012). Hubungan antara Sekolah Luar Biasa (SLB) Bagi
Parenting Stress dan Parenting Petugas Kesehatan. Jakarta:
Self-Efficacy pada Ibu yang Kementerian Kesehatan RI.
Memiliki Anak dengan Kumar, G. V. (2008). Psychologiical
Tunagrahita Taraf Ringan dan Stress and Copinng Strategies
Sedang Usia Kanak-kanak of the Parents of Mentally
Madya. Skripsi tidak Challenged Children. Journal
Dipublikasikan.Universitas of the Indian of Applied
Indonesia. Psychology Vol.34, No.2 , 227-
Brizendine, L. (2007). The Female 231.
Brain Penerjemah:Meda Lindaswari Novi, I. G. (2014).
Satrio. Jakarta: Ufuk Press. Hubungan Mekanisme Koping
Efendi, M. (2009). Pengantar Dengan Pola Asuh Orang Tua
Psikopedagogik Anak Anak Retardasi Mental Ringan
Berkelainan. Jakarta: Bumi Di Sekolah Luar biasa C
Aksara. Negeri Denpasar. Skripsi tidak
Dipublikasikan. Program Studi

8
Ilmu Keperawatan Fakultas Stuart, G. W. (2009). Principles and
Kedokteran Universitas Practice of Psychiatric
Udayana. Nursing.Canada: Mosby
Nurali, I. A. (2011). Olahraga Bagi Elsevier.
Penyandang Cacat
Sumbangsih Bagi Suparno. (2007). Bahan Ajar Cetak:
Peningkatan Derajat Pendidikan Anak
Kesehatan Nasional. Dipetik Berkebutuhan Khusus.
November 1, 2015, dari Direktorat Jenderal Pendidikan
Kementerian Kesehatan Tinggi: Departemen
Pendidikan Nasional.
Republik Indonesia Direktorat
Jenderal Kesehatan Suryani, E., & Widyasih. H. (2008).
Masyarakat:http//www.kesmas Psikologi Ibu dan Anak.
.depkes.go.id. Yogyakarta: Fitramaya.
Sadock, B. J., Kaplan, H. I., & Sadock, Weiss, J. A., Sullivan, A., & Diamond,
V. A. (2007). Kaplan & T. (2003). Parent Stress and
Sadock's Synopsis of Adaptive Functioning of
Psychiatry: Behavioral Individuals With
Sciences/Clinical Psychiatry. Developmental Disabilities.
Philadelphia:Lippincott Journal on Developmental
Williams & Wilkins. Disabilities , 10, 130-135.
Sarafino, E. P., & Smith, T. W. (2011).
Health Psychology
Biopsychosocial Interaction
7th Edition. United State of
America: Wiley.
Sembiring, S.A. (2002). Penataan
Lingkungan Sosial Bagi
Penderita Dimensia (pikun)
dan RTA (Retardasi Mental).
Medan: USU Digital Library.
Schieve, L. A., Blumberg, S. J., Rice,
C., Visser, S. N., & Boyle, C.
(2007). The Relationship
Between Autism and Parenting
Stress. Pediatrics , 114-121.
Siswanto. (2007). Kesehatan Mental :
Konsep, Cakupan dan
Perkembangannya.
Yogyakarta: Andi.
Somantri, S. (2007). Psikologi Anak
Luar Biasa. Bandung: Refika
Aditama.

Anda mungkin juga menyukai