Anda di halaman 1dari 6

Pola Asuh Orang Tua

A. Konsep Dasar Pola Asuh Orang Tua

1. Pengertian

Pola asuh orang tua merupakan pola perilaku yang diterapkan pada anak bersifat

relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dirasakan oleh anak, dari segi negatif

maupun positif. Pola asuh yang ditanamkan tiap keluarga berbeda, hal ini tergantung

pandangan dari tiap orang tua (Petranto, 2006).

2. Macam-Macam Pola Asuh Orang Tua

Menurut Baumrind (dalam Syamsu Yusuf, 2005) terdapat empat macam pola asuh

orang tua yaitu:

a. Pola asuh demokratis

Adalah pola asuh yang memperioritaskan kepentingan anak akan tetapi tidak ragu-

ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu

mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua yang demokratis

memandang sama kewajiban hak orang tua dan anak, bersikap rasional dan selalu mendasari

tindakannya pada rasio pemikiran. Ciri-ciri orang tua demokratis yaitu:

1) Orang tua bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan

yang melampaui kemampuan anak.

2) Orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu

tindakan.

3) Bersikap responsif terhadap kemampuan anak.

4) Mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan.

5) Memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan baik dan buruk.

6) Menghargai setiap keberhasilan yang diperoleh anak.

b. Pola asuh otoriter


Adalah pola asuh yang merupakan kebalikan dari pola asuh demokratis yaitu

cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya disertai dengan

ancaman-ancaman. Bentuk pola asuh ini menekan pada pengawasan orang tua atau kontrol

yang ditunjukkan pada anak untuk mendapatkan kepatuhan dan ketaatan. Jadi orang tua yang

otoriter sangat berkuasa terhadap anak, memegang kekuasaan tertinggi serta mengharuskan

anak patuh pada perintah-perintahnya. Secara umum pola asuh otoriter mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut:

1) Orang tua suka menghukum secara fisik.

2) Orang tua cenderung bersikap mengomando (mengharuskan atau memerintah anak untuk

melakukan sesuatu tanpa kompromi).

3) Bersikap kaku.

4) Orang tua cenderung emosional dan bersikap menolak.

c. Pola asuh permisif atau pemanja

Merupakan suatu bentuk pengasuhan dimana orang tua memberikan kebebasan

sebanyak mungkin kepada anak untuk mengatur dirinya, anak tidak dituntut untuk

bertanggung jawab dan tidak banyak kontrol oleh orang tua. Secara umum ciri-ciri pola asuh

orang tua yang bersifat pemanja yaitu:

1) Orang tua tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya

dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka.

2) Orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan atau

keinginannya.

3) Orang tua tidak pernah menegur atau tidak berani menegur perilaku anak, meskipun

perilaku tersebut sudah keterlaluan atau diluar batas kewajaran.

d. Pola asuh tipe penelantar


Pola asuh ini biasanya memiliki interaksi waktu yang sedikit dengan anak-anaknya.

Secara umum ciri-ciri pola asuh penelantar yaitu:

1) Orang tua lebih mementingkan kepentingan sendiri misalnya terlalu sibuk, tidak peduli

bahkan tidak tahu anaknya dimana atau sedang dengan siapa, dan lain sebagainya.

2) Anak-anak dibiarkan berkembang sendiri baik fisik maupun psikis.

Dari hasil penelitian di Firlandia, ternyata anak dengan pola asuh orang tua penelantar

berperilaku lebih agresif, impulsif, pemurung dan kurang konsentrasi pada suatu kegiatan

penyimpangan kepribadian dan perilaku anti sosial lebih tampak pada pola asuh

ditelantarkan. Pengasuhan penelantaran merupakan pengasuhan yang beresiko paling tinggi

(Prasetyo, 2003).

Gejala-gejala perilaku negatif tersebut semakin tampak pada anak usia 8-12 tahun.

Bahkan pada anak dengan pola asuh penelantar kecenderungan perilaku negatif sering kali

mengarah pada perilaku negatif orang dewasa seperti merokok, minum-minuman beralkohol,

seks bebas atau melacur dan tidak jarang terlibat tindakan kriminal (Prasetyo, 2003).

3. Karakteristik anak dalam kaitannya dengan pola asuh orang tua

Karakterisik anak sesuai dengan masing-masing pola asuh orang tua menurut

Baumrind (dalam Petranto, 2006) adalah sebagai berikut:

a. Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang mandiri, dapat

mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stres,

mempunyai minat terhadap hal-hal baru dan kooperatif terhadap orang lain.

b. Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak penakut, pendiam, tertutup, tidak

berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan

menarik diri.
c. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak impulsif, agresif, tidak

patuh, manja, kurang madiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri dan kurang matang

sosial.

d. Pola asuh penelantar akan menghasilkan karakteristik anak moody, impulsif, agresif,

kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, harga diri rendah, sering bolos dan

bermasalah dengan teman.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peran Pengasuhan

Untuk dapat menjalankan peran pengasuhan anak dengan baik, ada beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi yaitu:

a. Usia orang tua

Tujuan Undang-Undang perkawinan salah satunya adalah memungkinkan pasangan

untuk siap secara fisik maupun psikososial dalam membentuk rumah tangga dan menjadi

orang tua. Walaupun demikian, rentang usia tertentu adalah baik untuk menjalankan peran

pengasuhan. Apabila terlalu muda atau terlalu tua, maka tidak akan dapat menjalankan peran-

peran tersebut secara optimal karena diperlukan kekuatan fisik dan psikososial.

b. Keterlibatan orang tua

Pendekatan mutakhir yang digunakan dalam hubungan ayah dan bayi yang baru lahir,

sama pentingnya dengan hubungan antara ibu dan bayi sehingga dalam proses persalinan, ibu

dianjurkan ditemani suami dan begitu bayi lahir, suami diperbolehkan untuk menggendong

langsung setelah ibunya mendekap dan menyusuinya. Dengan demikian, kedekatan hubungan

antara ibu dan anaknya sama pentingnya dengan ayah dan anak walaupun secara kodrati akan

ada perbedaan, tetapi tidak mengurangi makna penting hubungan tersebut. Pada beberapa

ayah yang tidak dapat terlibat secara langsung pada saat bayi baru dilahirkan maka beberapa
hari atau minggu kemudian dapat melibatkan dalam perawatan bayi seperti mengganti popok,

bermain dan berinteraksi sebagai upaya untuk terlibat dalam perawatan anak.

c. Pendidikan orang tua

Bagaimanapun pendidikan dan pengalaman orang tua dalam perawatan anak akan

mempengaruhi kesiapan mereka menjalankan peran pengasuhan. Untuk menjadi lebih siap

dalam menjalankan peran pengasuhan adalah dengan terlibat aktif dalam setiap upaya

pendidikan anak, mengamati segala sesuatu dengan berorientasi pada masalah anak, menjaga

kesehatan anak dengan secara regular memeriksakan dan mencari pelayanan imunisasi,

memberikan nutrisi yang adekuat, memperhatikan keamanan dan melaksanakan praktek

pencegahan kecelakaan, selalu berupaya menyediakan waktu untuk anak dan menilai

perkembangan fungsi keluarga dalam perawatan anak.

d. Pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak

Hasil riset menunjukkan bahwa oang tua yang telah mempunyai pengalaman

sebelumnya dalam merawat anak akan lebih siap menjalankan peran pengasuhan dan lebih

relaks. Selain itu, mereka akan lebih mampu mengamati tanda-tanda pertumbuhan dan

perkembangan anak yang normal.

e. Stres orang tua

Stres yang dialami oleh ayah atau ibu atau keduanya akan mempengaruhi kemampuan

orang tua dalam menjalankan peran pengasuhan, terutama dalam kaitannya dengan strategi

koping yang dimiliki dalam menghadapi permasalahan anak. Walaupun demikian, kondisi

anak juga dapat menyebabkan stres pada orang tua, misalnya anak dengan tempramen yang

sulit atau anak dengan masalah keterbelakangan mental.

f. Hubungan suami istri


Hubungan yang kurang harmonis antara suami dan istri akan berdampak pada

kemampuan mereka dalam menjalankan perannya sebagai orang tua dan merawat serta

mengasuh anak dengan penuh rasa bahagia karena satu sama lain dapat saling memberi

dukungan dan menghadapi segala masalah dengan koping yang positif.

Azwar, S., 1998, Skala Pengukuran Psikologi, Jogjakarta: Pustaka Belajar

Clemes, Harris., 2001, Mengajarkan Disiplin Kepada Anak, Jakarta: Mitra Utama

Gunarsa, Singgih., 2002, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Jakarta: Gunung Mulia
Hall, S., 2003, Perkembangan Remaja, Jakarta: Erlangga

Hurlock, Elizabeth B., 1995, Psikologi Perkembangan Edisi Kelima, Jakarta: Erlangga
Soetjiningsih, dkk., 2002, Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, Jakarta: Sagung
Seto

Anda mungkin juga menyukai