Anda di halaman 1dari 4

Bersikap Tegas dalam Mendidik

“Dan ketahuilah bahawa harta benda kamu dan anak-anak kamu itu hanyalah menjadi ujian dan
sesungguhnya di sisi Allah jualah pahala yang besar.” (Al-Anfal : 28) 
Dunia anak memang dunia bermain yang penuh keceriaan dan kebebasan, karena dari
permainan anak pun bisa belajar. Anak yang dibesarkan dengan penuh cinta dan kasih sayang
dari kedua orang tua dan keluarganya akan tumbuh menjadi anak yang penyayang. Akan tetapi
dalam praktiknya, ketegasan sikap dan tindakan dalam mendidik anak sangat diperlukan karena
berpengaruh besar terhadap sikap dan kebiasaan anak kelak.
Ketegasan tidak identik dengan kekerasan. Ketegasan berarti sikap dan tindakan yang
menerapkan kedisiplinan, dengan menegakkan aturan yang berguna bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak itu sendiri. Tentu saja ketegasan itu harus proporsional, harus disesuaikan
dengan tingkat usia dan perkembangan pemahamannya. Umumnya, anak-anak lebih banyak
melakukan peniruan terhadap sikap dan perilaku orang-orang terdekatnya dan lingkungannya,
serta lebih melihat kenyataan yang dilihatnya daripada memahami penjelasan yang
mempengaruhi logikanya. Karena itu, setiap tindakan, ucapan dan sikap kita harus benar-benar
menjadi teladannya.
Mendidik anak, idealnya harus sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW, yakni menerapkan
pola asuh dengan penuh cinta dan kasih sayang, serta bersikap dan bertindak tegas dalam
menjalankan kedisiplinan. Dalam hal ini, tidak ada salahnya orang tua mengarahkan anaknya
dengan tegas kepada hal-hal tertentu yang memang baik untuk anak, seperti pembiasaan ibadah,
pengaturan waktu dan cara belajar yang efektif, pengaturan waktu bermain, penyeleksian acara
di televisi, dan perawatan kebersihan juga kesehatan anak. Akan tetapi, di saat yang sama kasih
sayang tetap dikedepankan agar anak tidak merasa tertekan, kaku dan terlalu penurut, sehingga
kreativitas berpikirnya tidak berkembang.
Lalu, apa sebenarnya poin penting dari ketegasan tersebut?
Pertama, sikap tegas orang tua sebagai orang terdekat anak memiliki fungsi dan peran
besar dalam pembentukan kepribadian anak sejak kecil. Menjadi orang tua yang tegas akan lebih
banyak manfaatnya kelak bagi masa depan anak daripada bersikap terlalu lembut, melakukan
pembiaran dengan bersikap terserah kemauan si kecil. Ketegasan dalam memberikan dan
menerapkan aturan akan membantu tumbuhnya disiplin dalam diri anak sejak kecil. Dengan
tertanamnya kebiasaan disiplin yang baik, maka mental dan karakter anak secara perlahan
terbentuk menjadi anak yang terbiasa dengan kedisiplinan tersebut. Kebebasan bermain dan
mengekspresikan diri, bukan berarti mengabaikan faktor ketegasan dalam menerapkan aturan
dan pengawasan. Jika memang aturan dilanggar atau anak membangkang, sah-sah saja kita
bertindak tegas dalam memberikan hukuman.
Akan tetapi hukuman itu harus bersifat efektif, tidak didasari kebencian, tidak
mencederai dan tidak membuatnya mengalami trauma.
Kedua, di masa emas pertumbuhannya, pola asuh dan didikan yang diterapkan keluarga
akan sangat tertanam dan bisa menjadi sebuah pembiasaan. Dalam hal ini, kita seharusnya tidak
terlalu memanjakannya dan menuruti segala keinginannya, sehingga ia bisa belajar tentang arti
kesulitan dan cara mengatasinya. Jika kita cermati kisah hidup atau biografi orang-orang besar,
pengalaman masa kecil sangat mendukung pencapaian diri dan hidup mereka di masa depannya.
Mayoritas dari mereka memiliki pengalaman disiplin di masa kecilnya.
Sikap terlalu membebaskan, selalu mengikuti kemauan anak dan memanjakan anak sama
saja dengan bentuk pembiaran. Hal ini akan terlihat dalam perkembangannya di masa depan,
anak menjadi sulit diatur, bertindak semaunya, kurang beretiket dan membangkang karena
terbiasa dengan pembiaran tadi.
Ketiga, ketegasan akan memberi peluang bagi tumbuhnya kebutuhan akan sebuah aturan,
sehingga dalam dirinya tumbuh prinsip aturan dibuat untuk ditegakkan, bukan untuk dilanggar,
selama aturan tersebut relevan. Dalam perkembangannya, anak akan mlebih menghargai orang
tua dan keluarga sebagai penegak aturan, lebih mengerti nilai-nilai dan manfaat yang terkandung
dalam sebuah aturan, serta lebih memahami bahwa hidup tanpa aturan tidak enak. Pemahaman
dan kebutuhan akan aturan inilah yang berkaitan dengan kedisiplinan, manajemen diri dan
kehidupannya, serta kemampuannya dalam menentukan prioritas dalm pencapaian tujuan-tujuan
hidupnya kelak.
Keempat, ketegasan sangat bermanfaat dalam menempa mental dan kreativitas berpikir
anak kelak dalam menjalani kehidupannya. Secara mental, anak akan lebih siap menghadapi
masalah, kreatif dalam pencarian solusi, tidak mudah menyerah pada keadaan, punya sikap dan
tidak selalu bergantung kepada orang lain. Berkaitan dengan ini, saya dan beberapa rekan pernah
melakukan analisa dan penelitian kecil terhadap beberapa murid di sekolah menengah tempat
kami berbagi ilmu berdasarkan faktor latar belakang pendidikan keluarga mereka sejak masa
kecil. Anak yang dalam lingkungan keluarganya diberikan ketegasan, memang lebih disiplin,
terlihat lebih siap menghadapi kesulitan-kesulitan belajar, lebih punya sikap dan tidak terbawa
arus, bisa mengikuti dan mematuhi aturan, lebih santun, dan jarang mengeluh. Sedangkan anak-
anak yang dalam keluarganya senantiasa mendapatkan kemudahan, orang tuanya bersikap
terserah dan masa bodoh, serta tidak ada ketegasan, sikap mentalnya terlihat cukup lemah
meskipun gaya berbicara dan bersikap sangat keras. Mereka cenderung tidak siap menghadapi
masalah terutama kesulitan-kesulitan dalam belajar, sering menempuh cara pintas dalam
menyiasati dan menyelesaikan persoalan, mengandalkan orang lain dan lebih bergantung kepada
komunitasnya (kelompok bergaulnya), lebih mudah terbawa arus, serta kreativitas berfikirnya
kurang terasah sekalipun kecerdasan intelektual mereka di atas rata-rata.
Keempat hal tersebut, bukan hal mutlak. Apa yang saya tulis, sebagian memang
berdasarkan pengalaman pribadi dan orang-orang di lingkungan terdekat. Poin pentingnya,
pendidikan keluarga sangat menentukan proses tumbuh kembang anak. Pendidikan di sekolah
dan pendidikan dari lingkungan sosial merupakan faktor penunjang yang mempengaruhi
perkembangan anak. Tegas bukan berarti keras atau galak, tetapi mampu menyeimbangkan
antara kasih sayang dan kedisiplinan bagi anak. Mendidik merupakan proses pembelajaran,
sehingga kita pun tetap harus selalu belajar dari pengalaman siapapun, dari peristiwa apapun di
sekitar kita..
Salah satu amal yang tidak pernah terputus pahalanya sekalipun kita telah meninggalkan
dunia ini adalah anak yang shaleh. Doa anak yang shaleh merupakan salah satu doa yang insya
Allah pasti terkabul. Karenanya, orangtua harus mendidik anak dengan sebaik-baiknya. Jika
tidak, anak akan tumbuh menjadi seorang yang berkepribadian rusak dan hancur yang pada
gilirannya akan merugikan orangtua itu sendiri.
Sesungguhnya memang tidak mudah memikul beban untuk membesarkan anak hingga
menjadi pribadi yang kita harapkan dapat meraih sukses dunia dan akhirat. Semua butuh
kesabaran, kerja keras, keikhlasan, dan masih banyak lagi, berikut beberapa tips yang
diaplikasikan oleh orangtua yang disarikan dari tata cara mendidik anak ala Rasulullah Saw:
a.       Menanamkan Nilai-nilai Ketauhidan
Mengajarkan tauhid kepada anak, mengesakan Allah dalam hal beribadah kepada-Nya,
menjadikannya lebih mencintai Allah daripada selain-Nya, tidak ada yang ditakutinya kecuali
Allah. Selain itu, orangtua harus menekankan bahwa setiap langkah manusia selalu dalam
pengawasan Allah Swt. dan penerapan konsep tersebut adalah dengan berusaha menaati
peraturan dan menjauhi larangan-Nya. Terlebih dahulu, orangtua selaku guru (pertama) bagi
anak-anaknya harus mampu menyesuaikan tingkah lakunya dengan nilai-nilai yang diajarkan
dalam Islam.
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu dan bapaknyalah yang menjadikannya
Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR al-Bukhari).
b.      Menjadi Sahabat dan Mendidik dengan Keteladanan
Setiap anak akan belajar dari lingkungannya dan dalam hal ini lingkungan keluarga akan
sangat berpengaruh pada perkembangan kepribadiannya. Orang-orang di sekelilingnya akan
menjadi model dan contoh dalam bersikap. Para orangtua sebaiknya memberikan contoh yang
baik sesuai dengan nasihat dan ucapannya kepada para anaknya.
c.       Mendidik dengan Kebiasaan
Suatu kebaikan harus dimulai dengan pembiasaan. Anak harus dibiasakan bangun pagi
agar mereka gemar melaksanakan shalat Subuh. Anak harus dibiasakan ke masjid agar mereka
gemar melakukan berbagai ritual ibadah di masjid. Pembiasaan itu harus dimulai sejak dini,
bahkan pembiasaan membaca Al-Quran pun bisa dimulai sejak dalam kandungan. Pembiasaan
shalat pada anak harus sudah dimulai sejak anak berumur tujuh tahun.
d.      Menumbuhkan Rasa Percaya Diri Anak
Sebagai upaya menumbuhkan rasa percaya diri anak, Rasulullah Saw. menggunakan
beberapa cara berikut. Saat sedang berpuasa, Rasulullah mengajak anak-anak bermain sehingga
siang yang panjang terasa cepat. Anak-anak akan menyongsong waktu berbuka dengan gembira.
Hal ini juga membuat anak memiliki kepercayaan diri sehingga sanggup berpuasa sehari penuh.
Sering membawa anak-anak ke majelis orang dewasa, resepsi, atau bersilaturahim ke rumah
saudara sebagai upaya menumbuhkan kepercayaan diri sosialnya. Mengajari Al-Quran dan As-
Sunnah serta menceritakan sirah nabi untuk meningkatkan kepercayaan diri ilmiahnya.
Menanamkan kebiasaan berjual-beli untuk meningkatkan kepercayaan diri anak terkait ekonomi
dan bisnis. Di samping itu, sejak dini anak akan terlatih mandiri secara ekonomi.
e.       Memotivasinya Anak Berbuat Baik
Seorang anak, meski kecil, juga terdiri dari jasad dan hati. Mereka dilahirkan dalam
keadaan bersih dan suci sehingga hatinya yang putih dan lembut itu pun akan mudah tersentuh
dengan kata-kata yang hikmah.  Karenanya, hendaknya orangtua tidak mengandalkan ancaman
untuk mendidik buah hati. Ketimbang mengancam, lebih baik orangtua memotivasi anak dengan
mengatakan bahwa kebaikan akan mendapat balasan surga dengan segala kenikmatannya.
f.       Sediakan Waktu untuk Makan Bersama Anak
Rasulullah Saw. senantiasa menyempatkan untuk makan bersama anak-anak. Cara
tersebut akan mempererat keterikatan batin antara orangtua dan anaknya. Dengan begitu kita
dapat meluruskan kembali berbagai kekeliruan yang mereka lakukan melalui dialog terbuka dan
diskusi. Hal ini juga dapat mempermudah meresapnya segala nasihat tentang perilaku, keimanan,
atau pendidikan.

g.      Mendidik dengan Reward/Hadia


Memberi hadiah adalah salah satu penghargaan yang dapat melunakkan hati anak
sehingga mereka akan bersimpati kepada kita dan akhirnya mau melaksanakan nasihat yang kita
berikan. Namun perlu diingat, tidak semua perbuatan baik anak harus dihargai dengan materi.
Lakukan reward yang bervariasi, bisa dengan pujian, ciuman, belaian, uang, dan lain-lain.
h.      Memilih Sekolah yang Islami
Saat anak menginjak usia sekolah, orangtua berperan dalam memilihkan sekolah,
mengajarkan Al-Quran, mengembangkan pola pikir anak, memberikan data dan ilmu semaksimal
mungkin. Meski anak sudah mulai sekolah (mendapatkan ilmu di sekolah), orangtua hendaklah
selalu belajar tentang pendidikan anak karena semakin bertambah usia anak, maka akan semakin
kompleks pula problem (pendidikan anak) yang harus kita hadapi.
i.        Mendidik dengan Hukuman
Cara ini boleh dilakukan jika cara-cara di atas tidak berhasil. Memang di dalam Islam,
menghukum diperbolehkan selama tidak berlebihan seperti sampai menyebabkan luka. Hukuman
tersebut usahakan menimbulkan efek jera kepada anak agar ia tidak mengulangi perbuatannya.
Akan tetapi harus diperhatikan adab-adabnya, jangan sampai berlebihan yang akhirnya akan
membuat anak menjadi dendam.
j.        Memahami Keadaan Anak Secara Baik dan Menggunakan Metode yang Tepat
Setiap anak memiliki karakter dan pribadi yang berbeda walaupun berasal dari orangtua
yang sama. Cari metode yang tepat dan jitu sehingga anak dapat diarahkan dengan lebih mudah.

Anda mungkin juga menyukai