Sinta Wahidayanti
Program Studi Psikologi, Fakultas Ekonomika dan Humaniora,
Universitas Dhyana Pura
Email: sintawahida13@gmail.com
Abstrak. Orang tua memiliki tantangan yang lebih besar dalam merawat anak
autis, karena anak autis memiliki tantangan yang membuat orang tua harus
ekstra dalam pengasuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan
menemukan aspek-aspek serta faktor-faktor yang mendukung regulasi emosi
orang tua yang mempunyai anak autis di PLA Kota Denpasar. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatıf dengan pendekatan
fenomenologi. Adapun hasil penelitian ini bahwa orang tua yang mempunyai
anak autis mampu meregulasi emosinya dengan mengevaluasi dan mengubah
reaksi-reaksi emosional sehingga dapat bertingkah laku secara adaptif sesuai
dengan situasi yang terjadi yang didukung oleh keempat aspek yaitu
strategies to emotion regulation, engaging on goal directed behavior, control
emotional responses, acceptance of emotional responses serta tujuh faktor
yaitu usia, jenis kelamin, religiusitas, budaya, goals, frekuensi dan
capabilties.
57
Jurnal Psikologi MANDALA
2020, Vol. 4, No. 1, 57-70
ISSN: 2580-4065
58
Jurnal Psikologi MANDALA
2020, Vol. 4, No. 1, 57-70
ISSN: 2580-4065
Kusumasari, 2018). Orang tua dituntut barang yang diinginkanya dan terus
menerima kondisi anak dan mengenal mengingat akan hal tersebut secara terus
lebih dalam mengenai autis. orang tua menerus, KA meregulasi emosinya
harus memikirkan reaksi lingkungan dengan berusaha untuk memenuhi serta
terhadap anak dan menghadapi mengalihkan dengan mengajaknya
keterbatasan-keterbatasan serta bermain. Sedangkan pada subjek kedua
kebutuhan khusus anak. Tuntutan- yaitu EM dalam meregulasi emosinya
tuntutan tersebut akan memengaruhi dengan menahan, menegur, bahkan jika
emosi orang tua dalam menghadapi anak sudah keterlaluan subjek mencubit sang
autis sehingga harus dikelola dengan anak. Tekanan maupun tuntutan yang
baik. Kemampuan orang tua dalam dialami orang tua selama merawat anak
mengelola emosi yang dirasakannya penyandang autis berbeda-beda pada
disebut regulasi emosi. Regulasi emosi umumnya. Kemampuan regulasi emosi
didefinisikan sebagai cara individu yang baik diharapkan dapat mengurangi
memengaruhi emosi yang mereka miliki, emosi-emosi negatif. Berdasarkan uraian
kapan mereka merasakannya dan di atas maka peneliti tertarik melakukan
bagaimana mereka mengalami atau penelitian tentang regulasi emosi
mengekspresikan emosi tersebut. dikarenakan anak autis memiliki
Regulasi emosi juga dapat diartikan perilaku yang membuat orang tua harus
sebagai kemampuan untuk ekstra dalam pengasuhan. Tantangan
mengevaluasi dan mengubah reaksi- maupun tuntutan yang dijalani tersebut
reaksi emosional untuk bertingkah laku akan memengaruhi emosi orang tua
tertentu yang sesuai dengan situasi yang dalam menghadapi anak autis sehingga
sedang terjadi (Gross, Thompson, harus dikelola dengan baik.
Garnefski dalam Salamah 2009). Orang
tua harus meregulasi emosinya seiring Metode
pengasuhan terhadap anak. Kemampuan Penelitian ini menggunakan metode
regulasi emosi yang baik dapat penelitian kualitatif dengan model
membantu orang tua dalam mengatasi penelitian fenomenologi. Pengumpulan
ketegangan, reaksi-reaksi emosional dan data pada penelitian ini yaitu dengan
mengurangi emosi-emosi negatif. menggunakan beberapa metode
Berdasarkan wawancara yang telah observasi, wawancara dan dokumentasi.
dilakukan di Pusat Layanan Autis Kota Unit analisa yang peneliti kaji adalah
Denpasar pada tanggal 23 September regulasi emosi orang tua yang
2019 dengan orang tua yang mempunyai mempunyai anak autis, sedangkan unit
anak autis, peneliti menemukan bahwa amatan dalam penelitian ini adalah Pusat
narasumber berusaha meregulasi Layanan Autis Kota Denpasar. Adapun
emosinya dengan cara yang berbeda- karakteristik unit yang akan diamati
beda ketika menghadapi permasalahan ialah orang tua yang mempunyai anak
berkaitan dengan pengasuhan anaknya. autis di Pusat Layanan Autis Kota
Pada subjek KA menyatakan bahwa Denpasar dan orang tua yang anaknya
ketika anaknya ingin meminta sesuatu menjalankan program kelas dan terapi di
59
Jurnal Psikologi MANDALA
2020, Vol. 4, No. 1, 57-70
ISSN: 2580-4065
Pusat Layanan Autis Kota Denpasar. dan bagaimana individu mengalami dan
Subjek dalam penelitian ini berjumlah mengekspresikan emosi tersebut. Proses
dua pasang orang tua atau total subjek tersebut meliputi menurunkan dan
penelitian adalah berjumlah empat orang meningkatkan emosi yang positif
yang mudah ditemui, lebih terbuka dan maupun negatif (Gross, 2007). Individu
bersedia ikut serta dalam wawancara. yang memiliki kemampuan meregulasi
Sedangkan, informan dalam penelitian emosi dapat mengendalikan dirinya
ini ialah 1 orang terdekat yaitu keluarga apabila sedang kesal dan dapat
dari masing-masing subjek serta satu mengatasi rasa cemas, sedih atau marah
orang informan dari PLA sebagai sehingga mempercepat dalam
Koordinator Layanan Umum. Analisis pemecahan suatu masalah (Syahadat,
data pada penelitian ini menggunakan 2013).
model Miles dan Huberman (dalam Berdasarkan hasil analisis data,
Herdiansyah, 2015) dengan teknik peneliti mendapati bahwa Orang tua 1
pengumpulan data, reduksi data, dan 2 telah memenuhi aspek-aspek
penyajian data dan penarikan regulasi emosi melalui berbagai macam
kesimpulan dan verifikasi. Teknik cara seiring dengan pengasuhan sang
validasi yang penulis gunakan dalam anak. Selain itu, peneliti juga mendapati
penelitian ini yaitu triangulasi sumber adanya faktor-faktor yang mendukung
data melalui penggabungan antara dat dalam memengaruhi regulasi emosi
yang diperoleh dari wawancara, orang tua yang mempunyai anak autis di
observasi, dan dokumentasi. PLA Kota Denpasar yaitu usia, jenis
kelamin, religiusitas, budaya, goals,
Hasil dan Pembahasan frekuensi dan capabilities. Walaupun
Perasaan yang dialami oleh kedua pada mulanya orang tua merasakan
pasangan orang tua ketika mengetahui emosi negatif selama pengasuhan anak
anak mengalami autis pada saat itu namun dengan seiring berjalannya waktu
adalah sedih, marah, kecewa dan sedikit terlebih lagi semenjak anak terdiagnosa
tidak terima atas kondisi sang anak. Hal mengalami autis pada umur 8 dan 15
ini pun juga disampaikan oleh (Safaria, tahun yang lalu, orang tua mampu untuk
2005) dimana kebanyakan orang tua mengevaluasi dan mengubah reaksi-
mengalami shock bercampur perasaan reaksi emosional untuk bertingkah laku
sedih, khawatir cemas, takut dan marah adaptif sesuai dengan situasi yang terjadi
ketika mengetahui anaknya mengalami (Gross, Thompson, Garnefski dalam
gangguan autis. Tuntutan-tuntutan Salamah 2009). Adapun aspek-aspek
maupun tantangan yang lebih besar regulasi emosi orang tua yang
ketika mempunyai anak autis membuat mempunyai anak autis di PLA Kota
orang tua harus meregulasi emosinya Denpasar sebagai berikut:
seiring pengasuhan sang anak. Regulasi 1. Strategies to emotion regulation
emosi merupakan suatu proses individu Orang tua memiliki kemampuan
dalam memengaruhi emosi yang dalam strategies to emotion regulation
dimilikinya, kapan individu merasakan dengan berbagai macam cara yaitu
60
Jurnal Psikologi MANDALA
2020, Vol. 4, No. 1, 57-70
ISSN: 2580-4065
dengan membiarkan sang anak ketika lain, orang tua pernah merasa kecewa
sedang mengalami tantrum, berbagi terhadap kondisi sang anak tetapi
cerita dengan pasangan maupun dengan berpikir kembali bahwa ini semua adalah
temannya ketika mempunyai anak nasib dan merasa bangga sudah
penyandang autis. Selain itu orang tua diberikan kepercayaan dalam merawat
juga berdoa agar diberikan kesembuhan anak spesial serta tidak lupa untuk selalu
serta kekuatan selama merawat sang menjalaninya dengan ikhlas dan tabah.
anak serta dapat tetap tenang. Orang tua Sedangkan orang tua 2 menganggap
juga mengambil kegiatan yang positif bahwa takdir yang diberikan merupakan
seperti berkebun, melakukan pekerjaan ada pada kesalahan di dalam kehidupan
rumah dengan menyapu serta mengikuti terdahulu secara Hindu.
adanya kelas parenting yang diadakan di Selain itu, orang tua 1 berdoa agar
PLA. Ketika sedang penat di rumah pun diberikan kesehatan pada dirinya dalam
mereka mengajak sang anak jalan-jalan merawat sang anak, mengikuti sharing-
dan berharap agar anak dapat sharing, serta untuk tidak terpengaruh
bersosialisasi. Menurut Dennis (2007), emosi negatif selama merawat anak
regulasi emosi merupakan strategi yang terutama ketika anak tengah membuat
digunakan oleh individu untuk kesalahan di lingkungan sekitar orang
mengubah jalan dan pengalaman dalam tua berusaha untuk meminta maaf dan
mengungkapkan emosi. Dari hal tersebut menjelaskan terkait kondisi sang anak.
orang tua telah memenuhi aspek Hal ini berbanding terbalik dengan apa
strategies to emotion regulation yang dikatakan oleh Santrock (2007)
(strategies) yang dikemukakan oleh dimana para orang tua sering kali
Gross (2007) yaitu keyakinan individu menerapkan manipulasi fisik seperti
untuk dapat mengatasi suatu masalah, menjauhkan anak dari aktivitas yang
memiliki kemampuan untuk membahayakan ke tempat yang mereka
menemukan suatu cara yang dapat inginkan. Sedangkan orang tua 2, pada
mengurangi emosi negatif serta dapat mulanya memengaruhi emosi dalam hal
dengan cepat menenangkan diri kembali menjemput anak tetapi seiring
setelah merasakan emosi yang beranjaknya usia sang anak menjadikan
berlebihan. orang tua terbiasa serta dapatnya
2. Engaging on goal directed behavior dukungan dari teman maupun atasan
Orang tua 1 dan 2 mempunyai dalam hal ijin ketika menjemput anak
kemampuan engaging on goal directed sehingga tidak mengakibatkan konflik.
behavior ialah kemampuan individu Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
untuk tidak terpengaruh oleh emosi yang ditemukan Gottman (1997)
negative yang dirasakannya sehingga menunjukkan bahwa dengan
dapat tetap berpikir dan melakukan mengaplikasikan regulasi emosi dalam
sesuatu dengan baik selama mengasuh kehidupan akan berdampak positif baik
anak penyandang autis yaitu dengan dalam kesehatan fisik, keberhasilan
mengajak keluarga termasuk sang anak akademik, kemudahan dalam membina
untuk bepergian atau jalan-jalan. Di sisi hubungan dengan orang lain dan
61
Jurnal Psikologi MANDALA
2020, Vol. 4, No. 1, 57-70
ISSN: 2580-4065
62
Jurnal Psikologi MANDALA
2020, Vol. 4, No. 1, 57-70
ISSN: 2580-4065
menjadikan mereka hemat dan tidak orang tua 1 dan 2 berkisar antara 40-54
berfoya-foya terutama dalam mengajak tahun. Penelitian menunjukkan bahwa
jalan-jalan anak serta tidak lagi bertambahnya usia seseorang
menyediakan makanan sembarangan dihubungkan dengan adanya
seperti dahulu. Berbanding terbalik peningkatan kemampuan regulasi emosi,
dengan apa yang disampaikan oleh dimana semakin tinggi usia maka
Zager (2005) kesulitan keuangan terkait semakin baik kemampuan regulasi
dengan membesarkan anak yang emosinya sehingga menyebabkan
dihadapi oleh keluarga pada umumnya, ekspresi emosi semakin terkontrol
seringkali lebih intens dan berlangsung (Gross, 2007). Hal itu juga selaras
secara berkelanjutan pada keluarga yang dengan apa yang disampaikan oleh
memiliki anak dengan gangguan autis. Brenner dan Salovey (dalam Salovey &
Lain halnya dengan orang tua 2, mereka Sluyter, 1997) dimana semakin
berpasrah dengan kondisi sang anak bertambahnya usia seseorang maka
karena merasa sudah tidak bisa relatif semakin baik dalam meregulasi
diperbaiki lagi dan tidak bisa berbuat emosi. Selain itu Hurlock (1996)
banyak hal lagi atas kondisi sang anak, mengungkapkan bahwa usia 40–54
orang tua menganggap bahwa ia telah tahun berada dalam rentang
ditakdirkan oleh Tuhan dan dipercaya perkembangan dewasa madya, yaitu
menjadi orang tua pilihan ketika antara usia 40-60 tahun. Sebagian besar
mempunyai anak autis. Hal ini sejalan individu telah mampu menentukan
dengan yang disampaikan oleh masalah-masalah mereka dengan cukup
Rachmayanti & Anita (2007) bahwa baik sehingga menjadi cukup stabil dan
salah satu bentuk penerimaan yang matang secara emosi begitu pula
terjadi pada orangtua adalah menyadari terhadap kemampuan regulasi emosi
akan apa yang bisa dilakukan anak dan yang dimiliki oleh subjek orang tua 1 dan
apa yang belum bisa dilakukan anak. 2 yang mempunyai anak autis di PLA
Dalam hal tersebut, orang tua 1 dan 2 Kota Denpasar.
telah memenuhi aspek acceptance of 2. Jenis Kelamin
emotional response yang dikemukakan Menurut Gross (2007)
oleh Gross (2007) kemampuan individu perempuan menunjukkan sifat
untuk menerima suatu peristiwa yang feminimnya dengan mengekspresikan
menimbulkan emosi negatif dan tidak emosi sedih, takut, cemas dan
merasa malu merasakan emosi tersebut. menghindari mengekspresikan emosi
Selain itu, adapun faktor-faktor marah dan bangga yang menunjukkan
pendukung dalam memengaruhi regulasi sifat maskulin (regulasi pada perasaan
emosi orang tua yang mempunyai anak marah dan bangga). Sedangkan laki-laki
autis di PLA Kota Denpasar yaitu lebih mengekspresikan emosi marah dan
sebagai berikut: bangga untuk mempertahankan dan
1. Usia menunjukkan dominasi (regulasi
Peneliti menemukan usia terhadap emosi takut, sedih dan cemas).
pasangan yang dimiliki oleh subjek Pada penelitian ini, peneliti hanya
63
Jurnal Psikologi MANDALA
2020, Vol. 4, No. 1, 57-70
ISSN: 2580-4065
mendapati salah satu orang tua yaitu dari mana seseorang menerima dan
pihak ayah yang mengekspresikan emosi mengakui doktrin agama yang meliputi
marah sedangkan 3 subjek lainnya tidak keyakinan atau kepercayaan terhadap
menunjukkan adanya perbedaan dalam Tuhan, sifat-sifat Tuhan, adanya utusan
mengekspresikan emosi baik dari atau Nabi, percaya adanya surga dan
perempuan dan laki-laki sama-sama neraka serta ganjaran baik atau buruk
memunculkan ekspresi sedih, marah atas perilaku yang dilakukan. Begitu
maupun kecewa. Hal ini berbanding pula dengan subjek pada penelitian ini
terbalik dengan penelitian Simon & Nath yang berumat Hindu, dalam meregulasi
(2004) menemukan bahwa laki-laki dan emosinya ia berpikir bahwa apa yang
perempuan berbeda dalam terjadi pada saat ini merupakan
mengekspresikan emosi baik verbal kesalahan terdahulu secara ajaran umat
maupun non-verbal sesuai dengan jenis Hindu. Umat Hindu mempunyai
kelaminnya. keyakinan dan percaya dengan adanya
3. Religiusitas Panca Sradha, yang merupakan lima
Faktor lainnya yang mendukung keyakinan dasar umat Hindu, salah satu
dalam regulasi emosi subjek ialah dalam keyakinan dasar umat Hindu
religiusitas. Seseorang yang tinggi tersebut merupakan ajaran karmaphala,
tingkat religiusitasnya akan berusaha yaitu keyakinan untuk mempercayai
untuk menampilkan emosi yang tidak adanya hukum sebab akibat. Setiap
berlebihan bila dibandingkan dengan perbuatan manusia secara hirarki akan
orang yang tingkat religiusitasnya mendapatkan hasil baik maupun buruk.
rendah. Dengan berdoa, orang tua dapat Karena dalam ajaran karmaphala,
tetap tenang ketika sedang mengalami keadaan manusia dalam suka maupun
emosi negatif selama merawat anak duka disebabkan oleh hasil perbuatan
autis, selain itu orang tua juga memohon manusia itu sendiri yang dilakukan
agar diberikan kesehatan, kesembuhan, dalam menjalani kehidupan sekarang
serta kekuatan selama merawat anak maupun kehidupan terdahulu (Dira &
yang mengalami gangguan autis. Orang Juliantara 2019).
tua juga menganggap bahwa Tuhan telah 4. Budaya
mempercayakannya untuk menjadi Budaya memengaruhi regulasi
orang tua pilihan ketika mempunyai emosi yang dilakukan oleh subjek orang
anak autis. Hal ini sesuai dengan yang tua yang mempunyai anak autis.
dijelaskan oleh (Gross, 2007) bahwa Menurut Gross (2007) budaya
religiusitas memengaruhi seseorang merupakan norma atau belief yang
meregulasi emosinya. Begitu pula terdapat dalam kelompok masyarakat
dengan apa yang dikemukakan oleh tertentu dapat memengaruhi cara
Glock dan Starck (dalam Ancok & individu menerima, menilai suatu
Suroso, 2004) bahwa religiusitas pengalaman emosi, dan menampilkan
individu dapat dilihat dari beberapa suatu respon emosi. Begitu pula dari
dimensi yang dikemukan oleh pertama, penjelasan etnotheories tentang emosi
dimensi keyakinan yakni melihat sejauh dipahami bahwa budaya memengaruhi
64
Jurnal Psikologi MANDALA
2020, Vol. 4, No. 1, 57-70
ISSN: 2580-4065
65
Jurnal Psikologi MANDALA
2020, Vol. 4, No. 1, 57-70
ISSN: 2580-4065
66
Jurnal Psikologi MANDALA
2020, Vol. 4, No. 1, 57-70
ISSN: 2580-4065
67
Jurnal Psikologi MANDALA
2020, Vol. 4, No. 1, 57-70
ISSN: 2580-4065
68
Jurnal Psikologi MANDALA
2020, Vol. 4, No. 1, 57-70
ISSN: 2580-4065
69
Jurnal Psikologi MANDALA
2020, Vol. 4, No. 1, 57-70
ISSN: 2580-4065
70