Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pola Asuh Orang Tua

a. Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Pola Asuh Orang Tua Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola

memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti

menjaga atau merawat dan mendidik anak, sedangkan orangtua

memiliki arti ayah dan ibu, jadi dapat disimpulkan pola asuh orangtua

memiliki arti cara atau sistem ayah dan ibu dalam merawat atau

mendidik anak. Pola asuh merupakan proses interaksi antara orang tua

dan anak dalam mendukung perkembangan fisik, emosi, sosial,

intelektual, dan spiritual anak sejak dari dalam kandungan sampai

dewasa (Sukiman, dkk 2016 dalam Sutanto dan Ari, 2019).

Pola asuh memiliki definisi sebagai cara orang tua

memperlakukan anak, mendidik anak, membimbing anak, dan

mendisiplinkan anak, serta melindungi anak dalam mencapai proses

kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan norma-norma yang

diharapkan oleh masyarakat pada umumnya (Sutanto dan Ari, 2019).

Pola asuh merupakan salah satu kegiatan yang menjadi

kewajiban orang tua jika telah memiliki buah hati atau anak dalam

asuhannya. Pengasuhan oleh orang tua kepada anak akan menjadi

penentu kehidupan anak selanjutnya. Artinya pola asuh akan

menentukan kesiapan anak untuk dapat menjalani kehidupannya secara


mandiri. Oleh karena itu, pengasuhan pada anak tidak dapat dilakukan

secara sembarangan karena akan berpengaruh terhadap kondisi

psikologis anak di masa mendatang (Sutanto dan Ari, 2019).

b. Macam-Macam Pola Asuh Orang Tua

Berdasarkan perilaku dan sikap orang tua pada anak, tipe dan

kategori pola asuh terbagi menjadi tiga macam:

1) Pola Asuh Otoriter

Dalam pola asuh otoriter, orang tua menentukan segala jenis

peraturan yang berlaku dalam keluarga. Dalam pola asuh ini, anak

harus menuruti dan mematuhi seluruh peraturan yang ditentukan

oleh orang tua tanpa terkecuali. Indikator lain pola asuh otoriter

adalah ketika orang tua tidak memberi tahu alasan mengapa

peraturan tersebut harus dibuat dan ditentukan. Anak juga tidak

diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan argumen

apapun tentang peraturan yang telah ditetapkan oleh orang tua

tersebut. Pola asuh otoriter memiliki sistem dimana aturan orang

tua harus dikerjakan dan merupakan kewajiban untuk dipatuhi

anak. Biasanya, jika peraturan tersebut tidak dipatuhi anak,

hukuman fisik maupun verbal akan diberikan pada anak tersebut

(Ayu, 2016 dalam Sutanto dan Ari, 2019).

Pada pola asuh otoriter ini memiliki ciri orang tua sebagai

pusat dalam interaksi ini. Orang tua bertindak keras, memaksa, dan

semena-mena terhadap anak serta orang tua yang menentukan dan

mengontrol porsi, waktu, dan menu makan. Orang tua akan selalu
memaksakan anak untuk selalu mengkonsumsi makanan yang

penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak dan biasanya

dibarengi dengan ancaman_ancaman, misalnya kalau tidak mau

makan, maka tidak akan diajak bicara. Pola makan anak pada tipe

pola asuh ini akan cenderung merasa tidak nyaman karena adanya

tekanan-tekanan yang dirasakan oleh anak, sehingga anak tidak

memiliki kemandirian dalam memilih makanan (Chakra, 2013

dalam Damanik, 2018).

2) Pola Asuh Permisif

Pola asuh permisif adalah sebuah pola asuh dimana orang

tua memberikan kebebasan sepenuhnya pada sang anak. Dalam

pola asuh ini, orang tua sama sekali tidak memberikan peraturan

apapun yang diberlakukan dalam anggota keluarga, termasuk anak.

Anak tidak pernah dihukum jika melakukan atau tidak melakukan

suatu hal. Namun, anak juga tidak diberikan pujian atau apresiasi

saat melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu (misalnya

kebaikan/prestasi). Artinya, sang anak sepenuhnya bebas

menentukan kemauan dan keinginannya tanpa ada aturan apapun

dari orang tua. Orang tua dalam pola asuh ini bersikap pasif,

menerima keputusan anak, dan terkesan bermurah hati dalam hal

kedisiplinan. Mereka juga akan menerima apa saja yang dilakukan

oleh anak, menuruti setiap permintaan anak dan tidak menegakkan

otoritasnya 3sebagai orang tua. Dalam pola asuh ini, orang tua

1
kurang mengontrol perilaku anak dan membiarkan anak begitu saja

dengan bebas (Ayu, 2016 dalam Sutanto dan Ari, 2019).

Pada pola asuh permisif ini menyebabkan pola makan yang

tidak teratur, makan apa saja yang disuka tanpa ada batasan dan

kurang terkontrol dalam memilih makanan. Tidak ada paksaan

makan terhadap anak meskipun anak tergolong gizi kurang. Orang

tua sering kecewa karena anak lebih suka makanan yang disukai

dari pada makanan yang lebih bergizi. Jika ibu sudah merasa bosan

dengan kesulitan makan anak, maka orang tua akan bersikap acuh

tak acuh dalam mengurus makanan yang harus diberikan untuk

anak dalam memenuhi kebutuhan gizi anak (Chakra, 2013 dalam

Damanik, 2018).

3) Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis merupakan sebuah pola asuh yang

menjadikan orang tua sebagai penentu aturan. Orang tua berhak

untuk membuat sejumlah peraturan yang diberlakukan bagi

anggota keluarga, termasuk untuk dipatuhi sang anak. Dalam pola

asuh demokratis, meskipun peraturan yang diberlakukan bagi

anggota keluarga, termasuk juga untuk dipatuhi sang anak. Dalam

pola asuh demokratis, meskipun peraturan sepenuhnya dibuat oleh

orang tua, anak masih berkesempatan bertanya mengenai alasan

pembuatan aturan tersebut. Dalam pola asuh ini, anak juga dapat

ikut andil untuk mengajukan keberatan, memberikan alasan atau

komentar apapun terkait peraturan yang ada. Kehangatan dan kasih


sayang tetap diberikan pada pola asuh demokratis. Namun, di sisi

lain orang tua juga mendidik dengan keras perihal aturan dan

kedisiplinan bagi anak. Orang tua akan menuntut kemandirian dan

tanggung jawab meski masih memberikan anak kesempatan untuk

mengemukakan pendapatnya (Ayu, 2016 dalam Sutanto dan Ari,

2019).

Pada pola asuh demokratis, orang tua sangat memperhatikan

kebutuhan anak dan mencukupinya dengan pertimbangan faktor

kepentingan dan kebutuhan. Orang tua akan selalu berada dekat

dengan anaknya, mereka selalu merespon tangisan anak mereka

dengan memberinya makan. Perilaku ibu ini akan berpengaruh

dalam pemilihan dan penyiapan makanan dan keamanannya, yang

akan mempengaruhi fungsi endokrin dan fungsi fisiologis lainnya.

Pola asuh demokratis mempunyai prinsip mendorong anak untuk

mandiri dalam memilih makanan, tapi orang tua tetap menetapkan

batas dan kontrol (Damanik, 2018).

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua satu dengan lainnya

bisa saja berbeda. Masing-masing orang tua memiliki perspektif dan

dan sudut pandang dalam memberikan pengasuhan pada anak. Pada

dasarnya, ada beberapa sikap dan tindakan orang tua pada anak yang

berkaitan dengan pola asuh. Terdapat sikap penolakan, apresiasi,

pujian, pengertian,
5 penerapan kedisiplinan, dan lain sebagainya yang

diterapkan dalam pengasuhan anak. Adapun sejumlah faktor yang

1
mempengaruhi perbedaan pola asuh pada anak antara lain sebagai

berikut: (Sutanto dan Ari, 2019)

1) Pendidikan Orang Tua

Pendidikan memiliki pengaruh yang sangat singnifikan

dalam mempengaruhi perbedaan pola asuh orang tua pada anak.

Latar belakang pendidikan orang tua akan mempengaruhi

bagaimana cara orang tua mengasuh anak, bagaimana menyikapi

perkembangan mental anak, dan berbagai hal yang berkaitan

dengan pengasuhan anak.

2) Usia Orang Tua

Usia dapat menentukan tingkat kedewasaan orangtua

berdasarkan pengalaman hidup yang telah dilaluinya. Akibat usia

yang masih terlalu muda, anak cenderung mendapatkan

pengawasan yang lebih longgar karena sifat toleransi orangtua.

3) Kepribadian Orang Tua

Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua sangat tergantung

pada kepribadian orang tua tersebut. Sadar ataupun tidak, orang tua

biasanya akan melibatkan kepribadiannya saat berhadapan dengan

anak. Jika orang tua tersebut otoriter, pola asuh yang diterapkan

biasanya kaku, tidak membebaskan anak dan sangat tergantung

pada orang tua. Berbeda halnya jika orang tua memiliki

kepribadian yang terbuka, orang tua tersebut biasanya menerapkan

pentingnya komunikasi dan pendapat anak.


4) Status Sosial Ekonomi

Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua juga tergantung

pada status ekonomi. Orang tua dengan sosial ekonomi menengah

ke atas biasanya lebih concern terhadap perkembangan diri, sosial

dan intelektual anak. Biasanya, cara yang seperti ini akan

menimbulkan hal yang bertentangan. Anak akan tumbuh dengan

kecerdasan yang baik karena semua kebutuhannya terpenuhi tetapi

di sisi lain, anak tidak merasa bebas karena ia selalu dipantau oleh

orang tua. Bertentangan dengan hal di atas, orang tua dengan status

sosial ekonomi ke bawah biasanya lebih membebaskan anak

mereka.

5) Lingkungan

Lingkungan memiliki pengaruh tersendia bagi orang tua

dalam memilih pola asuh bagi anak. Lingkungan yang ada di

sekitar anak juga sangat mempengaruhi perkembangan anak.

Misalnya, bagaimana nilai moral dan aturan yang ada di

masyarakat atau bagaimana kondisi lingkungan tempat tinggal

anak tersebut. Lingkungan akan mewarnai pola-pola pengasuhan

yang diberikan orang tua pada anaknya.

6) Budaya

Selain lingkungan, budaya setempat juga dapat

mempengaruhi pola asuh yang diberikan orang tua pada

anak.sering7 kali orang tua mengikuti cara yang dilakukan oleh

masyarakat setempat dalam mengasuh anak. Orang tua biasanya

1
akan mengikuti adat dan kebiasaan yang berlaku di masyarakat.

Hal ini dikarenkan pola-pola berdasarkan budaya dinilai berhasil

dalam mendidik anak menuju ke arah kematangan anak. Selain itu,

orang tua tentu berharap agar anaknya dapat diterima di

masyarakat dengan baik. Jika ingin diterima dengan baik, tentu

anak tersebut harus memahami dan mengenal budaya yang berlaku

di masyarakat.

d. Cara Mengukur Pola Asuh Orang Tua Yang Diterapkan

Pola asuh diadopsi dan dinilai dengan pedoman kuesioner

parenting style questionaire (PSQ) yang akan diisi ibu. Pedoman

kuesioner jenis pola asuh diadopsi dari penelitian (Ananta, 2018) yang

telah dikembangkan dan dimodifikasi. Pedoman kuesioner yang

digunakan memiliki 15 pertanyaan, dimana 15 pertanyaan ini dibagi

menjadi tiga bagian, yaitu 5 pertanyaan pola asuh demokratis, 5

pertanyaan pola asuh permisif, dan 5 pertanyaan mengenai pola asuh

otoriter. Pemberian skor penilaian apabila salah satu bagian pola asuh

memiliki skor tertinggi. Instrumen ini dilakukan uji validitas terlebih

dahulu dan diuji reliabilitas.

2. Perkembangan Anak Balita

a. Pengertian Perkembangan Anak Balita

Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh

yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus,

bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian (Kementerian

Kesehatan RI, 2014).


Menurut Andriana (2015), perkembangan adalah bertambahnya

kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks

dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari

proses kematangan. Hal ini berarti menyangkut proses diferensiasi dari

sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang

berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat

memenuhi fungsinya.

b. Parameter Perkembangan Anak

Dalam masa perkembangan anak, terdapat masa kritis dimana

diperlukan rangsangan atau stimulasi yang berguna bagi potensi

perkembangan anak. Oleh karena itu perlu adanya perhatian yang

lebih serius, agar anak dapat berkembang lebih optimal sesuai dengan

usianya. Perkembangan anak akan maksimal bila interaksi sosial

dilakukan sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap

perkembangan (Adriana, 2015).

Parameter perkembangan yang digunakan dalam menilai

perkembangan anak balita melalui DDST (Denver Developmental

Screening Test), yaitu:

1) Kepribadian/tingkah laku sosial (Personal social)

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri,

bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Contoh

membuka pakaian, mengikat tali sepatu.

1
2) Gerakan motorik halus (Fine motor adaptive)

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk

mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-

bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi

memerlukan koordinasi yang cermat. Contoh : menggenggam,

melipat dan menggunting, meniru, membuat garis.

3) Bahasa (Language)

Mengikuti perintah dan berbicara spontan. Perkembangan

bahasa sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan interaksi antara

anak dengan orang tua atau orang dewasa lainnya. Perkembangan

bahasa akan optimal bila kemampuan berbahasa anak disesuaikan

dengan usianya yaitu dengan dilatih melafalkan atau

mendengarkan suara. Sedangkan lingkungan yang tidak

mendukung akan menghambat perkembangan anak. Contoh:

mengucap nama, bersuara.

4) Perkembangan motorik kasar (Gross motor)

Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap

tubuh. Contoh: merangkak, berjalan, berlari, melompat, naik turun

tangga.

c. Ciri-ciri Perkembangan

Menurut IDAI 2012, perkembangan anak memiliki ciri-ciri

sebagai berikut:
1) Perekembangan melibatkan perubahan Karena perkembangan

terjadi bersamaan dengan pertumbuhan maka setiap pertumbuhan

disertai dengan perubahan fungsi.

2) Perkembangan awal menetukan pertumbuhan selanjutnya

Seseorang tidak akan bisa melewati suatu tahap perkembangan

sebelum ia melewati tahap sebelumnya.

3) Perkembangan mempunyai pola yang tepat Perkembangan fungsi

organ tubuh terjadi menurut dua hukum yang tetap, yaitu:

a) Perkembangan terjadi lebih dahulu didaerah kepala, kemudian

menuju kearah kaudal. Pola ini disebut pola sefalokaudal

b) Perkembangan terjadi lebih dulu didaerah proksimal (gerakan

kasar) lalu berkembang ke bagian distal seperti jari-jari yang

mempunyai kemampuan dalam gerakan halus. Pola ini disebut

proksimosdial.

4) Perkembangan memiliki kecepatan yang berbeda Seperti halnya

pertumbuhan, perkembangan berlangsung dalam kecepatan yang

berbeda-beda. Kaki dan tangan berkembang pesat pada awal masa

remaja, sedangkan bagian tubuh yang lain mungkin berkembang

pesat pada masa lainnya.

5) Perkembangan berkolerasi dengan pertumbuhan Pada saat

pertumbuhan berlangsung cepat, perkembangan pun demikian,

terjadi peningkatan mental, ingatan, daya nalar, assosiasi dan lain-

lain. 11

1
d. Prinsip-prinsip Perkembangan

Proses tumbuh kembang anak juga mempunyai prinsip_prinsip

yang saling berkaitan. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut

(Kementerian Kesehatan RI, 2014) :

1) Perkembangan menurut hasil proses kematangan dan belajar.

Kematangan merupakan proses intrinsic yang terjadi dengan

sendirinya, sesuai dengan potensi yang ada pada individu. Belajar

merupakan perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha.

Melalui belajar, anak memperoleh kemampuan menggunakan

sumber yang diwariskan dan potensi yang dimiliki anak.

2) Pola perkembangan dapat diramalkan. Terdapat persamaan pola

perkembangan bagi semua anak. Dengan demikian perkembangan

seorang anak dapat diramalkan. Perkembangan berlangsung dari

tahapan umum ke tahapan spesifik , dan terjadi berkesinambungan.

e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan

Menurut Kemenkes RI (2014), pada umumnya anak memiliki

pertumbuhan dan perkembangan yang normal, dan ini merupakan

hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan anak. Faktor-faktor tersebut dibagi dalam dua

golongan, yaitu faktor internal dan eksternal.

1) Faktor internal

a) Perbedaan ras/etnik atau suku bangsa

Ras atau suku bangsa mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan anak. Beberapa suku bangsa menunjukkan


karakteristik yang khas, misalnya suku Asmat di Irian Jaya

secara turun temurun berkulit hitam.

b) Keluarga

Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur

tubuh tinggi pendek, gemuk atau kurus.

c) Umur

Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa

prenatal, tahun pertama kehidupan dan masa remaja.

d) Jenis kelamin

Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang

lebih cepat daripada laki-laki. Tetapi setelah melewati masa

pubertas, pertumbuhan anak laki-laki akan lebih cepat.

e) Genetik

Genetik adalah bawaan anak yaitu potensi yang akan

menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang

berpengaruh pada tumnbuh kembang anak seperti dwarfisme

(kerdil)

f) Kelainan kromosom

Kelainan kromosom umumnya disertai dengan

kegagalan pertumbuhan seperti pada Sindroma Down’s dan

Sindroma Turner’s

13

1
2) Faktor Ekternal/Lingkungan

a) Faktor pranatal :

(1) Gizi

Nutrisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir kehamilan

akan mempengaruhi pertumbuhan janin.

(2) Mekanis

Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan

kongenital seperti club foot.

(3) Toksin/zat kimi

Beberapa obat-obatan seperti Aminopterin, Thailidomid

dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti

palatoskisis.

(4) Endokrin

Diabetes mellitus dapat menyebabkan makrosomia,

kardiomegali, hiperplasia adrenal.

(5) Radiasi

Paparan radium dan sinar rontgen dapat mengakibatkan

kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida,

retardasi mental, dan deformitas anggota gerak, kelainan

kongenital mata, kelainan jantung.

(6) Infeksi

Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH

(Toksoplasma, Rubella, Sitomegalo virus, Herpes

Simpleks) dapat menyebabkan kelainan pada janin:


katarak, bisu, tuli, mikrosefali, retardasi mental dan

kelainan jantung kongenital.

(7) Kelainan imunologi

Eritroblastosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan

darah antara janin dan ibu sehingga membentuk antibodi

terhdap sel darah merah janin, kemudian melalui plasenta

masuk dalam peredaran darah yang selanjutnya

mengakibatkan hiperlbilirubininemia dan Lern icterus yang

akan menyebabkan kerusakan jaringan otak.

(8) Anoksia embrio

Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi

plasenta menyebabkan pertumbuhan tergamggu.

(9) Psikologi

Ibu Kehamilan persalinan pada bayi seperti trauma kepala

dan asfiksia dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan

otak.

b) Faktor persalinan

Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala

dan asfiksia dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak.

c) Pasca natal :

(1) Gizi

Untuk tumbuh kembang bayi, dibutuhkan zat

makanan
15 yang adekuat

1
(2) Penyakit kronis / kelainan congenital

Tuberkulosis, anemia, kelainan jantung bawaan

mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani.

(3) Lingkungan fisik dan kimia

Lingkungan adalah tempat anak tersebut hidup yang

berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak

(provider). Sanitasi lingkungan yang kurang baik,

kurangnya sinar matahari, paparan sinar radioaktif, zat

kimia tertentu (Pb, mercuri, rokok dll) mempunyai dampak

yang negatif terhdap pertumbuhan anak.

(4) Psikologi

Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seseorang

anak tidak dikehendaki oleh orang tuanya atau anak yang

selalu merasa tertekan, akan mengalami hambatan didalam

pertumbuhan dan perkembangannya.

(5) Endokrin

Gangguan hormon, misalnyapada penyakit hipotiroid

akan menyebabkan anak mengalami hambatan

pertumbuhan. Defisiensi hormon pertumbuhan akan

menyebabkan anak menjadi kerdil.

(6) Sosio-ekonomi

Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan

makanan, kesehatan lingkungan yang jelek dan

ketidaktahuan akan menghambat pertumbuhan anak.


(7) Lingkungan

Pengasuhan pada lingkungan, interaksi ibuanak sangat

mempengaruhi tumbuh kembang anak.

(8) Stimulasi

Perkembangan memerlukan rangsangan stimulasi

khususnya dalam keluarga, misalnya penyediaan alat

mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota

keluarga lain terhadap kegiatan anak.

(9) Pengetahan ibu

Faktor pengetahuan merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi perilaku ibu dalam tumbuh kembang anak,

dengan terbatasnya kemampuan ibu dalam pengetahuan

sehingga memungkinkan terhambatnya perkembangan

anak. Pengetahuan ibu mempunyai pengaruh terhadap

perkembangan motorik anak pada periode tertentu.

(10) Obat-obatan

Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan

menghambat pertumbuhan, demikian halnya dengan

pemakaian obat perangsang terhadap susunan saraf yang

menyebabkan terhambatnya produksi hormon pertumbuhan

(Kemenkes RI, 2014).

17

1
3. Hubungan Pola Asuh OrangTua Terhadap Perkembangan Anak

Balita

Pengasuhan dalam keluarga sangatlah penting untuk perkembangan

anak dimasa mendatang. Pengasuhan ini termasuk pengasuhan di aspek

psikososial yang mengarah kepada perkembangan yang positif. (Kariger

dkk, 2012)

Indikator-indikator yang mempengaruhi perkembangan yang

positiflah yang dibutuhkan untuk menilai seberapa jauh pengasuhan yang

diberikan oleh keluarga atau bagaimana penerapan nilai-nilai budaya

dalam keluarga tersebut. Pengasuhan dalam keluarga merupakan

serangkaian tindakan atau aktivitas yang diperankan oleh pengasuh dalam

keluarga di lingkungannya, atau kondisi lingkungan yang diatur oleh

pengasuh agar anak mampu untuk beradaptasi sehingga apa yang menjadi

tujuan dari pengasuhan tersebut dapat tercapai. (Kariger dkk, 2012).

Pencarian perhatian oleh anak merupakan cara mereka dalam

menunjukkan harapan-harapan mereka tentang dunia sosial mereka.

Menurut teori kedekatan internal adalah anak-anak mempunyai keinginan

kepada orangtuanya agar diberikan respon saat mereka mengharapkan

suatu hal ketika diberikan perawatan dalam keluarganya. Adanya respon

orangtua terhadap harapan-harapan anak dapat mengajarkan mereka

tentang adanya sebuah hubungan timbal balik atau adanya komunikasi

yang dua arah ( Pierre & Forman, 2012).

Teori kedekatan ini sudah diprediksi dan menunjukkan bahwa anak

yang berusia 2 tahun secara positif dapat termotivasi untuk bekerjasama


dengan teman-teman bermainnya dalam menyelesaikan tugasnya, atau

sebuah solusi dari permasalahan didapat ketika adanya orang tua yang

selalu siap untuk membantu mereka.(Pierre & Forman, 2012).

Menurut Marcobby, hubungan timbal balik antara anak dan

orangtua akan membantu anak dalam mengembangkan respon yang

diberikan orangtuanya, dimana peran orang tua menjadi fokus uatama

dalam memberikan respon. Dengan respon yang diberikan orang tua

dalam berkolaborasi dengan anknya, anak juga belajar tentang cara

memberi respon yang sama. Kolaborasi antara anak dan orangtua ini

bukanlah untuk mengekang anak terhadaprespon yang ada, tapi dengan

repon yang diberikan orang tua, anak mampu untuk berfikir lebih luas dan

terarah, sehingga adanya interaksi yang menyenangkan bagi anak, adalah

kewajiban orang tua merespon anaknya dengan tanpa paksaan, sehingga

orang tua dan anak dapat saling memberikan kenyamanan. (Pierre &

Forman, 2012).

19

1
B. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah merupakan abstraksi yang terbentuk oleh

generalisasi dari hal-hal yang khusus. Sedangkan kerangka konsep penelitian

pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin di

amati atau di ukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmojo,

2012).

Variabel Independen Variabel Dependen

Pola Asuh Orang Tua Perkembangan Anak Balita


(2-3 tahun)

Faktor yang mempengaruhi Faktor yang mempengaruhi


pola asuh orang tua perkembangan anak balita
1. Faktor Internal
1. Pendidikan orang tua
a. Perbedaan ras
2. Usia orang tua b. Keluarga
3. Kepribadian orang tua c. Umur
4. Status sosial ekonomi d. Jenis Kelamin
e. Genetik
5. Lingkungan f. Kelainan
6. Budaya Kromosom
2. Faktor Eksternal
a. Faktor pranatal
b. Faktor persalinan

Keterangan : ________ : Variabel Yang Diteliti


----------- : Variabel yang tidak diteliti

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian


Sumber : (Modifikasi Sutanto dan Ari, 2019 dan Kemenkes RI, 2014)
C. Hipotesis

Hipotesis  adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih

bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya (Sugiyono,

2016).

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu :

H1 : artinya ada hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan anak

balita (2 – 3 tahun) di Kelurahan Tanjung Wilayah Kerja Puskesmas

Labuhan Haji Tahun 2021.

H0 : artinya tidak ada hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan

anak balita (2 – 3 tahun) di Kelurahan Tanjung Wilayah Kerja Puskesmas

Labuhan Haji Tahun 2021.

21

Anda mungkin juga menyukai