Kata emosi berasal dari Bahasa Inggris yaitu emoticon yang bermakna perasaan hati manusia.
Dalam arti umum, perkembangan emosi adalah perubahan kualitas perasaan hati manusia yang
bisa dipengaruhi oleh banyak hal mulai dari usia, lingkungan hingga kondisi mental.
Biasanya perkembangan emosi pada anak usia dini diiringi dengan perkembangan sosial yang
membutuhkan interaksi dengan orang lain. Seiring bertambahnya usia, perkembangan emosi Si
Kecil akan semakin berkualitas sesuai dengan pencarian jati diri.
Faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi anak
Reaksi Si Kecil pada segala sesuatu yang terjadi setiap hari akan mempengaruhi perkembangan
emosi mereka secara alami. Si Kecil akan berkembang dengan mengetahui apa yang terjadi pada
diri sendiri, reaksi orang lain, lingkungan sekitar hingga mengembangkan emosi dalam diri
sendiri. Tentu perlu bimbingan dan pendidikan dari orang tua agar Si Kecil bisa meningkatkan
perkembangan emosi ke arah yang lebih positif.
beberapa faktor perkembangan emosi anak sesuai rentang usia mereka sebagai berikut:
1. Kesiapan Mental
Kesiapan mental setiap anak berbeda sesuai dengan usia masing-masing, tetapi anak usia dini
sekitar 2-7 tahun akan mengalami tahap perkembangan kognitif seperti egosentrisme cukup kuat,
gagasan dan imajinasi baik, pemikiran intuitif yang merangsang tindakan langsung, belum bisa
berpikir rasional yang memicu tingkat kenakalan pada usia 4-5 tahun, sikap agresif, dan tantrum.
2. Proses Pembelajaran
Orang tua harus selalu memantau dan mendidik anak sesuai dengan kronologis usia.
Keseimbangan emosi bisa mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak lebih matang.
Tentu orang tua harus memahami apa yang terjadi dan tidak semata-mata langsung memarahi
anak saja. Anak usia dini memang acap kali mengalami tantrum, letupan kemarahan tidak
terkendali, menjerit, melempar barang, memukul, berguling, dan lain-lain. Hal ini sangat wajar
terjadi.
Bila Si Kecil sudah melakukan tindakan yang terlalu agresif, mengeluarkan kata kasar atau
sengaja melanggar perintah dan larangan orang tua, maka langkah terbaik adalah mencoba
mengajak Si Kecil berbicara baik-baik. Jelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tanpa
intonasi nada tinggi, serta jangan lupa untuk memberikan contoh konkrit. Pada tahap belajar ini,
orang tua perlu mendukung metode trial dan error, meniru, identifikasi, mengkondisikan
perilaku dengan lingkungan sekitar, dan berlatih memberi reaksi.
Apasih metode trial dan eror itu ?
Metode Trial And Error adalah metode yang mengulang-ulang membaca tanpa menggunakan
teks atau buku.
3. Intelegensi
4. Jenis Kelamin
Perlu diketahui, perkembangan emosi anak perempuan bisa lebih cepat dibandingkan anak laki-
laki. Hal ini sedikit banyak dipicu oleh faktor hormonal, perbedaan peran, dan lingkungan
sosial.
Perlu dukungan dan peran orang tua yang lebih besar untuk menumbuhkan motivasi serta
semangat pada anak yang terlahir dalam kondisi ekonomi kurang memadai atau faktor fisik yang
kurang sempurna. Pasalnya, perkembangan emosi anak dengan status ekonomi dan kondisi fisik
baik bisa lebih maksimal dibandingkan dengan anak yang mengalami masalah status ekonomi
atau faktor ketidakpercayaan pada kondisi fisik tertentu.
6. Pola Asuh
Pola asuh orang tua atau lingkungan mempengaruhi perkembangan emosi Si Kecil sejak usia
dini. Pada orang tua yang memiliki karakter tipe keras, biasanya anak akan tumbuh menjadi
pribadi yang sama, begitu pula dengan tipe pengasuhan lainnya. Setiap orang tua tentu memiliki
pertimbangan sendiri dalam mendidik buah hatinya, tetapi juga harus memperhatikan pola asuh
demokratis dan harmonis agar Si Kecil memiliki kecerdasan emosi yang baik.
Apakah kalian sudah tahu pola asuh apa saja yang perlu kalian hindari untuk Si Kecil?
Beberapa pola asuh negatif yang harus dihindari agar si kecil berkarakter baik :
Simak beberapa pola asuh yang tidak efektif dalam mendidik Si Kecil di bawah ini:
Pola asuh membandingkan Si Kecil
Seperti namanya, pada tipe ini orang tua seringkali membandingkan satu anak dengan yang lain.
Dampaknya, anak yang kurang berprestasi akan tumbuh menjadi pribadi yang kurang percaya
diri.
Gaya asuh ini bersifat mengekang dengan mengharuskan Si Kecil untuk mengikuti semua
perintah tanpa kecuali. Tiap aturan biasanya dibuat tanpa didiskusikan dengan anggota keluarga
lain. Orang tua juga tidak mengizinkan anak-anak terlibat dalam penyelesaian masalah.
Umumnya, gaya asuh ini menggunakan hukuman sebagai ganti kedisiplinan. Jadi fokusnya pada
cara Si Kecil patuh pada aturan, bukan bagaimana ia mengambil pilihan yang terbaik. Anak yang
dibesarkan dengan gaya asuh seperti ini cenderung tidak bisa mengendalikan emosi, kurang
percaya diri, pemalu, dan tidak mandiri.
Pola asuh ini berbanding terbalik dengan pola asuh otoriter. Si Kecil memiliki kuasa penuh dan
sebagian besar keinginannya dipenuhi oleh orang tua. Pola asuh ini umumnya diterapkan karena
orang tua menganggap ini merupakan bentuk kasih sayang. Padahal yang akan terjadi adalah Si
Kecil cenderung terus menuntut haknya, egois, kurang sopan, dan sebagainya.
Pada tipe ini, orang tua memberikan serta menerapkan aturan yang berbeda-beda. Ini akan
membuat Si Kecil bingung harus mengikuti aturan yang mana. Pada akhirnya, ia akan memihak
salah satu orangtua yang selalu mengikuti keinginannya.
Apabila orang tua sering menggunakan hadiah yang bersifat materi atau mudah mengumbar janji
ketika meminta Si Kecil berperilaku seperti yang diinginkan, maka akibatnya Si Kecil hanya
akan berperilaku baik jika ada hal yang menguntungkan untuknya.
Sebaiknya sebelum menentukan dan menerapkan pola asuh tertentu, orang tua diskusikan dahulu
seperti apa hasil yang diinginkan. Penerapan lebih dari satu pola pengasuhan mungkin saja
dilakukan agar lebih fleksibel sesuai dengan situasi yang dihadapi. Pastinya, orang tua harus bisa
menjalin hubungan yang positif dengan Si Kecil agar ia tumbuh dengan karakter yang baik.
Otoritatif (authoritative) adalah pola asuh yang hangat namun tegas. Orang tua mendukung Si
Kecil menjadi mandiri dan memiliki kebebasan, namun tetap memberi batas dan kontrol
kepadanya.
Otoriter (authoritarian) adalah pola asuh ini menuntut kepatuhan yang tinggi dari Si Kecil. Orang
tua lebih banyak menggunakan hukuman, batasan, kediktatoran, dan cenderung kaku.
Dalam pola asuh ini orang tuahanya menunjukkan sedikit komitmen dalam mengasuh Si Kecil,
artinya mereka hanya memiliki sedikit waktu dan perhatian untuk Si Kecil.
Ini merupakan pola asuh yang cenderung menerima, lunak, dan lebih pasif dalam kedisiplinan.
Orang tua terlalu mengumbar cinta kasih, tidak menuntut, dan memberi kebebasan pada Si Kecil
untuk bertindak sesuai keinginannya.
Dari keempat pola asuh di atas, bisa menerapkannya secara bergantian tergantung pada kondisi
dan situasi yang dihadapi. Misalnya, ketika Si Kecil akan melakukan sesuatu yang berpotensi
mencelakakan dirinya, maka terapkan gaya asuh authoritarian, lain halnya saat Si Kecil sedang
berkreasi, bisa terapkan gaya asuh indulgent agar ia bisa lebih kreatif.
Tahapan Perkembangan Emosi Anak Berdasarkan Usia
Berikut contoh tahapan perkembangan emosi anak usia dini yang perlu Bunda cermati.
1. Usia 12 Bulan
Dalam kondisi normal, pada usia 12 bulan umumnya Si Kecil sudah menunjukkan tanda-tanda
ketertarikan untuk mengeksplorasi lingkungan sekitarnya. Hal tersebut ditandai usahanya untuk
bisa berjalan, semakin komunikatif dengan cara meniru, menunjuk-nunjuk, mencari perhatian,
serta belajar protes ketika ada hal yang tidak ia sukai.
2. Usia 18 Bulan
Pada usia 18 bulan, Si Kecil melalui tahap perkembangan emosi dengan menunjukkan perubahan
perilaku yang berkebalikan dalam waktu singkat. Si Kecil bisa saja tiba-tiba menjadi sangat
agresif, padahal beberapa waktu sebelumnya masih bermain dengan tenang. Namun, Bunda tidak
perlu khawatir, inilah cara Si Kecil dalam mengekspresikan perasaan dan mulai belajar untuk
mengendalikannya.
3. Usia 2 Tahun
Kunci dalam memahami perasaan Si Kecil adalah komunikasi yang sehat. Menginjak usia 2
tahun, kelihaian ibu dalam memahami keinginan serta respon Si Kecil akan banyak diuji, karena
pada usia ini biasanya anak akan memiliki sifat agresif serta sering menolak atau berkata tidak.
Kuncinya orang tua harus tetap sabar, jangan terpancing emosi.
Pada usia ini, Si Kecil sudah mulai menemukan kenyamanan pada dirinya, aktivitasnya pun
sudah semakin beragam karena ia semakin senang bermain dengan teman sebaya. Kendati
demikian, Si Kecil masih sering bersikap agresif seperti suka merebut mainan dari temannya.
6. Usia 6 Tahun
Pada fase ini emosi Si Kecil akan semakin matang. Ia akan lebih mudah memahami perasaan
yang didapatkan dari orang lain, walaupun di sisi lain perasaannya terkadang juga semakin
mudah berubah.
Seiring bertambahnya usia, emosi Si Kecil semakin stabil. Pada tahap ini, fokus dan perhatian
mereka biasanya lebih banyak ke hal-hal eksternal, sehingga harus siap-siap pusing menuruti
setiap keinginan Si Kecil. Terlepas dari itu, pada usia ini Si Kecil juga mulai mengenal empati,
rasa bangga, dan malu yang akan semakin matang seiring bertambahnya usia.
Si Kecil akan belajar banyak terkait cara beradaptasi dengan kelompok serta kemampuan sosial
pada rentang usia ini. Aktivitasnya yang lebih dominan di sekolah tentu sedikit banyak akan
mencerminkan kepribadiannya. Sebagai orang tua, penting untuk mengenalkan norma atau
aturan di masyarakat agar Si Kecil memiliki keterampilan sosial emosional yang baik.
Contoh perkembangan emosi anak bisa di lihat dari tingkah laku Si Kecil yang awalnya pemalu
menjadi lebih berani. Mulai suka bercerita pada orang tua, memiliki rahasia dan berbagi dengan
teman sebaya, hingga bisa mengambil keputusan sendiri.
Tentu ada masalah yang kerap dialami Si Kecil selama tahap tumbuh kembang emosi tersebut,
seperti mengalami kesulitan belajar, gangguan kecemasan, merasa kurang percaya diri, perilaku
yang berubah, dan lain-lain. Harus membantu anak mengendalikan emosi di mana pun berada,
ya!
1. Lingkungan Sekolah
Setiap anak memiliki perkembangan emosi yang berbeda, sehingga perlu pengawasan orang
dewasa untuk mengoptimalkannya. Pada anak yang menjadi peserta didik di sekolah, peran
orang tua digantikan guru selama berada di lingkungan sekolah untuk meningkatkan
perkembangan emosi, sosial dan moral mereka. Pada tahapan ini, Si Kecil akan belajar tentang
lingkungan sosial, lingkar pertemanan, perkembangan kesadaran pada identitas diri, dan lain-
lain.
Selama proses kegiatan belajar mengajar di sekolah, guru akan membantu Si Kecil memiliki
perkembangan dalam berbagai aspek lewat metode pendidikan, ceramah, realisasi langsung,
pendidikan karakter, sikap dan moral yang baik. Tentu apa yang diajarkan guru harus kembali
Bunda tekankan di rumah agar Si Kecil bisa tumbuh menjadi pribadi yang unggul dan positif.
2. Sosial Emosional
Dikutip dari Children’s Therapy and Family Resource Centre, perkembangan emosional anak
merupakan salah satu tahap tumbuh kembang untuk bisa mengendalikan emosinya sendiri dan
juga untuk berinteraksi dengan orang lain.
Adapun contoh perkembangan sosial emosional anak sendiri meliputi sebagai berikut ini:
Tidak bisa dipungkiri, interaksi dengan orang lain sangat mempengaruhi perkembangan sosial
emosional Si Kecil, sehingga Bunda harus menjadi rekan yang baik agar Si Kecil mau untuk
belajar beradaptasi, memberikan reaksi dan bersikap baik.
DAFPUS
https://morinagaplatinum.com/id/milestone/bunda-wajib-tahu-4-gaya-pengasuhan-si-kecil-ini
https://morinagaplatinum.com/id/milestone/inilah-faktor-dan-tahapan-perkembangan-emosi-
anak-usia-dini
https://morinagaplatinum.com/id/milestone/hindari-pola-asuh-negatif-agar-si-kecil-berkarakter-
baik