Anda di halaman 1dari 6

Dimulai dari  kelompok lingkungan yang paling kecil yaitu Diri sendiri dan keluarga.

Apa
kiranya yang harus kita lakukan dalam keluarga  yang kiranya ikut memberikan kontribusi untuk
mencegah dan menanggulangi tawuran? Saya sangat setuju dengan Quote dari ayah edi dan juga
penggagas  gerakan yang sedang digalakkan beliau tentang “Indonesian Strong from Home”
“Indonesia pada hakikatnya merupakan kumpulan dari keluarga-keluarga yang tersebar dilebih
dari 12.000 pulau yang ada di Nusantara. “Apabila keluarga-keluarga ini kuat, maka Indonesia
akan menjadi Bangsa dan Negara yang Kuat dgn sendirinya tanpa perlu konsep yg berbelit-belit
dan biaya yang membebani negara.” sumber dari  sini.

Kenapa faktor Keluarga sangat penting? Ulasan dibawah ini kiranya akan menjawab kurang
lebihnya kenapa keluarga menjadi sangat penting sebagai landasan atau dasar  untuk 
membentuk  kepribadian yang baik.

1. Berikan perhatian yang cukup untuk anak-anak dan anggota keluarga kita. Luangkan
banyak waktu  untuk memberikan perhatian kepada anak-anak kita, untuk sekedar
berbagi, menjadi teman dan sahabat anak-anak kita untuk berdiskusi dan juga
memecahkan masalah-masalah yang sedang mereka hadapi saat ini. Jangan bersikap acuh
tak acuh, karena kemungkinan bisa menyebabkan anak anak kita mencari pelarian dalam
komunitas lingkungan yang lainnya yang lebih membuat mereka nyaman, namun pada
akhirnya akan memunculkan hal-hal yang tidak diingingkan seperti terjerumus kedalam
lingkungan pergaulan yang mengarah pada hal yang negatif seperti penggunaan obat-obat
terlarang, genk-genk-an yang pada akhirnya berbuntut tawuran.
2. Membangun kepercayaan dan juga mejalin komunikasi yang hangat dan penuh kasih
sayang dengan anak-anak kita. Dengan komunikasi yang terjalin baik kita akan mudah
memberikan nasehat-nasehat dan wejangan tentang hal kebaikan, norma agama atau
norma sosial kepada anak anak kita. Mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak
boleh dilakukan. Dengan komunikasi yang hangat dan penuh kasih sayang serta perhatian
tentunya akan lebih mudah kita lakukan dan anak akan muncul kesadaran otonom atau
tanpa paksaan dalam melakukan sesuatu. Berbeda kalo komunikasi yang kita jalankan
dalam keluarga bersifat otoriter tentunya anak akan semakin memberontak.
3. Berikan contoh dan yang baik  untuk anak anak kita. Karena anak adalah peniru ulung,
sejak dini kita harus berupaya memberikan contoh dan tauladan yang baik untuk anak-
anak kita.  Bagaimana kita mengingikan anak kita menjauhi hal hal yang berbau
kekerasan, kalo misalnya kita sendiri orangtuanya memberikan contoh yang tidak baik
setiap harinya seperti bertengkar didepan anak sambil berteriak teriak bahkan dengan
melakukan KDRT. Mereka akan meniru dan mencontoh dari apa yang kita lakukan
didepan mereka.
4. Bijak dalam memberikan fasilitas  dirumah, misalnya dengan mengontrol dan
mendampingi anak ketika bermain game atau menonton televisi. Bijak memilihkan
tontonan atau game yang baik sesuai usia mereka dan juga menghindarkan anak-anak kita
dari game game yang memicu kekerasan dan sifat agresifitas. Dari yang pernah saya baca
dari artikel berita di sini, bahwa film yang bertemakan kekerasan bisa jadi pemicu atau
menginspirasi anak anak untuk meniru dan berbuat kekerasan.
5. Siapkan mental dan kepribadian yang baik dan kuat untuk anak anak kita dengan bekal
pengetahuan agama yang cukup sejak dini. Seperti point yang ke 3 yang saya utarakan,
berikan contoh anak anak kita tentang perilaku-perilaku yang sesuai norma norma agama.
Berikan bekal pengetahuan agama dan mempraktekannya dalam kehidupan sehari hari,
supaya anak-anak kita menjadi taat dan patuh dengan ajaran agama. Ketika anak telah
beranjak dewasa tidak mungkin kita akan bisa mengawasinya selama 24 jam non stop
semua aktifitasnya misalnya selama dilingkungan sekolahnya bagaimana, bergaul dengan
siapa saja, di lingkungan les nya bagaimana? siapa saja teman bergaulnya, setidaknya
gambaran detail kadang mungkin tidak bisa kita dapatkan. Nah dengan kesadaran otonom
dengan bekal pengetahuan agama dan norma yang telah diperolehnya melalui keluarga
diharapkan akan membentuk kesadaran otonom atau kesadaran dalam dirinya ketika akan
melakukan hal-hal atau perilaku yang menyimpang dari norma agama atau norma sosial.
Mungkin dengan kata gampangnnya adalah “Takut akan Tuhan”, sehingga  yang kita
lakukan akan  berusaha sesuai dengan norma agama dan sosial yang berlaku.

Mungkin kesannya sangat teoritis sekali apa yang telah saya uraikan diatas, tapi saya yakin tidak
ada hal yang mustahil, selama kita berusaha untuk mewujudkannya. Semoga kita bisa
menjadikan keluarga dan anak anak kita dengan karakter dan kepribadian yang baik. Kasih
sayang dan perhatian kita kepada keluarga dan anak anak  akan memberikan rasa nyaman dalam
hubungan antar keluarga.  Saya juga masih berusaha dan belajar untuk mewujudkan seperti apa
yang telah saya tuliskan diatas. Peran kita sebagai orangtua sedikit banyak ikut andil besar
sebagai jalan atau cara untuk mencegah dan mengatasi tawuran. Saya kemudian jadi ingat sebuah
catatan, Dorothy Law Nolte yang pernah saya posting disini, tentang  sebuah catatan 
karakteristik anak-anak yang dibesarkan sesuai dengan lingkungannya.

Bila seorang anak hidup dengan kritik,

Ia belajar untuk menyalahkan.

Bila seorang anak hidup dengan rasa benci,

Ia belajar bagaimana berkelahi.

Bila seorang anak hidup dengan ejekan,

Ia belajar menjadi pemalu.

Bila seorang anak hidup dengan rasa malu,

Ia belajar merasa bersalah.

Bila seorang anak hidup dengan toleransi,

Ia belajar menjadi sabar.

Bila seorang anak hidup dengan semangat,

Ia belajar kepercayaan diri.


Bila seorang anak hidup dengan pujian,

Ia belajar untuk menghargai.

Bila seorang anak hidup dengan rasa adil,

Ia belajar tentang keadilan.

Bila seorang hidup dengan rasa aman,

Ia belajar memiliki iman.

Bila seorang anak hidup dengan persetujuan,

Ia belajar menyukai dirinya sendiri.

Bila seorang anak hidup dengan penerimaan dan persahabatan,

Ia belajar mencari cinta dalam dunia.

-o0o-

Kemudian pertanyaan berikutnya, adalah apakah dengan hanya memperkuat fondasi kepribadian
dari komunitas keluarga saja?. Tentu saja tidak, ada faktor lainnya yang harus juga kita
perhatikan diluar keluarga.

Beranjak dari Lingkungan Keluarga, ada Lingkungan sekolah dan lingkungan


Masyarakat yang lebih luas untuk anak anak kita kelak berinteraksi dan bersosialiasi.Dari
lingkungan sekolah inilah  anak anak kita banyak menghabiskan waktu sehari-harinya.  Sudah
menjadi kodrat yang namanya orangtua pasti menginginkan anak anak kita kelak bersekolah
ditempat yang nyaman, mempunyai fasilitas yang bagus dan lengkap, serta prestasi atau nama
besar sekolah yang membanggakan. Namun kiranya kita juga lebih  teliti dan  lebih detail tidak
hanya melihat prestasi dan prestise sekolah secara lahir saja melainkan juga melihatnya dari
banyak aspek yang tentunya disesuaikan dengan keinginan dan kemampuan anak kita.  Hal ini
tentunya juga untuk mengantisipasi agar anak anak kita tidak terjerumus dalam pergaulan 
negatif dilingkungan sekolah.

Kemudian Pemerintah dan  sekolah sebagai pihak penyelenggara pendidikan hendaknya juga
menciptakan  dan kurikulum yang berbasis tidak hanya pada prestasi akademis saja melainkan
juga berbasis pada budi pekerti dan agama.  Menurut yang pernah saya baca  dalam sebuah
artikel disebuah koran online, Kurikulum pendidikan semakin hari semakin  yang berat 
diterapkan oleh Diknas dan sekolah di sinyalir menjadi salah satu pemicu terjadinya tawuran
antar pelajar.  Sehingga kemudian memunculkan ide untuk memperpanjang jam sekolah siswa
(sumber dari sini). Diperpanjang dengan catatan untuk  kegiatan ekstrakurikuler atau kegiatan
agama untuk menarik minat siswa dan mengurangi waktu luang yang sering digunakan siswa
untuk hal hal yang melanggar peraturan kumpul kumpul dengan kelompok atau genk yang pada
akhirnya memunculkan tawuran seperti yang sudah sudah terjadi. Namun menurut saya
bukankah ini malah akan menambah masalah baru?.  Semoga Pemerintah melalui  Departemen
pendidikan  mampu mencari formula yang tepat untuk kurikulum pendidikan nasional sehingga
tidak membebani siswa dengan beban berat secara mental/psikologis serta fisik, namun mampu 
membawa wajah baru pendidikan nasional Indonesia yang lebih bagus dan penuh prestasi.
Sehingga tidak lagi terjadi tawuran antar pelajar seperti sekarang marak.

Pelajaran-pelajaran yang berbasis budi pekerti seperti pelajaran Agama, kemudian pelajaran
PPKN (jaman dahulu kurikulum lama menyebutnya dengan PMP)setelah  kurikulum baru
semoga bisa dimengerti oleh siswa dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.  Bimbingan
konseling atau BK dulu kalo saya tidak salah ingat, dimana yang pada kenyataannya dulu sangat
amat tidak disukai murid karena dianggap menjemukan, seharusnya lebih diaktifkan lagi dan
didalalmnya guru harus selalu update dan berperan untuk menjadi tempat curhat murid-murid
atau siswa siswa untuk suatu masalah. Hilangkan stigma atau pandangan bahwa murid yang
ditangani guru BK atau BP adalah murid yang bermasalah saja. Hal hal seperti pelabelan seperti
inilah harus dihapuskan juga.

Memperbanyak kegiatan kegiatan yang positif seperti kompetisi olahraga untuk memupuk jiwa
sportifitas, kompetisi kesenian untuk menyalurkan bakat dan minat anak didik juga bisa
dilaksanakan agar waktu luang mereka terisi dengan hal-hal yang positif.  Acara-acara seperti
“team building”  atau ” Student engagement” dan semacamnya atau  acara acara yang penuh
motivasi perlu juga dilaksanakan. Tentunya dengan format dan segala sesuatunya disesuaikan
dengan kemampuan siswa dan anak didik serta dengan pengawasan dari pihak sekolah dan
instansi yang terkait. Yang pada intinya memfasilitasi dan menjembatani kreatifitas anak supaya
lebih berkembang dan tidak merasakan adanya kekangan yang keterlaluan dan berakibat dengan
perilaku menyimpang dari para siswa. Karena menurut teori psikologi bahwa masa masa
pubertas remaja seperti masa SMA itu adalah masa yang rawan dan penuh gejolak rasa keingin
tahuan dan juga mudah dipengaruhi.

Selain itu sekolah juga harus berperan serta aktif untuk mengawasi kegiatan kegiatan yang
melibatkan nama sekolah dan siswa didalamnya. Bagaimana mungkin kita bisa menghapuskan
kekerasan di sekolah jika pada awal masa orientasi masuk sekolah saja siswa baru sudah di
pertontonkan dan merasakan adanya kekerasan fisik dan mental dari kakak-kakak kelasnya. Saya
bukan yang anti terhadap MOS atau masa orientasi sekolah, akan tetapi setidaknya dalam konsep
dan pelaksanaannya haruslah dijauhkan dari hal hal yang memicu dan mengakibatkan kekerasan.
Disinilah peran aktif guru dan pihak sekolah, pengurus OSIS, POMG (persatuan
orangtua/walimurid) dan juga partisipasi siswa diperlukan untuk mengontrol dan menjadi polisi
bagi lingkungan mereka sendiri. Penyimpangan yang terjadi hendaknya cepat diantisipasi dan
mendapatkan sanksi tegas dari pihak sekolah tanpa diskriminasi sehingga tidak menimbulkan
ambigu dan memberikan kesempatan untuk berani berbuat yang melanggar peraturan sekolah.
Begitu juga dengan tingkat Universitas, sanksi tegas dari universitas  harus diberikan kepada
pada mahasiswa yang jelas jelas melakukan tindakan yang menjadi pemicu kekerasan atau
tawuran. Karena dengan ketegasan hukuman mungkin bisa jadi menjadikan efek jera bagi pelaku
tawuran. Begitu juga pemerintah atau Departemen pendidikan harus memberikan sanksi tegas
kepada sekolah yang murid muridnya seringkali melakukan tindakan tawuran dengan penurunan
akreditasi, seperti yang sering diwacanakan akhir akhir ini oleh banyak LSM.
Lalu pemerintah dan Lembaga terkait atau instansi yang berwenang seperti misalnya
Pemerintah daerah dan juga kepolisian? Hendaknya juga memberikan contoh yang baik untuk
rakyat atau warganya.  Pemerintah harus memberikan sanksi yang tegas untuk pelanggar hukum 
seperti dalam hal ini kasus tawuran agar menimbulkan efek jera dan tentunya setelah itu  tidak
hanya yang sifatnya hukuman tetapi juga pembinaan kepada para pelanggar  hukum dalam kasus
tawuran seperti ini. Tawuran adalah perbuatan penyimpangan perilaku sosial yang bisa kita
tanggulangi. Berbagai permasalahan sosial yang kompleks dalam masyarakat bisa jadi pemicu
terjadinya tawuran. Untuk itulah pemerintah hendaknya melakukan kajian dan tidak semena
mena serta memberikan solusi yang terbaik dalam setiap kebijakan yang diambilnya sehingga
menghindari adanya tawuran. Misalnya dalam relokasi pasar atau pedagang asongan. Pendekatan
pendekatan yang lebih baik perlu diberikan pemerintah untuk menghindarkan terjadinya
tawuran. Kalo pemerintah kebijakannya bagus dan berpihak kepada rakyat tentunya akan tercipta
suasana masyarakat yang aman, damai dan sejahtera. Mari kita berlogika secara sederhana saja
jika  ekonomi masyarakat berkembang, kesejahteraan masyarakat meningkat dan tingkat
kriminalistas menurun,  kemudian dibarengi dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan
masyarakat yang tinggi niscaya pelan tapi pasti  tawuran tidak akan menjadi budaya masyarakat
kita. Karena yang terjadi pada saat ini keadaannya adalah sebaliknya dari penulisan saya diatas.
Pemerintah perlu bekerja keras juga untuk mewujudkan kesejahteraan dan suasana pemerintahan
yang aman damai dan sejahtera.

Jadi teringat dengan percakapan saya beberapa waktu lalu dengan bapak saya yang ingin
menggali ide dari beliau untuk tujuan kontes yang ingin saya ikuti ini. Saya tanyakan kepada
bapak saya, “Pak, jaman bapak dulu pas  jaman bapak SMA dulu apa sering terjadi tawuran?”
begitu tanya saya. Sekedar informasi jaman bapak saya SMA dulu kurang lebih tahun  60-an.
Kemudian bapak saya menjawab ” Walah nduk, jaman dulu wong sudah bisa sekolah tinggi aja
sudah bersyukur alhamdulilah, apalagi bisa sampai SMA belom lagi itu bapak masih harus
sambil bekerja membantu mencari nafkah (karena emaknya bapak saya sudah janda, bapak anak
pertama dari 5 bersaudara). Jadi sudah tidak kepikiran tawur tawuran  kayak gitu” begitu kata
beliau. Kemudian beliau juga menjelaskan bahwa jaman dulu Televisi belom seperti jaman
sekarang berita bisa langsung tayang dari tempat kejadian jadi dapat disiarkan langsung saat itu
juga ketika suatu peristiwa dibelahan daerah lain ada peristiwa tawuran. Ya, dari sedikit cerita
bapak saya juga mengambil kesimpulan bahwa media massa juga berperan penting dalam  hal ini
selain menyebarkan informasi kadang kadang bisa jadi memicu  dan menginspirasi masyarakat
lain untuk melakukan tindakan tawuran dan kekerasan. Alangkah indahnya juga apabila semua
kalangan media massa lebih bijak dalam menayangkan pemberitaan tentang tawuran ini semoga
lebih berimbang dan manusiawi sehingga tidak menimbulkan banyak dampak negatif dari
pemberitaannya maupun penanyangannya.

Media massa dan Teknologinya yang bekembang dengan pesat,semoga bisa dijadikan media
atau sarana untuk mengkampanyekan kepada masyarakat luas untuk mengatakan tidak pada
tawuran. Dengan menampilkan tentang sisi negatif dari tawuran, betapa kita masyarakat dan
bangsa Indonesia adalah bangsa yang cinta damai. Kampanye “Say No to Tawuran” atau
“Katakan Tidak untuk Tawuran” harus senantiasa kita dengungkan melalui media massa agar
kelak bisa membudaya dan mengembalikan citra bangsa Indonesia yang cinta Damai.
Masalah bagaimana cara mengatasi dan menanggulangi tawuran ini memang bukan hanya PR
orangtua dan Juga sekolah atau guru, alim ulama/tokoh agama dan Pemerintah atau Depatemen
Pendidikan saja, melainkan ini adalah PR bersama   untuk lingkungan masyarakat luas semua
warga negara Indonesia tidak terkecuali . Sebagai warga negara yang baik hendaknya kita ikut
memberikan kontribusi yang bisa mencegah dan menanggulangi tawuran. Dalam dunia hiburan
dan dunia petelevisian juga perlu dihimbau untuk lebih bijak dalam  menayangkan film-film atau
sinetron yang bertemakan kekerasan, karena dikhawatirkan bisa memicu anak anak untuk
berperilaku agresif dan  membenarkan jalan kekerasan daripada jalan damai dan musyawarah
untuk mufakat.

Peran aktif masyarakat sekitar lingkungan sekolah juga dibutuhkan untuk jadi kontrol sosial.
Seperti misalnya beberapa hari yang lalu di daerah Jakarta, kalo tidak daerah “Srenseng” warga
menangkap beberapa siswa sebuah  sekolah swasta yang akan melakukan tawuran dan
mengamankan bebaerapa senjata tajam seperti parang dan golok. Masyarakat kemudian
menyerahkannya ke pada pihak berwajib atau kepolisian, karena mereka sudah jenuh dengan
kelakukan para siswa yang sering tawuran diwilayah mereka. Peran serta untuk menjaga
ketertiban seperti ini juga sangat diperlukan, sebelum jatuhnya korban masyarakat lebih waspada
dan peka dengan segera melaporkan kepada aparat yang berwajib.

Rasanya akan indah jika kita semua warga negara ini sadara akan tugas dan tanggung jawab
masing masing. Apabila ada segala permasalahan tidak diselesaikan dengan “OKOL” dan
“OTOT”. “Okol” disini maksud saya adalah menyelesaikan masalah dengan emosi dan tidak
dengan berpikiran jernih dan pertimbangan yang panjang, sedangkan “OTOT” disini maksud
saya adalah kekuatan secara harafiah atau fisik yaitu dengan berkelahi secara fisik. Namun
alangkah indahnya bila kita menyelesaikan segala masalah yang ada dengan  penuh damai.
Mengutamakan musyawarah untuk mufakat seperti yang telah Pancasila amanatkan dalam butir-
butir sila-nya.  Lagi lagi kesannya saya terlalu idealis dan juga mengedepankan hal hal yang
tidak nyata dan terkesan diawang awang sekali,tapi sekali lagi menurut saya tidak, semua yang
saya ungkapkan ini bisa jadi kenyataaan kalo kita bersatu padu membulatkan tekad dan kemauan
untuk menciptakan kehidupan yang damai.

Saya yakin Indonesia Bisa! Kita bisa! Pelajar kita Bisa! Kita bisa memulainya dari diri kita
sendiri, keluarga kita sendiri, mendidik anak anak kita dengan anti kekerasan. Dengan kebaikan
kebaikan yang ingin kita lakukan, Menebar banyak kebaikan dengan salah satunya melalui
kegiatan blogging. Karena saya juga hobby ngeblog makanya ini juga saya tuliskan untuk
memberikan contoh yang aktualnya. Berbagi kebaikan dan mengisi waktu luang dengan hobby
yang bermanfaat seperti “blogging” tentunya akan menghindarkan tawuran.

Semoga apa yang telah saya sampaikan diatas bisa jadi bahan renungan untuk kita, untuk
generasi yang akan datang.  Bukan bermaksud menggurui dan sok berteori akan tetapi lebih
sebagai bentuk ikut menyampaikan pendapat dan opini pribadi. Semoga Bumi Indonesia penuh
dengan senyum indah yang mengembang dari seluruh warganya, bukan senyum penuh kebencian
dan penuh permusuhan.

Anda mungkin juga menyukai