Anda di halaman 1dari 11

makalah tanggung jawab

I. Latar Belakang
Bicara tentang tanggung jawab berarti juga berbicara tentang keberanian menghadapi risiko.
Pada zaman yang carut-marut ini orang yang benar sering malah dimusuhi. Orang-orang terbaik
yang sangat keras menentang perilaku korupsi biasanya dikucilkan di kantornya. Pemimpin
kantor yang tidak mau membuat langkah akal-akalan demi mendapatkan sisa anggaran akan
banyak dibenci oleh bawahannya. Atas nama perhatian dengan membagikan sisa anggaran
sebagai insentif untuk memotivasi pegawai, biasanya para pegawai menginginkan pemimpinnya
untuk membuat jalan berliku agar uang yang tadinya haram menjadi “halal” dibagi-bagi.
Demikian juga ketika seorang pemimpin harus mengambil keputusan yang tidak populer.
Misalnya, demi menyelamatkan manajemen, ia harus menggeser orang-orang senior dari jabatan-
jabatan strategis. Pemimpin seperti ini harus memilih antara menyelamatkan menajemen atau
menghadapi risiko dibenci bawahan. Para senior yang digeser tentu akan merasa sakit hati.
Bahkan kebiasan yang muncul adalah menolak kebijakan dan melakukan perlawanan. Tetapi
karena sang pemimpin sudah terbekali dengan rasa tanggung jawab yang besar, risiko seberat
apa pun akan ia anggap benar dan tepat. Manajemen lebih penting untuk diselamakan ketimbang
dirinya sendiri.
Orang yang bertanggung jawab sesungguhnya telah memiliki modal yang sangat berharga untuk
menjadi orang yang adil. Dengan rasa tanggung jawab yang dimilikinya, ia akan selalu berusaha
mengambil keputusan yang bisa dipertanggungjawabkan, baik di hadapan sesama manusia
maupun di hadapan Allah. Inilah keadilan yang hakiki. Bahkan mungkin semua pihak merasa
kecewa. Namun, karena ia yakin bahwa keputusan tersebut memiliki argumen yang paling bisa
dipertanggungjawabkan, keputusan itu pun ia ambil. Tentu saja dengan risiko apapun.[1]
Oleh karena itu, pada makalah ini saya akan membahas bagaimana cara meningkatkan tanggung
jawab dan disiplin pada anak, agar pada usia dewasanya nanti seorang anak tau dan mampu
bagaimana bertanggung jawab dengan benar tentunya diikuti dengan kedisiplinan, karena
mendidik anak sejak kecil itu lebih mudah daripada ketika sudah dewasa.
II. PEMBAHASAN
A. Tanggung jawab
Dalam pergaulan sehari-hari bertanggung jawab pada umumnya diartikan sebagai “berani
menanggung risiko (akibat) dari suatu perbuatan atau tindakan yang dilakukan”. Atau sering pula
diartikan sebagai “berani mengakui suatu perbuatan atau tindakan yang telah dilakukan”.
Pengertian tanggung jawab tersebut belum cukup, karena yang bersangkutan tidak pernah
memikirkan apakah perbuatan atau tindakannya itu sesuai dengan nilai-nilai hidup yang luhur,
apakah sesuai dengan nilai-nilai susila yang berlaku dalam kehidupan manusia yang sopan
beradab, dan beragama. [2]
Kata bertanggung jawab (responssibility) berasal dari akar kata yang sama sebagai response.
Seorang yang bertanggung jawab adalah seseorang yang dapat dimintai tanggung jawab yang
dapat dipercaya, dan melakukan apa yang diharapkan dari dia. Dengan kata lain seorang yang
bertanggung jawab meresponss ketika dimintai melakukan sesuatu. Bagaimana anak-anak belajar
merespons dengan cara yang bertanggung jawab. Pelajaran anak-anak paling dini di dalam
tanggung jawab berasal dari orang tua yang tanggap terhadap kebutuhan mereka. Di sini, sekali
lagi, kunci terhadap keberhasilan anak-anak terletak pada daya tanggap (responssiveness) orang
tua. Kualitas tersebut merupakan inti dari apa yang ingin kita berikan kepada anak-anak kita,dan
apa yang kita harapkan dari mereka. Orang tua yang merespons dengan tepat terhadap anak-anak
mereka kemungkinan akan membesarkan anak-anak yang bertanggung jawab. Mengapa? Daya
tanggap menjadi norma bagi anak-anak mereka: orang-orang harus memperlakukan orang lain
dengan cara yang bertanggung jawab. Anak-anak yang orang tua mereka memahami dan
memenuhi kebutuhan mereka, lebih mungkin memahami tanggung jawab mereka`terhadap orang
lain dan terhadap diri mereka sendiri. Agar menjadi dewasa, belajar merasakan senang dengan
diri anda sendiri, anda harus berperilaku dengan bertanggung jawab.
Pada bulan-bulan pertama, ketika bayi-bayi memerlukan perhatian yang hampir terus menerus
dari orang tua mereka, mereka tampaknya bertanggung jawab dan mandiri. Kita sering
mendengar bahwa untuk memahami bagaimana ketergantungan anak meletakkan dasar bagi
kemandirian di masa yang akan datang, terutama ketika teman-teman dan famili mengatakan
kepada anda bahwa anda “harus membiasakan bayi itu tidur sendirian” atau, “jangan
mengambilnya setiap waktu-anda akan memanjkannya dan dia akan terlalu tergantung pada
anda”. Tetapi, ketika anda menanggapi isyarat-isyarat dan tangisan bayi, anda membantunya
belajar mempercayai dirinya sendiri. Anda menguatkan penilaiannya terhadap perasaan dan
kebutuhannya. Kepercayaan terhadap diri sendiri ini merupakan landasan dari kepercayaan kelak
dalam kehidupan. Tanggap terhadap isyarat-isyarat anak Anda juga menunjukkan kepadanya
bahwa tindakan-tindakan mempunyai dampak terhadap lingkungannya- yaitu dia bukannya tidak
berdaya, dia dapat membuat sesuatu terjadi.[3]
Ketika kita menjalani fase pemberian tanggung jawab kepada anak, maka kita harus mengetahui
beberapa keistimewaan fase ini.
1. Memberikan anak rasa kepercayaan pada dirinya dan pada kemampuannya untuk
mengambil keputusan, dan membiasakan dia untuk memikul tanggung jawab.
2. Daripada kita bertengkar dengannya, maka lebih baik kita mendorong dia mencari jalan
keluar bagi permasalahannya.
Dalam berinteraksi dengan anak banyak permasalahan yang timbul, bukan hanya berkaitan
dengan mereka saja, akan tetapi juga berkaitan dengan para orang tua. Bukti yang paling jelas
adalah berbagai persoalan yang tejadi antara anak dan orang tuanya. Janganlah kita selesaikan
permasalahan itu sendiri, akan tetapi kita berusaha untuk melibatkan anak untuk ikut
bertanggung jawab, sehingga usaha untuk menyelesaikan persoalan itu menjadi usaha bersama.
Supaya anak kita dapat memikul beban tanggung jawab, maka harus diterapkan beberapa contoh
praktikal yang akan membantu mereka untuk melaksanakannya secara sempurna sebagai berikut.
Pertama, menyebutkan berbagai kendala yang dihadapi anak. Ketimbang kita mengatakan,
“kelakuan anakku membuat aku jengkel, dan membuat aku tidak tahan lagi menghadapi
sikapnya. “ akan lebih baik jika kita lebih spesifik lagi dalam menyebutkan berbagai persoalan
yang dialami anak, misalnya: “ Anakku tidak mau mendengarkan kata-kataku. “Atau” Dia
membuat kekacauan dan keributan dirumah.”
Dengan menentukan spesifikasi permasalahan, maka kita dapat memberikan kesempatan kepada
anak kita untuk mengambil sikap terhadap berbagai permasalahan yang dia timbulkan. Dan
setiap permasalahan diberikan batasan yang jelas, dengan memperhatikan beberapa point berikut
ini.
a. Permasalahan anak terleak pada tingkah lakunya, bukan pada “mood” anak atau sifat
alaminya.
b. Permasalahan yang dihadapi harus jelas.
c. Hindari menangani beberapa permasalahan dalam satu waktu.
Kedua. Pembagian permasalahan. Kesalahan yang sering dilakukan oleh orang tua adalah dia
menangani berbagai permasalahan anak dengan cara yang sama. Dengan cara yang seperti itu,
dia akan gagal mendapatkan jalan keluar bagi permasalahan tersebut. Untuk mencapai jalan
keluar yang benar, kita harus menspesifikasikan berbagai permasalahan, apakah permasalahan
itu hanya berkaitan dengan anak saja, atau juga berkaitan dengan orang tua.
Berbagai persoalan anak dengan dirinya sendiri :
1. Mengurung dirinya di dalam rumah
2. Prestasi sekolahnya menurun
3. Takut dengan kegelapan
Berbagai persoalan anak dengan keluarganya :
1. Mengambil uang dari rumah tanpa sepengetahuan orang tua.
2. Berlaku kasar terhadap saudara-saudaranya.
3. Selalu mengandalkan dan bergantung kepada orang tuanya dalam memenuhi berbagai
kebutuhan hidupnya.
Setelah kita spesifikasikan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh anak, selanjutnya kita
tentukan permasalahan yang paling penting untuk kita tangani dengan segera, dan kita dahulukan
dari persoalan lainnya.
Ketiga.menyerahkan tanggung jawab. Ketika kita menyerahkan tanggung jawab kepada anak,
maka kita harus selalu berusaha memberikan kesempatan kepada mereka untuk mandiri dalam
kehidupannya. Dengan begitu dapat membawa mereka kepada hasil seperti berikut ini.
· Mengajarkan mereka untuk mengambil keputusan yang sesuai.
· Menjadikan mereka merasa bahwa orang tua mereka percaya terhadap kemampuan
mereka.
· Memberikan kesempatan kepada mereka untuk berhasil dalam kehidupan mereka.
Ketika kita memberikan kesempatan bagi anak untuk memikul beban tanggung jawab, maka kita
harus mengambil langkah-langkah berikut ini.
a. Memilih persoalan yang sederhana sebagai sebuah permulaan.
b. Melatih anak-anak kita untuk memikul beban tanggung jawab.
c. Ketika kita menyerahkan tanggung jawab kepada mereka, kita harus membuat mereka
merasa bahwa mereka punya kepentingan, dicintai dan dihormati.
d. Keberhasilan dan kegagalan anak dalam memikul tanggung jawab kembali kepada orang
tua, maka menumbuhkan pada diri mereka perasaan bahwa mereka mampu berhasil dan mampu
untuk bertanggung jawab pada permulaan tugas merupakan hal yang penting.

Keempat. Kemampuan berkomunikasi.


Dalam berinteraksi dengan anak harus dihindari kalimat putus asa ketika dia gagal dalam
melaksanakan suatu tugas, misalnya ketika dia gagal dalam sekolahnya, maka dalam
berkomunikasi dengan anak, baiknya kita perhatikan hal-hal berikut ini :
· Memahami perasaannya. “Kami tahu bahwa engkau sedih dengan kegagalan sekolahmu
ini.”
· Menyerahkan tanggung jawab kepadanya. “Engkau mampu untuk belajar dan
memperhatikan pelajaranmu, sehingga engkau dapat mengatasi permasalahanmu.”
· Memberikan bantuan kepadanya dalam keadaan yang genting. “Aku dapat membantumu
menghadapi permasalahan yang sullit, yang engkau tidak dapat menemukan jalan keluarnya.”
· Meningkatkan rasa percaya dirinya. “Aku tahu bahwa engkau mempunyai kemampuan
untuk melewati persoalanmu.”[4]
Tanggung jawab pada taraf yang paling rendah adalah kemampuan seseorang untuk menjalankan
kewajiban karena dorongan dari dalam dirinya, atau biasa disebut dengan panggilan jiwa. Ia
mengerjakan sesuatu bukan semata-mata karena adanya aturan yang menyuruh untuk
mengerjakan hal itu. Tetapi, ia merasa kalau tidak menunaikan pekerjaaan tersebut dengan baik,
ia merasa sesungguhnya ia tidak pantas untuk menerima apa yang selama ini menjadi haknya.
Sebagai contoh, seorang pegawai kantor yang digaji oleh negara dengan uang rakyat. Maka, ia
selalu merasa tidak memiliki hak untuk mendapatkan gaji tersebut kalau setiap harinya ia tidak
berbuat sesuatu untuk rakyat. Kalau ia bekerja di bagian pelayanan umum, ia menganggap
masyarakat yang dilayaninya sebagai pihak yang memiliki hak atas dirinya. Ia pantang untuk
bersikap mengecewakan masyarakat dengan sikap tidak disiplin atau tidak sopan.
Seorang pegawai yang bertanggung jawab juga pantang untuk meminta pungutan atas pekerjaan
yang memang sudah menjadi kewajibannya. Bagaimana mungkin ia merasa menjadi seorang
polisi yang bertanggung jawab, jika setiap kali ada orang datang meminta diuruskan perkaranya
selalu dimintai ongkos? Bagaimana mungkin polisi yang bertanggung jawab meminta tebusan
atas kendaraan yang akan diambil oleh pemiliknya? Apalagi sang pemilik baru saja mengalami
kecelakaan dengan kendaraan itu. Sudah rugi karena kedaraannya rusak, sakit karena dia juga
menderita luka-luka, tanggung jawab harus ikut mengobati orang lain yang terluka karena
kecelakaan itu, ia masih harus menanggung kerugian karena polisi meminta uang tebusan atas
kendaraan miliknya yang dijadikan barang bukti. Jika setiap kali melakukan pelayanan kepada
masyarakat seorang pegawai yang digaji dari uang masyarakat selalu meminta pungutan,
sesungguhnya dia harus bertanya kepada dirinya sendiri, ”Dimanakah tanggung jawabku atas
gaji yang aku terima setiap bulan?”
Ini adalah tanggung jawab paling dasar yang biasa disebut sebagai responsibility. Di atas
responsibility masih ada jenis tanggung jawab yang derajatnya lebih tinggi lagi, yaitu perceived
responsibility. Perceived responsibility adalah rasa tanggung jawab seseorang atas sesuatu yang
menurut pandangan umum bukan merupakan tanggung jawabna. Ia melakukan pekerjaan bukan
semata-mata karena ia merasa telah menerima hak atas pekerjaan itu, tetapi seratus persen karena
panggilan jiwanya. Boleh jadi pekerjaan yang digelutinya dengan tekun setiap hari sesungguhnya
merupakan tanggung jawab orang lain.
Received responsibility biasa dijumpai dalam karakter para tokoh besar. Mereka banyak
mengorbankan hidupnya demi kebenaran yang mereka yakini. Harta, nyawa, dan reputasi siap ia
sumbangkan untuk mendukung perjuangan. Demikian juga dengan karier dan usahanya,
semuanya dipertaruhkan. Padahal, perkara yang diperjuangkan tersebut sebenarnya bukan
tanggung jawabnya, tetapi tanggung jawab orang lain. Di mata awam, sikap seperti ini terlihat
mengherankan. “kok mau-maunya,” begitu bahasa masyarakat.
maka dari itu, berilah latihan pada anak untuk tujuan menumbuhkan perceived responsibility.
Ketika orang tua sedang berkendara bersama anak dan melihat ada batu di tengah jalan,
berhentilah sebentar. Turunlah dari kendaraan untuk menyingkirkan batu tersebut. Biarkan anak
melihat betapa orang tuanya rela berepot-repot melakukan kebaikan yang seandainya
ditinggalkan tidak akan ada yang memarahi. Kemudian, sampaikan kepada anak bahwa kita
melakukan perbuatan itu semata-mata karena tidak ingin ada orang yang celaka karena batu
tersebut. Kita tidak mengharapkan balasan dari siapapun. Yang kita harapkan hanyalah balasan
berupa pahala dari Allah swt.
Tanggung jawab akan tumbuh jika anak memiliki dorongan visi yang kuat. Dorongan visi
biasanya lahir karena keterkaitan emosi yang dalam juga pemahaman yang cukup terhadap
realitas. Keterkaitan emosi lebih mudah tumbuh jika anak menemukan model yang menjadi
panutannya. Model adalah figur tempat anak becermin. Jika ia kagum dengan gambaran yang
terdapat dalam cermin itu, ia akan memiliki keinginan yang kuat untuk melakukan identifikasi
diri. Model ini bisa orang tua, guru, pahlawan, atau tokoh tertentu yang menimbulkan ketakjuban
dalam hatinya.
Orang tua adalah pihak yang paling berpeluang untk menjadi model bagi anak-anak mereka.
Sebab orang tua adalah figur yang paling dekat dan paling sering dilihat oleh anak.
Tumbuhkanlah kekaguman anak kepada orang tua dengan banyak memperlihatkan kebaikan dan
keteguhan jiwa dalam memegang prinsip.[5]
Bertindak dengan bertanggung jawab berarti :
1. Melakukan hal-hal yang benar semata-mata kerena prinsip bukan karena ada orang lain
yang memaksa anda melakukannya.
2. Membuat pilihan-pilihan yang bijaksana setelah menimbang semua pilihan.
3. Membuat diri anda bertanggung jawab atas tindakan-tindakan anda.
4. Menjalani kehidupan anda sebagai anggota masyarakat yang produktif.

Bagian dari menjadi bertanggung jawab adalah menjadi mandiri, yang berarti sebagai berikut :
1. Menjadi dapat diandalkan dan menafkahkan diri sendiri.
2. Mempunyai kayakinan pada diri sendri, sehingga anda mampu mengambil keputusan tanpa
arah terus menerus dari orang lain.
Bukankah ini yang dinginkan setiap orang tua bagi anaknya? Dari anak-anak yang menjadi baik,
orang tua menyadari bahwa anak-anak belajar bertanggung jawab dalam langkah-langkah kecil.
Dan kemandirian yang sehat selama awal dewasa dimulai dengan ketergantungan yang sehat
selama awal masa anak-anak. Anda tidak akan mengajarkan anak bagaimana berenang dengan
melemperkan mereka ke dalam air begitu saja. Demikian juga orang tua mengajarkan tanggung
jawab sedikit demi sedikit dengan berjalannya waktu, dengan membantu anak-anak membangun
keberhasilan mereka. Inilah apa yang telah kami pelajari dari cara bagaimana orang tua
membesarkan anak-anak yang bertanggung jawab. Karena tujuan akhir dari keseluruhan upaya
yang kita lakukan dalam mendidik anak adalah untuk memungkinkan anak-anak kita hidup tanpa
kita.[6]
Sebelum kita memberikan tanggung jawab kepada anak-anak kita dan membiasakannya, maka
terlebih dahulu mereka harus mempunyai kesiapan untuk memikul beban tanggung jawab. Untuk
itu, dan mereka membutuhkan kebebasan bergerak. Biasanya berbagai perilaku yang salah yang
muncul dalam diri anak-anak penyebabnya adalah karena mereka tidak mempunyai kebebasan
untuk memilih berbagai aktivitas dan program kegiatan mereka, mengarahkan anak-anak sesuai
dengan maksud dan tujuan mereka.
Para orang tua yang mempraktikkan perilaku yang otoriter terhadap anak-anak mereka, akan
gagal dalam melatih anak-anak mereka untuk memikul beban tanggung jawab, dan anak akan
menyerahkan tanggung jawab kepada orang tua ketika dia mengalami kegagalan, dan dia lari
menyelamatkan dirinya.
Yang paling penting adalah berikan anak kebabasan dan kepercayaan, dan menghindari untuk
menolongnya ketika muncul berbagai kendala dalam kehidupannya, berikan kesempatan baginya
untuk menghadapi berbagai persoalannya sendiri, dan mencari cara yang tepat untuk
menanganinya. Yang paling baik adalah apabila kita biarkan dia menyelesaikan apa yang sedang
dia lakukan, tanpa ada campur tangan dari kita, kecuali apabila dia telah berkali mencoba untuk
menyelesaikan persoalannya akan tetapi dia tetap tidak berhasil, maka kita berikan dia kunci
jalan keluar, dan kita berikan bantuan kepadanya berupa isyarat bukan dengan cara yang terang-
terangan dan langsung. Dengan cara yang seperti itu, kita menghindari anak dari ketergantungan
kepada keluarganya, dan sengaja memberikan tanggung jawab kepadanya untuk berusaha
mencari jalan keluar yang tepat bagi persoalannya.
Dengan memberikan anak kebebasan untuk memilih, menjadikan dia mampu untuk mengambil
keputusan sendiri, meskipun terkadang dia melakukan beberapa kesalahan. Yang terpenting, dia
mampu melewati permasalahannya, dan dia dapat menyelami dasar dirinya dalam rangka
mencari lebih banyak lagi sumbangsih yang akan dia berikan dari dalam dirinya. Dengan begitu,
lahir dalam dirinya rasa percaya diri dan perasaan berhasil. Yang dapat memberikan perasaan
yang seperti itu pada seseorang adalah apabila dia berhasil dalam melaksanakan tugasnya, dan
berhasil mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapi dalam pekerjaannya.
Para ibu yang melarang anaknya melaksanakan berbagai tanggung jawab, mereka mengira
bahwa dengan begitu mereka telah membebaskan anak-anak mereka dari tanggung jawab, demi
memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk bermain dan meinikmati masa kanak-kanak
mereka. Pemahaman seperti ini perlu ditinjau kembali, karena menyebabkan kemampuan dan
perkembangan kepribadian anak terganggu, yang membuat si anak selalu tergantung kepada
orang lain untuk melaksanakan keperluannya, dan tidak mampu menanggung beban tanggung
jawab dan keberhasilannya di masa depan.
Jika bapak ingin menugaskan anaknya untuk belajar, maka jangan memaksanya untuk belajar di
waktu yang tidak diinginkan oleh anak, akan tetapi pilih waktu belajarnya diantara waktu setelah
dia pulang sekolah atau setelah shalat ashar. Bisa juga berikan kebebasan baginya untuk
membuat jadwal yang sesuai dengan masa waktu yang dia pandang bahwa dia mampu untuk
belajar dengan baik pada saat itu.
Kami dapati bahwa dengan mengembangkan jiwa tanggung jawab yang hakiki dalam diri
mereka, menjadikan kita terhindar dari menggunakan perintah-perintah yang keras dalam
menghadapi anak-anak kita, misalnya. “Jangan nyalakan televisi!” atau “ Jangan angkat keras-
keras suaramu!” “Pergi tidur sore-sore!” dan berbagai perintah yang lainnya, yang
mempengaruhi bentuk hubungan antara orang tua dan anak.
Berikan kesempatan kepada anak untuk memilih pekerjaan yang akan mereka lakukan, dan
jadikan mereka suka untuk melaksanakan apa yang telah meeka pilih, mereka merasa bahagia,
karena mereka melakukan sesuatu bukan atas dasar perintah dan terpaksa demi melaksanakan
apa yang dikatakan oleh oleh orang tua mereka.[7]
Kebaikan dan keburukan anak di dunia ini akan dikaitkan dengan orang tuanya. Engkau juga
berkewajiban membantunya dalam masalah akhlak yang baik, mengenal Allah dan ketaatan
kepada-Nya. Maka berkenaan dengan anak hendaklah engkau seperti orang yang yakin akan
mendapat pahala jika berbuat kebajikan kepadanya dan mendapat siksa jika berbuat jelek
kepadanya.
Selain itu, masih terdapat berpuluh-puluh tanggung jawab sosial lainnya, seperti tanggung jawab
pemeritah terhadap rakyat dan tanggung jawab rakyat terhadap pemerintah, tanggung jawab
orang kaya terhadap orang miskin dan tanggung jawab orang miskin terhadap orang kaya,
tanggung jawab ulama terhadap masyarakat dan tanggung jawab masyarakat terhadap ulama,
tanggung jawab atasan terhadap bawahan dan tanggung jawab bawahan terhadap atasan,
tanggung jawab yang tua terhadap anak-anak dan para pemuda dan sebaliknya, tanggung jawab
diantara teman, tanggung jawab kaum muslim, tanggung jawab terhadap anak-anak yatim dan
para janda, tanggung jawab terhadap orang-orang cacat dan para lansia dan tanggung jawab guru
terhadap murid dan tanggung jawab murid terhadap guru.[8]
Ada beberapa model latihan praktis yang bisa dijalankan orang tua dalam rangka menumbuhkan
rasa tanggung jawab pada anak. Di antaranya adalah sebagai berikut.
Meletakkan susuatu pada tempatnya
Buatlah aturan “satu barang satu tempat dan semua barang pada tempatnya”. Ini merupakan
manajemen penempatan barang yang paling simpel. Prinsipnya hanya ada dua. Prinsip yang
pertama adalah semua pihak memiliki kesepakatan yang sama tentang tempat masing-masing
barang. Sedangkan prinsip yang kedua adalah kesediaan semua pihak untuk menempatkan setiap
barang di tempat yang telah disepakati.
Prinsipnya adalah tidak ada barang yang tidak memiliki tempat. Boleh jadi satu tempat,
contohnya keranjang plastik, bisa disepakati sebagai tempat meletakkan puluhan barang yang
sejenis, kosmetik misalnya. Barang-barang kosmetik, baik dalam botol maupun kemasan
bungkus, bisa dimasukkan ke dalam satu keranjang plastik tersebut.
Berikut adalah hal-hal yang terkait dengan tempat dan barang dirumah.
· Kotak obat adalah kotak untuk menyimpan semua barang yang bisa didefinisikan sebagai
obat.
· Kotak mainan adalah kotak untuk menyimpan semua barang yang sudah disepakati sebagai
mainan. Termasuk barang yang sebelumnya bukan merupakan mainan tetapi kini sudah dipakai
sebagai mainan oeh anak-anak. Misalnya, botol bekas kosmetik yang sudah dijadikan sebagai
botol bekas kosmetik yang sudah dijadikan sebagai botol infus mainan. Karena sudah menjadi
barang bekas dan dimanfaatkan anak sebagai mainan.[9]

B. DISIPLIN
Pembentukan dan perkembangan kepribadian seseorang, terutama pada periode sampai usia lima
tahun sangat penting, dan ini dapat dilatih melalui serangkaian program, seperti bersosialisasi,
juga yang menyangkut rasa percaya diri, prestasi, rasa bangga, disiplin, mandiri dan tanggung
jawab. Disiplin dan mandiri, dapat menghasilkan daya kreatifitas yang sangat berarti apabila hal
ini dipupuk sejak usia dini. Karena bayi pun dapat dilatih untuk disiplin dan mandiri.
Sebagai contoh dalam melatih disiplin terhadap bayi. Misalnya saja bayi yang sudah mulai bisa
merangkak. Pertama, bayi diajar merangkak di matras/ carpet yang digelar di lantai. Selanjutnya
kemampuan bayi ditingkatkan dengan mengajaknya merangkak di matras yang sengaja dibuat
agak menaik. Kemampuan bayi mencengkeram juga ikut dilatih. Pemainan lain, berbentuk
terowongan pendek yang terbuat dari kayu, juga dimaksudkan untuk melatih bayi merangkak
sekaligus memupuk keberaniannya akan tempat yang gelap.
Selanjutnya koordinasi indera, seperti mata, tangan, kaki dan telinga. Tentunya dipadukan
dengan kemampuan motorik sang bayi. Seperti kelincahan, keseimbangan, cara memanjat.
Contohnya, apakah bayi sudah bisa menagkap dengan tangan benda yang dilemparkan
kepadanya. Maksudnya, untuk menguji otot-otot jari-jari tangannya.
Latihan menyangkut kemampuan motorik bagi bayi yang sudah bisa tengkurap, misalnya
merangsangnya untuk merangkak, naik atau lompat-lompat. Semua latihan ini, tentunya dengan
bantuan orang tua atau baby sitter atau bisa pula inang pengasuh yang dapat dipercaya.
Semua latihan seperti tersebut di atas, ditujukan agar bayi lebih dini mengenal disiplin. Misalnya
merangkak, tangannya harus begini, badannya harus begitu. Begitu pula saat bayi mulai belajar
berdiri, berjalan. Jadi tidak melulu latihan fisik. Akan tetapi juga melatih bayi, seperti cara
berjalan yang baik agar tubuhnya stabil. Termasuk pula diajarkan senam untuk merangsang otot-
otot bayi.
Mengarungi tahun kedua, anak mulai dapat berjalan dan berbicara. Pada fase ini adanya
kecenderungan meniru dan unsur identifikasi di dalam jiwa si anak, akan membawanya kepada
meniru orang tuanya. Oleh karenanya pada fase ini orang tua hendaknya berhati-hati di dalam
bertindak dan bertutur kata. Karena pada usia ini anak akan mudah merekam segala sesuatu yang
dilihat dan di dengar dari sekelilingnya.
Disiplin yang terbaik untuk ditanamkan dalam usia ini, ajarkanlah anak-anak mulai
mengucapkan kata-kata thoyyibah, misalnya: laa ilaaha illallaah, Allahu akbar. Bismillahir
rahmanir rahiimi, dan segalanya. Biasakanlah menerima segala sesuatu dari orang lain dengan
tangan kanan. Demikian juga memberikan sesuatu kepada orang lain, ajarilah dengan tangan
kanan. Biasakanlah sebelum makan dan minum, ataupun mengerjakan sesuatu diawalinya
dengan bacaan basmalah dan diakhiri dengan bacaan hamdalah.
Kebiasaan tersebut di atas sangat baik untuk ditanamkan kepada anak-anak sebagai perilaku
disiplin, hingga anak mencapai usia tujuh tahun, yakni ketika anak mulai mengejakan shalat.
Dalam hubungan ini hadits Rasulullah saw. Menerangkan :
“suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat pada usia tujuh tahun dan pukullah mereka agar mau
mengerjakan shalat pada umur sepuluh tahun”. (HR.Ahmad, Abu Daud dan Al-Hakim dari ibnu
“Amr ra.)
Dengan dimulainya mengerjakan shalat pada usia ini, maka anak mulai ditanamkan untuk
menghargai waktu agar tidak merugi. Karena manusia dapat terpuruk ke dalam lembah kejahatan
dan kerugian. Keduanya dapat dihindari apabila manusia mau menghargai waktu. Sesuai dengan
firman Allah dalam Al-Qur’an, yang artinya sebagai berikut:
“demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan saling menasihati supaya menaati kesabaran,
dan saling menasihati supaya menetapi kebenaran”. (QS.Al-‘Ashr:1-3).
Selain menghargai waktu, dengan megerjakan shalat anak-anak akan terbiasa dengan sikap
disiplin sebagai berikut :
1. Bersih, yaitu bersuci dengan wudlu, membersihkan muka, tangan dan kaki, membersihkan
diri dari hadas kecil dan hadas besar dengan air yang suci dan mensucikan, termasuk kebersihan
pakaian, tempat dan alat-alat shalat.
2. Belajar menutup aurat.
3. Menghormati pimpinan atau iman.
4. Mengingat Allah yang dapat memberikan ketenangan pikiran yang sangat berguna
terutama bagi remaja.
5. Selanjutnya dengan mengerjakan shalat mendidik remaja menghadapi masa puber yang
sangat berbahaya karena shalat yang sesungguhnya mencegah orang berbuat kejahatan dan
larangan (yang mungkar).
Firman Allah dalam Al-Qur’an, yang artinya :
“Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar”.
(QS. Al-Ankabut : 45)
Selain mengajarkan kedisiplinan pada anak, memberikan ajaran kepada anak untuk mandiri
sangat dianjurkan dalam islam. Hal ini sangat penting karena untuk menghindari sifat malas yang
mungkin ada pada diri sang anak. Tidak jauh berbeda dengan pendidikan disiplin, pendidikan
mandiri juga bisa diberikan kepada anak-anak sejak usia balita. Namun yang menjadi
pertanyaan, sejak usia berapa bayi mulai diajarkan untuk mandiri?
Mengajarkan anak untuk mandiri jangan sekali-kali dipaksa. Ukurlah sesuai dengan kemampuan
bayi. Kadang-kadang kemampuan antara bayi yang satu dengan yang lain berbeda. Dan salah
satu cara mengajarkan bayi untuk mandiri adalah mengenalkan bayi minum susu dengan
menggunakan gelas atau cangkir.
Bayi atau anak menyukai minum susu dari botol karena terbiasa sejak kecil. Yakni sejak mulai
menerima makanan tambahan susu formula. Yang menjadi masalah, bila kebiasaan ini berlanjut
terus sementara usianya sudah memungkinkannya untuk melepas kebiasaan minum susu dari
botol. Dan biasanya lagi, bayi yang terbiasa minum susu dari botol akan rewel menjelang tidur
bila mulutnya belum disentuuh dot botol susu. Jadi botol susu itu mempunyai makna lain, yakni
untuk menina bobokkannya atau untuk menyetop tangisnya, entah itu siang atau malam hari.
Terkadang kebiasaan minum susu memakai botol ini semakin tumbuh subur karena ibu tidak
tega melihat bayinya menangis terus. Terpaksalah meski trngah malam, dibuatkan juga susu di
botol, dengan alasan lebih praktis dan cepat diminum. Kalau memekai gelas, tentu bayi
membutuhkan waktu lebih lama untuk menghabiskannya.
Bayi menangis sebetulnya adalah sesuatu hal yang wajar. Ia akan menangis karena lapar setiap
tiga jam. Ini berarti, seandainya bayi tidak mendapatkan makanan tambahan lain disamping susu,
bayi mendapatkan susu botol delapan kali dalam sehari. Atau sekitar 1500-2000 cc sehari. Suatu
jumlah yang bisa membuat bayi tidak selera lagi menerima makanan lainnya.
Padahal hanya mengandalkan susu dan tidak lagi dapat ASI, serta tak dapat makanan tambahan,
bayi diatas usia empat bulan bisa menderita gangguan keseimbangan zat-zat dalam tubuhnya.
Mudah pula terkena anemia karena kekurangan zat besi. Bisa jadi karena susu hanya sedikit
mengandung zat besi.
Dengan demikian, dari segi nutrisi jumlah susu yang wajar bagi bayi empat bulan hingga satu
tahun tidak lebih dari 1000-1200 cc perhari.
Tujuan mengenalkan bayi minum susu menggunakan gelas atau cangkir adalah :
1. Mengajarkan bayi/anak untuk mandiri
2. Untuk menghindari pemberian susu yang berlebihan akibat ketergantungan bayi pada botol.
3. Secara perlahan-lahan mengenalkan bayi pada suatu ketrampilan baru, tidak melulu minum
dengan cara mengisap lewat dot, tetapi menghirup lewat bibir gelas atau sendok untuk tahap
pertama.
Secara umum, bayi mulai menunjukkan berkurangnya kebutuhan untuk mengisap sejak usia 5-6
bulan. Bisa dilihat dari tingkah lakunya waktu menyusui atau minum susu botol. Lima menit
setelah diberi minum ia berhenti mengisap, malah mengajak orang tuanya bermain atau
bercanda. Sepertinya kurang berminat terhadap minumannya. Baru beberapa menit kemudian ia
minum lagi, lantas kembali bermain.
Tingkah laku sang bayi ini merupakan pertanda sudah tiba saatnya ia diberi susu dari gelas atau
cangkir. Memang, ada yang mudah beradaptasi, ada yang malah menolak sama sekali. [10]
Diantara prioritas rumah tangga dan sekolah adalah mendidik anak-anak untuk menjadi orang
yang bertanggung jawab, supaya mereka dapat melaksanakan pekerjaan yang sungguh-sungguh,
dan mempunyai peran di tengah masyarakat dan umatnya. Rahasia pengukuhan keberadaan diri
dan peningkatan potensi yang ada pada diri pemuda, tersembunyi pada perasaan tanggung jawab
yang dibebankan kepadanya.
Oleh karena itu, salah satu yang merupakan tuntutan hidup yang dlaruri adalah mendidik para
pemuda untuk terbiasa menghadapi manis pahitnya kondisi dan tuntutan kehidupan, karena
dalam menghadapi dan berjuang melawan berbagai kendala adalah sebuah praktik latihan bagi
para pemuda untuk berinteraksi dengan berbagai permasalahan dan bahaya yang menghadang di
depannya. Dengan begitu, mereka mempunyai kesempatan untuk melakukan percobaan dan
paraktik yang sesungguhnya, yang memperkaya pengalaman mereka, menambah kekuatan
mereka, dan mengasah otak mereka dengan sesuatu yang baru dan bermanfaat.
Kebutuhan terhadap rasa tanggung jawab menjadikan anak mengalahkan keinginan dan
syahwatnya, agar dia dapat naik ke tingkat yang tinggi dan mulia.

III. Kesimpulan
Dalam pergaulan sehari-hari bertanggung jawab pada umumnya diartikan sebagai “berani
menanggung risiko (akibat) dari suatu perbuatan atau tindakan yang dilakukan”. Atau sering pula
diartikan sebagai “berani mengakui suatu perbuatan atau tindakan yang telah dilakukan”.
Pengertian tanggung jawab tersebut belum cukup, karena yang bersangkutan tidak pernah
memikirkan apakah perbuatan atau tindakannya itu sesuai dengan nilai-nilai hidup yang luhur,
apakah sesuai dengan nilai-nilai susila yang berlaku dalam kehidupan manusia yang sopan
beradab, dan beragama. [11]
Kata bertanggung jawab (responssibility) berasal dari akar kata yang sama sebagai response.
Seorang yang bertanggung jawab adalah seseorang yang dapat dimintai tanggung jawab yang
dapat dipercaya, dan melakukan apa yang diharapkan dari dia. Dengan kata lain seorang yang
bertanggung jawab meresponss ketika dimintai melakukan sesuatu. Bagaimana anak-anak belajar
merespons dengan cara yang bertanggung jawab. Pelajaran anak-anak paling dini di dalam
tanggung jawab berasal dari orang tua yang tanggap terhadap kebutuhan mereka. Di sini, sekali
lagi, kunci terhadap keberhasilan anak-anak terletak pada daya tanggap (responssiveness) orang
tua
Pembentukan dan perkembangan kepribadian seseorang, terutama pada periode sampai usia lima
tahun sangat penting, dan ini dapat dilatih melalui serangkaian program, seperti bersosialisasi,
juga yang menyangkut rasa percaya diri, prestasi, rasa bangga, disiplin, mandiri dan tanggung
jawab. Disiplin dan mandiri, dapat menghasilkan daya kreatifitas yang sangat berarti apabila hal
ini dipupuk sejak usia dini. Karena bayi pun dapat dilatih untuk disiplin dan mandiri.

DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Maimunah. 2001. Membangun Kreativitas Anak Secara Islami. Yogyakarta : Bintang
Cemerlang.

Munir, Abdullah. 2010. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani.

Sadullah Uyoh, dkk. 2010. Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung : CV Alfabeta.

Sears, William, MD. 2004. Anak Cerdas : Peranan Orang Tua Dalam Mewujudkannya. Jakarta :
Emerald Publishing.
Utsman, Akram Misbah. 2005. 25 Kiat Membentuk Anak Hebat. Jakarta : Gema Insani.

Abdullah Munir, Pendidikan Karekter, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2010), hlm. 92
Uyoh Sadulloh, dkk, Pedagogik, (Bandung: Alfabeta,2010), hlm.175
William Sears, Anak Cerdas: Peranan Orang Tua dalam Mewujudkannya, (Jakarta: Emerald
Publishing, 2004), hlm.400-401
Akram Misbah Utsman, 25 Kiat Membentuk Anak Hebat, (Jakarta: Gema Insani), hlm.154
Abullah Munir, Pendidikan Karakter, (Yogyakarta: Pustaka Insani, 2010), hlm. 90-91,93-94
William Sears, Anak Cerdas: Peranan Orang Tua dalam Mewujudkannya, (Jakarta: Emerald
Publishing, 2004), hlm. 398-399
Akram Misbah Utsman, 25 Kiat Membentuk Anak Hebat, (Jakarta : Gema Insani, 2005),
hlm.169-171
Uyoh Sadullah,dkk, Pedagogik, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm.182
Abdullah Munir, pendidikan karakter, (Yogyakarta : Pustaka Insan Madani, 2010), hlm 96-97
Maimunah Hasan, Membangun Kreativitas Anak Secara Islami, (Yogyakarta: Bintang
Cemerlang, 2001), hlm. 50-57.
Uyoh Sadulloh, dkk, Pedagogik, (Bandung: Alfabeta,2010), hlm.175

Anda mungkin juga menyukai