Anda di halaman 1dari 7

Pada Zaman ini menuntut manusia tidak hanya cerdas dalam intelektual namun juga berkarakter.

Sebab karakter sebagai kepribadian khusus yang menjadi pendorong dan penggerak, dan yang
membedakan dengan individu lain. Adapun terbentuknya suatu karakter tidak semudah
membalikkan telapak tangan, memerlukan proses yang relatif lama dan terus-menerus. Karakter
seseorang dibentuk melalui pendidikan karakter. Pendidikan karakter yang utama dan pertama bagi
anak adalah lingkungan keluarga. Di dalam lingkungan keluarga, seorang anak akan mempelajari
dasar-dasar perilaku yang penting bagi kehidupannya kemudian. Karakter dipelajari anak melalui
model para anggota keluarga yang ada di sekitar terutama orang tua.

Model perilaku orang tua secara langsung maupun tidak langsung akan dipelajari dan ditiru oleh
anak. Orang tua sebagai lingkungan terdekat yang selalu mengitarinya dan sekaligus menjadi figur
idola anak yang paling dekat. Bila anak melihat kebiasaan baik dari orang tuanya maka dengan cepat
mencontohnya, demikian sebaliknya bila orang tua berperilaku buruk maka akan ditiru perilakunya
oleh anak-anak. Anak meniru bagaimana orang tua bersikap, bertutur kata, mengekspresikan
harapan, tuntutan, dan kritikan satu sama lain, menanggapi dan memecahkan masalah, dan
mengungkapkan perasaan dan emosinya. Model perilaku yang baik akan membawa dampak baik
bagi perkembangan anak demikian juga sebaiknya. Oleh karena itu sebelum melangkah lebih jauh,
sebaiknya. Anda sebagai orang tua paham dahulu akan makna dari pola asuh. Bahwa pola asuh
terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola berarti corak,
model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan kata asuh memiliki arti menjaga
(merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu, melatih, dan sebagainya), dan
memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga.

Namun pandangan para ahli psikologi dan sosiologi berkata lain. Pola asuh dalam pandangan Singgih
D Gunarsa (1991) sebagai gambaran nyang dipakai orang tua untuk mengasuh (merawat, menjaga,
mendidik) anak. Sedangkan Chabib Thoha (1996), pola asuh adalah suatu cara terbaik yang dapat
ditempuh. Orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dan rasa tanggung jawab kepada
anak. Tetapi ahli lain memberikan. Pandangan lain, seperti Sam Vaknin (2009) mengutarakan bahwa
pola asuh sebagai “parenting is interaction between parent’s and children during their care”.

Atas pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan
interaksi orang tua dan anak, di mana orang tua yang memberikan dorongan bagi anak dengan
mengubah tingkah laku, pengetahuan, dan nilai-nilai yang dianggap paling tepat bagi orang tua agar
anak bisa mandiri, tumbuh serta berkembang secara sehat dan optimal, memiliki rasa percaya diri,
memiliki sifat rasa ingin tahu, bersahabat, dan berorientasi untuk sukses.

Secara umum pola asuh orang tua dibedakan menjadi tiga jenis yaitu pola asuh orang tua:

a. Pola asuh otoriter (Authoritarian Parenting)


b. Pola asuh permisif (Permissive Parenting)
c. Pola asuh demokrasi (Authoritative Parenting)

Namun pada artikel ini akan lebih berfokus pada pembahasan tentang pola asuh demokrasi,

Pola asuh demokratis (Authoritative Parenting) adalah pola asuh orang tua yang menerapkan
perlakuan kepada anak dalam rangka membentuk kepribadian anak dengan cara memprioritaskan
kepentingan anak yang bersikap rasional atau pemikiran- pemikiran.
Pola asuh Demokrasi mempunyai ciri-ciri, yaitu:

 Anak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan kontrol internal.


 Anak diakui sebagai pribadi oleh orang tua dan turut dilibatkan dalam pengambilan
keputusan.
 Menetapkan peraturan serta mengatur kehidupan anak. Saat orang tua menggunakan
hukuman fisik, dan diberikan jika terbukti anak secara sadar menolak melakukan apa yang
telah disetujui bersama, sehingga lebih bersikap edukatif.
 Memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka.
 Bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang
melampaui kemampuan anak.
 Memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan
 Pendekatannya kepada anak bersifat hangat.

Pola asuh demokratis menerapkan pola asuhannya dengan aspek-aspek sebagai berikut:

1. Orang tua bersikap acceptance dan mengontrol tinggi.


2. Orang tua bersikap responsif terhadap kebutuhan anak.
3. Orang tua mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan.
4. Orang tua memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan yang buruk.
5. Orang tua bersikap realistis terhadap kemampuan anak.
6. Orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu
tindakan.
7. Orang tua menjadikan dirinya sebagai model panutan bagi anak.
8. Orang tua hangat dan berupaya membimbing anak.
9. Orang tua melibatkan anak dalam membuat keputusan.
10. Orang tua berwenang untuk mengambil keputusan akhir dalam keluarga, dan,
11. Orang tua menghargai disiplin anak.

Adapun dampak dari pola asuh ini bisa membentuk perilaku anak seperti: (a) memiliki rasa percaya
diri, (b) bersikap bersahabat, (c) mampu mengendalikan diri (self control), (d) bersikap sopan, (e)
mau bekerja sama, (f) memiliki rasa ingin tahunya yang tinggi, (g) mempunyai tujuan atau arah hidup
yang jelas, (h) berorientasi terhadap prestasi.

Memahami Gaya dari Pengasuhan Anak dalam menjalankan peran pengasuhan anak dengan baik ada
baiknya memahami dahulu faktor yang memengaruhinya Namun sebaiknya mengenal dahulu
kebiasaan pengasuhan anak yang diterapkan di dalam keluarga dimana tiap keluarga memiliki
kebiasaan karakter yang berbeda-beda dan memiliki kekhasan yang tentunya tidak bisa disamakan
dengan keluarga lainnya. Anda sebagai orang tua sebaiknya memahami gaya pengasuhan anak.
Adapun keunikan dari karakter masing masing anak ini disebabkan oleh adanya perkembangannya
Perkembangan anak dipengaruhi oleh dua faktor genetik lingkungan hal ini disampaikan oleh William
Stern sebagai tokoh aliran Konvergensi, ahli pendidikan yang berasal dan Jerman. Bakat yang dibawa
pada waktu individu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan
yang sesuai untuk perkembangan anak bahwa lingkungan keluarga dapat diartikan sebagai suatu
kelompok individu yang terkait dalam ikatan perkawinan, mencakup ayah dan ibu (orang tua) serta
anak
Elemen yang memengaruhi pola asuh

Keluarga sebagai lembaga pendidikan yang pertama dan utama yang diselenggarakan dan ditangani
langsung oleh orang tua Adapun dalam pelaksanaannya pendidikan keluarga masih harus
disesuaikan dengan tahap perkembangan anak tak terkecuali sut dalam mendidik emosi anak. Anda
s3bagai orang tua hendaknya sudah memiliki pemahaman tentang perkembangan emosi anak sebah
anak memiliki ciri khas sendiri dalam perkembanganya Peran dan pengaruh lingkungan keluarga
dalam pembentukan karakter ini penting sebab lingkungan keluarga memiliki keistimewaan. Adapun
menurut pendapatnya Rohmad Wahab dalam bukunya yang berjudul Perkembangan Belajar Peserta
Didik, berikut ini beberapa keistimewaan yang terdapat di lingkungan keluarga

 Sebagian besar waktu anak dihabiskan di lingkungan keluarga. Besarnya peluang dan
kesempatan interaksi dalam keluarga akan sangat memengaruhi perkembangan anak.
Seandainya kesempatan yang banyak ini diisi dengan hal-hal Yang bermakna dan positif bagi
perkembangan anak maka Kecenderungan pengaruhnya menjadi positif pula
 Keluarga sebagai pihak yang paling awal memberikan banyak perlakuan kepada anak. Begitu
anak lahir, pihak keluargalah yang langsung menyambut dan memberikan layanan Interaktif
kepada anak. Apa yang dilakukan dan diberikan oleh pihak keluarga menjadikan sumber
perlakuan pertama yang akan memengaruhi pembentukan karakteristik pribadi dan perilaku
anak.
 Karakteristik hubungan orang tua anak berbeda dari hubungan anak dengan pihak-pihak
lainnya (guru, teman dan sebagainya). Kepada Anda, disamping anak memiliki
ketergantungan secara materi, anak juga memiliki ikatan psikologis tertentu yang sejak dalam
kandungan sudah dibangun melaui jalinan kasih sayang dan pengaruh- pengaruh normatif
tertentu.

 Interaksi kehidupan orang tua anak di rumah bersifat “asli” seadanya dan tidak dibuat buat.
Perilaku yang ditampilkan dalam keluarga adalah perilaku wajar dan tidak di buat-buat.

Kemudian, berikut ini beberapa gaya dari pengasuhan anak yang perlu diketahui dengan dampak
pada perkembangan anak sebagai akibat berbeda tiap orang tua dalam mendidik anak:

Kebanyakan orang saat mendengar istilah demokrasi, maka asumsinya segera tertuju ke pada
persoalan politik dan kekuasaan suatu negara. Padahal sesungguhnya demokrasi tidak selalu
berurusan dengan politik dan bukan semata-mata kepentingan partai. Akan tetapi demokrasi adalah
menjadi hak dan milik setiap orang yang hidup dalam suatu negara demokrasi.

Seandainya ditarik lebih dalam, bahwa konsep demokrasi mampu diterapkan di dalam keluarga
terutama dalam hal mengambil keputusan, pola asuh, dan komunikasi antara anak dengan orang tua.
Ketika membahas hubungan demokrasi dalam keluarga, maka hal itu akan diawali dengan kondisi
rumah tangga yang harmonis. Sedangkan ketika kondisi keluarga tersebut tidak harmonis tentunya
proses demokrasi tidak berjalan dengan semestinya atau bahkan tidak dapat dijalankan sama sekali.
Adapun perwujudannya demokrasi dalam keluarga dapat dilihat, di antaranya dari

 Tidak ada diskriminasi. Keluarga harmornis sebagai tampilan dari keluarga demokratis. Dalam
keluarga demokratis tidak membeda-bedakan antara anak yang satu dengan yang lain.
Semua anggota di dalam rumah diperlakukan sama.
 Semua anggota rumah tangga bebas menentukan ke- inginan. Rumah tangga yang
demokratis memberikan kebebasan kepada anggota keluarganya untuk menentukan sikap.
Seorang ayah yang demokrat tentu tidak memaksakan kehendak kepada anaknya dalam
menentukan pilihan. Adapun tanda yang dapat dilihat adanya komunikasi yang sehat antara
anak dan orang tua untuk menetapkan suatu Pilihan.
 Tidak ada kekerasan. Ciri rumah tangga yang demokrasi Antara lain tidak memperlakukan
tindakan kekerasan dalam Proses mendidik dan membina anggota keluarga, dengan Alasan
kewibawaan orang tua tidak selalu berawal dari Sikap yang keras. Seorang ayah yang
demokrat senantiasa memberikan pilihan terbaik bagi anak-anaknya, bukan bertindak
semena-mena.

Selain itu, dalam demokrasi bukan berarti kebebasan. Jika demokrasi diartikan sebagai suatu
kebebasan, maka demokrasi beralih menjadi tindakan anarkis.

Tindakan anarkisme Bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip dari demokrasi


sesungguhnya terlihat ketika adanya saling meng- hargai hak dan kewajiban orang lain di atas
segalanya. Oleh karena itu, agar demokrasi tidak menjadi anarkis, akan memerlukan seperangkat
perundang-undangan, peraturan dan penegakan hukum.

Dalam hal penegakan hukum yang adil dan jujur di alam demokrasi sangat penting sebab akan
melahirkan masyarakat yang taat dan disiplin kepada hukum. Di sinilah kebiasaan kebiasaan
demokrasi bisa dilaksanakan. Penanaman disiplin pada prinsipnya dalam rangka mencetak perilaku
demokrasi. Perilaku yang demokratis melahirkan perilaku berbudaya. Dengan demikian, seseorang
yang tidak mau menghargai hak dan kewajiban orang lain, meremehkan dan berlaku semena- mena
pada orang lain, dapat dikatakan tidak berbudaya.

Perilaku berbudaya akan membentuk karakteristik seseorang ke arah perilaku demokratis. Perilaku
yang tidak demokratis cenderung anarkis dan otoriter. Sikap otoriter atau kekuasaan. Tangan besi
sungguh tidak sesuai lagi diterapkan pasca Orde Baru karena kontra produktif. Pada saat ini sebagai
era reformasi yang menuju masyarakat madani, asas demokrasi di segala bidang mutlak ditegakkan.
Adapun upaya penegakan asas-asas demokrasi bermula dari keluarga atau rumah tangga. Seorang

Anak sejak kecil harus dididik diperkenalkan untuk berlaku Sopan kepada orang lain tidak hanya
dalam keluarganya saja dan Anak-anak harus dibiasakan untuk tidak bersikap semena-mena
Terhadap orang lain.

Kiranya perlu Anda ketahui pentingnya demokrasi di da lam rumah terutama dalam memperlakukan
manusia sebagai manusia dalam bahasa jawanya “iso nguwongke uwong”. Dalam proses pendidikan
demokrasi, anak meskinya tidak selalu. Hanya berperan sebagai objek, akan tetapi sudah saatnya
anak dilibatkan secara aktif dalam memecahkan persoalan di rumah. Pandangan dan perilaku anak
terhadap kebiasaan-kebiasaan demokrasi sangat tergantung dari sejauh mana orang tua mampu
memberikan ruang gerak kepada anak untuk mengembangkan dirinya tanpa ada rasa tertekan dan
rasa takut. Di bawah ini beberapa contoh kegiatan yang sekiranya mencerminkan demokrasi di dalam
lingkungan keluarga, seperti:

a. Berlaku adil terhadap semua anggota keluarga tanpa pilih kasih.


b. Memahami tugas dan kewajiban masing-masing.
c. Memberikan kesempatan pada anggota keluarga untuk memberikan saran, kritik demi
kesejahteraan keluarga.
d. Mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi.
e. Menempatkan anggota keluarga sesuai dengan kedudukannya. Mengatasi dan memecahkan
masalah dengan jalan musyawarah mufakat.
f. Mengerjakan tugas rumah sesuai dengan perannya dalam keluarga.
g. Saling menghargai perbedaan pendapat masing-masing anggota keluarga.
h. Saling menghormati dan menyayangi.

Pada umumnya anak-anak yang tidak dididik dengan dasar demokrasi akan cenderung berperilaku
nakal. Kenakalan anak sebagai pelampiasan kegoncangan jiwa yang sebab utamanya adalah suasana
keluarga yang tidak stabil (ibu dan ayah tidak bisa menciptakan suasana yang harmonis), kurangnya
perhatian yang wajar dari orang tua terhadap anak-anak. Adapun sebagai kambing hitamnya sebagai,
penanggulangan yang pertama adalah pada orang tua.

Dalam upaya menanamkan kebiasan-kebiasaan demokrasi kepada anak, antara lain dapat dilakukan
dengan memberikan pengertian dan perhatian kepada mereka melalui sikap, tindakan, dan ucapan
yang menyegarkan. Selalu membantu mereka menemukan rasa aman dengan jalan menunjukkan
dan memahami rasa cemas dan bingung, lalu memberikan harapan- harapan baru.

Tumbuhkan perasaan sayang yang terlepas dari tindakan tingkah laku dan perbuatan mereka yang
kurang menyenangkan. Selanjutnya jangan mengkritik dan mencela anak, berikan kebebasan dalam
batas-batas tertentu, dengan cara mendengar dan memperhatikan pendapat mereka, kemudian
berikan kesan bahwa agama merupakan kebutuhan pertama dan utama bagi hidup dan kehidupan
mereka.

Pola Asuh Demokrasi Ketika Diterapkan Berikut adalah cara yang dilakukan orang tua untuk
menerapkan pola asuh demokrasi, di antaranya:

1. Bersikap luwes saat dibutuhkan. Betapa pun baiknya peraturan Dan kedisiplinan, orang tua
juga perlu menyadari bahwa ada Saatnya mereka dapat bersikap tidak kaku.

2. Jadilah teladan yang baik. Pada dasarnya setiap anak akan merujuk pada orang tua mereka
untuk mendapatkan panutan dalam bersikap dan berperilaku. Bila mereka dibesarkan dalam
lingkungan yang penuh kehangatan dan kasih sayang, maka mereka pun akan mengamalkan
nilai-nilai tersebut nantinya ketika mereka tumbuh dewasa.
3. Memberikan konsekuensi yang jelas atas pelanggaran peraturan, dengan memastikan
konsekuensi tersebut harus sesuai dengan jenis dan tingkat pelanggaran dan sebisa mungkin
mengandung nilai yang dapat dipelajari.

4. Membina percakapan ringan dengan anak setiap hari, untuk mengetahui apa yang sedang
terjadi dalam kehidupan anak dan membangun rasa percaya antara orang tua dengan anak.

5. Menentukan standar perilaku yang jelas yang dapat diterapkan anak dalam kehidupannya
sehari-hari.

6. Mengembangkan kemampuan anak untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Hal ini
dapat dilakukan dalam membuat peraturan, di mana anak diberikan ruang untuk setuju
ataupun tidak setuju. Orang tua tetap menentukan keputusan akhir, namun memberikan
kesempatan pada anak untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan dan pikirkan akan melatih
kemampuan mereka dalam berpikir dan berekspresi
7. Menghargai keunikan anak. Anak-anak dapat tumbuh menjadi orang yang sama sekali
berbeda dengan orang tua mereka. Seorang bapak yang menyukai politik memiliki Anak yang
menyukai seni. Saat perbedaan seperti ini muncul, Sangat penting agar orang tua mampu
menghargai dan Menerima perbedaan tersebut.

Pola asuh tidak bisa lepas yang namanya indikator-indikator yang memengaruhi terutama hal yang
mendukung. Oleh karena itu, berikut di bawah ini disajikan beberapa indikator pendukung dari pola
asuh demokrasi:

1. Kedisiplinan

Dalam kehidupan sehari-hari, disiplin sering dihubungkan dengan hukuman, dalam arti disiplin
diperlukan untuk menghindari terjadinya hukuman karena adanya pelanggaran terhadap suatu
peraturan tertentu. Adapun dalam pengertian yang lebih luas, disiplin mengandung makna yakni
suatu sikap menghormati, menghargai, dan menaati segala peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung makna sebagai latihan batin dan
watak dengan maksud supaya segala perbuatannya selalu menaati tata tertib (di sekolah atau
kemiliteran), dan dapat pula berarti ketaatan pada aturan dan tata tertib.

Dalam hidup sehari-hari disiplin diberikan sebagai upaya mengarahkan dan mengendalikan diri,
sebagai suatu usaha untuk mengarahkan dan mengendalikan diri kepada kebiasaan-kebiasaan yang
sesuai dengan norma-norma atau Aturan-aturan yang ada. Disiplin sangat perlu ditanamkanPada
anak, sebab disiplin sebagai bentuk pendidikan untuk Mengajarkan pengendalian diri, dengan
peraturan, contoh Dan teladan yang baik. Dalam proses penanaman kedisiplinan Anda harus
membina hubungan baik dengan anak-anak, Agar kedisiplinan yang diajarkan benar-benar diterima
dan Dilaksanakan. Mengingat anak itu butuh dihargai dan diakui Keberadaannya

2. Kebersamaan

Kebersamaan dalam arti kerja sama. Kerja sama merupakan. Kebutuhan yang sangat penting bagi
kelangsungan hidup. Tanpa kerja sama tidak akan ada individu, keluarga, organisasi atau masyarakat.
Tanpa kerja sama dan tanpa rasa kebersamaan keseimbangan hidup akan terancam punah, Dengan
memiliki keahlian bekerja sama Anda akan mudah mengungkapkan apa yang diinginkan tanpa
menyinggung orang lain. Anda berikan pemahaman kepada anak seperti kehidupan ada karena ada
kebersamaan, tidak bisa hidup sendiri karena membutuhkan orang lain untuk berkembang bersama.

3. Kegotong-royongan

Setiap agama tidak ada terkecuali selalu mengajarkan seseorang untuk hidup dalam kegotong-
royongan. Bila sejak usia dini sudah ditanamkan sikap yang demikian, kelak akan terlatih dan bersikap
hidup dalam penuh kegotong- royongan. Beban yang berat bisa terasa ringan seandainya dilakukan
dengan gotong-royong, dan pada akhirnya tidak merasa berat dalam menjalani hidup ini.

Anda mungkin juga menyukai