Anda di halaman 1dari 5

Judul : Membangun Karakter Anak Melalui Sekolah Dalam Lingkungan Keluarga

Dengan Metode Labelling

Oleh : Diana Sumartini

(Mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Manajemen Inovasi Universitas Teknologi Sumbawa )

Sekolah salah satu sebutan untuk lembaga formal yang di dalamnya dibangunnya

sistem dengan bentukan yang formal, didokumetasikan dalam berbagai bentuk membutuhkan

pertanggungjawaban sebagai bahan laporan kepada pemerintah. Dalam sekolah, semua tertata

dengan rapi, terstruktur dan terencanakan. Dan sebagai sebuah lembaga formal, sekolah

menjadi sebutan yang tak asing di dengar di telinga para orang tua. Hal ini mengingat, karena

sekolah menjadi rumah kedua untuk buah hati. Karenanya, bagi orang tua pendidikan di

sekolah menjadi prioritas utama dibandingkan dengan di rumah atau lingkungan terkecil

bernama “keluarga”. Atas dasar itulah, tulisan ini mencoba melihat sisi penting dari

‘pendidikan keluarga’ sekaligus menepis anggapan bahwa lingkungan sekolah satu-satunya

dunia pendidikan bagi seorang anak atau buah hati.

Keluarga adalah lingkungan pertama, darinya seorang anak mendapat pendidikan.

Pendidikan dalam pengertian yang luas. Seorang anak secara langsung belajar dari orang

tuanya, dari lingkungan dimana anak tinggal. Keluarga menjadi pemberi asupan pertama

dalam pendidikan agama dan pendidikan hidup. Pendidikan tentang bagaimana menjalani

kehidupan sehari-hari. Pada prakteknya orang tua akan menjadi sorotan utama untuk

pembentukan keperibadian, mental dan sikap. Dari sinilah orang tua harus menjadi contoh

teladan bagi anak-anaknya.


Sebagai lingkungan pendidikan pertama, satu keluarga seyogyanya membangun

prinsip-prinsip dasar tentang keluarga. Prinsip yang menjadi pedoman dalam setiap langkah

agar berbagai ujian dan rintangan tidak menghanyutkan diri dan menyalahi ujian tersebut.

Prinsip-prinsip tersebut misalnya, membangun kepercayaan, jujur dan tidak mudah putus asa,

bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan, menghormati orang lain, serta nilai-nilai lain

yang dengannya pribadi menjadi tumbuh dan berkembang.

Lingkungan keluarga yang di dalamnya terdapat nilai-nilai pendidikan hidup, akan

menjadikan keperibadian seorang anak saat dia berada di luar lingkungan keluarganya seperti

di lembaga formal seperti sekolah, saat bergaul dengan teman dan sahabatnya atau pun saat ia

berhadapan dengan situasi yang tidak biasa. Seorang anak yang mendapatkan pendidikan

yang baik dari orang tuanya akan memiliki jiwa dan mental yang positif, begitu pula

sebaliknya. Hal ini didasarkan pada satu simpulan dari teori behavioris yang menyebutkan

bahwa lingkungan sangat mempengaruhi keperibadian dari seorang anak saat anak remaja

atau dewasa. Seorang anak yang mendapat kasih sayang dari orang tuanya akan menjadi anak

yang berkepribadian baik dan penuh kasih sayang pula.

Namun faktanya, banyak kasus kekerasan yang terjadi dalam lingkungan keluarga

baik itu kekerasan secara fisik, psikis maupun verbal dan pelakunya tidak lain merupakan

orang terdekat dari anak tersebut seperti ibu maupun ayah. Padalah sosok ibu maupun ayah

merupakan sosok pondasi kepercayaan anak dimana anak sangat yakin bahwa orang tuanya

dapat memberikan perlindungan dan rasa aman dari segala ancaman dari luar. Namun dengan

banyaknya kasus-kasus tindakan kekerasan terhadap anak, tidak menutup kemungkinan, anak

yang menjadi korban saat ini kedepannya bisa pula menjadi pelaku dari kekerasan itu sendiri

atau yang biasa kita sebut dengan lingkaran setan. Untuk itu, penulis kali ini ingin berbagi

sedikit ilmu dan pengalaman terkait bagaimana membangun mental anak melalui labelling.
Apa itu labelling?

Labelling merupakan proses pemberian gelar/cap/julukan terhadap seseorang sebagai

dampak dari perilaku yang dibuat/dilakukan oleh orang tersebut. Labelling dibagi menjadi

dua, yaitu labelling positif dan labelling negatif. Labelling positif merupakan

label/cap/julukan yang diberikan sebagi reward atau hadiah dari perbuatan positif anak,

misalnya seorang anak yang mampu menyelasaikan tugasnya diberi label oleh orang tuanya

sebagai anak yang rajin atau pintar. Sebaliknya labelling negatif merupakan label/cap/julukan

yang diberikan kepada seseorang sebagai dampak dari perilaku negatif atau perilaku buruk

orang tersebut. Misalnya, seorang anak yang berkelahi dengan temannya diberi julukan

sebagai anak yang nakal.

Dari penjelasan di atas, bagaimana bisa labelling ini dapat membentuk mental anak?

Perlu diketahui, proses terbentuknya labelling dipengaruhi oleh siapa yang

memberikan label dan seberapa intens label itu diberikan. Label akan lebih efektif jika

pemberi label itu merupakan orang terdekat atau orang kepercayaan anak. Umumnya orang

terdekat dari anak merupakan orang tuanya sendiri. Orang tua dapat membentuk mental anak

melalui label positif yang senantiasa diberikan kepada si anak. Misalnya orang tua yang

memanggil anaknya sebagai anak yang rajin, maka yang ada dalam pemikiran anak yaitu

penghargaan yang luar biasa dari orang yang paling berharga dalam hidupnya dan mengakui

dirinya sebagai anak yang rajin dan kedepannya si anak akan terus menerus berusaha untuk

rajin dan merasa malu bila melakukan Tindakan yang kurang sesuai dari ucapan yang selalu

di labelkan oleh orang tua nya.

Selanjutnya intensitas label juga mendukung proses terbentuknya mental anak.

Seorang anak yang secara terus menerus dalam waktu yang sering bahkan selalu diberi label

dapat mempercepat label bagi anak. Seorang anak yang pernah melakukan kesalahan dan
diberi label sesuai dengan kesalahannya itu secara terus menerus tidak menutup kemungkinan

anak tersebut akan benar-benar menjadi seperti yang di labelkan. Misalnya seorang anak yang

pernah mengambil barang temannya dan dijuluki pencuri secara terus menerus kemungkinan

besar anak tersebut akan benar-benar menjadi seorang pencuri. Hal tersebut bisa terjadi

dikarenakan apapun yang dilakukan oleh anak tersebut selalu salah dan tetap dianggap

sebagai pencuri dan anak tersebut mengalami proses berpikir yang membuat anak tersebut

menjadi pencuri.

Dari penjelasan diatas dapat diketahui kekuatan dari sebuah perkataan/label yang

dapat mempengaruhi pembentukan karakter seorang anak. Untuk itu, sebagai orang tua yang

bijak, perkataan yang baik dan dapat memotivasi anak merupakan kata-kata yang harus sering

terucap dari orang terdekat khususnya orang tua. Bahkan ketika anak melakukan kesalahan,

kata-kata yang seharusnya terucap adalah kata-kata berupa nasehat baik.

Hal ini juga sudah dicontohkan oleh seorang tokoh Inspirasi Dunia yaitu Nabi

Muhammad SAW, dimana beliau menggunakan istilah-istilah atau label yang diberikan

kepada keluarga dan sahabatnya. Misalnya banyak dari sahabat beliau yang beliau beri

julukan atau label seperti Abul Masakin (Bapaknya orang miskin diberikan kepada Ja’far Bin

Abi Thalib), Asadullah (Singa Allah, gelar yang diberikan Rasul kepada Hamzah Bin Abi

Thalib), As-Sodiiq ( yang membenarkan yang diberikan kepada Abu Bakar) dan masih

banyak lagi gelar-gelar/julukan yang diberikan Rasul kepada para sahabatnya. Dari hal ini,

dapat kita ketahui, Rasul memberikan gelar ini dikarenakan gelar-julukan tersebut justru dapat

menjadi semangat untuk mempertahankan perilku positif dan menjadi penyemangat disaat

iman turun.

Sebelum penulis mengakhiri pembahasan kali ini, penulis juga ingin menambahkan

sedikit yang memiliki hubungan dengan labelling dalam membangun karakter anak yaitu
dengan menggunakan sebuah metode hypo sleep (terapi tidur) dimana orang tua membisiskan

hal-hal positif di telinga anak ketika anak baru tertidur. Secara tidak sadar anak tersebut akan

merekam semua hal-hal dari perkataan orang tua tersebut dan menjadi motivasi bagi dirinya.

Anda mungkin juga menyukai