Anda di halaman 1dari 21

Nah, Yang Mana Nih?

Mengasihi atau Mengasihani?


 Banyak orang tua yang mengasihi anak secara kebablasan,
rasa kasih tersebut sampai-sampai menghindarkan anak dari
rasa sulit, seperti pekerjaan rumah.
 Ketika seseorang hanya menggunakan perasaan tanpa
logika, maka yang muncul adalah kasihan.
 Perasaan yang disertai logika akan menghasilkan tindakan yang
tepat dan bijak.
 Biarkan anak mulai melakukan tanggung jawab ringan di rumah,
sesuai usia dan kemampuannya.
 Hal itu dapat menciptakan efikasi diri, yakni keyakinan pada
kemampuan sendiri untuk mencapai suatu tujuan.
Di Dalam Atau Di Luar Pagar?
 Dalam kehidupan keluarga, ada orang tua yang memasang
“pagar tinggi terhadap anaknya, karena mereka takut hidup
anak tersebut menjadi kacau.
 Hal itu tercermin melalui aturan-aturan yang sangat
menghambat eksplorasi diri anak.
 Orang tua harus menyadari bahwa anak memerlukan
eksplorasi diri pada usia mudanya.
 Pagar bagi anak memang diperlukan, tetapi strategi survive
dalam melewati hidup juga perlu dicicipi anak secara
proporsional.
Kesalahan Atau Kejahatan?
 Terkadang oranng tua gagal memberikan kosekuensi yang
tepat dan sesuai atas tindakan anak, mungkin terlalu berat
atau ringan.
 Sebelum memberikan hukum, orang tua harus memahami
antara kesalahan dengan kejahatan.
 Kesalahan adalah tindakan tanpa sengaja, sedangkan
kejahatan merupakan sebaliknya.
 Pada kasus kesalahan, orang tua lebih baik menggunakan
cara persuasif, seperti measehati.
 Dalam kasus kejahatan, anak dapat diberikan hukuman
sebagai bentuk koreksi sesuai tingkat kejahatannya.
Hukuman Atau Hubungan?
 Anak yang melakukan pelanggaran merupakan anak yang
tidak mengasihi dirinya.
 Biasanya mereka melakukan itu karena stigma buruk yang
dipaparkan terhadap dirinya akibat pelanggarannya.
 Orang tua dapat memberikan hukuman namun dengan
tujuan yang benar (mengarahkan kepada pertobatan).
 Hukuman dapat diberikan selagi tidak merusak relasi.
 Hukuman berperan memulihkan relasi yang sempat
renggang dan juga membuat anak mengasihi dirinnya.
Pukulan Atau Rangkulan?
 Mendidik anak merupakan tannggung jawab orang tua yang
dapat dilakukan mulai dari teguran hingga pukulan.

 Pukulan sekalipun verbal tetap dibuthkan untuk


memunculkan efek jera, tetapi ada hal yang harus
diperhatikan dalam memukul anak.
 Pertama, tujuan bukan sebagai pelampiasan tetapi untuk
membentuk sikap hati.
 Kedua, bukan sebagai ajang unjuk otoritas.
 Ketiga, gunakan alat.
 Keempat, pukul pada bagian teraman.
 Kelima, memukul agar anak merasa bersalah.
 Jika peringatan orang tua diabakan, pukulan dapat menjadi
konsekuensi akhir yang diberikan.
 Setelah pukulan, rangkulan kasih sayang harus dilakukan sebagai
proses rekonsiliasi.
Sogokan Atau Imbalan?
 Memberikan iming-iming diawal pada anak untuk mencapai
target yang dibuat orang tua akan membuat anak kurang
mengharagai proses, membelokkan motivasi, dan menjadi
seorang penuntut.
 Pola semacam ini akan membentuk relasi yang bersifat
transaksional.
 Cara lain yanng perlu dilakukan adalah mengajari anak
melewati proses dan menikmatinya, setelah itu berikan ia
reward atas usahanya tersebut tanpa ada perjanjian di awal.
Anak Bertanggung Jawab Atau Orang
Tua Yang Menanggung Jawabannya?
 Terkadang orang tua terlalu berlebihan mencemaskan anak,
hingga mengambil semua beban anak dan memindahkannya
ke pundak orang tua.
 Hal ini membuat anak tidak belajar bertanggunng jawab,
sehingga ia belajar menerima konnsekuensi ketika gagal
menjalankan tanggung jawabnya.
 Kecemasann ini dilandasi oleh perasaan orag tua yang takut
anaknya gagal.
 Penting diingat bahwa anak perlu merasakan kegagalan, sehinngga
ia memahami konsekuensi atas setiap pilihannya.
Gandengan Atau Glendotan
 Persiapan melepaskan anak saat beranjak dewasa
memerlukan persiapan yang benar-benar harus
diperhatikan.
 Orang tua perlu mewariskan nilai-nilai yang seharusnya
diwariskan kepada anak untuk melewati hidupnya. Oleh
karena itu, bimbingan itu perlu dilakukan sedini mungkin.
“Letting Go”- Proses Seumur Hidup
 Pada usia dewasa, anak akan mulai mengambil pilihan-
pilihan penting dalam hidupnya seperti pekerjaan, kuliah,
hingga menikah.
 Fase ini bagi orang tua adalah saat-saat kehilangan, anak
yang dulunya bergantung kini telah dewasa dan harus
mandiri.
 tujuan menjadi orang tua adalah sampai kita tidak diperlukan
lagi menjadi orang tua.
 Ketika kanak-kanak, orang tua berperan sebagai orang tua. Tetapi
ketika dewasa ialah sebagai sahabat.
 Proses pelepasan anak ini disebut letting go.
Menyerahkan Kembali Kepada
Sang Empunya
 Tidak jarang ditemukan orang tua yang merasa anak adalah
kepunyaannya.
 Tuhan-lah pemilik anak ini, yang dititipkan kepada orang tua.
Sehingga, Tuhan berhak atas segala rencana terhadap
kehidupan anak.
 Orang tua sebagai perpanjangan tangan Tuhan, bertugas
mengajarkan anak agar bergumul kepada Tuhan untuk
menentukan masa depannya.
Ketika Anak Salah Mengambil
Keputusan
 Penyesalan terbesar seorang ibu adalah ketika melihat
anaknya salah mengambil keputusan.
 Pada tahap ini seorang ibu akan merasa hilang harapan.
 Pada waktu yang sama orang tua harus membiarkan Tuhan
melakukan intervensi apapun terhadap anak.
 Saat anak salah mengambil keputusan salah itu bukanlah
kebetulan dan juga bukan sepenuhnya salah orang tua,
maka dari itu biarkan Tuhan bekerja menurut rencana-Nya.
Melepas Anak Keluar Sarang
 Orang tua akan mengalami fase ini dimana melepaskan
anak menyongsonng kehidupan yang mandiri.
 Orang tua perlu mempersiapkan anak.
 Hal yang perlu diketahui anak dalam kondisi ini bahwa orang
tuanya menerima ia apa adanya.
Menanamkan Nilai Bukan Angka
 Mendampingi anak yang mulai beranjak dewasa dan siap
mencari pasangan adalah seni.
 Empat hal yang perlu diperhatikan :
 pernikahan adalah antara laki-laki dan perempuan
 seiman berkenaan dengan spiritual dalam Tuhan yakni
keteguhan imann dan pertumbuhan kerohanian
 seimbang, dimana bahan pertimbangannya ialah
appearance, background, character, devotional,
educationnal, finacial.
 berkembang yakni menjadi lebih baik dalam segala hal.
Mendampingi Anak Jatuh Cinta
 Ketika anak jatuh cinta dan akan memilih pasangannya,
setidaknya ada dua pola yang banyak dijadikan acuan anak
dalam memilih pasangan:
1. Memilih pasangan yang seperti ayah atau ibunya
2. Memilih pasangan sejauh mungkin dari karakter ayah
atau ibunya
 Seorang ayah harus menjadi sosok yang dikagumi anak
gadis-nya sebagai standar memilih pasangan.
 Anak laki-laki harus dekat dengan ayahnya agar memiliki
panutan hidup.
 Persoalannya ialah, bagaimana kalau orang tua tidak setuju
dengan pilihan anak?
 Hal yang bisa dilakukan ialah membangun relasi dan
mengkomunikasikannya kepada anak.
Ketika Anak Pergi Dengan
Pasangannya
 Ketika anak pergi dengan pasangannya, maka peran orang
tua ialah menjelaskan aturan dalam bergaul.
 Pada tahap ini, orang tua juga dapat melakukann
pembicaraan dengan mengajak pasangannya untuk ngobrol
bersama.
 Anak harus tahu bahwa orang tua terbuka dengan
peprtanyaan seputar hubungan.
 Jika semakin serius, maka keduanya harus memahami skala
prioritas, seperti acara keluarga dibandingkan nonton film.

Anda mungkin juga menyukai