PENDAHULUAN
Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar dan
menyatakan diri sebagai mahluk sosial. Dalam keluarga umumnya anak ada dalam hubungan
interaksi yang intim. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral
dan pendidikan anak (Kartono, 1992). Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama
bagi anak yang mempunyai pengaruh besar. Haryoko (1997:2) berpendapat bahwa
lingkungan keluarga sangat besar pengaruhnya sebagai stimlans dalam perkembangan anak.
Bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Orang tua dikatakan
pendidik pertama karena dari merekalah anak mendapatkan pendidikan untuk pertama
kalinya dan dikatakan pendidik utama karena pendidikan dari orang tua menjadi dasar
Apabila cara orang tua mendidik anaknya di rumah dengan baik, maka di sekolah atau
di lingkungan masyarakat anak itupun akan berperilaku baik pula. Tapi sebaliknya apabila
cara orang tua mendidik anaknya dirumah dengan kurang baik seperti lebih banyak santai,
berbeda dengan lingkungan di keluarganya maka anak tersebut akan menjadi pemberontak,
Masalah dalam perekonomian keluarga pun sangat mempengaruhi pola asuh orang tua
apabila keluarganya mengalami masalah ekonomi yang cukup berat dan disini diperlukan
pola asuh orang tua yang benar supaya anak bisa membentuk kepribadiannya dengan baik.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh pola asuh orang tua dengan tingkat ekonomi menengah ke atas
2. Apa dampak yang ditimbulkan dan solusi dari pengaruh pola asuh orang tua dengan
kepribadian anak?
1. Untuk mengetahui tentang pengaruh pola asuh orang tua dengan tingkat ekonomi
2. Untuk mengetahui tentang dampak dan solusi yang ditimbulkan dari pengaruh pola
asuh orang tua dengan tingkat ekonomi menengah ke atas dan menengah ke bawah
1. Dapat memberikan pemahaman tentang pengaruh pola asuh orang tua dengan tingkat
kepribadian anak
2. Dapat memberikan pemahaman tentang dampak dan solusi yang ditimbulkan dari
pengaruh pola asuh orang tua dengan tingkat ekonomi menengah ke atas dan
Berdasarkan tata bahasanya, pola asuh terdiri dari kata pola dan asuh. Menurut Kamus
Umum Bahasa Indonesia, kata pola berarti model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur yang
tetap), sedangkan kata asuh mengandung arti menjaga, merawat, mendidik anak agar dapat
berdiri sendiri. Orang tua adalah pendidik utama dan pertama sebelum anak memperoleh
pendidikan di sekolah, karena dari keluargalah anak pertama kalinya belajar. Jadi keluarga
tidak hanya berfungsi terbatas sebagai penerus keturunan saja, tetapi lebih dari itu adalah
Menurut Kohn, pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-
anaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah
maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan
Tarsis Tarmudji, menyatakan bahwa, pola asuh merupakan interaksi antara orang tua
dengan anaknya selama mengadakan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik,
membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan dengan
Menurut Bjorklund dan Bjorklund, dkk. (1992) dalam Daeng Ayub Natuna (2007:
144) bahwa pola asuh orang tua adalah cara-cara orang tua berinteraksi secara umum dengan
anaknya. Dalam hal ini banyak macam klasifikasi yang dapat dilakukan, salah satunya adalah
M. Shochib (1998: 14) mengatakan bahwa pola pertemuan antara orang tua sebagai
pendidik dan anak sebagai terdidik dengan maksud bahwa orang tua mengarahkan anaknya
sesuai dengan tujuannya, yaitu membantu anak memiliki dan mengembangkan dasar-dasar
disiplin diri. Orang tua dengan anaknya sebagai pribadi dan sebagai pendidik, dapat
menyingkap pola asuh orang tua dalam mengembangkan disiplin diri anak yang tersirat
Sementara itu, Alex Sobur (1991: 23) mengatakan bahwa sebenarnya anak-anak yang
diasuh secara langsung oleh ibu dan ayah adalah anak-anak yang beruntung, karena mereka
tidak hanya mengalami satu tetapi beberapa pendekatan yang membuatnya dewasa. Proses
pendewasaan ini akan banyak menentukan pembentukan kepribadian anak kelak. Ia akan
memiliki cara berpikir dan kehidupan perasaan yang kaya dan seimbang karena terbiasa
menghadapi dua macam individu yang berbeda secara dekat dan terus menerus.
http://aindah.wordpress.com/2010/07/03/pola-asuh-orang-tua/
Hurlock (2006) mengemukakan bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh
kebebasan penuh pada anak tanpa ada batasan dan aturan dari orang tua, tidak adanya
hadiah ataupun pujian meski anak berperilaku sosial baik, tidak adanya hukuman
Gunarsa (2000) mengemukakan bahwa orang tua yang menerapkan pola asuhü
permissif memberikan kekuasaan penuh pada anak, tanpa dituntut kewajiban dan
tanggung jawab, kurang kontrol terhadap perilaku anak dan hanya berperan sebagai
pemberi fasilitas, serta kurang berkomunikasi dengan anak. Dalam pola asuh ini,
perkembangan kepribadian anak menjadi tidak terarah, dan mudah mengalami
Prasetya dalam Anisa (2005) menjelaskan bahwa pola asuh permissif atauü biasa
disebut pola asuh penelantar yaitu di mana orang tua lebih memprioritaskan
Dariyo dalam Anisa (2005) juga menambahkan bahwa pola asuh permissifü yang
diterapkan orang tua, dapat menjadikan anak kurang disiplin dengan aturan-aturan
sosial yang berlaku. Namun bila anak mampu menggunakan kebebasan secara
bertanggung jawab, maka dapat menjadi seorang yang mandiri, kreatif, dan mampu
mewujudkan aktualitasnya.
Hurlock (2006) mengemukakan bahwa orang tua yang mendidik anak denganü
menggunakan pola asuh otoriter memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut: orang tua
pendapat, anak harus mematuhi segala peraturan yang dibuat oleh orang tua,
berorientasi pada hukuman (fisik maupun verbal), dan orang tua jarang memberikan
Menurut Gunarsa (2000), pola asuh otoriter yaitu pola asuh di manaü orang tua
menerapkan aturan dan batasan yang mutlak harus ditaati, tanpa memberi kesempatan
pada anak untuk berpendapat, jika anak tidak mematuhi akan diancam dan dihukum.
Pola asuh otoriter ini dapat menimbulkan akibat hilangnya kebebasan pada anak,
inisiatif dan aktivitasnya menjadi kurang, sehingga anak menjadi tidak percaya diri
pada kemampuannya.
Senada dengan Hurlock, Dariyo dalam Anisa (2005), menyebutkan bahwaü anak yang
dididik dalam pola asuh otoriter, cenderung memiliki kedisiplinan dan kepatuhan yang
semu.
Hurlock (2006) mengemukakan bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh
kepada perilaku salah, dan memberi pujian ataupun hadiah kepada perilaku yang
benar.
orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis memperlihatkan dan menghargai
kebebasan yang tidak mutlak, dengan bimbingan yang penuh pengertian antara anak
dan orang tua, memberi penjelasan secara rasional dan objektif jika keinginan dan
pendapat anak tidak sesuai. Dalam pola asuh ini, anak tumbuh rasa tanggung jawab,
Dariyo dalam Anisa (2005) mengatakan bahwa pola asuh demokratis ini, di samping
memiliki sisi positif dari anak, terdapat juga sisi negatifnya, di mana anak cenderung
merongrong kewibawaan otoritas orang tua, karena segala sesuatu itu harus
Diakui dalam prakteknya di masyarakat, tidak digunakan pola asuh yang tunggal,
dalam kenyataan ketiga pola asuh tersebut digunakan secara bersamaan di dalam
mendidik, membimbing, dan mengarahkan anaknya, adakalanya orang tua menerapkan
pola asuh otoriter, demokratis dan permissif. Dengan demikian, secara tidak langsung
tidak ada jenis pola asuh yang murni diterapkan dalam keluarga, tetapi orang tua
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Dariyo dalam Anisa (2005),
bahwa pola asuh yang diterapkan orang tua cenderung mengarah pada pola asuh
situasional, di mana orang tua tidak menerapkan salah satu jenis pola asuh tertentu,
tetapi memungkinkan orang tua menerapkan pola asuh secara fleksibel, luwes, dan
d) Tipe Penelantar
Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim
pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka,
seperti bekerja, dan juga kadangkala biayapun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk
dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu
yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada
anak-anaknya.
Indikator dari pola asuh orang tua terhadap anaknya dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Memberikan kebebasan kepada anak tanpa ada batasan dan aturan dari orang tua
Anak tidak mendapatkan hadiah ataupun pujian meski anak berperilaku sosial baik
Orang tua kurang kontrol terhadap perilaku dan kegiatan anak sehari-hari
Orang tua membimbing dan mengarahkan tanpa memaksakan kehendak kepada anak
Orang tua memberi penjelasan secara rasional jika pendapat anak tidak sesuai
Orang tua mempunyai pandangan masa depan yang jelas terhadap anak.
Menurut Atkison,dkk (1996), kepribadian adalah pola perilaku dan cara berpikir yang
cenderung untuk bertindak atau berpikir dengan cara tertentu dalam berbagai situasi.
etimologis, kata personality berasal dari bahasa latin “persona” yang berarti topeng. Menurut
Gordon W All Port “Personality is the dynamic organization whitin the individual of those
Menurut bangsa Roma, persona berarti “bagaimana seseorang tampak pada orang lain”,
bukan dari sebenarnya. Aktor menciptakan dalam pikiran penonton, suatu impresi dari tokoh
yang diperankan diatas pentas, bukan impresi dari tokoh itu sendiri. Dari konotasi
kata persona inilah, gagasan umum mengenai kepribadian sebagai kesan yang diberikan
seseorang pada orang lain diperoleh. Apa yang dipikir, dirasakan dan siapa dia sesungguhnya
termasuk dalam keseluruhan “make up” psikologis seseorang dan sebagian besar
terungkapkan melalui perilaku, karena itu kepribadian bukanlah suatu atribut yang pasti dan
http://diarynurhidayah.blogspot.com/2012/03/pengaruh-pola-asuh-orang-tua-terhadap.html
yang berkaitan dengan atribut kepribadian yang dapat atau tidak dapat diterima oleh
masyarakat. Karakter adalah jawaban mutlak untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik
didalam masyarakat.
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa,
kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun
Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes),
perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari
bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana
mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang
yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek.
Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter
mulia.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/09/15/konsep-pendidikan-karakter/
2.5 Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga
sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi
kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran,
prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu,
pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam
Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai
sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help people understand, care
about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want
for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply
about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang
dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu
membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru,
cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai
dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi
anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik.
Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang
baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu,
yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat
dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai,
yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri,
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai
moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the
golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-
nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar
tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab,
jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja
keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi,
cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia
terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab;
kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas.
dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi
(yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan
pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada
fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat,
seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota
besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena
itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan
peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada
seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan
klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni
psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi
dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam
konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung
sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-
kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional
development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical
and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity
Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral. Menurut
Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak
digunakan; yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan
klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial.
Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989) mengklasifikasikan berbagai teori yang
berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan
perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan
merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu
peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum,
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/09/15/konsep-pendidikan-karakter/
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Dengan Tingkat Ekonomi Menengah Keatas Dan
Menengah Kebawah Terhadap Pembentukan Kepribadian Anak
Pengasuhan anak dilakukan oleh orang tua dengan menggunakan pola asuh tertentu.
Penggunaan pola asuh ini memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap
bentuk-bentuk perilaku social pada anak. Pola asuh yang diberikan orang tua pada anak
berbeda-beda hal ini sangat dipengaruhi oleh dua factor, yaitu factor internal dan eksternal.
Yang termasuk factor internal, misalnya latar belakang keluarga orang tuanya, usia orang tua
dan anak, pendidikan dan wawasan orang tua, jenis kelamin orng tua dana anak, karakter
anak dan konsep peranan orang tua dalam keluarga. Sedangkan yang termasuk factor
eksternal, misalnya adalah tradisi yang berlaku dalam lingkungannya, sosial ekonomi dalam
lingkungannya, dan semua hal yang berasal dari luar lingkungan keluarga yang dapat
dengan permasalahan ekonomi dalam keluarga yang merupakan masalah yang paling sering
dihadapi. Tanpa disadari permasalahan ekonomi dalam keluarga sangat mempengaruhi atau
akan berdampak pada pola asuh orang tua yang diberikan pada anak. Orang tua terkadang
melampiaskan kekesalan yang dihadapi pada anaknya, padahal untuk anak yang usia
prasekolah atau masih usia balita masih belum mengerti tentang masalah perekonomian
dalam keluarga yang hanya akan memperburuk keadaan psikologi anak dan anak hanya
orang tua yang tingkat ekonominya menengah ke atas dalam pengasuhannya biasanya orang
tua akan memanjakan anaknya apapun yang diingkan olehnya akan dipenuhi oleh orang
tuanya. Dengan tingkat perekonomian menengah ke atas segala kebutuhan dan keinginan
anaknya selalu terpenuhi dan orang tua selalu memberikan fasilitas yang berlebih pada
anaknya yang terkadang tidak melihat dari dasar perkembangan anaknya. Pola asuh ynag
diberikan oleh orang tua terhadap anaknya hanya sebatas dengan materi yang dimiliki orang
tua, perhatian dan kasih sayang dari orang tua terkadang terlupakan akibat orang tua hanya
sibuk dengan urusan materinya dan dalam perwujudan pola asuhnya hanya diwujudkan
Anak yang terbiasa dari kecil dididik oleh orang tuanya dengan pola asuh yang
demikian, akan berdampak buruk pada pembentukan kepribadian anak. Kepribadian anak
akan menjadi manja, serba menilai sesuatu dengan materi, dan tidak menutup kemungkinan
anak akan menjadi sombong dengan kekayaan yang dimiliki oleh orang tuanya serta kurang
Sedangkan pola asuh orang tua yang tingkat ekonominya menengah kebawah, dalam
pengasuhannya memang sangat terbatas dengan tingkat ekonomi yang kurang. Biasaya dalam
pola pengasuhannya tidak memenuhi kebutuhan anak yang bersifat materi tetapi lebih
menekankan pada kasih sayang dan perhatian serta bimbingan untuk membentuk kepribadian
Pemenuhan kebutuhan pun hanya bersifat yang sangat penting bagi anaknya yang
akan dipenuhinya, oleh karena itu anak yang hidup dalam perekonomian menengah ke bawah
akan terbiasa hidup dengan segala kekurangan yang dialami dalam keluarganya sehingga
akan terbentuk kepribadian yang mandiri, tidak manja, mampu menyelesaikan permasalahan
yang dihadapinya, dan akan lebih menghormati dan menghargai orang lain.
Tetapi dalam kenyataannya terdapat juga anak yang tingkat ekonomi keluarganya
menengah ke atas berprilaku baik dan menghargai serta menghormati orang lain juga suka
membantu teman-temannya yang tingkat ekonomi orang tuanya menengah ke bawah. Dan
terdapat pula anak yang tingkat ekonominya menengah ke bawah terkadang minder atau malu
dengan keadaan ekonomi orang tuanya, sehingga menyebabkan kepribadian anak yang
kurang menghormati orang tuanya dan suka berprilaku kurang sopan pada orang tuanya.
Oleh karena itu peran orang tua dalam penerapan pola asuh pada anaknya sangat
penting dan harus menyeimbangkan dengan pendidikan agama pada anak sedari dini
mungkin supaya membentuk kepribadian anak yang yang baik dan membanggakan orang
tuanya serta selalu mensyukuri segala yang telah diberikan oleh sang pencipta.
3.2 Dampak yang ditimbulkan dari pengaruh pola asuh orang tua dengan tingkat
ekonomi menengah ke atas dan menengah ke bawah terhadap pembentukan
kepribadian anak
Dampak yang ditimbulkan dari pola asuh orang tua yang salah akan membentuk
kepribadian anak yang salah pula, begitu pula sebaliknya apabila pola asuh orang tua benar
maka pembentukan kepribadian abakpun akan benar.Menurut psikolog anak dari Universitas
anak bergantung pada pola asuh yang diterapkan oleh orang tuanya.
Sebagaimana pola asuh yang diterapkan oleh keluarga yang tingkat ekonominya
menengah ke atas, biasanya dikenal dengan pola asuh permisif yaitu orang tua cenderung
terbuka, sehingga anak lebih bebas melakukan sesuatu sesuai kehendaknya. Orang tua
dianggap berkuasa dan tidak membimbing anak untuk patuh pada semua perintah orang
tuanya. Kebebasan yang berlebihan seperti ini tidak sesuai dengan perkembangan jiwa anak
Sedangkan pada pola asuh orang tua dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah
menerapkan pola asuh yang dikenal sebagai model demokratis, ditandai dengan dukungan
emosional yang tinggi, komunikasi yang terbuka, standar yang tinggi, dan jaminan
kemandirian sehubungan dengan kompetensi anak. Anak yang diasuh dengan menggunakan
model pola asuh demokratis dapat memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya, dan dapat
mengembangkan keterampilannya.
Bermacam-macam pola asuh yang diterapkan oleh orang tua ini sangat mempengaruhi
Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak anak yang mandiri, dapat
mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress,
mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan koperatif terhadap orang-orang lain.
Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam,
Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsive, agresif,
tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan
impulsive, agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, Self Esteem
(harga diri) yang rendah, sering bolos, dan bermasalah dengan teman.
Agar dampak yang ditimbulkan dari pola asuh orang tua yang salah tidak terjadi, maka
sebaiknya orang tua menerapkan pola asuhnya disertai dengan beberapa hal sebagai berikut :
Usahakan untuk selalu menanamkan ajaran agama pada anak-anak sejak dini. Pola
asuh keluarga berbasis agama yang dinilai sebagai pendidikan paling baik saat ini.
Anak akan meniru orang tua, jadi sebaiknya orang tua pun harus menjadi teladan yang
baik. Jika ingin memiliki anak yang berperilaku positif, orang tua pun harus menjauhi
Menjalin komunikasi antara orang tua dan anak adalah hal yang sangat penting, hal ini
Orang tua wajib memberikan aturan-aturan tertentu agar anak tidak terlalu dibebaskan,
Hukuman memang boleh diberikan, bahkan dianjurkan agar si anak menjadi jera. Tapi
hukuman yang dimaksud bukanlah kemarahan yang menjadi-jadi atau kekerasan fisik
yang membuat anak kesakitan. Anak yang masih labil, bisa salah paham dan
berpikiran buruk pada orang tua yang suka memberikan hukuman fisik. Hukuman
orang tua pada anak adalah bentuk kasih sayang, jadi sebagai orang tua harus pintar-
4.1 Kesimpulan
Pengaruh pola asuh orang tua dengan tingkat ekonomi menengah ke atas dan
anak. Anak yang berada pada keluarga yang tingkat ekonominya menengah ke atas
biasanya memiliki sifat yang kurang baik, kurang menghormati dan menghargai orang
lain, memandang orang lain dari sisi materinya saja, dan bersikap sombong. Perilaku
tersebut lahir karena pola asuh orang tua yang salah, pola asuh pada kasus yang seperti
berinteraksi antara orang tua dan anak mungkin karena keadaan orang tua yang selalu
Sedangkan pada anak yang berada pada lingkungan keluarga dengan tingkat ekonomi
menengah ke bawah biasanya memili sifat yang mampu berdiri sendiri, membentuk
kepribadian yang kuat dan tangguh, lebih menghormati dan menghargai orang
lain,selalu bersyukur atas apa yang dimilikinya dan bersikap baik. Perilaku yang
seperti lahir atas pola asuh orang tua yang benar, pola asuh pada kasus ini biasanya
menggunakan model pola asuh demokratis dimana komunikasi dan interaksi antara
anak dan orang tua berjalan baik, perhatian dan kasih sayang dari orang tua yang selalu
hangat di berikan setiap saat, dan pendidikan formal serta pendidikan agama yang baik
Dampak yang terjadi akibat penerapan pola asuh yang salah pada keluaraga akan
orang tua harus mampu dan teliti untuk memilih jenis pola asuh yang baik yang akan
Anisa, Siti. 2005. Kontribusi Pola Asuh Orang tua terhadap Kemandirian Siswa Kelas
http://pangeranrajawawo.blogspot.com/2011/12/pola-asuh-orang-tua.html
http://aindah.wordpress.com/2010/07/03/pola-asuh-orang-tua/
http://www.anneahira.com/pola-asuh-keluarga.htm
http://pendidikankarakter.com
http://organisasi.org/jenis-macam-tipe-pola-asuh-orangtua-pada-anak-cara-mendidik-
mengasuh-anak-yang-baik
http://blog.elearning.unesa.ac.id/emilia-ardi-rahayu/bagaimana-membentuk-karakter-
anak-sejak-dini