Anda di halaman 1dari 11

Diskusi, 2 Oktober 2020

Pengertian pola asuh


Ritayani Lubis (Hastasari, 2015: 2-3) menyatakan pengasuhan berasal dari
kata asuh (to rear) yang mempunyai makna menjaga, merawat dan mendidik anak
yang masih kecil. Lain halnya dengan pendapat Whiting dan Child, menurut
mereka dalam proses pengasuhan anak yang harus diperhatikan adalah orang-
orang yang mengasuh dan cara penerapan larangan atau keharusan yang
dipergunakan. Larangan maupun keharusan terhadap pola pengasuhan anak
beraneka ragam. Tetapi pada prinsipnya cara pengasuhan anak mengandung sifat
pengajaran (instructing), pengganjaran (rewarding) dan pembujukan (inciting).
Syaiful Bahri (2014: 51), pola asuh orang tua merupakan gambaran
tentang sikap dan perilaku orang tua dan anak dalam berinteraksi, bekomunikasi
selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Dalam kegiatan memberikan
pengasuhan ini, orang tua akan memberikan perhatian, peraturan, disiplin, hadiah,
dan hukuman, serta tanggapan terhadap keinginan anaknya.
Pola asuh orangtua dalam membantu anak untuk mengembangkan disiplin
diri adalah upaya orangtua yang diaktualisasikan terhadap penataan lingkungan
fisik, lingkungan sosial internal dan eksternal, pendidikan internal dan eksternal,
dialog dengan anak-anaknya, suasana psikologis, sosiobudaya, perilaku yang
ditampilkan pada saat terjadinya pertemuan dengan anak-anak, kontrol terhadap perilaku anak-
anak, dan menentukan nilai-nilai moral sebagai dasar berperilaku
dan yang diupayakan kepada anak-anak. (Shochib, 2010: 15).
Hurlock (1992: 82) menyatakan pola asuh orang tua adalah suatu metode
disiplin yang diterapkan orang tua terhadap anaknya. Metode disiplin ini meliputi
dua konsep, yaitu konsep positif dan konsep negatif. Konsep positif dijelaskan
bahwa disiplin berarti pendidikan dan bimbingan yang lebih menekankan pada
disiplin diri dan pengendalian diri, sedangkan konsep negatif dijelaskan bahwa
disiplin dalam diri berarti pengendalian dengan kekuatan dari luar diri, hal ini
merupakan suatu bentuk pengakuan melalui cara yang tidak disukai dan
menyakitkan. 2.2.2 Jenis-jenis Pola Asuh
Pola asuh orang tua dibedakan menjadi tiga jenis yaitu pola asuh otoriter,
pola asuh demokrasi, dan pola asuh laissez-faire.
1. Pola Asuh Otoriter (Authoritarian Parenting)
Menurut Stewart dan Koch (Tridhonanto & Agency, 2014: 12-13) Pola
asuh otoriter adalah pola asuh orang tua yang lebih mengutamakan membentuk
kepribadian anak dengan cara menetapkan standar mutlak harus dituruti, biasanya
dibarengi dengan ancaman-ancaman.
Pola asuh otoriter memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Anak harus tunduk dan patuh pada kehendak orang tua
b. Pengontrolan orang tua terhadap perilaku anak sangat ketat
c. Anak hampir tidak pernah memberi pujian
d. Orang tua yang tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi
biasanya bersifat satu arah
Pola asuh otoriter lebih banyak menerapkan pola asuhnya dengan aspek-
aspek sebagai berikut:
a. Orang tua mengekang anak untuk bergaul dan memilih-milih orang
yang menjadi teman anaknya.
b. Orang tua memberikan kesempatan pada anaknya untuk berdialog,
mengeluh dan mengemukakan pendapat. Anak harus menuruti
kehendak orang tua tanpa peduli keinginan dan kemampuan anak.
2. Pola Asuh Demokrasi (Authoritative Parenting)
Menurut Stewart dan Koch (Tridhonanto & Agency, 2014: 16-17) Pola asuh
demokratis adalah pola asuh orang tua yang menerapkan perlakuan kepada anak
dalam rangka membentuk kepribadian anak dengan cara memprioritaskan
kepentingan anak yang bersikap rasional atau pemikiran-pemikiran.
Pola asuh demokrasi mempunyai ciri-ciri, yaitu:
a. Anak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan kontrol
internal
b. Anak diakui sebagai pribadi oleh orang tua dan turut dilibatkan dalam
pengambilan keputusan
c. Menetapkan peraturan serta mengatur kehidupan anak. Saat orang tua
menggunakan hukuman fisik, dan diberikan jika terbukti anak secara
sadar menolak melakukan apa yang telah disetujui bersama, sehingga
lebih bersikap edukatif
d. Memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu
mengendalikan mereka
e. Bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang
berlebihan yang melampaui kemampuan anak
f. Memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan
suatu tindakan
g. Pendekatannya kepada anak bersifat hangat.

3. Pola Asuh Laissez-faire


Menurut Latiana (2010: 77-78) Orang tua dengan gaya ini sesungguhnya
menerima ungkapan atau ekspresi emosi anak, namun gagal dalam
memberitahukan kepada anak bagaimana mengatasi perasaan yang mereka alami.
Menurut Gottman & De Claire ciri orang tua dengan gaya pengasuhan laissez-
faire antara lain adalah : a) orang tua mendengarkan saat anak sedih namun tidak
dapat melakukan apapun selain menghibur anak, b) orang tua menawarkan
hiburan kepada anak yang sedang mengalami kesedihan dan perasaan lainnya, c)
orang tua tidak mampu mengajarkan cara mengenal emosi, d) orang tua tidak
dapat memberikan arahan tentang tingkah laku tertentu, e) orang tau tidak
menentukan batasan sehingga terlalu mudah memberikan ijin,

Menurut Elizabeth B. Hurlock, pola asuh orangtua adalah cara orangtua dalam mendidik anak.
Sedangkan menurut Chabib Thoha, pola asuh orangtua berarti cara yang dilakukan orangtua
dalam mendidik anaknya sebagai bentuk tanggung jawabnya kepada anak. Menurut Kohn,
seperti dikutip Chabib Thoha, pola asuh orangtua adalah bagaimana cara mendidik orangtua
terhadap anak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Konsep dan pola asuh dalam
keluarga sangat diperlukan untuk masa depan anak yang lebih baik, jika pola asuh sejak kecil
telah keliru atau salah maka masa depan anak tidak teratur dengan sendirinya. Sehingga, orang
tua perlu untuk mengetahui apa saja macam-macam konsep dan pola asuh pada anak usia dini.

Konsep pengasuhan anak adalah RPM3 yang singkatan dari (Responding, Preventing,
Monitoring, Mentoring, dan Modelling). Dari kelima konsep tersebut mempunyai arti sebagai
berikut:

Responding adalah merespon anak dengan tepat. Anak sangat membutuhkan respon yang tepat
dan benar terhadap apa yang mereka tanyakan atau mereka ketahui, sehingga orang tua harus
responding terhadap anaknya.
Preventing adalah mencegah anak berperilaku yang bermasalah atau beresiko. Orang tua juga
perlu preventing terhadap anak, mencegah dan mengawasi anak agar tidak berperilaku yang
negatif atau beresiko terhadap diri anak itu sendiri.
Monitoring adalah mengawasi anak berinteraksi dengan lingkungan sekitar atau perhatian secara
penuh. Pengawasan orang tua terhadap anak yang berusaha beinteraksi dengan lingkungannya
sangat dibutuhkan, jika interaksi yang terjadi negatif maka anak itu akan berperilaku negatif pada
orang tua dan keluarganya.
Mentoring adalah membantu secara aktif dalam tindak anak atau pada peliku anak. Membantu
anak agar tidak berperilaku negatif dengan memberikan pendidikan yang baik dan benar
terhadap anak dan anak-anak akan berperilaku baik atau sopan.
Modelling adalah menjadi orang tua sebagai contoh yang positif pada anak. Orang tua adalah
modelling untuk anak-anak nya sehingga menjadi orng tua dituntut untuk selalu memberikan
contoh yang baik pada anak-anaknya.

Adakah cara yang bijak dan effektif agar anak PATUH kepada orang tua tanpa harus ada
unsur kekerasan atau melibatkan emosi orang tua sehingga membuat anak merasa takut
Nama:Nurfathanah(E1F019057)
menurut sepemahaman saya bahwa sangat banyak cara orang tua memperlakukan anaknya agar
patuh tanpa melibatkan kekerasan.
-Menunjukan Contoh yang Baik
Tips mendidik anak yang pertama adalah dengan menunjukkan contoh yang baik. Memang tidak
ada orang tua sempurna, tapi sudah seharusnya Anda dan pasangan memberikan contoh yang
baik pada anak di kehidupan sehari-hari. Bila Anda ingin anak bertutur kata yang lembut dan
baik serta bersikap sopan, maka Anda harus selalu bersikap yang sama sebagai panutan. Ingatlah
jika orang tua merupakan contoh yang akan diikuti oleh anak hingga mereka dewasa.
-Panggil Nama Anak, Saat memanggil anak juga sebaiknya dengan menyebut namanya,
sehingga sang anak merasa dianggap dan dihargai oleh orang tua. Ketika menoleh dan
memerhatikan Anda, katakan dengan baik apa yang diinginkan dari si kecil. Hindari untuk
berteriak karena ini bukanlah cara mendidik anak yang baik. Bila kebiasaan ini dilakukan, malah
membuat si Kecil merasa kesal dan takut terhadap Anda dan tidak mendengarkan perkataan
Anda.

-Bangun Kebiasaan untuk Mendengarkan


Cara mendidik anak yang baik perlu membiasakan diri untuk mendengarkan apa pun perkataan
anak. Walau Anda memberi perintah kepadanya, tidak berarti Anda tidak mendengar alasan
mereka. Bisa jadi anak sedang merasa lelah, sedang kesal dengan suasana sekolah, atau memiliki
masalah dengan temannya, dan lain-lain. Bila Anda menunjukkan sikap mau mendengar keluhan
mereka, akan membuat anak mendengar perintah Anda. Dengan mendengarkan anak juga akan
membuatnya terbiasa mengemukakan pendapatnya.

-Kenali Pemicu Emosi pada Anak, Orang tua harus tahu kapan dan penyebab anak sedang
merasa kesal atau marah terhadap sesuatu. Jika ingin memberi perintah atau mengajarkan anak
sesuatu jangan diwaktu-waktu tersebut ya. Jika anak sedang marah, coba berikan waktu
untuknya tenang dan biarkan ia menjelaskan apa yang menyebabkannya marah. Barulah setelah
anak merasa tenang, Anda bisa berbicara padanya, misalnya memberi perintah atau mengajarkan
sesuatu.

Selalu Konsisten

Pola asuh yang diterapkan secara rutin dan konsisten akan membuat anak merasa lebih aman.
Anak menjadi paham tentang apa yang diinginkan oleh Anda sebagai orang tuanya sehingga bisa
bersikap lebih tenang ketika diberikan perintah. Contohnya, Anda melarang si Kecil untuk tidak
menghabiskan makanannya secara berulang-ulang setiap hari secara konsisten, anak akan lebih
memahami dan bersikap tenang untuk menghabiskan makanannya.

Sementara jika Anda tak konsisten, maka si kecil akan merasa bingung. Misalnya, hari ini Anda
melarangnya untuk tidak menghabiskan makanannya. Sementara keesokan harinya Anda
memperbolehkan anak untuk tidak menghabiskan makanannya. Hal ini akan membuat sinyal
anjuran dan larangan yang membingungkan anak dan bisa memicu ia menjadi anak tidak patuh.

Jadi, lakukan berkali-kali, hingga Anak mengerti dengan perintah yang Anda berikan dan ia akan
menyerap perintah dan belajar melakukan hal yang sama.
Berikan Hukuman yang Sesuai pada Anak
Kebanyakan orang tua merasa kasihan bila harus memberikan hukuman pada sang buah hati.
Perlu dipahami, jangan takut jika anak akan berpikir memberi hukuman berarti Anda tidak
sayang pada anak, tapi justru ini untuk menunjukkan sikap tegas dalam mendidiknya.
Hukuman yang diberikan jangan terlalu memberatkan, tapi hanya membuat si kecil belajar lebih
patuh. Contohnya hukuman yang bisa diberikan pada anak adalah bawa si kecil ke kamarnya
atau ke ruangan yang lebih privat. Lalu minta ia untuk diam selama lima menit di ruangan
tersebut dan memikirkan apa yang telah ia lakukan selama beberapa saat. Anda juga bisa
meminta anak untuk tenang dan berikan alasan mengapa ia tidak boleh melakukan kesalahan
tersebut lagi.
Selain itu, jangan membentak atau memarahi si kecil saat dia tidak mau mendengar perkataan
Anda. Ketika anak melihat Anda marah dan membentaknya, yang tertangkap hanya bentuk
emosi Anda saja dan anak tidak akan mendengar apa yang Anda katakan. Jadi, tetaplah bersikap
tenang dan tatap mata anak dengan lembut dan ia pun akan merasa jika orang tuanya memberi
perhatian, bukan amarah atau emosi negatif lainnya.

-Memberikan Apresiasi dan Pujian,


Tips mendidik anak yang terakhir adalah memberi apresiasi dan pujian bila anak berhasil
melakukan sesuatu atau mengikuti apa yang Anda minta dengan baik. Dengan begitu, anak akan
merasa lebih bersemangat dan termotivasi

Menurut teman-teman apakah pola asuh orang tua berpengaruh terhadap perkembangan
anak?? Dan kesalahan pola asuh apa yang sering di lakukan orangtua?
Menurut saya pola asuh orang tua sangat mempengaruhi perkembangan anak yaitu
perkembangan moral anak ke depannya pada saat dia dewasa, pola asuh yang dianggap salah dan
sering di lakukan oleh orng tua otoriter dimana orng tua terlalu memaksakan kehendaknnya dan
ketika anak melanggar orng tua akan mrnghukum nya sehingga anak akan merasa takut, tertekan
sehingga anak tumbuh menjadi anak yang pendiam, tidak mau bersosialisasi, kurang percaya
diri.

Izin menambahkan jawaban vidya


Peran orang tua dalam hal mendidika anak sangatlah berpengaruh, hal ini bisa diamati dengan
adanya kebiasaan-kebiasaan yang dimiliki anak dalam kehidupan sehari-hari seperti cara
berbicara, cara bergaul, dan cara bermain dengan teman sebayanya. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Dorothy Law Nolte :

“Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia akan belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan
permusuhan, ia akan belajar berkelahi.Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia akan belajar
rendah diri. Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia akan belajar menyesali diri. Jika anak
dibesarkan dengan toleransi, ia akan belajar menahan diri. Jika anak dibesarkan dengan pujian
atau motivasi, ia akan belajar menghargai. Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia
akan belajar keadilan. Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia akan belajar menaruh
kepercayaan. Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia akan belajar menyenangi diri. Jika anak
dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia akan belajar menemukan cinta dalam
kehidupan”

Pola asuh orang tua juga sangat berpengaruh terhadap kecerdasan dan prestasi anak didik, karena
orang tua adalah orang yang menjadi keluarga pertama bagi anak, juga sebagai contoh dan figure
bagi anak, dalam realita yang ada sikap otoriter orang tua bisa menjadikan anak menjadi
pembangkang, namun ketika orang tua dalam mengasuh anak bersifat demokrasi, anak menjadi
lebih terbuka dan hangat. Itulah mengapa penting bagi orang tua untuk mendidik anak dengan
pola asuh yang baik untuk anak, agar anak bisa menjadi pribadi yang baik, berkarakter,
berintelegensi dan berprestasi.
Apakah pola asuh dapat mempengaruhi perkembangan bahasa anak?
Menurut saya bisa karena Pola asuh orang tua merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
perkembangan bahasa anak, Hal ini karena komunikasi dan interaksi antara anak dengan orang
tua memiliki peran penting agar anak memiliki kemampuan bahasa yang sesuai dengan tahapan
anak.Dalam pola asuh terhadap anak dapat mempengaruhi perkembangan bahasa anak, dalam
hal ini hendaknya harus diperhatikan dengan baik. Dari pola asuh ini dapat terbentuk kepribadian
dari anak tersebut dalam tumbuh kembang dan perkembangan bahasanya.maaf kalau masih kurg

Nama saya Hayatul fatmi saya ingin bertanya, Bagaimana dengan anak yang tidak diasuh
oleh orang tuanya, apakah bisa dikatagorikan mendapatkan pola asuh orang tua?
Menurut pendapat saya setiap orang yang mengasuh kita pasti memiliki pola asuh terhadap kita.
Misalkan nih orang tua kita udah gak ada lalu diasuh dengan orang lain, nah orang lain ini udah
pasti menjadi wali kita pengganti orang tua yang ngasuh kita, otomatis dong dia yang ngasuh kita
memiliki pola asuhnya juga. Setiap yang ngasuh kita, kita tinggal bersama dia itu bisa disebut
dengan pola asuh orang tua juga. Ini menurut pendapat saya, apabila salah boleh disanggah atau
ditambahin oleh yang lain.

Intan sutrawati( E1F019041)


Bagaimana pola asuh selalu membela anak membiarkan anaknya semena-mena, apakah
akan berpengaruh kedepannya Jika berpengaruh Bagaimana nengatasinya?
Jenis Pola Asuh dan Dampaknya pada Anak

1.Orang Tua Otoriter


Dalam pola asuh ini, anak diharapkan untuk selalu mengikuti aturan ketat yang ditetapkan orang
tua. Kegagalan mengikuti aturan umumnya akan berujung pada hukuman.

2. Orang Tua Demokratis


Seperti otoriter, orang tua dengan pola asuh ini berusaha menerapkan aturan dan pedoman untuk
si buah hati. Namun, pola asuh ini lebih demokratis ketimbang otoriter.
Orang tua berusaha tetap responsif terhadap anak dan mau mendengarkan setiap pertanyaan si
buah hati. Harapan besar pada anak sebanding dengan kehangatan dan dukungan yang diberikan.

3. Orang Tua Permisif


Gaya permisif menjadi pola asuh terakhir yang diidentifikasi Baumrind. Orang tua permisif
terkadang juga dikenal sebagai mereka yang gemar memanjakan dan memiliki sedikit tuntutan
atau harapan untuk si buah hati.

4.Orang Tua Lalai


Selain tiga pola asuh utama yang diperkenalkan Baumrind, psikolog Eleanor Maccoby dan John
Martin menemukan gaya pengasuhan keempat. Pola asuh terakhir ini umumnya ditandai dengan
kelalaian orang tua.
Dalam pola asuh ini, orang tua sama sekali tidak terlibat dengan apa pun yang terkait dengan
anak. Orang tua tidak menuntut, tak responsif, dan minim komunikasi.

bagaimana sebaiknya menerapkan pola asuh yang tepat kepada seorang anak yang
hatinya itu perasa banget (apa-apa di masukin hati bahkan salah omongan dikit udh
nangis) supaya tumbuh kembangnya itu tetap berjalan dengan baik, karena kan pastinya
anak itu bakal mengenal lingkungan dan berinteraksi sm org yang punya sifat yang
berbeda-beda gitu gmna supaya dia siap menghadapi lingkungan nya
Baik , saya akan menjawab pertanyaan dari saudari @Nafa Alfionita Rahayu, menurut sya
Mengatasi anak yang mudah perasa adalah dengan memberi perhatian lebih banyak. Seperti di
saat anak menangis, sebenarnya tangisan anak tersebut adalah bentuk komunikasi anak yang
sedang menyatakan apresiasinya. Bisa jadi kebutuhannya belum terpenuhi, misalnya mereka
butuh perhatian atau pelukan dari orang tuanya. Orang tua hendaknya lebih mengevaluasi
dirinya, apakah perhatian yang diberikan sudah mencukupi kebutuhan anak atau belum, sehingga
kebutuhan emosional anak akan terpenuhi.
Saya tadi membaca sebuah artikel mengenai tips menangani anak yang sensitif. Ini beberapa
tipsnya:

Tips Mendampingi Anak Sensitif

Anak sensitif perlu pendampingan yang tepat dari orang tua agar sensitivitas yang dimiliki, dapat
menjadi sarana kreativitas dan empati, sehingga ia mampu mengelola emosinya dan
mempergunakannya untuk hal-hal yang positif. Berikut beberapa panduan bagi orangtua yang
memiliki anak yang terlalu sensitif:

Sensitivitas perlu dianggap sebagai sesuatu yang positif

Orang tua ataupun psikolog tidak dapat mengubah anak sensitif menjadi anak yang lebih tidak
sensitif atau menjadi cuek seperti anak lain. Yang bisa dilakukan adalah mengelola sensitivitas
menjadi nilai lebih. Tidak mudah untuk tetap tenang saat si Kecil terus menerus menangis karena
hal yang tidak penting. Tetapi sensitivitas juga adalah ciri yang dimiliki para seniman seperti
musisi, pelukis, aktor. Oleh karenanya, jika diarahkan dengan tepat, anak yang sensitif dapat
menuangkan emosinya untuk berkreasi seperti dalam gambar, musik, atau karya lain.

Mendisiplinkan dengan cara khusus

Mendisiplinkan anak sensitif dengan keras justru akan membuatnya semakin tertekan dan
berisiko menimbulkan ledakan energi di satu waktu, seperti tantrum. Namun bukan juga berarti
anak sensitif tidak boleh didisiplinkan. Bunda dapat membantunya menangani emosinya
misalnya dengan melatih pernapasan saat marah. Bunda juga dapat membantu membuat
keseharian anak lebih terstruktur dengan kalimat-kalimat yang lebih diplomatis seperti,
“Nontonnya lima menit lagi ya. Sesuai janji, kita tidur jam 9 malam.” Ini lebih baik daripada
tiba-tiba Bunda mematikan TV dan menyuruhnya tidur saat itu juga dengan suara kencang.

Ajarkan anak untuk mengelola emosi

Saat ia menangis, menyuruhnya untuk berhenti menangis mungkin justru akan membuat
tangisnya makin kencang. Bunda dapat mencoba menghentikan tangisnya dengan bermain dan
tiba-tiba berseru, “Jadi patung!” Jika berhasil, jeda ini memberi Bunda dan si Anak kesempatan
untuk menarik napas panjang dan menenangkan diri.  Bunda juga dapat mengalihkan
perhatiannya. Misalnya,mengajak anak berhitung angka 1 sampai 10 dengan kencang.

Minta anak menceritakan alasan tindakannya

Jika ia sudah bisa menceritakan pengalamannya, ajak ia untuk bercerita alasan mengapa ia
menangis, dan apa yang dapat dilakukan bersama untuk membuatnya merasa senang. Bunda juga
dapat melontarkan ide seperti mengajak temannya untuk bermain di rumah, menggambar, atau
bermain di taman.

Mengubah momen buruk menjadi positif

Jika anak menangis karena diejek, Bunda dapat mengubah momen ini menjadi waktu untuk
berdialog. Ajak anak untuk memahami bahwa tidak apa-apa untuk berbeda, dan bahwa ia tidak
perlu terlalu mendengarkan perkataan buruk orang lain. Mungkin ia tidak akan langsung
memahami. Tetapi seiring waktu, kata-kata Bunda akan ia ingat dan membentuk kepercayaan
dirinya.

Berikan waktu menyendiri

Anak yang terlalu sensitif cenderung mudah terpengaruh situasi di lingkungannya, termasuk di
sekolah maupun di rumah. Sehingga memerlukan sebuah tempat atau aktivitas khusus yang
membuatnya tenang. Bunda dapat memperhatikan di mana dan kapan ia merasa tenang, serta
bagaimana kebutuhan ini dapat terpenuhi.
Bagaimana pola asuh selalu membela anak membiarkan anaknya semena-mena, apakah
akan berpengaruh kedepannya Jika berpengaruh Bagaimana nengatasinya?

Bagaimana pandangan tmn2 mengenai pola asuh orang tua yang membiasakan anak
memegang uang dari kecil, dan apakah dampak dari pola asuh tersebut untuk
perkembangan anak kedepannya?
Menurut saya membiasakan memegang uang sedari kecil buat anak itu membawa dampak
tersendiri buat anak kedepannya ya, sebaiknya orang tua lebih memperhatikan dampaknya
kedepan itu gimana saya baca ada sebuah penelitian yang dilakukan oleh The University of
Minnesota dan University of Illinois menemukan bahwa uang ternyata bisa membuat anak kecil
menjadi lebih egois bahkan ketika mereka belum paham mengenai uang tersebut. Jadi yang
paling penting lihat dulu usia anak udah ngerti gk kira-kiranya dia sama uang biar nggak
berdampak negative juga sih kedepannya.

KESIMPULAN
Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sekarang ini
telah banyak orang tua yang menerapkan beberapa pola asuh yang berbeda-beda kepada anak
mereka. Mulai dari yang disiplin hingga yang memanjakan anaknya. Namun dibalik itu, semua
pola asuh sangat penting dalam pembentukan sikap dan perilaku anak tersebut kelak. Salah satu
pembentuk perilaku adalah pola asuk anak saat usia dini, karena akan berdampak di kehidupan
masa depan apabila tidak diarahkan yang benar. Dimana perilaku ini akan pertama kali terbentuk
dari lingkungan kelurga terutama orang tua. Anak usia dini merupakan tahapan usia yang paling
menentukan bagaimana karakter, kepribadian, dan sikap anak di masa dewasa. Setiap orang tua
tentu saja memiliki keinginan yang sama, bisa menerapkan pola asuh anak usia dini yang terbaik
untuk anaknya. Untuk menerapkan pola asuh anak usia dini yang tepat memang tidak ada
sekolahnya. Oleh karena itu, orang tua perlu belajar terus menerus. Menjadi orang tua, sebagian
dari kita tentu saja bekerja keras untuk bisa memenuhi kebutuhan anak. Namun tidak sedikit
yang memilih menjalankan pola asuh anak usia dini dengan mengedepankan melatih anak untuk
disiplin. Sementara yang lain, ada juga memberikan kebebasan dan membiarkan anak tumbuh
melalui pengalaman pribadinya.
Pola asuh orang tua memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan moral anak ketika
dewasa. Sayangnya, banyak sekali orang tua yang tidak sadar dengan tindakan yang mereka
lakukan kepada si kecil. Banyak dari para orang tua yang menerapkan pola asuh salah karena
berpatokan pada pengalaman masa lalu yang pernah mereka rasakan. Pola asuh orang tua pada
dasarnya ada 3 macam, yaitu pola asuh demokratis, otoriter dan permisif. Di antara ketiga itu,
pola pengasuhan otoriterlah yang dampaknya sangat berisiko bagi anak. Karena pola asuh
otoriter cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya disertakan dengan
ancaman-ancaman. Seperti anak harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan tidak boleh
membantah.
Dalam membentuk perilaku anak terutama di usia dini, memiliki dampak secara psikologi dan
sosial terhadap anak tersebut, karena anak pada usia dini biasanya memiliki rasa keingintahuan
yang besar. Pada anak usia dini, mereka biasanya akan menirukan apa yang dilihat dan
didengarnya.  Apabila anak melihat hal baik dan buruk dari orang tua kemungkinan besar akan
ditirunya kelak. Karena pada kenyataanya beberapa anak memiliki perilaku buruk akibat dari
didikan orang tua. Melihat yang tak pantas mereka lihat, mendengarkan apa yang tak pantas
didengar dan masih banyak faktor lainnya. Anak usia dini juga biasanya akan menirukan cara
bicara orang tuanya. 

Anda mungkin juga menyukai