Anda di halaman 1dari 8

Dokumen FOCER

Diterjemahkan oleh Irma Susan Kurnia


Sumber:
http://www.ext.colostate.edu/pubs/consumer/10248.html

Tantrum Dan Kemarahan Pada Anak


Oleh R.J. Fetsch dan B. Jacobson

Beberapa Fakta

Tantrum biasanya muncul pada usia 2 atau 3 dan mulai berkurang pada usia 4 tahun
23% sampai 83% dari semua anak usia 2 sampai 4 tahun sesekali mengalami tantrum
Bagaimana respon orangtua merupakan poin penting dalam menangani tantrum
Orangtua dapat belajar bagaimana menenangkan dirinya, menentukan aturan yang jelas,
mengamati dan memuji perilaku anak yang baik, dan mengajari empati serta rasa pengertian
Sepuluh petunjuk praktis ditawarkan pada orangtua yang ingin mempelajari cara-cara yang benar
bagaimana menghadapi tantrum dan kemarahan pada anak

Semua orangtua dan orang yang terlibat dalam pengauhan anak memainkan peranan penting
dalam hidup mereka dengan sebisa mungkin menjadi orangtua terbaik. Bagaimana caranya?
Dengan menerapkan strategi parenting yang efektif sedari dini.

Satu dari kesempatan terbaik para orangtua belajar strategi parenting yang efektif dan mengatasi
kemarahan anak adalah ketika anak marah dan saat tantrum. Jika orangtua dapat mengatasi saat-
saat anak tantrum, situasi lain akan lebih mudah diatasi.

Apa itu temper tantrum (ledakan amarah)?

Temper tantrum adalah suatu masalah perilaku yang biasa terjadi pada anak-anak prasekolah
dimana anak-anak yang mengalaminya mengekspresikan amarahnya dengan menggelesot di
lantai, menendang, berteriak dan kadangkala menahan nafas(5). Tantrums itu alamiah, terutama
pada anak-anak yang belum dapat mengekspresikan rasa frustasi mereka dengan kata-kata.

Tantrum biasanya terjadi pada anak usia 2 atau 3 tahun ketika anak-anak mulai membentuk
konsep diri. Balita cukup usia untuk mengerti saya dan keinginan saya tapi terlalu muda
untuk tahu bagaimana caranya memenuhi keinginan mereka. Tantrum merupakan hasil dari
energi yang besar dan kemampuan yang rendah untuk menggunakan kata-kata untuk memenuhi
kebutuhan atau keinginan mereka.

Puncak tantrum umumnya terjadi antara usia 2 dan 3 dan mulai berkurang menjelang usai 4
tahun. Anak-anak biasanya mengalami selama satu tahun. 23% sampai 83% dari semua anak-
anak usia 2 sampai 4 tahun setidaknya sesekali mengalami tantrum (2, 3, 7, 8, 15).

Kebanyakan anak mengalami tantrum di tempat tertentu dengan orang tertentu pula. Biasanya
terjadi di tempat umum saat si anak dilarang melakukan sesuatu. Tantrum biasanya berhenti
ketika si anak memperoleh apa yang diinginkan. Kejadian saat tantrum tergantung level energi si
anak dan kesabaran serta kemampuan parenting orangtua (16).

Penyebab Temper Tantrum

Ada banyak kemungkinan penyebab dari temper tantrum. Beberapa penyebab merupakan
indikator dari masalah keluarga yakni aturan yang tidak konsisten, terlalu banyak mengkritik,
orangtua terlalu protektif atau terlalu abai, anak tidak mendapat cukup cinta dan perhatian dari
ibu dan ayahnya, masalah dalam pernikahan, gangguan bermain, problem emosional dengan
salah satu orangtua, bertemu dengan oang asing, persaingan antar saudara, memiliki masalah
bahasa, dan penyakit tertentu(2). Penyebab umum lainnya termasuk lapar dan lelah.

Anak yang memiliki temper tantrum sering mengalami masalah lain seperti kebiasaan mengisap
jempol, membenturkan kepala, mengompol dan gangguan tidur . Jika perilaku ini terjadi, atau
jika anak anda mengalami tantrum lebih dari 15 menit atau terjadi 3 kali sehari atau lebih pada
usia lebih muda dari 1 tahun atau lebih tua dari 4 tahun, mintalah bantuan dari dokter keluarga,
psikolog atau konselor keluarga/pernikahan. Disarankan untuk mencari lebih dari satu
pendekatan terapi perilaku yang eksklusif dimana hasilnya dilaporkan sama efektif dan tidak
efektif (11, 14, 17).Suatu pendekatan yang direkomendasikan adalah pendekatan yang
menggabungkan hal terbaik dari modifikasi perilaku pemikiran sistem keluarga (1), dan
pendekatan lain seperti intervensi paradoks (6).

Terkadang temper tantrum pada anak prasekolah merupakan awal dari pola yang menggiring
anak menjadi semakin tidak taat,memberontak dan agresif seiring dengan pertumbuhan usia
mereka. Di Oregon Social Learning Center, anak laki-laki yang agresif diteliti (12, 13). Pola
yang kompleks diamati, termasuk :
Orangtua memiliki masalah dengan stressor dalam kehidupan seperti perceraian, lama
menganggur, sakit, masalah alkohol dan obat-obatan, masalah kronis lain atau berhubungan
dengan anak yang sulit
Orangtua kesulitan mengontrol saat anak mulai menggoda, berteriak, tidak patuh dan merengek.
Orang tua membiarkan meloloskan diri dalam keadaan marah
Semakin anak belajar bahwa mereka dapat meloloskan diri dengan menunjukkan temper
tantrum, ledakan amarah dll mereka menjadi semakin tidak patuh, memberontak dan agresif.
Semakin lama semakin banyak teman sebaya menjauhi si anak dan orangtua juga cenderung
menjauhi dan menghindari si anak juga.

Carol Tavris (16), dalam bukunya, Anger: The Misunderstood Emotion, menulis tentang pola
tersebut menjadi siklus berputar dan terjadi ratusan kali setiap hari. Ia melihat pola tersebut
dalam tiga proses :

1. Si anak diserang, dikritik atau dibentak oleh orangtua dan saudara yang jengkel
2. Anak kemudian merespon dengan agresif
3. Buah dari agresivitas si anak adalah pengganggunya pergi dan anak belajar menggunakan taktik
seperti merengek, berteriak dan temper tantrum

Ketika anggota keluarga lain juga menggunakan metode ini, masalah semakin besar. Di Oregon
Social Learning Center, Patterson (12, 13) menemukan bahwa ketika kemarahan terjadi lebih
dari 18 detik, keluarga semakin mungkin menjadi kasar. Setelah berbicara atau bahkan berteriak
seringkali akirnya memukul.
Masalahnya seringkali, meski tidak selalu, cara parenting yang tidak konsisten dan tidak pada
tempatnya. Satu solusi terletak pada menghentikan berteriak, memarahi atau memukul, tetap
berusaha tenang; menyatakan aturan yang jelas dan membutuhkan kepatuhan; memperhatikan
dan memuji perilaku yang sesuai; dan menjalankan konsekuensi logis.
Orang tua dapat belajar bagaimana membesarkan anak dan mendidik secara efektif. Orangtua
otoriter yang terlalu banyak meggunakan kekuasaannya dan menerapkan disiplin dengan
hukuman bisa belajar parenting otoratif yang lebih efektif . Orangtua permisif yang terlalu
sedikit menggunakan kekuasaannya dan menerapkan terlalu sedikit disiplin juga bisa belajar
menjadi orang tua otoritatif. Seperti yang sering terjadi, keseimbangan adalah hal penting. Orang
tua otoritatif belajar setiap hari kapan dan bagaimana mendisiplinkan anak-anak mereka secara
efektif dengan menetapkan standar, menegakkan aturan, menjalankan kewenangan bila
diperlukan, namun mengakui hak-hak anak (4, 9).

Petunjuk Untuk Orangtua


Dari sejumlah studi penelitian Tavris, panduan berikut disarankan untuk membangun control dan
harga diri anak

1. Belajar untuk mengatasi kemarahan diri sendiri dan orang lain

Ketika orang tua mendisiplinkan karena marah atau memiliki ekspektasi yang tidak sesuia usia
anak, mereka sering melakukan kesalahan ketika bereaksi. Tempat untuk memulai adalah dengan
diri kita sendiri. Ketika kita merasa tenang, kita mendapatkan model kemarahan dan manajemen
konflik yang efektif. Contoh: "Ibu sangat marah padamu sekarang karena menumpahkan sereal
ke seluruh lantai yang bersih, rasanya ibu ingin memukul. Tapi ibu tidak akan memukul, ibu mau
pergi dan kembali kalau sudah tenang. "

2. Alihkan perhatian atau arahkan kembali anak.

Ketika seorang anak berperilaku salah, orang tua yang tenang kadang-kadang dapat kembali
mengarahkan perilaku anak. Contoh: "Inilah semangkuk air hangat. Ayo kita main diluar. Disana
boleh main ciprat-cipratan sepuasnya

3. Disiplinkan dengan tepat dan singkat

Salah satu teknik yang dapat digunakan adalah untuk mengambil dan memindahkan anak Anda
dari ruangan segera dan mengisolasi dia selama dua sampai lima menit. Hal ini juga memberi
Anda waktu untuk mendapatkan mengendalikan emosi Anda. Dua sampai lima menit sudah
cukup, memberi nasihat tidak diperlukan. Dalam kondisi yang jarang terjadi, memegang badan
anak mungkin akan membantu. Konsistenlah dalam menegakkan aturan, terutama dengan anak-
anak usia sekolah yang lebih tua. Contoh: "Ibu menempatkanmu di kamar untuk jeda sampai
kamu tenang dan siap untuk bicara lagi." "Ibu ingin kamu pergi ke kamarmu sekarang dan
tinggal di sana sampai kamu siap untuk keluar dan bicara untuk meminta apa yang kamu
inginkan daripada meludahi orang. "

4. Cobalah untuk menemukan alasan anak marah atau temper tantrum

Apa yang anak inginkan dan tidak mendapatkan? Alasan anak memiliki amarah bervariasi: untuk
mendapatkan perhatian, mendapatkan seseorang untuk mendengarkan, protes tidak mendapatkan
jalan keluar, keluar dari sesuatu yang mereka tidak ingin lakukan, menghukum orang tua untuk
pergi, untuk menunjukan kekuasaan, untuk membalas dendam, dari rasa takut ditinggalkan, dll.
Biarkan anak tahu perilaku tersebut tidak dapat diterima. Bicara dengan tenang. Contoh:
"Sekarang kita keluar dari toko dan kita berdua punya kesempatan untuk menenangkan diri, ayo
kita bicara. Ibu pikir kamu marah pada ibu karena tidak ibu belikan permen. Benar? "..." Tidak
apa-apa kamu marah pada ibu, tapi menendang, menjerit dan berteriak kalau ingin permen tidak
berguna . Ibu tetap tidak akan beli permen.

5. Hindari mempermalukan anak ketika marah.

Anak-anak dalam keluarga yang sehat diperbolehkan untuk mengekspresikan semua perasaan
mereka, apakah mereka menyenangkan atau tidak menyenangkan. Mereka tidak dikritik atau
dihukum karena memiliki dan mengekspresikan perasaan dengan tepat, termasuk kemarahan.
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa ketika orang tua mempermalukan anak saat marah
efek negatifnya anak kurang memiliki keinginan untuk meringankan penderitaan orang lain
(10). Contoh: "Kamu sepertinya sedang marah. Ibu juga akan marah jika ada yang acak-acak
gambar ibu seperti anak itu acak-acak punyamu "

6. Ajarkan anak-anak tentang tingkat intensitas kemarahan.

Dengan menggunakan kata-kata yang berbeda untuk menggambarkan intensitas perasaan marah
(misalnya, kesal, ingin marah, jengkel, frustrasi, marah, geram, sangat marah), anak-anak
berumur 2 1/2 dapat belajar untuk memahami kemarahan sebagai emosi yang kompleks dengan
tingkat energi yang berbeda (10). Contoh: "Aku sangat kesal ketika makanan hangat sudah siap
dan tapi semuanya terlambat untuk makan malam." "Orang itu sangat marah - saya pikir dia
sangat marah setelah seseorang mengacaukan urusannya".

7. Tetapkan batas yang jelas dan ekspektasi yang tinggi untuk manajemen kemarahan, sesuai
untuk usia, kemampuan, dan temperamen anak

Sebagai orang tua, kita akan marah sepanjang waktu jika kita mengharapkan 1 tahun sudah lulus
toilet training, berharap anak 2 tahun untuk menggunakan kata-kata seperti anak 5 tahun
daripada tantrum, berharap anak 8 tahun yang pemalu main sulap di pesta, berharap anak 15
tahun kita yang rendah diri untuk keluar dari depresinya dan mencalonkan diri sebagai ketua
OSIS. Contoh: "Ibu ingin kamu tahu kalau kamu boleh marah tapi tidak boleh pukul orang lain!
" "Ibu harap kamu kerjakan tugas, mengontrol kemarahanmu tanpa memukul, menggigit atau
meludah. Ibu harap kamu jujur dan bijaksana pada orang lain, melakukan yang terbaik sekolah,
meminta apa yang kamu inginkan, dan memperlakukan orang lain seperti kamu ingin
diperlakukan. "

8. Perhatikan, puji dan hargai perilaku yang sesuai.

Mengajar anak Anda untuk melakukan hal yang benar lebih baik (dan lebih mudah) daripada
terus-menerus menghukum perilaku buruk. Anak-anak yang mendapatkan perhatian yang stabil
hanya untuk perilaku buruk cenderung untuk mengulangi perilaku tersebut karena mereka belajar
bahwa hal itu adalah cara terbaik untuk mendapatkan perhatian kita, terutama jika kita cenderung
terlalu otoriter. Contoh: "Ibu suka caramu meminta om Charli untuk main bola bareng." "Terima
kasih, Ebony, sudah menelepon ibu dan bertanya boleh tidak main ke rumah teman setelah
sekolah".

9. Menjaga komunikasi terbuka dengan anak

Secara konsisten dan tegas menegakkan aturan dan menjelaskan alasan-alasan aturan dalam kata-
kata yang bisa dimengerti anak. Tapi anda tetap dapat mendengarkan dengan baik ketika anak
protes harus mengambil tes nasional atau harus imunisasi campak. Contoh: "Sepertinya kamu
marah pada aturan sekolah karena tidak bisa memakai celana pendek, sandal dan tank top ke
sekolah."

10. Ajarkan pemahaman dan empati dengan membuat anak memperhatikan efek perbuatannya
pada orang lain.

Mintalah anak untuk melihat situasi dari sudut pandang orang lain. Anak yang sehat merasa
menyesal ketika mereka melakukan sesuatu yang menyakiti yang lain. Pendisiplinan yang
otoritatif membantu mereka mengembangkan rasa internal pada hal yang benar dan salah. Ingat,
sedikit rasa bersalah berefek panjang, terutama pada anak. Contoh: "Mari kita lihat apakah kita
bisa mencari tahu apa yang terjadi. Pertama dia melakukan nah, nah,nah rutinitasnya. "lalu ibu
lihat kamu mengambil bonekanya. Kemudian dia datang dan memukulmu dan kamu memukul
punggungnya. "

Di Balik Tahap Tantrum

Kebanyakan tantrum dan luapan kemarahan datang dan pergi seiring bertambahnya kemampuan
anak-anak dan remaja untuk menggunakan bahasa dan belajar memecahkan masalah dengan
menggunakan kata-kata. Tapi kadang-kadang, rangkaian kemarahan dan kekerasan berlanjut
sampai tahap sekolah dasar dan ini mungkin menandakan masalah serius. Kadang-kadang ada
sumber kemarahan yang bersifat biologis dan memerlukan diagnosis oleh dokter atau psikolog.

Jika seseorang terluka atau jika Anda menggunakan saran sesuai fakta yang dianjurkan namun
tidak ada yang berhasil, saatnya untuk mendapatkan bantuan profesional. Tanyakan dokter
Anda, konselor bimbingan sekolah atau psikolog yang ahli menangani kemarahan pada anak.
Atau, carilah konselor, psikolog dan terapis pernikahan dan keluarga yang mengkhususkan diri
dalam masalah perilaku anak.
Referensi

Amatea, E. S. (1988). Brief systemic intervention with school behavior problems: A case of
temper tantrums. Psychology in the Schools, 25, 174-183.

Bhatia, M. S., Dhar, N. K., Singhal, P. K., Nigam, V. R., Malik, S. C., & Mullick, D. N. (1990).
Temper tantrums: Prevalence and etiology in a non-referral outpatient setting. Clinical
Pediatrics, 29, 311-315.

Chamberlin, R. W. (1974). Management of preschool behavior problems. Pediatric Clinic of


North America, 21, 33-47.

DeBord, K. (1996). Appropriate limits for young children: A guide for discipline, part two (FCS-
456). Raleigh: North Carolina Cooperative Extension Service.

Geelard, E. R. (1945). Observations on temper tantrums in children. American Journal of


Orthopsychiatry, 15, 238-241.

Hare-Mustin, R. T. (1975). Treatment of temper tantrums by a paradoxical intervention. Family


Process, 14(4), 481-485.

Jenkins, S., Owen, C., Bax, M., & Hart, H. (1984). Continuities of common behaviour problems
in preschool children. Journal of Child Psychology and Psychiatry, 25(1), 75-89.

Leung, A. K. C., & Fagan, J. E. (1991). Temper tantrums. American Family Practitioner, 44(2),
559-563.

Maccoby, E.E., & Martin, J. A. (1983). Socialization in the context of the family: Parent-child
interaction. In P. H. Mussen (Ed.),Handbook of child psychology (pp. 1-101) (Fourth Edition,
Vol. 4). New York: John Wiley and Sons.

Marion, M. (1994). Encouraging the development of responsible anger management in young


children. Early Childhood Development and Care, 97, 155-163.

ODell, S. (1974). Training parents in behaviour modification: A review. Psychology Bulletin, 8,


418-433.

Patterson, G. R. (1985). A microsocial analysis of anger and irritable behavior. In M. Chesney


and R. Rosenman (Eds.), Anger and hostility in cardiovascular and behavioral disorders.
Washington: Hemisphere.
Patterson, G. R. (1986). Performance models for aggressive boys. American Psychologist, 41,
432-444.

Scaife, J., & Frith, J. (1988). A behaviour management and life stress course for a group of
mothers incorporating training for health visitors. Child: Care, Health and Development, 14, 25-
50.

Simple intervention can curb most tantrums. (1990, May 15-31). Family Practice News.

Tavris, C. (1989). Anger: The misunderstood emotion (Rev. ed.). New York: Simon and
Schuster.

Werry, J. S., & Wollersheim, J. P. (1967). Behavior therapy with children: A broad
overview. American Academy of Child Psychiatry Journal, 6, 346-370.

Acknowledgements

Appreciation is extended to the following reviewers: Patricia A. Johnson, former Colorado State
University Extension human development and family studies specialist; Toni S. Zimmerman,
professor, human development and family studies; and Ben Silliman, North Carolina State
University youth specialist.

*
R.J. Fetsch, former Colorado State University Extension human development and family studies
specialist and professor, human development and family studies; and B. Jacobson, former
Extension family and consumer sciences agent, Douglas County. 12/96. Revised 12/13.

Colorado State University, U.S. Department of Agriculture, and Colorado counties cooperating.
Extension programs are available to all without discrimination. No endorsement of products
mentioned is intended nor is criticism implied of products not mentioned.

Anda mungkin juga menyukai