Anda di halaman 1dari 7

Hutang Kita Banyak pada anak-anak

Tidak jarang, kita memarahi mereka saat kita lelah.


Kita membentak mereka padahal mereka belum benar-benar paham kesalahan yang
mereka lakukan.
Kita membuat mereka menangis karena kita ingin lebih dimengerti dan didengarkan.

Tetapi,
seburuk apapun kita memperlakukan mereka, segalak apapun kita kepada mereka, semarah
apapun kita pernah membentak mereka... 
Mereka akan tetap mendatangi kita dengan senyum kecilnya.
Menghibur kita dengan tawa kecilnya,
Menggenggam tangan kita dengan tangan kecilnya,
Seolah semuanya baik-baik saja, 
seolah tak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.

Mereka selalu punya banyak cinta untuk kita, 


meski seringkali kita tak membalas cinta mereka dengan cukup.

Kita bilang kita bekerja keras demi kebahagiaan mereka, 


tetapi kenyataannya merekalah yang justru membahagiakan kita dalam lelah di sisa waktu dan
tenaga kita.

Kita merasa bahwa kita bisa menghibur kesedihan mereka atau menghapus air mata dari pipi-
pipi kecil mereka,
tetapi,
Sebenarnya kitalah yang selalu mereka bahagiakan. 
Merekalah yang selalu berhasil membuang kesedihan kita, 
melapangkan kepenatan kita, menghapus air mata kita.

Kita berhutang banyak pada anak-anak kita.


Dalam 24 jam, berapa lama waktu yang kita miliki untuk berbicara, mendengarkan, memeluk,
mendekap dan bermain dengan mereka?

Dari waktu hidup kita bersama mereka, seberapa keras kita bekerja untuk menghadirkan
kebahagiaan sesungguhnya di hari-hari mereka, melukis senyum sejati di wajah mungil mereka?

Tentang anak-anak, 
Sesungguhnya merekalah yang selalu "lebih dewasa" dan "bijaksana" daripada kita. 
Merekalah yang selalu mengajari dan membimbing kita menjadi manusia yang lebih baik setiap
harinya.

Seburuk apapun kita sebagai orangtua, mereka selalu siap kapan saja untuk menjadi anak-anak
terbaik yang pernah kita punya.

Kita selalu berhutang kepada anak-anak kita.


Anak-anak yang setiap hari menjadi korban dari betapa buruknya cara kita mengelola emosi.
Anak-anak yang terbakar residu ketidakbecusan kita saat mencoba menjadi manusia dewasa.
Anak-anak yang menanggung konsekuensi dari nasib buruk yang setiap hari kita buat sendiri.

Anak-anak yang barangkali masa depannya terkorbankan gara-gara kita tak bisa merancang
masa depan kita sendiri.
Tetapi mereka tetap tersenyum, mereka tetap memberi kita banyak cinta, mereka selalu mencoba
membuat kita bahagia.

Maka dekaplah anak-anakmu, tataplah mata mereka dengan kasih sayang & penyesalan, katakan
kepada mereka: 
"Maafkan untuk hutang-hutang yang belum terbayarkan"

Maafkan jika semua hutang ini telah membuat Allah tak berkenan. 
Maafkan karena hanya pemaafan dan kebahagiaan kalianlah yang bisa membuat hidup ayah dan
ibu lebih baik dari sebelumnya.
Iya, lebih baik dari sebelumnya.

Selamat memeluk anak-anak kita. 👪🙌


1. Bersikap Konsisten

Ketika anda menjadi orang tua dan anak cenderung melihat apa yang anda lakukan,
pembangunan karakter bisa dimulai dari sikap konsisten yang anda tunjukan dan
lakukan. Dimana anak akan melakukan apa yang anda perintahkan, seperti jangan
memakan benda asing, jangan duduk sembarangan, atau jangan membuang mainan
sembarangan.

Namun ada hal yang akan mengganjal mereka dimana anda tidak konsisten dalam
mendidik atau memberikan nasihat dan patahan. Misalnya karena anda malas anda
juga membuang sebuah bantal sembarangan dan mereka melihat, maka pendidikan
karakter anda akan gagal. (baca juga: Psikologi Forensik)

Atau misalnya anda tidak memarahi mereka akan hal yang salah, namun besoknya
anda kembali memarahinya. Hal seperti ini membuat anak bingung dan justru
mengganggu konsep dan pola pikir diri mereka akan hal yang salah dan
benar (Baca: Konsep Diri dalam Psikologi).

2. Pendidikan Keagamaan

Dimanapun anda berada dan apapun agama yang dianut, pendidikan aan takut
mengenai Tuhan, bagaimana anda beribadah dan memiliki keyakinan harus ditanaman
dari kecil. Mengajak mereka pergi ke masjid, gereja dan lainnya. (baca juga: cabang –
cabang psikologi)

Lalu menyekolahkan mereka dengan sekolah minggu agar atau mengajak mereka
mengaji bersama anak-anak lain. Meskipun mereka belum mengerti hakikat utamanya.
Setidaknya mereka sudah ditanamkan sifat takut akan Tuhan sejak awal.

Semakin dini anda menanaman hal ini pada seorang anak maka akan semakin kuat
iman mereka, terutama ketika mereka sudah mengalami pubertas nantinya. (Baca
juga: Psikologi Keluarga)

Baca:
 Ciri- Ciri Pubertas

 Psikologi Islam

3. Input yang Diterima

Kebiasaan merupakan hal yang paling dianggap sepele padahal penting dan juga
riskan, dimana anda harus tahu bahwa anak yang sudah dididik sejak kecil dengan
kebiasaan yang baik, ketika besar mereka akan terbiasa dengan pendidikan tersebut.
Jika memang mereka menyimpang dan melakukan perilaku abnormal (Baca: Perilaku
Abnormal ), biasanya alam bawah sadar atau psikologis  mereka merasa ada yang
salah dan tidak sesuai.

Maka, pada akhirnya, mereka akan kembali ke kebiasaan mereka, inilah yang menjadi
kunci para orang tua untuk menerapan kebiasaan sejak dini ke jalur yang baik.

Misalnya dengan makan menggunakan tangan kanan, berbicara sopan dan perlahan,
serta duduk dengan teratur. Hal kecil seperti ini akan mempengaruhi tata krama mereka
ketika besar.

4. Anak adalah Peniru yang Baik

Hal yang harus diperhatikan sebelum menerapkan Cara Membentuk Karakter Anak
Usia Dini, adalah memahami anak adalah seorang ahli peniru. Ketika anda mendidik
karakter anak sejak dini, secara tidak langsung anda mengintrospeksi sikap dan
perilaku anda kembali. Karena anak-anak sangat mudah belajar dan juga meniru. Apa
yang mereka lihat maka akan ditiru tanpa tahu baik atau buruk. (baca juga: psikologi
remaja)

Untuk orang tua penting memberikan media yang tepat pada anak-anak, apa yang
mereka tonton, bagaimana lingkungan sekolah dan rumahnya. Bisa menjadi cara yang
tepat untuk membentuk karakter yang memang benar sejak awal. (Baca
juga: kecerdasan interpersonal)
Apabila sang anak memiliki kakak, sang kakak juga perlu mencontohkan yang baik
terhadap adiknya. karena adik cenderung lebih mengikuti apa yang telah dilakukan
sang kakak. Hal ini dikarenakan pemikiran mereka bahwa sang kakak telah diberi
ajaran terlebih dahulu oleh orang tua sehingga apa yang dilakukan sang kakak
dianggap benar.

5. Tidak Memanjakan

Siapa orang tua yang tidak memanjakan anak ? bagi mereka anak adalah harta yang
berharga dan apapun yang mereka inginkan dan membuatnya bahagia bisa membuat
anda bahagia. Salahnya teori ini berdampak pada sikap dan sifat anak-anak baik ketika
masih kecil maupun sudah beranjak remaja hingga (Baca: Psikologi Remaja) dewasa.

Mereka yang hanya tahu merengek dan terkabul keinginannya akan menjadi karakter
yang lemah, cepat putus asa, dan memiliki ego yang besar. Cobalah untuk memikirkan
jangka panjang akan sikap dan sifat mereka, jangan selalu biasakan untuk memberikan
mainan atau apa yang mereka inginkan.

Sedih memang sejak awal melihat mereka menangis, namun anda akan tahu bahwa itu
baik untuk anak-anak dalam hal membentuk karakter.

6. Lakukan Hal Kecil

Tahukah anda bahwa hal kecil bagi anda belum tentu kecil bagi mereka. Layaknya
terbiasa mengatakan hallo, terima kasih dan maaf merupakan cara sederhana untuk
membentuk karakter sejak dini. Mereka akan terbisa untuk menggunakan komunikasi
ke sesama manusia dengan cara yang benar. (Baca juga: teori psikososial Erikson)

Bukan seenaknya saja dan jika anda membiarkan maka mereka menganggap anda
memperbolehkannya. Keras bukan berarti galak dan lembut bukan berarti lemah.
Seperti yang diberitahukan di atas bahwa anak adalah peniru yang ulung.

Oleh karena itu, pembiasaan melakukan hal kecil sejak dini akan berdampak kepada
anak dalam kurun waktu yang lama hingga ia beranjak remaja. (baca juga: tipe
kepribadian manusia)
7. Berbagi itu Penting

Apakah anda merasa bahwa dengan alasan mereka masih anak-anak anda melalaikan
tugas untuk membentuk karakter yang satu ini ? jawabannya adalah salah. Dimana
anak-anak yang dibiasakan untuk tidak berbagi dan meminta pengalahan dari teman
yang lain membuat mereka menjadi pribadi yang pelit dan tidak menghargai orang lain.
Dampaknya ? tentu saja kehidupan dewasa mereka yang akan berisi dengan karakter
negatif.

Kemudian, efek samping dari tidak diterapkannya bagaimana berbagi kepada orang lain
adalah anak tersebut akan tumbuh menjadi mudah meremehkan orang lain,
menganggap orang lain tidak selevel dengannya, bahkan mungkin bisa menjadi anti
sosial. Akibatnya, bisa jadi anak tersebut dikucilkan oleh lingkungannya.

8. Nyatakan Salah Jika Memang Salah

Apa anda tahu bahwa dengan membela anak yang salah anda telah sengaja membuat
anak menjadi seseorang yang pengecut ? apa anda mau ketika besar nanti akan
banyak orang yang mengatakan bahwa anak anda adalah seorang “losser”. Tentu saja
tidak, anda pasti merasa sedih jika mendengar orang lain berkata buruk akan anak
anda.

Namun ketika mereka salah dan anda membelanya mati-matian hal tersebutpun salah.
Bagaimana anda ingin membentuk karakter dengan baik, jika anda membenarkan hal
yang salah. Untuk itu jika anda masih melakukannya stop sekarang juga. Hal ini apabila
dibiarkan, akan memberikan efek negatif pada anak yang cenderung membenarkan
sesuatu yang salah bahkan setelah ia mulai bersosialisasi di masyarakat. (baca
juga: Psikologi Komparatif)

9. Berkelanjutan
Anak anda sudah tidak lagi dini ? atau anda merasa bahwa ia sudah cukup mengerti
apa yang anda ajarkan. Lantas anda berhenti begitu saja mendidik dan menanamkan
karakter pada mereka ? jawabannya tentu saja salah. Dimana mendidik anak-anak
haruslah berkelanjutan hingga mereka dewasa. (Baca juga: Kode Etik Psikologi)

Mereka sudah mengerti akan salah dan benar saja, pengawasan anda sebagai orang
tua tidak pernah boleh lepas. Hingga mereka menikah dan bertanggung jawab akan
hidupnya sendiri. Apalagi jika anak anda masih tergolong anak usia dini. (Baca
juga: Psikologi Abnormal)

Ketika anda memutuskan untuk menjadi orang tua, maka jalankan tanggung jawab
tersebut dan jangan biarkan anak anda lepas dari pengawasan. Mereka akan menjadi
karakter yang terbentuk secara tidak sempurna, mereka bisa menjadi fobia sosial,
ambivert dan hal lainnya yang dianggap bermasalah secara psikologis karena
pendidikan karakter yang tanggung.

10. Tanamkan Pada Semua Anak

Problem ini biasa muncul pada orang tua yang memiliki anak lebih dari dua. Dimana
anda harus mengawasi anak yang berbeda sifat dan karakter namun harus bisa
mendidik mereka semua. Hal ini bisa anda kerjakan sama-sama dengan pasangan
anda. Tak jarang pendidikan karakter melibatkan anak yang lebih dewasa untuk
mengajarkan adiknya. Hal ini terjadi agar semua anak terbentuk karakternya secara
merata, meskipun tingkat tantangannya berbeda. (Baca juga:  Perilaku Abnormal )

Misalnya anak sulung yang pendiam, anak kedua yang kritis dan anak ketiga yang tidak
suka dikekang. Terlepas dari seperti apa mereka, ketika mereka melihat peraturan dan
pembentukan karakter yang direalisasikan sama ke semua anak. Maka mereka akan
paham dan terbiasa akan cara baru anda mendidik mereka.

Anda mungkin juga menyukai