Anda di halaman 1dari 63

Daftar

Isi
Pengantar
Tantangan Mendidik Anak
Mulailah dari Rumah
Kiat Mendidik Anak Berakhlak Mulia
Akhlak Anak Laki-laki
Akhlak Anak Perempuan
Penutup
Referensi
Pengantar
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh

Ayah Bunda yang baik, Islam menempatkan


pendidikan akhlak dalam posisi yang amat
penting. Setiap ajaran Islam senantiasa
berorientasi pada pembinaan akhlak mulia.
Selain itu, sesungguhnya antara akhlak dan
keimanan pun sangat berkaitan erat. Akhlak
yang baik sebagai wujud kuatnya iman.
Sementara akhlak yang buruk menjadi tanda
lemahnya iman.
Pemilik akhlak yang baik juga akan dicintai
oleh Rasulullah. Sebagaimana sabda beliau,
“Sesungguhnya yang paling aku cintai di
antara kalian dan yang paling dekat
majelisnya denganku pada hari Kiamat
adalah yang paling baik akhlaknya.”

Oleh karena itulah, pendidikan akhlak bagi


anak sangatlah penting dan utama untuk
dilakukan tiap orang tua. Apalagi jika
dikaitkan dengan tantangan zaman sekarang
yang sungguh luar biasa. Anak tidak hanya
butuh dicukupi sandang, papan, dan
makannya saja.
Namun lebih dari itu, mereka membutuhkan
pendidikan yang menjadikan mereka manusia
berakhlak mulia.

Ayah Bunda yang dirahmati Allah, untuk itulah


ebook ini disusun. Dengan menggabungkan
referensi dari berbagai sumber, buku digital ini
diharapkan mampu menjadi salah satu
sumber belajar bagi orang tua berisi
bagaimana cara mendidik anak berakhlak
mulia.
Buku digital ini juga merupakan satu bentuk
komitmen Rayya Creativa sebagai penerbit
buku anak untuk memenuhi kebutuhan
pendidikan keluarga muslim di Indonesia.

Ini juga bagian dari komitmen kami untuk


mendukung para orang tua untuk turun tangan
dalam pendidikan anak-anaknya.

Selain itu, kami pun merilis buku anak berjudul


Akhlak Laki-laki dan Akhlak Perempuan. Sebuah
buku anak yang bisa menginsipirasi anak-anak
kita bagaimana caranya menjadi anak yang
berakhlak mulia.
Semoga apa yang kami susun dapat bermanfaat
dan diaplikasikan oleh Ayah Bunda dengan baik.
Terima kasih.

Wassalamualaikum warahmatullahi
wabarokatuh.

Tim Penyusun
Tantangan
Mendidik Anak
Kehadiran seorang anak senantiasa
membawa kebahagiaan tersendiri dalam
kehidupan rumah tangga. Sebuah karunia
besar yang disambut dengan syukur oleh
setiap pasangan. Inilah titipan terindah yang
harus senantiasa dijaga dengan baik oleh
kita sebagai orang tua.

Di pundak kitalah, orang tua harus mampu


mendidik anak dengan baik.
Bukan hanya memenuhi kebutuhan jasmani
atau fisiknya saja, namun juga kebutuhan
spiritualnya. Orang tua berperan dalam
menjalankan pendidikan tauhid dan
keimanan, serta mendidik karakternya agar
berakhlak mulia.

Namun sejatinya tugas ini bukanlah perkara


yang mudah. Kelak di akhirat, kita sebagai
orang tua pun akan dimintai
pertanggungjawaban, apakah sudah mendidik
anak dengan baik. Oleh karena itu wajib bagi
orang tua untuk bersungguh-sungguh dalam
mendidik anaknya.
Apalagi tantangan mendidik anak di zaman
sekarang begitu beragam. Tantangan pertama,
datang dari perkembangan teknologi di era
digital. Kemudahan akses teknologi selain
mendatangkan manfaat, juga memberikan
tantangan tersendiri. Sebagian besar anak-anak
telah dikenalkan dengan gawai bahkan sejak
usia dini. Orang tua seringkali tidak memberikan
batasan atau aturan pemakaian, sehinggga
banyak dari mereka yang kecanduan.

Tak hanya itu, sebagian orang tua juga tidak


memberikan batasan tayangan serta aplikasi
mana yang boleh diakses oleh anak-anak dan
mana yang tidak.
Apalagi tantangan mendidik anak di zaman
sekarang begitu beragam. Tantangan pertama,
datang dari perkembangan teknologi di era
digital. Kemudahan akses teknologi selain
mendatangkan manfaat, juga memberikan
tantangan tersendiri. Sebagian besar anak-anak
telah dikenalkan dengan gawai bahkan sejak
usia dini. Orang tua seringkali tidak memberikan
batasan atau aturan pemakaian, sehinggga
banyak dari mereka yang kecanduan.

Tak hanya itu, sebagian orang tua juga tidak


memberikan batasan tayangan serta aplikasi
mana yang boleh diakses oleh anak-anak dan
mana yang tidak.
YouTube, media sosial, dan game begitu
mudahnya diakses oleh anak-anak, hingga
bukan tidak mungkin sebagian dari mereka
terpapar tayangan yang tidak sesuai dengan
usianya. Seperti kekerasan, adegan horor, hingga
bahkan pornografi.

Sebut saja, hal yang belum lama ini viral, tentang


surat cinta yang dibuat oleh anak usia sekolah
dasar namun dengan bahasa yang tidak
senonoh. Bahasa vulgar yang sungguh tidak
pantas dituliskan oleh anak-anak. Dengan
membaca suratnya, tergambar anak tersebut
telah terpapar tayangan berbau pornografi.
Bayangkan bagaimana generasi masa depan
anak-anak kita, jika sejak kecil sudah
terkontaminasi tayangan yang tidak semestinya
itu?

Tak sedikit pula, anak-anak usia sekolah dasar


bahkan usia dini terpapar ragam konten TikTok
yang tidak mendidik. Di usia tersebut, anak-
anak seringkali belum memiliki filter mana
tayangan yang boleh diikuti, mana yang tidak.
Hasilnya, mendidik karakter baik anak terasa
lebih menantang karena generasi zaman now
yang begitu mudahnya terpapar dampak buruk
dari media sosial dan teknologi.
Tantangan kedua, datang dari pergaulan.
Dengan siapa kita berteman, bisa
mempengaruhi tingkah laku kita. Itulah
mengapa dalam Islam kita diajarkan untuk
menjalin pertemanan dengan orang-orang
saleh, yang memiliki akhlak yang baik.

Tantangan pergaulan ini biasanya datang dari


lingkungan di sekitar tempat tinggal atau saat
anak-anak mulai bersekolah. Pergaulan
seringkali bisa membawa pengaruh buruk dan
jika anak tidak memiliki fondasi yang kuat,
maka mereka akan mudah meniru hal-hal
yang buruk tersebut.
Oleh karena itu, amat penting agar rumah bisa
menjadi pilar pertama dan terkuat dalam proses
pendidikan anak. Orang tua harus menyadari
perannya sebagai pendidik utama, bukan lantas
menyerahkan kepada pihak sekolah.

Tantangan ketiga, datang dari pihak-pihak


yang dengan sengaja ingin menghancurkan
generasi masa depan. Kita bisa lihat saat ini, ada
pihak-pihak tertentu yang secara terang-
terangan mengkampanyekan tentang LGBT,
menyusupkan narkotika agar bisa dikonsumsi
anak-anak, hingga gerakan lainnya yang ingin
menghancurkan masa depan anak-anak.
Selain LGBT, ada pula kehadiran orang-orang
yang kini menghadirkan gender neutral.
Mereka tidak ingin disebut sebagai laki-laki,
bukan pula perempuan. Padahal jelas-jelas
Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya
menciptakan dua jenis kelamin, yakni laki-laki
dan perempuan. Sayangnya, seakan menjadi
trend, setelah ada yang berani
mendeklarasikan gender neutral, mulailah
bermunculan mereka yang terang-terangan
mengaku di hadapan publik.
Belum lagi ditambah dengan kehadiran
orang-orang yang tidak bertanggungjawab,
yang dengan sengaja mengincar anak-anak
sebagai korban kejahatan seksual.

Dengan beragam tantangan ini, orang tua tak


boleh lagi menutup mata. Jangan biarkan
anak-anak diombang-ambingkan dalam arus
keburukan yang begitu kuat. Anak-anak
membutuhkan orang tuanya sebagai
pendidik yang utama.
Mulailah
dari Rumah
Setelah mengetahui beragam tantangan yang
mengancam anak-anak kita, rumah tentu saja
bisa menjadi solusi untuk menaklukkan
tantangan tersebut.
Rumah bisa menjadi awal mula pendidikan terbaik
yang menjadi hak setiap anak. Dan tentu saja tidak
bisa lepas dari tanggung jawab sang orang tua.
Orang tua perlu terjun langsung untuk
membentuk rumah sebagai madrasah yang utama
bagi anak-anaknya.

Dengan ini, sudah pasti orang tua perlu membekali


dirinya dengan ilmu. Orang tua perlu belajar
bagaimana mendesain pendidikan rumah yang
mampu menjadi benteng yang kokoh sekaligus
tempat untuk membekali anak-anak agar menjadi
pribadi yang mulia. Rumah bisa melindungi akidah
anak dan membentuk akhlak. Jika akidahnya lurus
dan akhlaknya baik, maka ia akan sukses di dunia
dan di akhirat. Insya Allah.
Salah satu yang penting dalam masa kehidupan
anak-anak adalah fase usia dini. Al-‘Allamah asy-
Syaikh Muhammad al-Khidhr Husain
rahimahullah sangat menganjurkan pentingnya
memanfaatkan masa kecil untuk menanamkan
adab dan perilaku terpuji.

Begitu pula Ulama Ibnul Qayyim dalam kitabnya


Akhlakul Maulud menyampaikan, “Sesuatu yang
sangat dibutuhkan oleh anak-anak adalah
perhatian besar terhadap perilakunya. Karena
seorang anak tumbuh sesuai dengan kebiasaan
yang ditanamkan oleh pembimbingnya pada
masa kecil, seperti murka, marah, keras kepala,
sensitif, terburu-buru, mudah terpancing,
ngambek, mudah tersinggung, dan serakah.
Kalau sifat-sifat tercela ini dibiarkan, ketika
dewasa akan sulit baginya untuk
menghilangkannya. Akan menjadi tabiat dan
perilaku yang tertancap kuat. Apabila tidak
segera dilenyapkan, suatu hari nanti akan
menghancurkannya. Oleh karena itu, kita
melihat begitu banyak orang yang perilakunya
menyimpang disebabkan pendidikannya di
waktu kecil.”

Maka ketika ditanya kapan paling tepat


mengajarkan anak tentang akhlak yang baik,
jawabannya adalah sedini mungkin. Apalagi di
saat usia dini ini, anak-anak lebih banyak
menghabiskan waktu bersama orang tuanya.
Apalagi diperkuat dengan adanya fakta bahwa
masa kanak-kanak manusia jauh lebih panjang
dari masa kanak-kanak makhluk lainnya. Waktu
yang panjang inilah yang bisa menjadi
kesempatan emas bagi orang tua untuk
menjalankan pendidikan fitrah keimanan dan
pendidikan akhlak di rumah.

Selanjutnya, kemampuan anak dalam


menjalankan adab merupakan prioritas utama
dalam pendidikan akhlak. Pentingnya adab dan
penanamannya dalam diri anak-anak terlihat
sangat jelas ketika kita melihat Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memberikan
perhatian terbesar pada adab dalam membentuk
akhlak anak.
Sehingga bisa menjadi salah satu tabiat atau sifat
dasar anaknya. Disebutkan pula bahwa penanaman
sikap ini lebih baik dibandingkan bersedekah, kendati
sedekah juga begitu penting dalam Islam.

Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang bapak


memberikan pemberian kepada anaknya sesuatu
yang lebih baik dibandingkan adab yang terpuji.”

Seorang ulama, Ali bin Madini rahimahullah pun


mengatakan, “Mewariskan adab kepada anak-anak
lebih baik daripada mewariskan harta. Karena adab
dapat menghasilkan harta, kedudukan, dan cinta
dari para sejawat, serta menggabungkan antara
kebaikan dunia dan kebaikan akhirat.”
Rasulullah Sebaik-
baik Teladan
Sejatinya setiap manusia telah memiliki fitrah
berakhlak. Oleh karena itulah dalam Islam
dinyatakan secara tegas bahwa Rasulullah
Shalallahu Alaihi Wassalam diutus untuk
menyempurnakan akhlak manusia.

“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk


menyempurnakan keshalihan akhlak.” (HR. Al-
Baihaqi).
Jika menilik sejarah, Nabi Muhammad diutus di
tengah masyarakat di zaman jahiliyah. Di mana
akhlak dan perilaku manusia di zaman itu jauh
dari kata baik. Menyembah berhala, perbudakan,
pertikaian, hingga penindasan dilakukan. Oleh
karena itulah, Rasulullah yang memiliki akhlak
mulia diutus di tengah-tengah mereka, agar bisa
menjadi teladan terbaik.

Bahkan hingga saat ini, Rasulullah-lah sebaik-


baik teladan dan panutan bagi kita semua. Hal
ini pula yang menjadi pijakan bagi orang tua saat
mendidik buah hatinya. Menjadikan Rasulullah
sebagai teladan saat menjalankan pendidikan
akhlak bagi anak-anaknya.
Dengan meneladani akhlak beliau, Insya Allah
ketentraman, kebahagiaan, dan kesejahteraan
di dunia dan akhirat akan tercipta.

Sebagaimana firman Allah:

‫َل‬ ‫ْل‬‫ِّل‬ ‫ًة‬ ‫اَّل‬ ‫ْل‬ ‫َأ‬


‫َو َم ا ْر َس َناَك ِإ َرْح َم َع ا ِم يَن‬

Artinya: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu


Muhammad, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam”.

(QS Al-Anbiya’: 107).


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memberikan
perhatian terbesar pada adab dalam membentuk
akhlak anak. Ada sembilan adab yang dikhususkan
oleh beliau untuk ditanamkan dan diberikan kepada
anak-anak, antara lain :

1. Adab kepada kedua orang tua


2. Adab kepada para ulama
3. Adab penghormatan
4. Adab persaudaraan
5. Adab bertetangga
6. Adab meminta izin
7. Adab makan
8. Adab penampilan anak
9. Adab mendengarkan bacaan Al-Quran
Selain kesembilan adab di atas, ada beberapa
penanaman perilaku yang sangat penting dalam
proses mendidik akhlak anak, antara lain :

1. Menanamkan kejujuran
2. Mengajarkan anak untuk menjaga rahasia
3. Menanamkan sikap amanah
4. Mendidik anak untuk menjauhi sifat iri dengki

Berikut ini merupakan contoh aplikatif dari


Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam sebagai
pemimpin dan suri tauladan bagi seluruh umat.
Bagaimana beliau berinteraksi dengan anak-anak,
memerintahkan mereka, melarang, bercanda,
mendukung anak-anak, tersenyum, tidak marah-
marah, tidak suka mencela, dan menanamkan
akidah secara aplikatif dalam diri mereka. Kita bisa
melihatnya dengan membaca hadis berikut ini, dari
beberapa jalur.

Dirawayatkan oleh Imam Ahmad, Bukhari,


Muslim, dan Abu Dawud dari Anas bin Malik ra :

“Aku membantu Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam


selama sepuluh tahun. Demi Allah, beliau tidak
pernah berkata kasar kepadaku.
Tidak pernah beliau berkata, “Kenapa engkau
melakukan demikian” atau “Kenapa tidak engkau
lakukan demikian.”

Dalam riwayat Ahmad disebutkan bahwa Anas


bin Malik ra :

“Aku menjadi pembantu Nabi Shallallahu alaihi wa


Sallam selama sepuluh tahun. Tidaklah beliau
memberiku perintah, lalu aku lama
mengerjakannya, atau tidak aku kerjakan sama
sekali, melainkan beliau tidak mencelaku. Apabila
ada salah satu anggota keluarga beliau yang
mencelaku, beliau bersabda, “Biarkanlah dia.
Kalau dia mampu, pasti dilakukannya.”

Dalam riwayat Muslim disebutkan dengan


lafal :

Rasulullah adalah orang yang paling baik


akhlaknya. Suatu hari beliau mengutusku untuk
suatu keperluan. Aku jawab, “Demi Allah, aku
tidak akan pergi.” Tetapi dalam hatiku, aku ingin
pergi melaksanakan perintahnya. Aku pun
keluar melewati anak-anak yang sedang
bermain di pasar.
Ternyata Rasulullah sudah berdiri di belakangku
dan memegang tengkukku. Aku melihat ke arah
beliau dan beliau tertawa. Beliau bersabda, “Hai
Unais, pergilah melaksanakan perintahku!” Aku
jawab, “Ya, aku pergi, wahai Rasulullah.”

Hadis tersebut menunjukkan betapa perhatian


Rasulullah atas pembentukan akhlak dan perilaku
anak secara aplikatif dengan memberikan teladan
kepada mereka. Masya Allah.
Kiat Mendidik Anak
Berakhlak Mulia
Orang tua berperan penting dalam menjaga dan
mendidik anaknya sebagaimana hadis yang
diriwayatkan at-Tirmidzi dari Jabir bin Samurah,

“Rasulullah Shallallahu
alaihi wa Sallam bersabda,
mengajarkan adab pada
anak itu sungguh lebih
baik bagi seseorang
daripada bersedekah
satu sha.”
Berikut ini beberapa kiat terbaik untuk
memperkuat fitrah dan mendidik akhlak anak,
antara lain :

Menumbuhkan fitrah keimanan anak


Saat usia 0-7 tahun adalah masa yang tepat
untuk menumbuhkan fitrah anak. Orang tua
sangat berperan untuk mengenalkan siapa
Rabb-nya dan siapa Nabinya dengan
mengedepankan cinta (mahabbah).

“Setiap anak terlahir sesuai fitrah, kemudian


orang tuanya membuatnya menjadi orang
Yahudi, Nasrani, dan Majusi.” (HR Muslim)
Selain itu, orang tua juga perlu menyadari
bahwa dalam kondisi fitrah, anak pada
mulanya menyukai kebaikan (ma’ruf) dan
membenci keburukan (mungkar). Sehingga
pada dasarnya anak-anak itu fitrahnya jujur,
amanah, santun, dan tidak suka mencaci atau
sifat tidak terpuji lainnya.

Ini tergambarkan pula dalam surat Ar Rum


ayat 30 :

“(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah


menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.”
Oleh karena itu, pendidikan dalam keluarga
perlu memberikan lingkungan yang kondusif
untuk tumbuh kembang fitrah ini. Keluarga
pun menjadi fondasi utama untuk
mengajarkan tauhid dan keimanan.

Berikan keteladanan yang baik


Dalam keluarga, orang tualah yang menjadi
contoh utama. Karena orang tua yang ditemui
oleh anak-anak setiap hari. Maka dari itu, anak
akan mudah meniru setiap kebiasaan orang
tuanya. Usahakan untuk selalu mengajarkan
hal-hal yang baik dan tidak menyimpang dari
ajaran agama Islam.
Selain itu, orang tua juga bisa memberi contoh
keteladanan dengan sering membacakan buku
tentang Nabi, para sahabat nabi, hingga para
ulama dan orang-orang saleh yang berakhlak
mulia. Kisah-kisah ini juga akan menumbuhkan
fitrah keimanan anak sekaligus menginspirasi
mereka untuk senantiasa berbuat baik.

Ajak anak untuk beraktivitas bersama


Melalui aktivitas bersama anak, orang tua
mengajarkan nilai-nilai kebaikan dengan lebih
aplikatif. Sehingga anak bisa merasakan
pengalaman secara langsung dan lebih mudah
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-
hari.
Apalagi ketika anak mummayiz atau anak yang
sudah berusia 7 tahun, di fase ini anak sudah
bisa membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk dalam dirinya. Di sinilah perasaan
dan tanggung jawab anak diuji, saat
menjalankan aktivitas bersama orang tuanya.

Memberikan penilaian terhadap apa yang


anak lakukan
Hal ini bertujuan menyadarkan anak mengenai
perasaan. Misalnya saat bertengkar dengan
saudara, maka orang tua wajib memberitahu
jika hal tersebut tidak baik. Dengan ini pula,
anak akan mengetahui mana yang baik dan
mana yang buruk.
Jangan lupa untuk memberikan apresiasi
berupa pujian atau penghargaan setiap kali
anak bisa melakukan sesuatu yang baik. Hal ini
akan menguatkan kepribadian baik dan
percaya diri anak.

Tanamkan nilai kebaikan di tengah


keluarga dan latihlah dengan pembiasaan
Orang tua perlu memberikan pemahaman
kepada anak untuk berlaku jujur, amanah,
menepati janji, lembut, dan santun. Latih dan
biasakan anak untuk selalu berperilaku baik
dalam kehidupan sehari-hari.
Yang perlu disadari oleh
orang tua melatih kebiasaan
ini merupakan proses yang
membutuhkan waktu dan
konsistensi. Bukan hal yang
instan.

Oleh karena itu, orang


tualah yang berperan untuk
melatih dan mengawal
perilaku dan kebiasaan baik
anak, sehingga anak
berakhlak mulia Insya Allah
bisa tercapai.
Akhlak Anak
Laki-laki
Dalam kitab Al-Akhlak Lil
Banin, sebuah kitab
bimbingan akhlak untuk
anak laki-laki disebutkan
seorang anak haruslah
memiliki akhlak yang baik
sejak kecil agar ia dicintai
pada waktu besarnya,
diridai Tuhannya, dicintai
keluarga dan semua orang.
Ia harus pula menjauhi akhlak buruk, agar tidak
menjadi orang yang dibenci dan dimurkai
Tuhannya.

Anak laki-laki yang berakhlak baik itu adalah anak


yang cinta kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan
Nabinya, anak yang menghormati kedua orang
tuanya, serta anak yang sopan dan santun.
Kesopanan ini ditunjukkan tidak hanya kepada
orangtuanya, namun juga kepada anggota
keluarga lainnya, gurunya, temannya,
tetangganya, dan sesama.

Pendidikan akhlak ini perlu lebih diperhatikan


ketimbang pendidikan ilmu pengetahuan.
Sebagaimana dalam hadis, “Sesungguhnya
manusia yang paling keras siksanya di hari
kiamat adalah orang alim yang tidak diberi
manfaat oleh Allah dengan ilmunya.”

Apa jadinya orang berilmu tanpa akhlak yang


mulia? Ia bisa menggunakan pengetahuannya
untuk berbuat kerusakan atau menimbun
keuntungan demi dirinya sendiri. Ilmu
pengetahuan tanpa akhlak bisa disalahgunakan.
Dengan akhlak yang mulia juga, kita sebagai
orang tua akan disenangkan hatinya. Hati kita
pun akan lebih tenang menyaksikan anak
keturunan kita melakukan kebaikan dan
berakhlak mulia.
Selain itu, didiklah fitrah seksualitasnya yakni tentang
bagaimana seseorang berpikir, merasa, dan bersikap
sesuai fitrahnya sebagai seorang lelaki sejati.
Menumbuhkan fitrah ini banyak tergantung pada
kehadiran dan kedekatan Ayah dan Ibu. Berikut
tahapan mendidik fitrah anak laki-laki sebagaimana
diuraikan dalam buku Fitrah Based Education :

Usia 0-2 tahun, anak perempuan didekatkan


dengan ibunya karena masa menyusui.
Usia 3-6 tahun, anak perempuan harus dekat
dengan ayah ibunya agar memiliki keseimbangan
emosional dan rasional apalagi anak sudah harus
memastikan identitas seksualitasnya sejak usia 3
tahun.
Usia 7-10 tahun, anak perempuan didekatkan
dengan ayahnya karena di usia ini
egosentrisnya mulai mereda bergeser ke sosio
sentris. Mereka sudah punya tanggung jawab
moral dan kemudian di saat yang sama ada
perintah salat. Ayah perlu menuntun anaknya
untuk memamahi peran sosialnya,
diantaranya salat berjamaah, bermain dengan
ayah sebagai aspek pembelajaran untuk
bersikap dan bersosial kelak, serta
menghayati peran keayahan dan kelelakian di
pentas social lainnya.
Usia 10-14 tahun, anak laki-laki didekatkan
dengan sosok ibu. Bagi anak laki-laki, ibu
harus menjadi sosok perempuan ideal
pertama sekaligus tempat curhatnya.

Dari ibunya, anak laki-


laki bisa memahami
bagaimana lawan
jenisnya harus
diperhatikan, dipahami,
dan diperlakukan dari
kacamata seorang
perempuan.
Dengan mendidik fitrah seksualitasnya
maka anak laki-laki kita akan terhindar dari
penyimpangan-penyimpang seperti LGBT
yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Tak
hanya itu, Insya Allah mereka bisa menjadi
lelaki sejati yang juga mampu memuliakan
perempuan. Sehingga ketika menjadi
pemimpin keluarga, mereka menjadi
pemimpin yang bertanggungjawab namun
tetap lembut dan sayang terhadap istri dan
anak-anaknya.
Akhlak Anak
Perempuan
Dalam kitab Al-Akhlak Lil
Banat tertulis, perempuan
akan menjadi ibu di masa
mendatang. Maka apabila ia
besar dalam akhlak yang
mulia dan tumbuh dengan
pendidikan yang benar, ia
pun akan menjadi
madrasah atau sekolah
dasar yang baik bagi anak-
anaknya kelak.
Di mana anak-anaknya akan menerima dasar-
dasar kebaikan dan tonggak kebesaran serta
kemuliaan. Maka mendidik akhlak anak
perempuan sejatinya adalah menyiapkan
pendidikan generasi masa depan.

Beberapa hal yang perlu ditekankan dalam


mendidik akhlak anak perempuan :

Memberikan pehamanan bahwa akhlak yang


baik adalah sumber kebahagiaan, sementara
akhlak yang buruk adalah sumber
kesengsaraan.
Melatih akhlak yang mulia sejak kecil
sehingga akan terbiasa hingga dewasa.
Menanamkan kepada anak, bahwa
perempuan tidak dinilai dari kecantikan
wajahya, banyak bajunya, dan gemerlap
perhiasaannya. Namun dinilai dari akhlaknya
yang mulia.
Memberikan contoh teladan dari kisah-kisah
para perempuan saleh dan hebat.

Seorang anak perempuan juga perlu diajarkan


tentang rasa malu. Mulai dari malu kepada Allah
Subhanahu wa ta’ala, kepada orang lain, dan
kepada diri sendiri. Rasa malu ini pula yang bisa
menahan seseorang untuk melakukan
perbuatan yang tidak baik.
Rasa malu ini pula bisa menjadi fondasi dalam
mengajarkan pentingnya menjaga aurat dan
berhijab. Sampaikan kepada anak bahwa
sesungguhnya hijab adalah nikmat dan karunia
dari Allah. Oleh karena itu Allah mewajibkannya
atas kaum perempuan, karena menyimpan
banyak maslahat dan hikmah, di antaranya hijab
bisa menjaga akhlak dan agama.

Perempuan yang berakhlak baik adalah


perempuan yang mampu menjaga auratnya,
perkataanya, dan dirinya dari segala perbuatan
yang tidak terpuji. Tanamkan kepada anak
bahwa Allah Ta’alla telah memberikan begitu
banyak nikmat dan karunia.
Allah juga memberikan nikmat pendengaran,
penglihatan dan lisan, dua tangan dan dua kaki
serta menciptakan manusia dengan bentuk yang
terbaik. Ini adalah bukti cinta dan kasih-Nya.

Ajak pula anak perempuan untuk senantiasa


bersyukur atas segala nikmat yang dirasakan.
Segala nikmat dan karunia ini perlu dijaga
dengan cara terus berusaha berbuat baik,
menjalani perintah-Nya dan menjauhi larangan-
Nya.

Ajarkan pula anak perempuan untuk mencintai


Nabinya, mencontoh akhlak Rasulullah dan para
sahabatnya.
Ajarkan pula kepada mereka untuk
menghormati dan mencintai kedua orang
tuanya. Karena apabila berbakti kepada orang
tua maka ridha Allah dan pahala-Nya akan
mampu diraih.

Ajarkan pula untuk senantiasa berbuat baik


kepada keluarga, kerabat, guru, teman-teman
dan semuanya. Ajarkan pula ia untuk mampu
menjaga hatinya, menjauhkan dirinya dari
perasaan sombong, iri, dengki, penyakit hati
lainnya.

Ajarkan pula anak untuk ringan tangan mau


membantu orang-orang yang membutuhkan.
Bisa dimulai dengan membantu mengerjakan
pekerjaan rumah tangga, bersedekah, atau
membantu tetangga yang kesulitan.

Ajarkan pula berbagai adab dalam kehidupan


dan latihlah anak-anak secara konsisten,
sehingga pribadi berakhlak mulia akan kian
tertanam di jiwanya.

Selain itu, didiklah fitrah seksualitasnya yakni


tentang bagaimana seseorang berpikir, merasa,
dan bersikap sesuai fitrahnya sebagai seorang
perempuan sejati. Menumbuhkan fitrah ini
banyak tergantung pada kehadiran dan
kedekatan Ayah dan Ibu.
Berikut tahapan mendidik fitrah anak
perempuan sebagaimana diuraikan dalam buku
Fitrah Based Education :

Usia 0-2 tahun, anak perempuan didekatkan


dengan ibunya karena masa menyusui.
Usia 3-6 tahun, anak perempuan harus dekat
dengan ayah ibunya agar memiliki
keseimbangan emosional dan rasional
apalagi anak sudah harus memastikan
identitas seksualitasnya sejak usia 3 tahun.
Usia 7-10 tahun, anak perempuan didekatkan
dengan ibunya agar peran keperempuanan-
nya dan peran keibuannya bangkit.
Ibu harus jadi wanita hebat pertama yang
dikenang anak perempuannya dalam peran
seksualitas keperempuanannya.
Usia 10-14 tahun, anak perempuan
didekatkan ke sosok ayah. Bagi anak
perempuan, ayah adalah sosok lelaki ideal
pertama baginya. Anak perempuan yang
tidak dekat dengan ayahnya di tahap ini,
kelak berpeluang untuk menyerahkan
kehormatannya kepada lelaki yang
dianggapnya dapat menggantikan sosok
ayah yang hilang di masa sebelumnya.
Penutup
Imam Ghazali menyampaikan akhlak ibarat
keadaan jiwa yang kokoh, dari mana timbul
berbagai perbuatan dengan mudah, tanpa
menggunakan pikiran dan perencanaan.
Bilamana perbuatan-perbuatan yang timbul
dari jiwa itu baik, maka keadaannya disebut
akhlak yang baik. Jika kebalikannya disebut
akhlak yang buruk. Apabila keadaan itu tidak
mantap di dalam jiwa, maka ia tidak disebut
akhlak.
Tak hanya itu, beliau juga menyampaikan akhlak dapat
dihasilkan dengan latihan dan perjuangan di awal,
hingga akhirnya menjadi watak. Pendidikan awal pada
mulanya akan terasa berat, tapi anak akan bisa
menikmati pada akhirnya.

Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda,


“Sesungguhnya ilmu didapat dengan belajar dan
kebijakan didapat dengan sering berbuat bijaksana.
Barangsiapa mencari kebaikan, ia pun diberi kebaikan
itu. Dan barangsiapa menghindari kejahatan, ia pun
akan dilindungi dari kejahatan itu.”

Oleh karena itu, kita sebagai orang tua perlu bersabar


dalam menjalani proses pendidikan akhlak ini.
Jikalau ada tantangan-tantangan yang harus dihadapi,
tetaplah fokus dan konsisten dalam mendidik, serta
berbaik sangkalah kepada Allah, Sang Pemilik Kehidupan.
Mohon kepada-Nya untuk senantiasa diberikan
kemudahan, kekuatan, kesabaran, dan keikhlasan dalam
mendidik anak.

Percayalah bahwa proses ini Insya Allah akan berbuah


manis. Karena akhlak terpuji akan menjadi kebahagiaan di
dunia dan di akhirat. Ia akan mengangkat pemiliknya ke
wilayah yang dekat dengan Allah. Insya Allah.

Semoga kita bisa menjadi orang tua yang mampu


memberikan teladan yang baik dan mampu
membimbing anak-anak kita menjadi anak berakhlak
mulia. Amin ya Rabbal alamin.
Referensi
Baradja, Al Ustadz Umar bin Achmad. 1993.
Bimbingan Akhlak Bagi Putra-Putra Anda 1.
Surabaya : Teladan.
Baradja, Al Ustadz Umar bin Achmad. 1993.
Bimbingan Akhlak Bagi Putra-Putra Anda 2.
Surabaya : Teladan.
Baradja, Al Ustadz Umar bin Achmad. 1993.
Bimbingan Akhlak Bagi Putra-Putra Anda 3.
Surabaya : Teladan.
Baradja, Al Ustadz Umar bin Achmad. 1993.
Bimbingan Akhlak Bagi Putra-Putra Anda 4.
Surabaya : Teladan.
Baradja, Al Ustadz Umar bin Achmad. 1992.
Bimbingan Akhlak Bagi Putri-Putri Anda 1.
Surabaya : Teladan.
Baradja, Al Ustadz Umar bin Achmad. 1992.
Bimbingan Akhlak Bagi Putri-Putri Anda 2.
Surabaya : Teladan.
Baradja, Al Ustadz Umar bin Achmad. 1992.
Bimbingan Akhlak Bagi Putri-Putri Anda 3.
Surabaya : Teladan.
Santosa, Harry. 2017. Fitrah Based Education.
Bekasi : Yayasan Cahaya Mutiara Timur.
Santosa, Harry. Renungan Pendidikan
Berbasis Fitrah. Filla Press.
Suwaid, Muhammad Nur Abdul Hafidz. 2010.
Propethic Parenting : Cara Mendidik ala Nabi.
Yogyakarta : Pro U Media.
Syantut, Khalid Ahmad. 2018. Rumahku
Masdrasah Pertamaku. Jakarta : Maskana
Media.
Syantut, Khalid Ahmad. 2019. Merawat Fitrah
Anak Laki-laki. Jakarta : Maskana Media.
Syantut, Khalid Ahmad. 2019. Merawat Fitrah
Anak Perempuan. Jakarta : Maskana Media.

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai